Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KONSEP DAN PRINSIP PATIENT SAFETY

Disusun Oleh:

1. Linda Sevia Sari (1440121028)

2. M. Ainul Fikrih (1440121029)

3. Mila Mar’atus Sholihah (1440121030)

4. Monika Reny Agustin (1440121031)

5. Nailul Chusna (1440121032)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RUSTIDA

KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI

2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan

hidayah-Nya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Prinsip

Patient Safety” dengan sebaik-baiknya.

Dalam penyusunan makalah ini, kami telah mengalami berbagai hal baik

suka maupun duka. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan

selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta

bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah

ini, maka dengan tulus kami sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang

turut membantu.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat menambah

pengetahuan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang

berhubungan dengan judul makalah ini.

Krikilan, 14 September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan pasien atau klien adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi
penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan pasien koma, pelaporan dan analisis accident, kemampuan belajar
dari accident dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimal kantimbulnya risiko.
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan tanggung jawab
dari tenaga kesehatan termaksud perawat dalam rangka mengurangi
fenomena medical error. Seorang pearawat bertindak sebagai salah satu
tenaga kesehatan yang mempunyai waktu kontak dengan pasien yang lebih
lama dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya, sehingga
memungkinkan terjadinya medical error pada pasien lebih tinggi dilakukan
oleh perawat.
Mengingat betapa pentingnya hal tersebut, maka sangatlah penting sebagai
seorang perawat Ahli Madya memahami tentang konsep patient safety,
sehingga pada saat melakukan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian,
penetapan diagnose keperawatan, intervensi, melakukan tindakan serta
evaluasi tidak terjadi medical error (Adventus et al., 2019).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian patient safety?
2. Apa prinsip dari patient safety?
3. Apa komponen dari patient safety?
4. Apa saja sasaran patient safety?
5. Apa saja langkah-langkah pelaksanaan patient safety?
6. Bagaimana kriteria monitoring dan evaluasi patient sfety?

4
7. Bagaimana komunikasi antar anggota tim kesehatan?
8. Apa peran perawat dalam patient safety?
9. Apa kebijakan yang mendukung keselamatan pasien?
10. Bagaimana monitoring dan evaluasi patient safety?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengertian patient safety.
2. Mahasiswa mampu mendeskripsikan prinsip dari patient safety.
3. Mahasiswa mampu mendeskripsikan komponen dari patient safety.
4. Mahasiswa mampu mendeskripsikan saja sasaran patient safety.
5. Mahasiswa mampu mendeskripsikan saja langkah-langkah
pelaksanaan patient safety.
6. Mahasiswa mampu mendeskripsikan kriteria monitoring dan evaluasi
patient sfety.
7. Mahasiswa mampu mendeskripsikan komunikasi antar anggota tim
kesehatan.
8. Mahasiswa mampu mendeskripsikan peran perawat dalam patient
safety.
9. Mahasiswa mampu mendeskripsikan kebijakan yang mendukung
keselamatan pasien.
10. Mahasiswa mampu mendeskripsikan monitoring dan evaluasi patient
safety.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Patient Safety

Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dari cidera
aksidental atau menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis
dan kesalahan pengobatan. Patient safety (keselamatan pasien) rumah
sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman. Hal ini termasuk: assesment resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insident dan tindak lanjutnya
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko. Sistem
ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya dilakukan (Adventus et al., 2019).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien, keselamatan pasien adalah suatu sistem yang
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(Sofi Fitriani Eka Putri, 2019).

B. Prinsip Patient Safety


Tujuh prinsip menuju keselamatan pasien rumah sakit terdiri dari:
1) Kesadaran (awareness) tentang nilai keselamatan pasien,

6
2) Komitmen pelayanan kesehatan berorientasi patient safety.
3) Kemampuan mengidentifikasi faktor risiko penyebab insiden terkait
patient safety.
4) Kepatuhan pelaporan insiden terkait patient safety.
5) Kemampuan berkomunikasi yang efektif dengan pasien tentang faktor
risiko insiden terkait patient safety.
6) Kemampuan mengidentifikasi akar masalah penyebab masalah terkait
patient safety.
7) Kemampuan memanfaatkan informasi tentang kejadian yang terjadi untuk
mencegah kejadian berulang.

Melalui penerapan tujuh langkah tersebut diharapkan hak pasien yang dijamin
dalam Pasal 32 Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,
terpenuhi. Hak tersebut untuk memperoleh layanan kesehatan yang bermutu
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedural operasional serta
layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik
dan materi (Titania, 2021).

C. Komponen Patient Safety


Menurut Raj Behal (dalam Cahyono, 2018), kebijakan saja tidak mungkin
diharapkan untuk dapat mendorong suatu perubahan menuju budaya
keselamatan pasien. Kalau yang diharapkan rumah sakit hanya adanya
pelaporan insiden dan KTD yang meningkat, maka cukup dilakukan
pendekatan transaksional. Artinya, pendekatan yang ditempuh melalui
pembentukan yang sifatnya transaksional, dari struktur organisasi,
kebijakan, adanya prosedur baru ataupun sistem pelaporan berbasis
elektronik. Namun menurutnya, pendekatan transaksional ini tidak cukup
dan tidak mampu menyentuh esensi dari keselamatan pasien. Sebab,
pendekatan transaksional tidak bisa mengatasi adanya masalah dan
resistensi dalam organisasi. Dalam hal ini, masih dibutuhkan pendekatan
transformasional, yakni kepemimpinan, misi, strategi serta budaya

7
organisasi. Maka, Burke dan Litwin (dalam Cahyono, 2008) menyatakan
bahwa dalam mewujudkan keselamatan pasien diharuskan adanya
kombinasi antara pendekatan transaksional dan pendekatan
transformasional. Kombinasi antar pendekatan tersebut antara lain:
a. Lingkungan Eksternal
Lingkungan di luar rumah sakit atau penyedia layanan kesehatan
memberi pengaruh yang cukup signifikan untuk merubah orientasi
organisasi. Dalam konteks organisasi kesehatan atau penyedia layanan
kesehatan, tekanan yang berasal dari lingkungan luar dapat berasal dari
berbagai hal. Misalnya, kompetisi antar-rumah sakit, aturan kebijakan
penerapan mutu layanan kesehatan hingga tuntutan medikolegal
hingga respon pelanggan secara umum. Maka, faktor eksternal tentu
berpengaruh terhadap orientasi organisasi kesehatan.
b. Kepemimpinan
Pemimpin memiliki andil penting dalam memegang kunci perubahan,
sebab ia bertanggungjawab memimpin perubahan. Untuk itu,
pemimpin memiliki tugas yang cukup berat untuk membangun visi
misi organisasi, mengomunikasikan ide pembangunan, kebijakan atau
strategi menuju perubahan yang lebih baik, khususnya dalam
penerapan keselamatan pasien. Tanpa pemimpin yang kuat, tanggap
pada isu keselamatan pasien dan berani mengambil kebijakan,
keselamatan pasien hanyalah mitos.
c. Budaya Organisasi
Hal terpenting dari elemen ini adalah bagaimana budaya keselamatan
pasien lekat dengan budaya organisasi. Artinya, bagaimana mengubah
budaya keselamatan pasien dari blaming culture (budaya
menyalahkan) menjadi safety culture (budaya keselamatan) merupakan
kunci dalam meningkatkan mutu dan keselamatan pasien dari segi
keorganisasian.
d. Praktik Manajemen

8
Rumah sakit merupakan sistem yang tentunya saling berkaitan, baik
antar-unit, antarstaf dan antar-manajemen. Maka, hal yang penting
demi mewujudkan keselamatan pasien adalah dengan menjalankan
manajemen sebaik mungkin. Manajemen tersebut mencakup
perencanaan, pendanaan, organisasi, penyusunan staf, pemecahan
masalah, analisis hingga evaluasi. Pihak manajemen di semua
tingkatan harus saling bekerjasama untuk bertanggungjawab
menjalankan kebijakan dan prosedur yang disepakati bersama di
tingkat unit layanan masing-masing. Misalnya, manajer keperawatan
bertanggung jawab atas keselamatan pasien berkenaan dengan tugas
keperawatan. Manajer penunjang medis, bertanggungjawab atas
keselamatan pasien berkaitan dengan unit penunjang medis dan
sebagainya.
e. Struktur dan Sistem
Sebagaimana dijelaskan di permulaan, bahwa setiap organisasi
kesehatan memerlukan tim khusus yang menangani tentang
keselamatan pasien. Begitu juga di rumah sakit. Biasanya di rumah
sakit dibentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit dengan berbagai
kelompok kerja di dalamnya (misal kelompok kerja transfusi,
kelompok kerja kesalahan obat, kelompok kerja infeksi nosokomial
dan sebagainya). Perancangan sistem ini didasarkan pada tiga prinsip,
yakni:
1. mendesain sistem agar setiap kesalahan dapat terlihat (making
errors visible),
2. merancang sistem agar efek kesalahan berkurang (mitigating the
effect errors), dan
3. merancang sistem agar tidak terjadi kesalahan (error prevention).
f. Tugas dan Keterampilan Individu
Sesuai dengan perkembangan zaman, terkadang akan ada petugas
medis yang kurang pengetahuan dan keterampilan sebab kurang update
ilmu pengetahuannya. Ada pula staf yang peduli pada keselamatan

9
pasien tapi tidak tahu apa yang harus diperbuat (misalnya yang non-
medis). Berdasarkan kenyataan ini, diperlukan update ilmu dan
keterampilan serta informasi kemampuan dasar keselamatan pasien
pada staf non-medis. Misalnya apa yang harus diperbuat saat
menemukan pasien jatuh atau pasien pingsan.
g. Lingkungan Kerja, Kebutuhan Individu, dan Motivasi
Lingkungan tempat kita bekerja tentu mempengaruhi motivasi masing-
masing individu dalam implementasi keselamatan pasien. Misalnya
lingkungan kerja membuat sistem yang dapat meminimalisir
kebingungan atau keraguan petugas medis dalam tindakan terhadap
pasien, beban kerja yang sesuai, alih tugas yang jelas, dan berbagai
aspek lain yang mempengaruhi kebutuhan individu dan motivasi dalam
ikut meningkatkan keselamatan pasien (Rachmawati & Harigustian,
2019).

D. Sasaran Patient Safety


Sasaran pasien merupakan syarat yang harus diterapkan di semua rumah
sakit yang telah terakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS). Comission International (JCI). Maksud dari sasaran keselamatan
pasien adalah untuk mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan
pasien. Sasaran keselamatan pasien mencakup enam sasaran, yakni:
1. Ketepatan Identifikasi Pasien
Sasaran pertama ini adalah hal pertama yang penting diperhatikan
seluruh tenaga medis. Identifikasi pasien haruslah tepat. Sebab,
kesalahan dalam proses identifikasi pasien bisa saja terjadi, baik saat
diagnosis maupun pengobatan. Kesalahan identifikasi ini bisa terjadi
saat pasien sedang terbius, mengalami disorientasi, tidak sadar,
bertukar tempat, pindah kamar atau faktor lain. Maka, identifikasi
pasien ini dilakukan dalam dua kali pengecekan. Pertama, identifikasi
pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan/pengobatan.

10
Kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu
tersebut.
2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif
Penggunaan komunikasi dan pemberian informasi yang efektif, efisien,
akurat, lengkap, jelas dan dipahami oleh pasien akan mengurangi
kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat dilakukan melalui berbagai macam media, baik
lisan, tulisan, maupun melalui media elektronik. Kesalahan terbanyak
di dunia medis dalam komunikasi adalah komunikasi yang dilakukan
secara lisan ataupun melalui telepon.
3. Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai
Selain mendapatkan pelayanan kesehatan berupa tindakan dan
perawatan, sejumlah pasien juga tidak akan lepas dari pemberian obat.
Hal yang penting diperhatikan oleh petugas medis adalah kehati-hatian
jika rencana pengobatan pasien juga mengharuskan adanya konsumsi
obat-obatan. Maka, dalam manajemen patient safety, rumah sakit harus
mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki keamanan obat
yang perlu diwaspadai (high alert). Hal tersebut bertujuan tidak lain
untuk menjaga komitmen rumah sakit dalam tanggungjawab
keselamatan pasien.
4. Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi
Kendati seluruh proses tindakan-pengobatan pasien sudah menjadi
aktivitas rutin bukan lantas membuat tidak adanya kesalahan sama
sekali dalam penanganan pasien, termasuk kesalahan lokasi, prosedur
ataupun salah operasi. Salah lokasi, salah prosedur dan pasien salah
pada operasi adalah kejadian mengkhawatirkan yang tidak jarang
terjadi di rumah sakit. Tentunya, kesalahan ini bermula dari banyak
faktor. Bisa disebabkan tidak adanya komunikasi yang efektif antar tim
medis, tidak adanya penelaahan ulang catatan medis, tidak melibatkan
pasien dalam penandaan lokasi yang akan dioperasi (site marking),
pemakaian singkatan untuk instruksi tindakan ataupun permasalahan

11
yang berhubungan dengan tidak terbacanya tulisan (illegible
handwriting).
5. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
Pencegahan dan pengendalian infeksi adalah tantangan terbesar dalam
tatanan pelayanan kesehatan. Peningkatan biaya untuk mengatasi
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan
keprihatinan besar bagi pasien ataupun profesional layanan kesehatan.
Sebab, infeksi biasanya dijumpai dalam seluruh bentuk pelayanan
kesehatan. Termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah
(blood stream infection) dan pneumonia yang seringkali dihubungkan
dengan ventilasi mekanis yang tidak memenuhi standar.
6. Pengurangan Risiko Pasien Jatuh
Kasus pasien jatuh di rumah sakit dapat dinilai sebagai kejadian yang
cukup berat dan memukul sebagai cedera bagi pasien rawat inap.
Untuk itu, rumah sakit harus melaksanakan evaluasi secara aktif untuk
mengidentifikasi apa saja faktor yang membuat pasien bisa saja jatuh.
Misalnya faktor kebersihan rumah sakit atau kesalahan teknis petugas
di rumah sakit. Evaluasi juga termasuk melihat riwayat penyakit
pasien, obat yang diberikan, gaya jalan hingga pada alat bantu jalan
yang digunakan pasien tersebut. Setelah diidentifikasi dan dievaluasi,
bisa diterapkan kebijakan demi pencegahan kasus pasien jatuh di
rumah sakit (Rachmawati & Harigustian, 2019).\

E. Langkah-Langkah Pelaksanaan Patient Safety


Menurut Pedoman Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Kemenkes
RI, 2015), dalam menerapkan standar keselamatan pasien maka rumah
sakit harus melaksanakan tujuh langkah menuju keselamatan pasien.
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien yaitu sebagai berikut.
a. Membangun Kesadaran Akan Nilai Keselamatan Pasien Menciptakan
kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
b. Memimpin dan Mendukung Staf

12
Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang
Keselamatan Pasien dirumah sakit.
c. Mengintegrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko
Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan
identifikas dan asesmen hal yang potensial bermasalah.
d. Mengembangkan Sistem Pelaporan
Memastikan staf dapat melaporkan kejadian/insiden, serta rumah sakit
mengatur pelaporan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
e. Melibatkan dan Berkomunikasi Dengan Pasien
f. Belajar Dan Berbagi Pengalaman Tentang Keselamatan Pasien
Mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul.
g. Mencegah Cedera Melalui Implementasi Sistem Keselamatan Pasien
Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan (Adventus et al., 2019).

F. Kriteria Monitoring dan Evaluasi “Patient Safety”


Kementerian Kesehatan telah menetapkan beberapa kriteria monitoring
dan evaluasi di layanan kesehatan.
1. Di Rumah Sakit
a. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah
Sakit, dengan susunan organisasi sebagai berikut: Ketua:
dokter, Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga
kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.
b. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan
dan pelaporan internal tentang insiden
c. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) secararahasia

13
d. Rumah sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah
sakit dan menerapkan tujuh langkah menuju keselamatan
pasien rumah sakit.
e. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan
medis berdasarkan hasil dari analisis akar masalah dan sebagai
tempat pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.
2. Di Provinsi/Kabupaten/kota
a. Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah
sakit - rumah sakit di wilayahnya
b. Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya
dukungan anggaran terkait dengan program keselamatan pasien
rumah sakit
c. Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan
pasien rumah sakit.
3. Di Pusat
a. Membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit dibawah
Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia.
b. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit
c. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan
pasien ke Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI
Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan
d. Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatan
pasien (Prastiono & Hardono, 2016).

G. Komunikasi Antar Anggota Team Kesehatan


Ada berbagai cara untuk menentukan informasi mengenai klien diantara
anggota tim dan kesehatan, antara lain adalah reporting dan recording.
1. Report (pelaporan)
Yaitu pertukaran informasi secara lisan ataupun tertulis antara tim
kesehatan. Contoh:

14
a) Perawat memberi laporan verbal kepada perawat lain yang bekerja
pada shift berikutnya
b) Seorang dokter dapat meminta laporan tentang kemajuan kesehatan
klien kepada perawat
c) Bagian laboratorium menyampaikan laporan tertulis hasil pemeriksaan
laboratorium untuk dimasukan kedalam catatan medis yang permanen
(the permanent medical record)
Proses report (pelaporan) dapat berlangsung pada saat:
a. Diskusi diantara anggota tim kesehatan
Baik secara formal maupun informal, untuk mengkaji kembali
informasi yang ada sehingga masalah dapat diidentifikasi dan
ditemukan penyelesaiannya.
b. Konsultasi
Merupakan suatu bentuk diskusi dimana seorang profesional
memberikan saran formal kepada orang lain mengenai perawatan
klien.
Contoh: perawat spesialis memberi saran tentang terapi yang terbaik
untuk mengontrol efek samping kemoterapi atau seorang dokter
konsultasi kepada ahli gizi untuk memilih terapi diet yang paling baik
untuk kliennya.
Hasil diskusi dan konsultasi sebaiknya didokumentasikan dalam catatan
permanen klien sehingga semua anggota tim perawat kesehatan dapat
mengambil manfaat dari informasi dan rencana perawatan yang sesuai.
2. Record (catatan) Adalah pencatatan yang permanen yang
mendokumentasikan informal yang relevan untuk menajemen
perawatan kesehatan klien. Contoh: pencatatan setelah tiap kunjungan
klinik mengenai proses perawatan klien. Pencatatan yang baik harus
dapat berguna bagi seluruh tim keperawatan dan anggota tim kesehatan
lainnya. Pencatatan pada pendokumentasian perawatan ini merupakan
laporan yang berkelanjutan mengenai status kesehatan dan kebutuhan
klien selama rawat inap.

15
H. Peran Perawat dalam Patient Safety
Penerapan patient safety di rumah sakit sangat dipengaruhi oleh
peran perawat. Hal ini karena perawat merupakan komunitas terbesar di
rumah sakit dan perawat adalah orang yang paling dekat dengan pasien.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
a. Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi
standart pelayanan dan SOP yang ditetapkan.
b. Menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian
pelayanankeperawatan.
c. Memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang
asuhan yangdiberikan.
d. Menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam
pemberian pelayanan kesehatan.
e. Menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan
keluarganya. Peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah
terhadap kejadian tidak diharapkan.
f. Mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan
yang diberikan kepada pasien dankeluarga.
Manfaat penerapan sistim keselamatan pasien antara lain:
a. Budaya safety meningkat danberkembang
b. Komunikasi dengan pasienberkembang
c. Kejadian tidak diharapkan menurun. Peta KTD selalu ada dan terkini,
d. Resiko klinis menurun
e. Keluhan dan litigasi berkurang
f. Mutu pelayanan meningkat
g. Citra rumah sakit dan kepercayaan masyarakat meningkat.
Kewajiban perawat secara umum terhadap keselamatan pasien adalah:
a. Mencegah malpraktek dan kelalaian dengan mematuhi standar.
b. Melakukan pelayanan keperawatan berdasarkan kompetensi.
Menjalin hubungan empati dengan pasien.

16
c. Mendokumentasikan secara lengkap asuhan.
Teliti, obyektif dalam kegiatan. Mengikuti peraturan dan kebijakan
institusi. Peka terhadap terjadinya cedera (Adventus et al., 2019).

I. Kebijakan yang Mendukung Keselamatan Pasien


Kebijakan-kebijakan yang mendukung “patient safety” atau keselamatan
pasien adalah sebagai berikut:
1) UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
Pasal 53 (3) UU No.36/2009; “Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus
mendahulukan keselamatan nyawa pasien.”
1. Pasal 32n UU No.44/2009; “Pasien berhak memperoleh keamanan
dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
2. Pasal 58 UU No.36/2009
a. “Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang,
tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang
menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.”
b. “…..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan
penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan seseorang dalam
keadaan darurat.”
2) Tanggung jawab Hukum Rumah sakit
a. Pasal 29b UU No.44/2009; ”Memberi pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.”
b. Pasal 46 UU No.44/2009; “Rumah sakit bertanggung jawab secara
hokum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian
yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.”

17
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009; “Rumah sakit tidak dapat dituntut
dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa
manusia.”
3) Bukan tanggung jawab Rumah Sakit
a. Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit; “Rumah Sakit
Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau
keluarganya menolak atau menghentikan pengobatan yang dapat
berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan medis yang
kompresehensif. “
4) Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak
memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional”
b. Pasal 32e UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak
memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi”
c. Pasal 32j UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak tujuan
tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
serta perkiraan biaya pengobatan”
d. Pasal 32q UU No.44/2009; “Setiap pasien mempunyai hak
menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar
baik secara perdata ataupun pidana”
5) Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien
a. Pasal 43 UU No.44/2009
1. RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2. Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan
insiden, menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah
dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak
diharapkan.

18
3. RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite
yang membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan oleh
menteri.
4. Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym
dan ditujukan untuk mengoreksi sistem dalam rangka
meningkatkan keselamatan pasien.

J. Monitoring dan Evaluasi Patient Safety


Dikutip dari Kemdikbud (2013) tujuan dari dilaksanakannya
monitoring dan evaluasi adalah untuk memberikan gambaran lengkap
tentang implementasi program terutama untuk mengetahui ketercapaian
dan pelaksanaan program dan mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang
dan hambatan yang terjadi sehingga informasi ini berguna bagi pengambil
keputusan untuk melakukan menyesuaian dan perbaikan guna mencapai
target yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.
Berdasarkan Soebandi (2015) hal-hal yang menjadi tolak ukur
yang dikaji saat pelaksanaan monitoring dan evaluasi management patient
safety adalah sebagai berikut:
a. Budaya keselamatan pasient
b. Pendidikan dan latihan
c. Leadership
d. Pelaporan
e. Standar
f. Implementasi sasaran keselamatan pasien.

19
BAB III

PENUTUP

A. Penutup
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien, keselamatan pasien adalah suatu sistem yang
membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen
risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
B. Saran
Makalah kami ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca sekalian sangat kami
harapakan demi tercapainya kesempurnaan dari makalah kami ini
kedepannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Adventus, Mahendra, D., & Martajaya, I. M. (2019). Modul Manajemen Pasien


Safety. Modul Manajemen Pasien Safety, 22.
http://repository.uki.ac.id/2730/1/BUKUMODULMANAJEMENPASIENSA
FETY.pdf

Prastiono, A., & Hardono, H. (2016). Kecacingan Sebagai Salah Satu Faktor
Penyebab Menurunnya Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Aisyah : Jurnal Ilmu
Kesehatan, 1(1), 69. https://doi.org/10.30604/jika.v1i1.10

Rachmawati, N., & Harigustian, Y. (2019). Manajemen Patient Safety Konsep


Dan Aplikasi Patient Safety Dalam Kesehatan. Pt. Pustaka Baru, 1–200.
http://repository.akperykyjogja.ac.id/330/1/Manajemen Patient
Safety_Konsep %26 Aplikasi Patient Safety dalam Kesehatan.pdf

SOFI FITRIANI EKA PUTRI. (2019). Budaya Keselamatan Pasien Oleh Perawat
Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Tasik Medika Citratama (Tmc) Kota
Tasikmalaya Tahun 2019. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1689–1699.

Titania, E. lisamanda. (2021). Peningkatan Program Patient Safety Berdasarkan 7


Prinsip Menuju Keselamatan Pasien Dirumah Sakit. Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952., 1, 2013–2015. file:///D:/Materi kuliah
semester 2/MPS/PENINGKATAN PROGRAM PATIENT SAFETY

21
BERDASARKAN 7 PRINSIP MENUJU KESELAMATAN PASIEN
DIRUMAH SAKIT.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai