KELOMPOK MENTORING
Pembimbing:
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keselamatan pasien merupakan suatu transformasi budaya dimana perubahan budaya yang
diharapkan meliputi budaya keselamatan, budaya tidak menyalahkan, budaya melapor dan
budaya belajar sangat diperlukan upaya trasnformasional yang menyangkut intervensi multi level
dan multi dimensional yang terfokus pada misi dan strategi organisasi, leadership style, serta
budaya dari suatu organisasi (Keats, 2019). (KALIMAT LEBIH PENDEK SAJA)
Kepemimpinan pada dasarnya adalah tentang "mempengaruhi orang lain untuk memahami
dan setuju tentang apa yang perlu dilakukan dan bagaimana melakukannya, dan proses
memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama”. Beberapa penelitian
telah mengeksplorasi dampak kepemimpinan terhadap keselamatan pasien, seperti efek samping,
pasien jatuh, kesalahan pemebrian obat tingkat infeksi, meskipun belum ditemukannya pola yang
efektif. Misalnya, perilaku kepemimpinan perawat yang berorientasi pada hubungan (seperti
mudah didekati dan memberikan umpan balik) terkait dengan pengurangan efek samping di 164
panti jompo di Amerika Serikat. Demikian pula, efek tidak langsung dari kepemimpinan
relasional (menetapkan contoh sebagai pemimpin) dari manajer perawat di 46 unit perawatan
pasien AS mengurangi pasien jatuh dan kesalahan obat sebaliknya, tingkat dukungan yang
diberikan kepada manajer perawat tidak terkait dengan frekuensi kejadian buruk pasien di 21
bangsal bedah dan medis. Praktik kepemimpinan dianggap sebagai faktor kunci yang
mempengaruhi motivasi dan kinerja perawat (Çakıl Agnew, 2012).(ditambahkan data
effectiveness of leadership)
Fenomena keselamatan pasien yang ada bisa menyajikan banyak implikasi, baik bagi
peningkatan mutu maupun kepada manajemen keperawatan. Untuk mencapai dan menciptakan
perubahan diperlukan transformational leadership. Mengapa hal ini sangat diperlukan karena
keberhasilan transformasi peran leadership bisa menghasilkan 70-90% keberhasilan dalam
pelaksanaan Keselamatan Pasien, sedangkan peran managership hanya 10-30% oleh karena hal
itu nilai dan prinsip yang mendasarinya adalah diperlukannya komitmen dan leadership serta
langkah nyata dari para pimpinan rumah sakit (Sumber). Peran seorang pemimpin adalah untuk
memasukkan nilai-nilai etika keselamatan pasien ke dalam pengambilan keputusan di semua
tingkatan dalam sebuah organisasi dan juga dapat mendorong perawat klinis untuk
mempertimbangkan nilai-nilai dalam pemberian perawatan kepada pasien (Swansea &
Kangasniemi, 2013).
Dari beberapa uraian latar belakang diatas, maka dibutuhkan suatu dasar kepemimpinan
yang kuat untuk digunakan dalam pengembangan kemampuan perawat dalam menjalankan
kepemimpinannya terlebih yang keterkaitannya terhadap isu keselamatan pasien.
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran kepemimpinan dalam
meningkatkan manajemen keselamatan pasien khususnya di rumah sakit.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Keselamatan Pasien
1. Definisi
Pasien safety merupakan suatu sistem yang dapat memastikan asuhan yang diberikan
kepada pasien tersebut aman dan dilakukan oleh setiap tenaga kesehatan yang
dimulai dari assesment, identifikasi sampai dengan analisis suatu kejadian yang
bertujuan untuk meningkatkan suatu mutu pelayanan kesehatan yang lebih baik
(Hadi, 2017).
C. KEPEMIMPINAN
a. Definisi Kepimpinan
Kepemimpinan adalah proses dari perilaku seseorang sebagai upaya
mempengaruhi kebiasaan orang lain ke arah penyelesaian tujuan yang spesifik
yang mengarah kepada teaching organization dalam mengembangkan knowledge,
skill dan attitudesetiap individu dalam organisasi (Murnisiah & Sureskiarti, 2020).
c. Gaya Kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan menurut (Usman, Badiran, & Muhammad, 2020) adalah
sebagai berikut:
1. Gaya kepemimpinan Otokratik
Pemimpin melakukan kontrol maksimal terhadap staf, membuat keputusan
sendiri dalam menentukan tujuan kelompok. Lebih menekankan pada
penyelesaian tugas dari pada hubungan interpersonal. Gaya ini cenderung
menyebabkan permusuhan dan agresif atau apatis sampai menurunnya
inisiatif.
Contoh: Kepala Ruang menetapkan jadwal dinas, sanksi sesuai aturan, tanpa
mempertimbangkan alasan staf perawat yang mengajukan ijin.
Fokus saat ini tentang keselamatan pasien menyoroti sifatnya sebagai fenomena
multidimensi yang muncul di semua bidang dan tingkat perawatan kesehatan. Ini
menunjukkan sifat budaya keselamatan pasien, tetapi dari perspektif manajemen
keperawatan, ini juga menimbulkan pertanyaan tentang tanggung jawab. Organisasi
dan profesional perawatan kesehatan memikul sebagian besar tanggung jawab untuk
keselamatan pasien karena tujuan utama perawatan kesehatan. Dari perspektif etika,
tanggung jawab dibagi oleh semua praktisi dan organisasi, tetapi juga mencakup
pasien dan keluarga sampai batas tertentu. Penyediaan perawatan yang aman
membutuhkan kolaborasi antara praktisi kesehatan. Dengan demikian, manajer
perawat memiliki peran untuk dimainkan dalam menyatukan semua disiplin ilmu
untuk memfasilitasi keselamatan pasien. Pada bagian berikutnya, berbagai pihak yang
bertanggung jawab atas keselamatan pasien didefinisikan dan dipertimbangkan
berdasarkan peran manajer perawat (Chiovitti RF, 2011).
Tanggung jawab perawat yang berkaitan dengan keselamatan pasien etis sering
terletak pada pencegahan kesalahan dan menginformasikan pasien dan dokter lain
tentang kesalahan praktik. Malpraktik sering kali diakibatkan oleh kegagalan
sistem, tetapi juga dapat terjadi dari kesalahan praktisi individu. Perawat
bertanggung jawab secara etis tidak hanya untuk melaporkan dan
mendokumentasikan kesalahan mereka sendiri tetapi juga untuk memastikan
keselamatan pasien dalam kerja tim. Davidoff berpendapat bahwa perawat,
seperti anggota tim kesehatan lainnya, memiliki tanggung jawab untuk melakukan
fungsi 'whistle-blowing' dalam melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh orang
lain. Dari perspektif etika, perawat bertanggung jawab untuk mengenali kondisi
yang dapat membahayakan keselamatan pasien atau di mana tidak dapat dijamin
(Davidoff, 2011).
Nelson dan Beyea (2009) menyarankan bahwa tekanan moral terjadi ketika
seorang profesional perawatan kesehatan, dalam situasi tertentu, mengetahui atau
percaya apa tindakan yang sesuai secara etis tetapi tidak mampu atau merasa
dibatasi untuk bertindak karena berbagai alasan pribadi, sosial, budaya dan
organisasi. Tekanan moral dapat menyebabkan kesalahan jika, misalnya, rasio staf
tidak aman atau dokter melanggar kebijakan dan prosedur ketika diminta untuk
meningkatkan efisiensi untuk memenuhi tujuan produksi. Stres dapat terjadi
setelah kesalahan medis, menciptakan tekanan moral yang signifikan, serta
menjadi faktor awal terjadinya kesalahan medis. Stres moral tidak dapat
sepenuhnya dihilangkan, tetapi dapat menjadi kekuatan pendorong yang
digunakan oleh manajer perawat untuk merangsang kesadaran moral dan refleksi
tentang bagaimana menangani situasi sulit, menghasilkan peningkatan kompetensi
dalam perawatan.
Tanggung jawab manajer perawat untuk memastikan kompetensi staf mereka juga
merupakan peran penting dalam arti etis. Jika seorang perawat percaya bahwa
mereka tidak kompeten untuk berlatih dengan aman, tidak etis untuk menerima
tanggung jawab memberikan perawatan pasien. Hal yang sama berlaku ketika
manajer perawat menganggap bahwa kekurangan dalam pengetahuan dan
keterampilan mengancam keselamatan pasien karena mereka bertanggung jawab
untuk menjamin kompetensi staf mereka, mengidentifikasi kekurangan dan
menawarkan pelatihan dan pendidikan untuk memperbaikinya. Kesulitan dalam
memanfaatkan kedua kompetensi, karena tekanan kerja yang tinggi dan sifat
pekerjaan keperawatan yang tidak dapat diprediksi, juga dapat mengakibatkan
stres moral (Cronqvist dan Nystrom,2007).
Pasien memiliki tanggung jawab, baik sebagai peserta dalam perawatan kesehatan
maupun sebagai warga negara, dalam memastikan dan melindungi keselamatan
mereka sendiri dan orang lain. Dasar dari tanggung jawab ini adalah sebagai
anggota tim dan secara de facto menjadi pusat perhatian mereka. Rumah sakit
yang berpusat pada pasien memberdayakan pasien untuk berpartisipasi dalam
keputusan perencanaan perawatan mereka dan juga memastikan kerahasiaan.
Seringkali, pasien menggambarkan lingkungan rumah sakit sebagai lingkungan
yang berbahaya yang membahayakan keselamatan pribadi mereka. Misalnya,
penggunaan peralatan perawatan yang lalai oleh teman sekamar di rumah sakit
dapat menimbulkan masalah keselamatan bagi pasien lain, yang menimbulkan
risiko keselamatan. Sebaliknya, teman sekamar yang sama dapat memberikan
perawatan darurat kepada orang lain selama ketidakhadiran perawat (Turunen H,
et al 2011).
5. Tantangan Pendidikan.
Pendidikan untuk keselamatan pasien merupakan suatu hal yang etis bagi
profesional kesehatan, dan menghadirkan tantangan besar, tetapi dapat dilihat
sebagai peluang bagi manajer perawat. Selain menciptakan lingkungan perawatan
pasien yang aman, manajer perawat memiliki tugas untuk memastikan bahwa staf
mereka memiliki pengetahuan terkini mengenai keselamatan pasien, termasuk
masalah etika, kemampuan perawat, meningkatkan visibilitas praktik sehari-hari
dan untuk mengevaluasi kembali rutinitas. Penting untuk mewujudkan komitmen
ini adalah pengembangan paket pendidikan multi-profesional dan pembentukan
komite etik, dengan peran yang lebih luas daripada menjaga standar penelitian,
untuk memasukkan pembentukan keyakinan, nilai, dan sikap bersama dokter
melalui pendidikan dan konsultasi kasus (European Union, 2012).
Kolaborasi yang erat antara penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan
keperawatan bertindak sebagai mekanisme untuk meningkatkan kekhawatiran
tentang kompetensi keperawatan dalam menjaga dan melestarikan keselamatan
pasien. Pendekatan proaktif ini difokuskan pada pendidikan untuk pencegahan
daripada reaktif pasca kejadian, meskipun belajar dari peristiwa tetap menjadi
strategi penting untuk mempertimbangkan hasil kehidupan nyata dari insiden.
Lingkungan perawatan, kemitraan pasien-penyedia dan kualitas perawatan secara
keseluruhan dapat ditingkatkan dengan menggunakan sistem pengungkapan yang
menghasilkan pendidikan untuk memulihkan penyebab kesalahan. Akibatnya,
keselamatan pasien merupakan komponen penting dari persiapan mahasiswa
perawat, membutuhkan penguatan di seluruh program mereka (Vaismoradi,
2009).
Dilema etika dan stres di tempat kerja yang dialami sebagai akibat dari konflik
nilai-nilai individu dan organisasi telah ditemukan dimoderasi oleh peningkatan
kesadaran individu dan organisasi akan masalah etika. Intervensi klinis baru atau
strategi pendidikan memerlukan dasar berbasis bukti dan harus diuji secara etis
sebelum menerapkannya dalam praktik, meskipun, seperti yang disarankan
Davidoff , menuntut bukti kuat kemanjuran dan keamanan sebelum menerapkan
setiap intervensi secara moral dicurigai, karena dapat menunda intervensi
diperlukan untuk mengubah praktik klinis yang tidak efektif, tidak efisien, dan
terkadang berbahaya. Manajer perawat diposisikan secara strategis untuk
menetapkan tujuan bersama untuk kepemimpinan dan pendidikan dalam
kepentingan perawatan yang berpusat pada pasien dan memiliki potensi untuk
mengembangkan profesi inovatif dengan pemikiran dan ide radikal, didukung
oleh pengembangan pribadi dan profesional. Dukungan manajer perawat terhadap
upaya perawat dalam menggunakan penelitian dan peningkatan praktik berbasis
bukti sangat penting untuk memfasilitasi praktik keperawatan yang aman (Joyce,
2012).
PEMBAHASAN
SKENARIO
Seorang perawat manajer memimpin beberapa unit rawat inap keperawatan dan departemen mendapat laporan
tentang terjadinya kejadian insiden sentinel di ruang UGD menyebabkan seorang pasien harus masuk ICU untuk
dilakukan observasi namun nyawa pasien tersebut tidak dapat tertolong sehingga berujung pada kematian
pasien. beberapa hari berikutnya setelah dilakukan penelusuran oleh bagian mutu keperawatan yang akhirnya
melaporkan kepada bagian mutu rumah sakit sebelum 2x24 jam, ternyata kejadian insiden ini dilakukan oleh
seorang perawat yang bertugas di UGD dimana perawat telah melakukan kesalahan pemberian obat CPZ 4 tablet
tanpa mengkonfirmasi (TBAK) orderan dokter yang ternyata tertulis ¼ tab pada status pasien. Perawat manager
ini melaporkan adanya pelanggaran etik kepada komite keperawatan namun ternyata penyelesaian masalah
menemui jalan buntu dimana terhambat oleh beberapa aspek salah satunya adalah perawat tersebut memiliki
hubungan sosial yang baik dengan ketua Yayasan di Rumah Sakit dimana perawat manager ini bekerja, perawat
ini merasa harus tetap mengurus permasalahan ini agar tidak ada lagi penyimpangan-penyimpangan etik dalam
keperawatan yang akan berujung pada pidana yang mungkin akan terjadi selanjutnya, walaupun perawat ini
mengetahui dampak masalah ini akan berefek pada jabatannya sebagai perawat manager yang memegang
beberapa unit. Perawat ini tetap melanjutkan laporannya kepada atasannya yaitu Direktur, namun bukan hasil
yang baik dia terima malahan perawat tersebut di pindah tugaskan ke Rumah Sakit lain, karena dianggap kurang
melakukan pengawasan kepada anak buahnya.
1. Pengetahuan
Program pelatihan kepemimpinan mengenai keselamatan pasien terbukti memiliki
dampak positif pada efikasi diri serta meningkatkan kinerja seorang pemimpin.
Selain itu perilaku yang berkaitan dengan penerapan keselamatan pasien
cenderung meningkat setelah mengikuti pelatihan tersebut (Xie et al., 2021).
Pemimpin mempunyai peran dalam melakukan sosialisasi mengenai keselamatan
pasien pada staf dan juga osialisasi perawat baru karena sosialisai merupakan
aspek penting dari keselamatan pasien.
2. Pengembangan tim
Dampak negatif dari kerja tim, koordinasi, dan komunikasi yang buruk
semakin diakui sebagai masalah keselamatan pasien yang mendasari, sebagai
contoh miskomunikasi dan kerja tim yang tidak memadai di antara penyedia
layanan kesehatan dikaitkan dengan dua pertiga kejadian sentinel (The Joint
Commission, 2014). Bukti menunjukkan bahwa tim berkinerja tinggi diperlukan
untuk pemberian perawatan pasien yang aman (Weaver et al., 2013). Namun,
proses menumbuhkan budaya kerja tim dan keselamatan pasien merupakan hal
yang menjadi tantangan bagi seorang pemimpin.
Tim yang sangat berfungsi berusaha untuk meningkatkan kinerja dengan
belajar terus menerus, untuk itu diperlukan adanya pengembangan tim. Berikut ini
strategi kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam memfasilitasi pengembangan
tim (Manges et al., 2017):
a. Koordinasi
Pada fase ini seorang pemimpin melakukan pengaturan mulai dari menentukan
individu – individu yang akan berkaitan dalam proses pengembangan tim,
mode yang digunakan sebagai sarana pengembangan tim.
b. Pelatihan
Yang menjadi kunci sukses pada strategi ini adalah:
1) Seorang pemimpin dapat menjadi narasumber pelatihan.
2) Saling percaya antar tim
3) Menenangkan lingkungan kerja antara tim dan organisasi.
c. Pemberdayaan
Pada strategi ini seorang pemimpin berusaha menyisihkan waktu untuk
merencanakan dan melibatkan tim sehingga mudah dalam mencari umpan
balik yang diberikan oleh staff.
d. Dukungan
Seorang pemimpin hendaknya memberikan dukungan penuh mengenai hal –
hal yang berkaitan dengan pengembangan professional seorang staf.
Melihat dari scenario di atas, perawat manager terlihat sudah menerapkan nilai
dasar dari keselamatan pasien yaitu non-maleficence dimana dia berusaha untuk
melakukan pelaporan terkait insiden keselamatan pasien dengan harapan kejadian itu
tidak terulang di kemudian hari. Non-maleficence merupakan kewajiban profesional
kesehatan untuk 'tidak membahayakan' pasien. Beneficence dan non-maleficence
terhubung dengan hak pasien untuk perawatan yang aman dan mengidentifikasi
kewajiban penyedia layanan kesehatan untuk memastikan perawatan bebas dari bahaya
atau risiko cedera. Oleh karena itu, kewajiban moral terkait penyedia layanan kesehatan
adalah untuk menghindari kondisi kelalaian yang dapat mengakibatkan kerugian bagi
pasien (Johnstone MJ, 2007).
BAB IV
A. Kesimpulan
Keselamatan pasien merupakan hak pasien, pasien berhak memperoleh keamanan dan
keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit dan pelayanan kesehatan harus
mendahulukan keselamatan nyawa pasien. Keselamatan pasien menjadi prioritas untuk
layanan kesehatan di seluruh dunia. Insiden keselamatan pasien menimbulkan dampak buruk
dan kerugian berupa kematian, gangguan fungsi tubuh atau kecacatan, kerugian finansial dan
menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit.
Salah satu faktor untuk meningkatkan keselamatan pasien adalah kepemimpinan.
Kepemimpinan dengan gaya kepemimpinan yang efektif dapat meningkatkan keselamatan
pasien. Hal ini juga membutuhkan kerjasama antara leader dan staf perawat serta pasien itu
sendiri. Leadership/kepemimpinan dari seorang menejer keperawatan sangat berpengaruh
terhadap jalannya proses keselamatan pasien di rumah sakit, dimana dalam
pengembangannya dibutuhkan gaya kepemimpinan berdasarkan situasi yang terjadi di unit
yang di pimpin oleh menejer tersebut. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan dan
keterampilan untuk menciptakan budaya keselamatan pasien yang menjamin keselamatan
pasien dan juga mutu pelayanan. Selain itu juga memastikan kerjasama tim yang baik dan
komunikasi yang efektif juga menjadi peran penting seorang pemimpin.
B. Saran
Rekomendasi yang dapat diberikan kepada rumah sakit adalah:
1. Rumah sakit dapat meningkatkan keselamatan pasien secara efektif dengan
menggunakan gaya kepemimpinan yang dianggap efektif.
2. Meningkatkan peran dan fungsi leadership sehingga dapat meningkatkan
keselamatan pasien secara efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Bartley AJ. Review: building capacity and capability in Keselamatan Pasien, innovation and
service improvement: an English case study. J Res Nurs 2011; 16(3): 252–253.
Berggren I and Severinsson E. The significance of nurse supervisors' different ethical decision-
making styles. J Nurs Manag 2006; 14(8): 637–643.
Boamah, S. A., Spence Laschinger, H. K., Wong, C., & Clarke, S. (2018). Effect of
transformational leadership on job satisfaction and Keselamatan Pasien outcomes.
Nursing Outlook, 66(2), 180–189. https://doi.org/10.1016/j.outlook.2017.10.004
Chiovitti RF. Theory of protective empowering of balancing Keselamatan Pasien and choices.
Nurs Ethics 2011; 18(1): 88–101.
Davidoff F. Systems of service: reflections on the moral foundations of improvement. BMJ Qual
Saf 2011; 20(1): i5–i10
Eriksson K. The suffering human being. 1st ed. Chicago, IL: Nordic Studies Press, 2006.
European Union (EU). Council recommendation on Keselamatan Pasien, including the
prevention and control of health care associated infections (2009/C 151/01),
http://ec.europa.eu/health/patient_safety/docs/council_2009_en.pdf (2009, accessed
October 2012.
Feng X, Bobay K and Weiss M. Keselamatan Pasien culture in nursing: a dimensional concept
analysis. J Adv Nurs 2008; 63(3): 310–319.
Helmstadter C. Authority and leadership: the evolution of nursing management in 19th century
teaching hospitals. J Nurs Manag 2008; 16(1): 4–13.
Johnstone MJ. Keselamatan Pasien ethics and human error management in ED contexts Part II:
accountability and the challenge to change. Australas Emerg Nurs J 2007; 10(2): 80–85
Joyce P. Management and education in nursing: common goals and interests. J Nurs Manag
2012; 20(1): 4–6.
Kohn LT, Corrigan J and Donaldson MS. To err is human: building a safer health system. 6th ed.
Washington, DC: National Academies Press, 2000.
Lundqvist MJ and Axelsson A. Nurses' perceptions of quality assurance. J Nurs Manag 2007;
15(5): 51–58
Magill G and Prybil L. Stewardship and integrity in health care: a role for organizational ethics. J
Bus Ethics 2004; 50(3): 225–238.
Manges, K., Scott-Cawiezell, J., & Ward, M. M. (2017). Maximizing Team Performance: The
Critical Role of the Nurse Leader. Nursing Forum, 52(1), 21–29.
https://doi.org/10.1111/nuf.12161
Mattson, M., Hellgren, J., & Göransson, S. (2015). Leader communication approaches and
Keselamatan Pasien: An integrated model. Journal of Safety Research, 53, 53–62.
https://doi.org/10.1016/j.jsr.2015.03.008
McFadden, K. L., Stock, G. N., & Gowen, C. R. (2015). Leadership, safety climate, and
continuous quality improvement: Impact on process quality and Keselamatan Pasien.
Health Care Management Review, 40(1), 24–34.
https://doi.org/10.1097/HMR.0000000000000006
Merrill, K. C. (2015). Leadership Style and Keselamatan Pasien: Implications for Nurse
Managers. Journal of Nursing Administration, 45(6), 319–324.
https://doi.org/10.1097/NNA.0000000000000207
Milton CL. The ethics of human dignity: a nursing theoretical perspective. Nurs Sci Q 2008;
21(3): 207–210.
Muhdar, d., tukatman, paryono, anitasari b, bangu 2021. Manajemen Keselamatan Pasien.
Nelson WA and Beyea SC. The role of an ethical culture for the prevention and recovery of
'second victims'. Qual Saf Health Care 2009; 18(5): 323–325
Nelson WA, Neily J, Mills P, et al. Collaboration of ethics and Keselamatan Pasien programs:
opportunities to promote quality care. HEC Forum 2008; 20(1): 15–27.
Reno afriza neri, y. l., dan husna yetti 2018. analisis pelaksanaan sasaran keselamatan pasien di
rawat inap rumah sakit umum daerah padang pariaman. jurnal kesehatan andalas.
Sammer CE, Lykens K, Singh KP, et al. What is Keselamatan Pasien culture? A review of the
literature. J Nurs Scholarsh 2010; 42(2): 156–165.
Sharpe VA (2003) Promoting Keselamatan Pasien: An ethical basis for policy deliberation.
Hasting Center report, July–August 2003, S1–S20
Stievano A, Jurado MG, Rocco G, et al. A new information exchange system for nursing
professionals to enhance Keselamatan Pasien across Europe. J Nurs Scholarsh 2009;
41(4): 391–398.
Vaismoradi M. Nursing education curriculum for improving Keselamatan Pasien. J Nurs Educ
Pract 2012; 2(1): 1–4. 70. Dellve L and Wikstro E. Managing complex workplace stress
in health care organizations: leaders' perceived legitimacy conflicts. J Nurs Manag 2009;
17(8): 931–941
Weaver, S. J., Lubomksi, L. H., Wilson, R. F., Pfoh, E. R., Martinez, K. A., & Dy, S. M. (2013).
Promoting a culture of safety as a Keselamatan Pasien strategy: A systematic review.
Annals of Internal Medicine, 158(5 PART 2), 369–374. https://doi.org/10.7326/0003-
4819-158-5-201303051-00002
World Health Organization (WHO) – Regional Office for the Eastern Mediterranean.
Keselamatan Pasien, http://www. emro.who.int/entity/patient-safety/ (2012, accessed
February 2013). 32.
Xie, J., Ding, S., Zhang, X., & Li, X. (2021). Impact of a Keselamatan Pasien leadership
program on head nurses and clinical nurses: A quasi-experimental study. Revista Latino-
Americana de Enfermagem, 29. https://doi.org/10.1590/1518-8345.4328.3478