Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL PENELITIAN

PENERAPAN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN OLEH PERAWAT DI SEBUAH RUMAH


SAKIT SWASTA BANDAR LAMPUNG

Ernawaty Siagian
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Advent Indonesia
Email: ernawatysiagian74@yahoo.com

ABSTRAK
Pendahuluan: Pemberi layanan kesehatan harus mengutamakan keamanan
pasien sebagai perioritas. Tujuan: Untuk mengkaji penerapan budaya
keselamatan pasien oleh perawat sehingga hasilnya dapat dijadikan acuan
dalam meningkatkan kualitas keperawatan. Metode: Penelitian descriptive
comparative cross sectional design dilakukan kepada 50 responden perawat
dari berbagai departemen dengan menggunakan instrument Hospital Survey of
Patient safety Culture (HSOPCS) yang terdiri dari 12 dimensi. Uji statistic Mann
Whitney digunakan untuk menganalisa perbedaan penerapan antara kelompok
perawat. Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa rerata respon positif dari 12
dimensi yang diberikan oleh staf pelaksana (74,6%), tewrdapat 5 dimensi yang
perlu di tingkatkan. Untuk para perawat incharge mempunyai nilai rata-rata
(79,4 %) dan masih ada 4 dimensi yang perlu ditingkatkan. Pada kelompok
head nurse nilai rata-rata respon positif dari 12 dimensi adalah 76,7% dan
masih terdapat 5 dimensi yang perlu ditingkatkan. Kelompok kepala ruangan
nilai rata-rata respon positif dalam 12 dimensi adalah 88,6% dan terdapat 1
dimensi yang perlu ditingkatkan. Terdapat perbedaan yang signifikan dalam
pelaksana budaya keselamatan pasien antara staf incharge dengn head nurse
dan dengan kepala ruangan. Diskusi: Dengan meningkatkan penerapan
budaya keselamatan pasien diharapkan perawat dapat memberikan perawatan
yang komprehensif, berbasis bukti dan berpusat pada kebutuhan pasien
sehingga keselamatan pasien di rumah sakit dapat tercapai.

Kata Kunci: Budaya keselamatan pasien, Perawat, Penerapan

ABSTRACT
Introduction: Health service providers must prioritize patient safety as
a priority. Objective: It is important to examine the application of patient
safety culture to nurses, so that the results can be used as a reference
in making improvements. Methods: A descriptive comparative cross
sectional design study was conducted on 50 nurse respondents from
various wards using the Hospital Survey of Patient Safety Culture
(HSOPCS) instrument consisting of 12 dimensions. The Mann Whitney
statistical test was used to determine the differences among nurses’
groups. Results: This study shows that the average positive response
from the 12 dimensions provided by the implementing staff (74.6%),
there are 5 dimensions that need to be improved. For nurses incharge
has an average value (79.4%) and there are still 4 dimensions that need
to be improved. In the head nurse group, the average value of positive
responses from 12 dimensions was 76.7% and there were still 5 JURNAL
dimensions that needed to be improved. The group head of the room
the average value of positive responses in 12 dimensions is 88.6% and SKOLASTIK
there are 1 dimension that needs to be improved. There is a significant
difference in the implementation of a patient safety culture between KEPERAWATAN
incharge staff and the head nurse and the head of the room. VOL. 6, NO. 1
Januari – Juni 2020
Discussion: By increasing the application of a patient safety culture
nurses are expected to provide comprehensive, evidence-based and
patient-centered care so that patient safety at the hospital can be ISSN: 2443 – 0935
E-ISSN 2443 - 16990
achieved.

Key Words: Implementation, Nurses, Patient safety culture

62
Ernawaty Siagian

PENDAHULUAN medis dalam setahun dibandingkan


kecelakaan jalan raya, kanker payudara,
Gambaran tentang keselamatan pasien atau AIDS. Laporan ini disusul dengan
disuatu institusi layanan kesehatan seperti publikasi WHO pada tahun 2004 yang
rumah sakit merupakan cermin dari kualitas menemukan KTD dengan rentang 3,2-16,6%
pelayanan. Undang-Undang RI No. 44 tahun dari penelitian di berbagai negara (Depkes
2009 tentang Rumah Sakit menjelaskan RI, 2008). Di Indonesia Laporan Insiden
bahwa rumah sakit wajib menerapkan Keselamatan Pasien menemukan adanya
standar keselamatan pasien dan pelaporan kasus KTD (14,41%) dan KNC
dilaksanakan melalui pelaporan insiden, (18,53%) yang disebabkan karena proses
menganalisis dan menerapkan pemecahan atau prosedur klinik (9,26 %), medikasi
masalah dalam rangka menurunkan angka (9,26%), dan Pasien jatuh (5,15%). (KKP
kejadian yang tidak diharapkan. RS, 2011)
Kesalamatan pasien merupakan sebuah
sistem yang membuat asuhan pasien lebih Tujuan keselamatan pasien di rumah sakit
aman. Sistem tersebut terdiri dari asesmen yaitu (Depkes RI, 2011): 1) Terciptanya
risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
pasien, pelaporan dan analisis insiden, 2) Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit
kemampuan belajar dari insiden dan tindak terhadap pasien dan masyarakat. 3)
lanjutnya, serta implementasi solusi untuk Menurunnya kejadian tidak diharapkan
meminimalkan timbulnya risiko dan (KTD) di rumah sakit. 4) Terlaksananya
mencegah terjadinya cedera yang program–program pencegahan sehingga
disebabkan oleh kesalahan akibat tidak terjadi pengulangan kejadian tidak
melakukan suatu tindakan atau tidak diharapkan (KTD). Salah satu tujuan
mengambil tindakan yang seharusnya keselamatan pasien yaitu menurunnya KTD
diambil. Insiden keselamatan pasien yang merupakan bagian dari insiden
merupakan setiap kejadian yang tidak keselamatan pasien. Untuk mencapai tujuan
disengaja dan kondisi yang mengakibatkan tersebut, maka disusunlah Sasaran
atau berpotensi mengakibatkan cedera yang Keselamatan pasien yang bertujuan
dapat dicegah pada pasien (Kementerian mendorong perbaikan spesifik dalam
Kesehatan RI, 2017). keselamatan pasien. Sasaran menyoroti
bagian-bagian yang bermasalah dalam
Budaya keselamatan suatu organisasi pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti
adalah hasil dari nilai nilai individu dan serta solusi dari konsensus berbasis bukti
kelompok,sikap,persepsi,kompetensi,dan dan keahlian atas permasalahan yang ada.
pola perilaku yang menentukan komitmen, Penyusunan sasaran ini mengacu kepada
dan gaya serta kemahiran, kesehatan dan Nine Life-Saving Patient Safety Solutions
keselamatan pengelolaan.organisasi dari WHO Patient Safety (2007) yang
dengan budaya keselamatan positif ditandai digunakan juga oleh Komite Keselamatan
oleh komunikasi yang dibangun atas dasar Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS
saling percaya,dengan berbagai persepsi PERSI), dan dari Joint Commission
tentang pentingnya keamanan,dan International (JCI).
keyakinan akan kemanjuran tindakan
pencegahan (AHRQ Hospital Survey on Ada 12 dimensi yang terkandung didalam
Patient Safety Culture:User’s Guide, 2016). budaya keselamatan pasien yakni: 1)
Frekuensi pelaporan insiden. 2) Persepsi
Angka Kematian Akibat KTD pada pasien tentang keselamatan pasien secara
rawat inap di seluruh Amerika berjumlah menyeluruh. 3) Harapan dan tindakan
44.000-98.000 orang pertahun. Dengan manajer dalam meningkatkan keselamatan
menggunakan estimasi yang lebih rendah, pasien. 4) Pembelajaran organisasi-
lebih banyak orang mati akibat kesalahan perbaikan berkelanjutan. 5) Kerjasama tim

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol. 6, No. 1 | Jan - Jun 2020 | 63


Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Oleh Perawat Di Sebuah Rumah Sakit Swasta Bandar Lampung

dalam unit. 6) Komunikasi terbuka. 7) BAHAN DAN METODE


Umpan balik dan komunikasi tentang
kesalahan. 8) Respon tidak menghukum Metode yang digunakan adalah metode
terhadap kesalahan. 9) Staffing 10) kuntitatif descriptive-comparative, cross-
Dukungan manajemen rumah sakit terhadap sectional design. Penelitian ini dilakukan
program keselamatan pasien. 11) untuk mengetahui gambaran tentang
Kerjasama tim antar unit. 12) Overan dan perbedaan penerapan budaya keselamatan
transisi (Sorra & Nieva, 2003). pasien antara posisi staf pelaksana,
incharge, head nurse dan kepala ruangan.
Menurut Depkes RI (2008) dalam Panduan Populasi dalam penelitian ini adalah perawat
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit, yang bekerja di Instalasi Rawat jalan,
langkah pertama program keselamatan Instalasi Bedah, Instalasi Bedah
pasien di rumah sakit adalah membangun Hemodialisa, dan Instalasi Gawat Darurat
budaya keselamatan pasien atau (patient tidak rawat nginap) di rumah sakit
menumbuhkan kesadaran pada seluruh swasta di Bandar lampung. Jumlah sampel
karyawan akan pentingnya nilai keselamatan adalah lima puluh orang dengan
di rumah sakit. Peran perawat juga penting menggunakan error tolerance 0,05. Metode
dalam mencegah dan menemukan yang digunakan untuk menentukan jumlah
kesalahan medis yang dapat menyebabkan sampel adalah dengan menggunakan rumus
kematian dan ancaman serius. Berdasarkan Slovin. Pemilihan sampel atau informan
sebuah studi mengenai Kejadian Tidak pada penelitian ini menggunakan metode
Diharpkan (KTD) akibat kesalahan medikasi purposive sampling.
yang dilaksanakan di beberapa rumah sakit
di United States of America (USA) ditemukan Kreteria sampel yang digunakan dalam
fakta bahwa 34% kesalahan medikasi terjadi penelitian ini yaitu subjek adalah perawat
akibat kesalahan pemberian medikasi yang yang aktif bekerja, mempunyai riwayat
merupakan salah satu peran perawat dalam pengalaman bekerja minimal 1 tahun dan
studi serupa yang dilaksanakan di dua sukarela melakukan penelitian ini. Alat
rumah sakit tersier menunjukan bahwa 38% pengumpulan data yang digunakan dalam
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) terjadi penelitian ini mengacu pada instrument yang
akibat kesalahan pemberian medikasi yang telah dikembangkan oleh Agency for
dilakukan oleh staff keperawatan (Bates et Healthcare Research Quality yaitu Hospital
al., 1995, Pepper,1995 dalam Page, 2004). Survey of Patient Safety Culture (HSOPC)
(Sorra & Nieva, 2003). Instrument yang
Rumah sakit yang menjadi lokasi penelitian terdiri dri 12 dimensi dapat mengukur
ini merupakan salah satu rumah sakit swasta budaya keselamatan pasien baik di tingkat
yang telah menerapkan program unit maupun di tingkat rumah sakit.
keselamatan pasien dan telah memiliki
sistem pelaporan insiden keselamatan
pasien sejak tahun 2018. Penelitian ini HASIL
bertujuan untuk melakukan evaluasi
penerapan budaya keselamatan pasien Pada tabel 1, nilai rerata respon positif dari
khususnya pada perawat yang ada di rumah 12 dimensi yang diberikan oleh staf
sakit tersebut. Hasil dari penelitian ini dapat pelaksana (74,6%) lebih rendah dengan
menjadi bahan masukan bagi pihak kategori cukup dibandingkan dengan
manajemen rumah sakit dalam incharge (79,4%) lebih tinggi dengan
meningkatkan penerapan budaya kategori baik. Dalam kategori staf pelaksana
keselamatan pasien yang lebih baik lagi ada tujuh dimensi yang dan masuk dalam
sehingga mampu mendukung program kategori baik, empat dimensi dalam kategori
keselamatan pasien. cukup dan satu dimensi dalam kategori
kurang. Sedangkan untuk incharge, ada

64 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol. 6, No. 1 | Jan - Jun 2020


Ernawaty Siagian

delapan dimensi masuk dalam kategori baik,


tiga dimensi dalam kategori cukup dan satu
dimensi dalam kategori kurang.

Tabel 1. Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Berdasarkan Tanggungjawab

DIMENSI BUDAYA KESELAMATAN POSISI KEPERAWATAN


Staff Pelaksana Incharge
+ - Keterangan + - Keterangan
1. Frekuensi pelaporan insiden 81% 19% Baik 66,7% 33,3% Cukup
2. Keselamatan Pasien secara 70,5% 29,5% Cukup 55,6% 44,4% Cukup
menyeluruh

3. Harapan dan tindakan manejer 65,7% 34,3% Cukup 41,7% 58,3% Kurang
dalam meningkatkan keselamatan
4. Pasien

5. Pembelajaran organisasi serta 91,4% 8,6% Baik 88,9% 11,1% Baik


Perbaikan secara berkelanjutan
6. Kerjasama Tim dalam unit 86,4% 13,6% Baik 100% 0% Baik
7. Komunikasi Terbuka 80% 20% Baik 100% 0% Baik
8. Umpan balik & Komunikasi tentang 80% 20% Baik 100% 0% Baik
kesalahan
9. Respon tidak menghukum terhadap 48,6% 51,4% Kurang 88,9% 11,1% Baik
kesalahan
10. Staffing 70,5% 29,5% Cukup 66,7% 33,3% Cukup
11. Dukungan manajemen RS terhadap 80% 20% Baik 77,8% 22,2% Baik
Program Keselamatan Pasien

12. Kerjasama Tim antar unit 75% 25% Baik 83,3% 16,7% Baik
13. Overan dan Transisi 65,7% 34,3% Cukup 83,3% 16,7% Baik
Rerata total 74.6% 25,4% Cukup 79,4% 20,6% Baik

Pada dimensi frekuensi pelaporan insiden baik dimana staf pelaksana (86,4%) dan
pada staf pelaksana lebih baik (81%) posisi incharge (100%). Dimensi komunikasi
dibandingkan posisi incharge (66,7%). terbuka pada staf pelaksana (80%) dalam
Persepsi tentang keselamatan pasiensecara kategori baik sedangkan incharge lebih
menyeluruh pada staf pelaksana (70,5%) tinggi (100%) dalam kategori baik.
lebih tinggi dibandingkan incharge (55,6%), Penerapan dimensi umpan balik dan
namun keduanya masih dalam kategori komunikasi tentang kesalahan staf
cukup. Dimensi harapan dan tindakan pelaksana (80%) dan incharge (100%)
manajer dalam meningkatkan keselamatan dalam kategori baik. Dimensi respon tidak
pasien dalam kategori cukup pada staf menghukum terhadap kesalahan pada posisi
pelaksana (65,7%) lebih tinggi dibandingkan staf pelaksana lebih tendah (48,6%) dengan
incharge (41,7%) dalam kategori kurang. kategori kurang dibandingkan incharge
Dimensi pempelajaran organisasi serta (88,9%) dengan kategori baik. Penerapan
perbaikan secara berkelanjutan pada posisi pada dimensi staffing pada staf pelaksana
staf pelaksana (91,4%) lebih tinggi (70,5%) dan incharge (66,7%) dalam
dibandingkan posisi incharge (88,9%) kategori cukup. Dukungan manajemen
namun keduanya dalam kategori baik. rumah sakit terhadap program keselamatan
Kerjasama tim dalam unit dalam kategori pasien staf pelaksana (80%) dan incharge

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol. 6, No. 1 | Jan - Jun 2020 | 65


Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Oleh Perawat Di Sebuah Rumah Sakit Swasta Bandar Lampung

(77,8%) dalam kategori baik. Dimensi baik. overan dan transisi pada staf
kerjasama tim antar unit pada staf pelaksana pelaksana (65,7%) dalam kategori cukup
lebih rendah (75%) daripada incharge sedangkan posisi incharge (83,3%) lebih
(83,3%), namun keduanya dalam kategori tinggi dalam kategori baik.

Tabel 2. Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Berdasarkan Tanggungjawab

DIMENSI BUDAYA KESELAMATAN POSISI KEPERAWATAN


Head Nurse Kepala Ruangan
+ - Keterangan + - Keterangan
1. Frekuensi pelaporan insiden 79,2% 20,8% Baik 91,7% 8,3% Baik
2. Keselamatan Pasien secara 62,5% 37,5% Cukup 75% 25% Baik
menyeluruh

3. Harapan dan tindakan manejer 65,6% 34,4% Cukup 87,5% 12,5% Baik
dalam meningkatkan keselamatan
Pasien

4. Pembelajaran organisasi serta 95,8% 4,2% Baik 100% 0% Baik


Perbaikan secara berkelanjutan
5. Kerjasama Tim dalam unit 100% 0% Baik 93,8% 6,2% Baik
6. Komunikasi Terbuka 87,5% 12,5% Baik 91,7% 8,3% Baik
7. Umpan balik & Komunikasi tentang 91,7% 8,3% Baik 100% 0% Baik
kesalahan
8. Respon tidak menghukum terhadap 50% 50% Kurang 66,7% 33,3% Cukup
kesalahan
9. Staffing 83,3% 16,7% Baik 91,7% 8,3% Baik
10. Dukungan manajemen RS terhadap 79,2% 20,8% Baik 83,3% 16,7% Baik
Program Keselamatan Pasien

11. Kerjasama Tim antar unit 68,8% 31,2% Cukup 93,8% 6,2% Baik
12. Overan dan Transisi 56,3% 43,7% Cukup 87,5% 12,5% Baik
Rerata total 76,7% 23,3% Baik 88,6% 11,4 Baik

Pada tabel 2, nilai rata-rata respon positif rendah (62,5%) dalam kategori cukup
terhadap 12 dimensi yang diberikan oleh dibandingkan kepala ruangan (75%) dalam
kelompok kepala ruangan (88,6%) lebih kategori baik. Penerapan dimensi harapan
tinggi dibandingkan head nurse (76,7%), dan tindakan manajer dalam meningkatkan
namun keduanya masih dalam kategori baik. keselamatan pasien pada kepala ruangan
Pada posisi head nurse ada tujuh dimensi lebih tinggi (87,5%) dalam kategori baik
dalam kategori baik, empat dimensi dalam dibandingkan head nurse (65,6%) dalam
kategori cukup dan satu dimensi dalam kategori cukup. Dimensi pembelajaran
kategori kurang. Pada posisi kepala ruangan organisasi serta perbaikan secara
ada sebelas dimensi dalam kategori baik dan berkelanjutan pada head nurse (95,8%)
satu dimensi dalam kategori cukup. sedangkan kepala ruangan (100%) kedua
kelompok dalam kategori baik. Kerjasama
Frekuensi pelaporan insiden dari head nurse tim dalam unit pada head nurse (100%)
(79,2%) lebih rendah dari kepala ruangan sedangkan pada kepela ruangan (93,8%)
(91,7%) namun masih dalam kategori baik. keduanya dalam kategori baik. Penerapani
Persepsi tentang keselamatan pasien komunikasi terbuka lebih tinggi kepala
secara menyuluruh pada head nurse lebih ruangan (91,7%) dibandingkan head nurse

66 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol. 6, No. 1 | Jan - Jun 2020


Ernawaty Siagian

(87,5%) namun keduanya dalam kategori Dukungan manajemen rumah sakit terhadap
baik. Umpan balik dan komunikasi tentang program keselamatan pasien keduanya
kesalahan pada head nurse (91,7%) lebih dalam kategori baik dimana head nurse
rendah dibandingkan kepala ruangan (79,2%) sedangkan kepala ruangan (83,3%).
(100%) namun keduanya dalam kategori Penerapan kerjasama tim antar unit pada
baik. Respon tidak menghukum terhadap head nurse lebih rendah (68,8%) dalam
kesalahan pada head nurse (50%) kategori kategori cukup dibandingkan kepala ruangan
kurang sedangkan kepala ruangan (66,7%) (93,8%) dalam kategori baik. Overan dan
dalam kategori cukup. Dimensi staffing pada transisi pada head nurse (56,3%) kategori
head nurse (83,3%) dan kepala ruangan cukup lebih rendah dibandingkan kepala
(91,7%) keduanya dalam kategori baik. ruangan (87,5%) dalam kategori baik.

Tabel 3. Perbedaan Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Di Antara Tanggangungjawab

Profesi Mean Median Std. Deviasi Range 95 % CI P. Value


Staff Perawat 26,05 28,00 6,954 6-35(29) 23,83-28,27 0,000

Incharge 2,50 3,00 0,688 1-3 (2) 2,27-2,73

Head Nurse 6,26 7.00 1,634 3 - 8 (5) 5.73 - 6.79 0.000


Kepala ruangan 3,55 4.00 0.714 1 - 4 (3) 3.32 - 3.78

Pada tabel 3, nilai p value berdasarkan dimensi harapan dan tindakan manajer
berdasarkan posisi sebesar 0.000 (p>0.05) dalam meningkatkan keselamatan pasien
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan (41,7%). Pada head nurse mempunyai
yang signifikan antara posisi staff pelaksana penerapan yang paling baik pada dimensi
dan incharge dalam penerapan budaya kerjasama tim dalam unit (100%).
keselamatan pasien. Pada tabel yang sama, Sedangkan pada kepala ruangan dimensi
hasil yang diperoleh adalah terdapat yang paling baik pada pembelajaran
perbedaan yang signifikan antara head organisasi serta perbaikan secara
nurse dengan kepala ruangan dalam berkelanjutan (100%) dan dimensi umpan
penerpan budaya keselamatan pasien. Hal balik dan komunikasi tentang kesalahan
ini berdasarkan p value sebesar 0,000 (100%). Dimensi yang mendapat penerapan
(p>0.05) paling buruk pada head nurse (50%) dan
kepala ruangan (66,7%) adalah respon tidak
PEMBAHASAN menghukum terhadap kesalahan.

Hasil penelitian ini menunjukkan staff Penelitian Brown & Wolosin (2013)
pelaksana (91,4%) mempunyai penerapan hubungan antara tindakan keperawatan,
paling baik pada dimensi pembelajaran kinerja rumah sakit dan budaya keselamatan
organisasi serta perbaikan secara dieksplorasi di 9 rumah sakit California dan
berkelanjutan, sedangkan pada incharge 37 unit keperawatan. Persepsi budaya
penerapan yang paling baik pada kerjasama keselamatan diukur 6 bulan sebelum
tim dalam unit (100%), komunikasi terbuka pengumpulan metrik keperawatan dan
(100%) dan umpan balik dan komunikasi hubungan antara kedua data yang
tentang kesalahan (100%). Dimensi yang dieksplorasi menggunakan hubungan
mendapat penerapan paling buruk pada staf korelasional dan analisis regresi. Hubungan
pelaksana adalah respon tidak menghukum signifikan ditemukan adalah langkah-
(48,6%). Sedangkan pada incharge adalah langkah proses untuk pencegahan jatuh.

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol. 6, No. 1 | Jan - Jun 2020 | 67


Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Oleh Perawat Di Sebuah Rumah Sakit Swasta Bandar Lampung

Beberapa asosiasi diidentifikasi dari budaya


keselamatan dan struktur pemberian Pelaporan insiden keselamatan pasien
perawatan, seperti campuran keterampilan, merupakan suatu sistem untuk
pergantian staf, dan intensitas beban kerja mendokumentasikan laporan insiden
menunjukkan yang signifikan dengan keselamatan pasien, analisis dan solusi
budaya keselamatan. untuk pembelajaran (Kementerian
Kesehatan RI, 2017). Pelaporan insiden
Penelitian yang dilakukan oleh Kim dkk keselamatan pasien, menurut Komite
(2013) penelitian ini dilakukan pada 280 Keselamatan Pasien Rumah Sakit (2015)
karyawan direkrut dari 3 rumah sakit. Hasil dilakukan secara internal dan eksternal.
penelitian menunjukkan bahwa faktor yang Pelaporan internal yaitu adanya laporan
mempengaruhi persepsi pentingnya tentang insiden yang terjadi di lingkungan
manajemen keselamatan pasien adalah rumah sakit. Pelaporan eksternal dilakukan
apakah karyawan rumah sakit kontak dengan pelaporan dari rumah sakit ke
dengan pasien saat bertugas, jam kerja Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
mingguan, pendidikan manajemen (KKP-RS) Nasional. Hasil dari pelaporan
keselamatan pasien, dan sistem konstruksi insiden keselamatan digunakan untuk
manajemen keselamatan pasien. Faktor pengambilan keputusan dan dijadikan
yang mempengaruhi praktek manajemen sebagai pembelajaran. Pengambilan
keselamatan pasien adalah beban kerja, dan keputusan tersebut agar dapat tepat
sistem konstruksi manajemen keselamatan sasaran, maka diperlukan evaluasi
pasien (Kim, Park, Park, Yoo, and Choi, pelaporan insiden keselamatan pasien.
2013). Penelitian oleh Yilmaz dan Goris (2014)
pada 316 perawat yang bekerja di Intensive
Harapan dan tindakan manajer dalam Care Unit (ICU) di Praktik Kesehatan dan
meningkatkan keselamatan pasien Pusat Penelitian Universitas Erciyes dan
merupakan penilaian tentang bagaimana Rumah Sakit Pendidikan Kayseri Turki. Di
tindakan kepala ruangan atau manajer dapat hasil bahwa 13.6% perawat yang
dalam meningkatkan keselamatan pasien, bekerja di ICU menghadapi potensi
apakah kepala ruangan atau manajer ancaman terhadap insiden keselamatan
memperhatikan saran dari staf untuk pasien, dimana 48.8% dari insiden tersebut
meningkatkan keselamatan pasien, adalah jatuh dan sebagian besar perawat
memberikan pujian kepada staf yang yaitu 88% tidak pernah mendokumentasikan
mengikuti prosedur keselamatan pasien dan insiden tersebut. Kesadaran perawat tentang
tidak mengabaikan masalah keselamatan keselamatan pasien harus ditingkatkan dan
pasien. Hal ini akan mendorong mereka pengetahuan yang terkait harus terus di
untuk semakin terlibat dalam mendukung Update dengan sering memberikan
program keselamatan pasien. Thomas, pelatihan kepada perawat (Yilmaz & Goris,
Sexton, Neilands, Frankel & Helmreich, 2015).
(2005) menyatakan bahwa manajer perlu
melakukan executive walkround yaitu Penelitian yang dilakukan oleh Hawkins &
mengunjungi unit-unit pelayanan secara Flynn (2015) bertujuan untuk menguji
rutin untuk mencari tahu permasalahan yang hubungan antara budaya keselamatan
ada di unit-unit tersebut sambil mendengar pasien dan kejadian merugikan pasien yang
masukan dari bawahan. Hal ini akan dilaporkan perawat dalam fasilitas rawat
mempengaruhi budaya keselamatan pasien. jalan hemodialisis pada 422 perawat yang
Dalam penelitian Charles, McKee & McCann bekerja di fasilitas dialisis rawat jalan di
(2011) para staf beranggapan bahwa Amerika Serikat. Hasil penelitian
perilaku pemimpin mempunyai pengaruh menunjukkan semua hubungan antara item
dalam membangkitkan semangat bagi budaya keselamatan pasien dan kejadian
perawat. yang merugikan pasien berada di arah yang

68 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol. 6, No. 1 | Jan - Jun 2020


Ernawaty Siagian

diharapkan. Hasil temuan dari analisis ini digunakan untuk memberikan perawatan
menunjukkan bahwa budaya keselamatan langsung kepada pasien akan mengurangi
pasien yang positif merupakan variabel resiko kematian serta lama rawat pasien.
penting bagi hasil pasien yang optimal dalam Semakin banyak perawat yang bekerja
pengaturan rawat jalan . overtime dihubungkan dengan
meningkatnya angka mortalitas, infeksi
Kerjasama tim yang baik pada perawat nasokomial, syok serta infeksi aliran darah.
ditunjukkan dengan cara saling membantu Stress berhubungan dengan beban kerja,
untuk menyelesaikan tugas dan tanggung waktu istirahat yang tidak mencukupi,
jawab dalam setiap shift. Walaupun ada otonomi yang terbatas dapat menyebabkan
pembagian tugas dan tanggung jawab, kelelahan secara psikologi (Biaggi, Peter &
namun apabila ada seseorang perawat yang Ulich, 2003) pada saat seseorang
membutuhkan bantuan atau sedang sibuk mempersepsikan tuntutan melebihi sumber
maka perawat yang lain di dalam tim tersebut daya yang mereka miliki maka individu
akan membentu. Kerjasama tim yang baik tersebut akan mengalami perasaan tidak
dapat membantu mengurangi masalah menyenangkan seperti cemas, rasa tidak
keselamatan pasien (Bower, Campbell, nyaman, kurang konsentrasi atau gelisah.
Bojke and Sibbald, 2003). Jika seseorang merasa stress dan
bermasalah dalam konsentrasi maka akan
Respon tidak menghukum terhadap beresiko tinggi melakukan kesalahan. Stress
kesalahan adalah kondisi dimana staf ditrmpat kerja juha dihubungkan dengan
merasa bahwa kesalahan yang mereka buat keselamatan kerja, seperti angka
dan laporan tidak akan menjadi boomerang kecelakaan (Cooper and Clarke, 2003)
bagi mereka oleh karena ada banyak
komponen dan proses yang terjadi di KESIMPULAN
organisasi kesehatan yang dapat
menciptakan situasi yang menyebabkan Perawat sebagai profesi tenaga kesehatan
terjadinya kesalahan dilingkungan kerja dengan jumlah paling besar diantara tenaga
(Carthney and Clarke, 2010) hasil penelitian kesehatan lainnya dan paling lama kontak
yang dilakukan El-Jardali (2011) dengan pasien, dianggap mempunyai peran
menunjukkan bahwa lebih banyak dukungan penting dalam mengukur, memonitor serta
yang diberikan oleh manajemen rumah sakit memperbaiki kualitas asuhan serta
akan meningkatkan frekuensi pelaporan keamanan pasien. Seberapa baik seorang
insiden. pasien dirawat oleh perawat akan
mempengaruhi kesehatan pasien. Peran
Beban kerja yang tinggi dan rasio staf yang perawat juga penting dalam mencegah dan
kurang dapat mengancam keselamatan menemukan kesalahan medis yang dapat
pasien. Penelitian yang dilakukan Kane, menyebabkan kematian dan ancaman
Robert, et al., (2007) semakin banyak jumlah serius. Dengan meningkatkan penerapan
perawat di suatu unit kerja akan mengurangi budaya keselamatan pasien diharapkan
tingkat mortalitas, kegagalan untuk perawat dapat memberikan perawatan yang
melakukan rescue, cardiac arrest, komprehensif, berbasis evidence dan
pneumonia akibat hospitalisasi serta berpusat pada kebutuhan pasien sehingga
kejadian tidak diharapkan lainnya. Effek dari keselamatan pasien dirumah sakit dapat
meningkatnya jumlah staf perawat tercapai. Upaya tersebut dapat dilakukan
memberikan dampak yang kuat terhadap dengan adanya sosialisasi atau pelatihan
pasien di intensive care unit dan juga pasien terkait keselamatan pasien yang dapat
bedah. Semakin banyak waktu yang dilakukan secara rutin.

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol. 6, No. 1 | Jan - Jun 2020 | 69


Penerapan Budaya Keselamatan Pasien Oleh Perawat Di Sebuah Rumah Sakit Swasta Bandar Lampung

DAFTAR PUSTAKA

Undang Undang Republik Indonesia no 44 El-jardarli, F., Dimassi, H., Jamal, D., Jaafar,
tahun 2009 tentang rumah sakit M., & Hemadeh, N. (2011). Predictors
and Outcomes of Patient Safety
Charles, K, McKee, L., & McCann, S. (2011), Culture in Hoepital. BMC Health
April 16). A Quest For Patient Safety service Researsh,9
Culture: Contextual Influences on
Patient safety Performance, J Health Hawkins, C. T., & Flynn, L. (2015). Patient
Serve Res Policy, 57-64 Safety Culture and Nurse-Reported
Adverse Events in Outpatient
Carthney, J., & Clarke, J. (2010). Hemodialysis Units. Research and
Implementing Human Factors in Theory for Nursing Practice: An
Healthcare. How to Guide International Journal, 53-65.

Cooper, C., & Clarke, S. (2003). Managing Indonesia, M. K. R. (2017) Peraturan menteri
the Risk of Workplace Stress. London: kesehatan Republik Indonesia Nomor
Routledge 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien, Peraturan Menteri Kesehatan
CAHRQ Hospital Survey on Patient Safety Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
Culture: user guide, 2016 2017 Tentang Keselamatan Pasien
Dengan. Indonesia. Available at:
Bates DWI, Boyle DL, Vander Vliet MB, jdih.baliprov.go.id/produkhukum/downl
Schneider J, Leape L. relationship oad/12274
Between Medication Errors and
Adverse Drug Event. J Gen Intern Kane, Robert,L., Shamliyan, T., Mueller,
Med. 1995 April; 10(4):199-205.s. C.,Duval & Wilt, T.J. nurse Staffing and
Quality of Patient Care: Evidence
Biaggi, P., Peter, S., & Ulich, E. (2003). Report/Technology Assessment, no
Stressor, Emotional Exhaustion, and 151. Prepared for Agency for Health
Aversion to Patients in Residents and care Research and Quality (AHRQ).
Chief Resident, Swiss Medical Weekly, Rockville, MD: March, 2007; Pub no
pp.339-346 07-E005;p.6.
http://www.ncbl.nlm.nih.gov/pubmed/1
Bower,P., Campbell, S., Bojke, C., & 776420
Sibbald, B. (2003). Team Structure,
Team Climate and Quality of Care in Kim, I. S., Park, M. J., Park, M. Y., Yoo, H.,
Primary Care an Observational Study. & Choi, J. (2013). Factors Affecting the
Quality anf Safety in Health care, 273- Perception of Importance and Practice
279 of Patient Safety Management among
Hospital Employees in Korea. Asian
Brown, D. S., & Wolosin, R. (2013). Safety Nursing Research, 26-32.
Culture Relationships with Hospital
Nursing Sensitive Metrics. Journal for KKP RS. (2011). Laporan Insiden
Healthcare Quality, 61-74. Keselamatan Pasien. Jakarta: KKP
RS.
Depkes RI. (2008). Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit Kemenkes RI. (2011). Permenkes RI
(Patient Safety): Utamakan No.1691/Menkes/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien. Jakarta: Depkes Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
RI. Retrieved 11 23, 2015, from

70 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol. 6, No. 1 | Jan - Jun 2020


Ernawaty Siagian

http://202.70.136.86/bprs/uploads/pdff
Files/21%20PMK%20No.%201691%2 Thomas, E., Sexton, J., Neilands, T.,
0tt Frankel, A., & Helmreich, R. (2002).
g%20Keselamatan%20Pasien%20Ru The effect of Executive Walk Rounds
m ah%20Sakit.pdf on Nurse Safety Climate Attitude: A
randomized Trial of Clinical Units. BMC
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Health Serv Res
(2015) Pedoman Pelaporan Insiden
Keselamatan Pasien (IKP), Komite Yilmaz, Z., & Goris, S. (2015). Determination
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. of the patient safety culture among
Jakarta. Available at: nurses working at intensive care units.
www.pdpersi.co.id. Pakistan Journal Of Medical Science,
597-601.
Sora, J., & Nieva, V. (2003). Hospital Survey
on Patient Safety Culture. Quality and WHO, (2014, June) 10 Fact On Patient
safe Health care. Hospital Safety.

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol. 6, No. 1 | Jan - Jun 2020 | 71

Anda mungkin juga menyukai