Anda di halaman 1dari 114

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kualitas merupakan faktor yang penting dalam kelangsungan organisasi,
oleh karena itu organisasi harus memberikan perhatian yang lebih baik untuk hal
ini, biasanya kualitas yang baik akan diikuti loyalitas pelanggan. Maka sudah
menjadi tugas bagi organisasi yang ingin tetap survive untuk melakukan perbaikan
kualitas untuk memenuhi keinginan pelanggan. Organisasi harus berusaha agar
keinginan para pelanggan terpenuhi atau bahkan kalau bisa terlampaui. Begitu juga
pada organisasi yang bergerak pada bidang jasa seperti pada rumah sakit. Untuk itu
perbaikan kualitas produk dan jasa perlu dilakukan apalagi perbaikan kualitas
secara berkelanjutan (kunst et all, 1996 dalam kunst et. al, 2000: 1124). Upaya
perbaikan kualitas Pelayanan kesehatan harus dilakukan secara terus menerus untuk
mendapatkan kepercayaan dari konsumennya. Perbaikan kualitas pelayanan secara
terus menerus atau Continous Quality Improvement (CQI) merupakan bagian dari
Total Quality Management (TQM) rumah sakit. Salah satu komponen penilaian
mutu rumah sakit adalah keselamatan pasien.
Keselamatan pasien menjadi isu global yang mengemuka sejak awal 2000-
an dengan kampanye “To err is human, building a safer system”. Prinsip dasarnya,
pemberian pelayanan kesehatan memang merupakan kerja sistem yang berpotensi
mengalami error. Kesadaran itu mendorong penyusunan sistem yang lebih aman
sehingga potensi kesalaham dapat diminimalkan. Pentingnya mengembangkan
budaya keselamatan pasien juga ditekankan dalam salah satu laporan Institute of
Medicine “To Err Is Human” yang menyebutkan bahwa organisasi pelayanan
kesehatan harus mengembangkan budaya keselamatan sedemikian sehingga
organisasi tersebut berfokus pada peningkatan reliabilitas dan keselamatan
pelayanan pasien. 1 Hal ini ditekankan lagi oleh Nieva dan Sorra dalam
penelitiannya yang menyebutkan bahwa budaya keselamatan yang buruk

1
Institute of Medicine, To Err Is human: Building a Safer Health System. 2000, Institue of Medicine:
Washington DC.
Universitas Indonesia
2

merupakan faktor risiko yang penting yang bisa mengancam keselamatan pasien. 2
Vincent (2005) dalam bukunya bahkan menyebutkan bahwa ancaman terhadap
keselamatan pasien tersebut tidak dapat diubah, jika budaya keselamatan pasien
dalam organisasi tidak diubah. 3 Berdasarkan hasil survey penelitian tentang
keamanan, keselamatan pasien, kesalahan dan kecelakaan, dan kesalahan pelaporan
yang dilakukan oleh The Agency of Healthcare Research and Quality (AHRQ), rata-
rata persentase respon positif untuk 12 komposit dari budaya patient safety tahun
2016 dari data rumah sakit, ditampilkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1 Tingkat Rata-Rata Persentase Respon Positif Untuk 12 Komposit dari
Budaya Keselamatan Pasien Tahun 2016

Komposit Budaya Patient Safety % Respon Positif


1. Keterbukaan komunikasi 64
2. Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan 68
3. Frekuensi kejadian yang dilaporkan 67
4. Peralihan dan transisi 48
5. Dukungan manajemen 72
6. Tanggapan terhadap kesalahan tanpa hukuman 45
7. Pembelajaran organisasi – perbaikan yang berkelanjutan 73
8. Persepsi keseluruhan tentang keselamatan pasien 66
9. Susunan kepegawaian 54
10. Harapan dan tindakan mempromosikan keselamatan 78
pasien dari supervisor/ manager
11. Kerja sama antar unit 61
12. Kerja sama dalam unit 82
Sumber: The Agency of Healthcare Research and Quality (AHRQ), 2016

2
Nieva, V. And J. Sorra, Safety Culture Assessment: A tool for Improving Patient Safety in
Healthcare Organizations. Quality and Safety in Health Care, 2003. 12:p. 7-23.
3
Vincent, C., Patient Safety. 2005, Edinburgh: Churchill Livingstone.

Universitas Indonesia
3

Berdasarkan data di atas, terlihat kekuatan dalam area komposit kerja sama
dalam unit (82%), harapan dan tindakan mempromosikan keselamatan pasien dari
supervisor/ manager (78%) dan pembelajaran organisasi – perbaikan yang
berkelanjutan (73%), sedangkan untuk area yang memiliki potensi untuk perbaikan
diantaranya yaitu tanggapan terhadap kesalahan tanpa hukuman (45%), peralihan
dan transisi (48%) dan susunan kepegawaian (54%). 4
Di Indonesia, kampanye keselamatan pasien mulai mengemuka pada tahun
2006, dan mulai menjadi aksi nyata dengan Deklarasi Jakarta 2007. Aspek-aspek
keselamatan pasien sebenarnya sudah mulai menjadi indikator kinerja pelayanan
rumah sakit pada tahun 2001, tetapi secara formal masuk dalam Standar Pelayanan
Minimal RS pada tahun 2008 (Kepmenkes No. 129/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal RS). Setelah terbit Buku Panduan Keselamatan Pasien tahun 2007, maka
aspek keselamatan pasien juga mulai dimasukkan dalam Standar Akreditasi RS
versi 2007 dari semula 16 pelayanan (versi 2002), menjadi 16 pasien plus
keselamatan pasien. Implementasi keselamatan pasien lebih spesifik dirumuskan
pada tahun 2011 (Permenkes No. 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien). Hal ini
dipengaruhi juga oleh mulai dikenalnya Standar Akreditasi Rumah Sakit
Internasional yang mengedepankan Patient Safety (keselamatan pasien) sebagai
konsep dasarnya. Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) mengadopsi isu
keselamatan pasien di Indonesia sejak penerbitan Standar Akreditasi KARS versi
2012. Sejak itu, implementasi keselamatan pasien menjadi salah satu isu utama.
Pada tahun 2014, mulai dilaksanakannya Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) dengan BPJS sebagai penyelenggaranya. Sejak dimulainya JKN pada 1
Januari 2014, berbagai masalah dan hambatan dihadapi oleh rumah sakit, baik dari
aspek regulasi, pelaksanaan JKN, peran komite medis maupun pola remunerasi
dokter dalam melaksanakan tugas profesinya. Pelaksanaan JKN dengan pola bayar
prospective payment sesuai tarif INA-CBG kurang dipahami para manajemen
rumah sakit, terlebih para staf medis. Para dokter yang terbiasa dengan pola fee for
service khawatir akan terjadi penurunan penghasilan. Sedangkan staf klinis selain

4
Hospital Survey on Patient Safety Culture: 2016 User Comparative Database Report. Hal 20-21

Universitas Indonesia
4

dokter juga sudah mulai mempertanyakan bagaimana bentuk remunerasi mereka


berdasarkan azas keadilan dan kebersamaan.
Manajemen rumah sakit selain khawatir akan terjadinya penurunan mutu
pelayanan, di sisi lain juga dihantui ketakutan terhadap deficit cash flow rumah sakit
dengan sistem pembayaran JKN, apabila harus membayar jasa staf klinis dengan
cara fee for service. Tantangan rumah sakit menjadi berat karena ada tuntutan dari
berbagai sudut (Gambar 1).

Gambar 1.1 Tuntutan RS dari Berbagai Sudut


Sumber: Tonang Dwi Ardyanto pada Forum Mutu Indonesia Healthcare Quality Network (IHQN)
ke X di Surakarta 19-21 Agustus 2014.

Dari gambar di atas menunjukkan bahwa yang dapat menjadi kunci integrasi
keempat aspek tersebut adalah implementasi akreditasi berbasis keselamatan pasien.
Dalam instrument akreditasi terbaru versi 2012 dari KARS, yang di adopsi dari
JCIA, terdapat 14 standar MDGs. Dalam versi JCIA terbaru, ditambahkan 2 standar
baru terkait RS sebagai pusat pendidikan dan penelitian. Tambahan 2 standar baru
ini mulai diintegrasikan dalam standar KARS mulai Juli 2015. 5
Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) merupakan syarat untuk diterapkan di
semua rumah sakit yang telah ditetapkan oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS). Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life Saving Patient Safety
Solution dari WHO Patient Safety 2007, yang juga digunakan oleh Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint

5
Tonang Dwi Ardyanto pada Forum Mutu Indonesia Healthcare Quality Network (IHQN) ke X di
Surakarta 19-21 Agustus 2014.

Universitas Indonesia
5

Commision international (JCI).6 Dalam Permenkes 1691/Menkes/PER/VIII/2011


Bab IV Pasal 8 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa setiap rumah sakit wajib
mengupayakan Sasaran Keselamatan Pasien yang meliputi:
1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan risiko pasien jatuh

Menurut George 7 salah satu kerangka kerja untuk mencapai mutu tinggi
adalah Kriteria the Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA). Sebagai
alat penilaian mandiri (selft assessment), kriteria MBNQA membantu
mengidentifikasi kekuatan-kekuatan perusahaan, mencari peluang-peluang
perusahaan dan mencari peluang bagi perbaikan proses dan hasil yang berdampak
kepada stakeholder, pelanggan, karyawan, pemilik (owner), pemasok (supplier),
serta masyarakat. Kriteria MBNQA juga membantu dalam hal mengatur sumber
daya, antara lain: memperbaiki komunikasi, produktivitas, efektivitas, serta
mencapai tujuan-tujuan organisasi.
Untuk menghasilkan mekanisme pengelolaan mutu yang bagus, perusahaan
perlu menerapkan metode pengukuran yang efektif untuk dapat menganalisis dan
menemukan dimensi mutu yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan untuk mencapai
mutu yang tinggi. Salah satu model pengukuran yang sudah dikenal luas dan
terbukti secara efektif membantu keberhasilan penerapan sistem manajemen mutu
adalah sistem Malcolm Baldrige National Quality Award. Malcolm Baldrige
National Quality Awards (MBNQA) merupakan sistem manajemen yang sangat
efektif untuk menghasilkan loyalitas pelanggan dan kinerja tinggi bila diterapkan
dengan tepat. Menurut Paul Kunst dan Jos Lemink (2000: 1123), penghargaan

6
KARS, 2012
7
George, Stephen. The Baldrige Quality System Do It Your Self Way to Transform Your Business,
John Wiley & Sons, Inc. 1992.

Universitas Indonesia
6

kualitas (quality award) secara luas digunakan oleh organisasi-organisasi sebagai


alat untuk melakukan penilaian terhadap penerapan total quality management pada
organisasinya sendiri. Contoh dari penghargaan tersebut adalah Deming Prize, The
Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA), dan European Quality
Award (EQA).
Deming Prize dikembanglan di Jepang dan diberikan pada perusahaan yang
berprestasi dalam hal kualitas. Deming Prize sendiri terdiri dari dua kategori, yaitu
Deming Prize untuk individual yang berjasa dalam pengendalian kualitas dan
metode statistik kualitas, serta Deming Application Prize yang diberikan kepada
perusahaan yang melaksanakan dengan baik pengendalian kualitas perusahaannya
dan pengendalian mutu statistiknya (Tjiptono, 1996: 49).
Sunhee Lee, et. al (2002: 385) dalam penelitiannya menggunakan the
Malcolm Baldrige National Quality Award Criteria (MBNQAC) untuk mengukur
tingkat pelaksanaan CQI. Penelitian ini dilakukan pada sejumlah rumah sakit di
Korea. MBNQA terdiri dari tujuh kategori: (1) leadership, (2)strategic quality
planning, (3) focus on patients, other customer, and markets, (4) measurement,
analysis, and knowledge management, (5) staff focus, (6) process management, (7)
organizational performance results.
Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan yang berhubungan
langsung dengan pasien harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit (Undang-Undang tentang Kesehatan
dan Rumah Sakit Pasal 29b UU No.44/2009). Pasien sebagai pengguna pelayanan
kesehatan berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam
perawatan di rumah sakit (Undang-Undang tentang Kesehatan dan Rumah Sakit
Pasal 32n UU No.44/2009).
Organisasi kesehatan di seluruh dunia sedang mencari cara untuk
meningkatkan keselamatan, sekaligus mengurangi biaya. Menggunakan kerangka
Malcolm Baldrige dapat mengatur dan mengintegrasikan pendekatan,
meningkatkan efektivitas dan kesehatan hasil, dan mengejar keunggulan kinerja.

Universitas Indonesia
7

Kriteria Malcolm Baldrige membatu organisasi kesehatan untuk mencapai dan


mempertahankan mutu diantaranya yaitu:8
Keselamatan pasien dan loyalitas pasien
Hasil pelayanan kesehatan yang sesuai dengaan harapan pasien
Kepuasan dan keterlibatan staf rumah sakit
Pendapatan dan pangsa pasar
Pelayanan komunitas

Saat ini, rumah sakit yang sudah mengadopsi Malcolm Baldrige untuk
pengukuran kinerja organisasi atau perusahaan di sektor kesehatan baru RS. Pelni,
dimana berdasarkan keputusan Ketua Dewan Judge Indonesia Quality Award –
IQA 2016 dengan No. SK 002/IQAF/DJ/XI/2016 tanggal 10 November 2016
pencapaian Band Excellence Achievement untuk RS. Pelni adalah posisi Band 3,
yaitu Early Improvement. Hal ini memperlihatkan bahwa pengukuran kinerja
organisasi melalui pendeketan metode Malcolm Baldrige di rumah sakit kiranya
dapat dilakukan yang sejalan dengan tuntutan pelayanan kesehatan yang diberikan
yaitu terkait dengan keselamatan pasien sebagai tujuannya.
Rumah Sakit Tiara menyelenggarakan fungsinya untuk memberikan pelayanan
kesehatan bagi pasien yang memiliki tingkat resiko yang mempengaruhi
keselamatan pasien dari pelayanan yang diberikan. Rumah Sakit Tiara harus
senantiasa menjaga mutu pelayanannya, maka dari itu upaya perbaikan kualitas
pelayanan yang dilakukan secara terus menerus menjadi suatu keharusan yang tidak
dapat diabaikan agar keinginan dan kepuasan pelanggan dapat terpenuhi. RS Tiara
sudah mulai beroperasi pada tanggal 17 Agustus 2011 lalu mendapatkan ijin
operasional Nomor 503/10/Dinkes/RS/2012 ditetapkan sebagai rumah sakit umum
swasta kelas C non pendidikan.
Pelayanan kesehatan yang diberikan RS Tiara mulai memperlihatkan
peningkatan sejak era BPJS, dimana RS Tiara menjadi salah satu rumah sakit
rujukan di kawasan Babelan, Bekasi Utara. Letak yang strategis dimana menjadi

8
Indonesian Quality Award Foundation

Universitas Indonesia
8

satu rumah sakit yang mudah di akses untuk warga Babelan, menjadikan RS Tiara
memiliki opportunity for improvement dalam pelayanan kesehatan yang diberikan,
walau terbilang masih sebagai rumah sakit baru berdiri. Dapat dilihat pada grafik
1.1 kunjungan rawat inap dan garfik 1.2 kunjungan rawat jalan di RS Tiara periode
tahun 2015 per bulan.

Grafik 1.1 Kunjungan Rawat Jalan RS. Tiara Tahun 2015


3500
3000 2934
2834
2661
2500 2410 2384
2266
2000 2044 2068

1500 1509 1560


1346
1169
1000
500
0

Sumber: Data Rekam Medis RS Tiara, 2015

Grafik 1.2 Kunjungan Rawat Inap RS. Tiara Tahun 2015


600

500
481
437
400 413 412
361
337
300 286

200 183
153 138
129
100 100

Sumber: Data Rekam Medis RS Tiara, 2015

Universitas Indonesia
9

Dari angka kunjungan rawat jalan dan rawat inap di atas dapat dilihat bahwa
setiap bulannya mengalami trend peningkatan. Hal ini menjadi tantangan bagi RS.
Tiara untuk terus meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
pelanggan. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mencapai visi dan misi organisasi
dan bukan bersifat jangka pendek, namun merupakan upaya jangka panjang dan
terintegrasi dari setiap komponen organisasi di RS. Tiara. Salah satu indikator mutu
terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan yaitu kepuasan pelanggan dimana
salah satu upaya untuk mencapai nilai kepuasan pelanggan yang optimal adalah
pelayanan kesehatan yang berorientasi pada patient safety (keselamatan pasien).
RS Tiara belum terakreditasi, namun RS Tiara selalu berupaya untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi pasien. Semester ke-2 tahun
2016 RS Tiara menuju persiapan akreditasi rumah sakit, salah satunya ingin
menerapkan kebijakan keselamatan pasien yang sudah diatur oleh pemerintah
dalam memberikan pelayanan prima yang berstandar mutu. Selama ini, RS Tiara
belum memiliki unit/ bagian khusus terkait keselamatan pasien, dalam aktivitas
yang berhubungan dengan hal tersebut masuk ke dalam unit/ bagian mutu rumah
sakit secara umum. Fokus pada penanganan komplain dari pasien menjadi prioritas
RS Tiara dalam memperbaiki mutu pelayanan rumah sakit. Unit Sasaran
Keselamatan Pasien (SKP) di RS. Tiara terbentuk pada bulan Oktober 2016, hal ini
menjadi salah satu bentuk persiapan rumah sakit menuju akreditasi. Tujuan
terbentuknya unit SKP tidak semata-mata persyaratan akreditasi, namun sebagai
bentuk kesadaran dari RS. Tiara yang harus berorientasi pada keselamatan pasien
atas semua bentuk pelayanan yang diberikan kepada pelanggan.
Upaya yang dilakukan di unit SKP mengacu pada panduan KARS dalam
instrument akreditasi rumah sakit dengan standar akreditasi versi 2012, dimana
terdapat enam sasaran keselamatan pasien yang menjadi fokus utamanya. Saat ini,
RS Tiara dalam tahap awal menuju orientasi pada keselamatan pasien yang
terstruktur dengan dibuatnya panduan dan SOP terkait 6 SKP tersebut. RS Tiara
baru memiliki tiga panduan dari 6 panduan yang sesuai dengan standar akreditasi
rumah sakit. Hal ini dikarenakan RS. Tiara sedang dalam berproses penyiapan dan
penyusunan pedoman SKP tersebut.

Universitas Indonesia
10

Tabel 1.2 Ketersediaan Panduan Sasaran Keselamatan Pasien di RS. Tiara


Berdasarkan Standar Akreditasi Rumah Sakit

Panduan Ketersediaan
SKP 1: Identifikasi Pasien Tersedia
SKP 2: Peningkatan komunikasi yang efektif Tersedia
SKP 3: Peningkatan keamanan obat yang perlu Tersedia
diwaspadai (high-alert medications)
SKP 4: Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, Belum Tersedia
tepat-pasien operasi
SKP 5: Pengurangan risiko infeksi terkait Belum Tersedia
pelayanan kesehatan
SKP 6: Pengurangan risiko pasien jatuh Tersedia

Indikator lain yang dimiliki RS Tiara selama ini terkait mutu dari pelayanan
adalah dilakukannya survey kepuasan pasien dengan berbagai kriteria yang
ditentukan oleh RS Tiara. Pencapaian hasil dari survey kepuasan pasien RS Tiara
pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.3 Pencapaian Survei Kepuasan Pasien RS Tiara Tahun 2015


Indikator Sangat Puas Kurang Tidak
Tanggapan dokter terhadap keluhan pasien 7% 88% 5% 0%
Kejelasan informasi dokter 9% 86% 4% 0%
Kecepatan perawat memberikan bantuan ketika
dibutuhkan pasien 16% 81% 3% 0%
Kejelasan informasi tindakan perawat 12% 83% 5% 0%
Keteraturan obs ttv 14% 84% 3% 0%
Kebersihan ruangan 14% 68% 14% 5%
Kebisingan 7% 72% 22% 0%
Gangguan dari nyamuk 9% 68% 18% 5%
Penerangan di kamar/ ruang ranap 9% 81% 8% 1%
Kebersihan kamar mandi 9% 81% 7% 3%
Persediaan air di kamar mandi 11% 80% 7% 3%
Tempat pembuangan sampah 11% 77% 9% 3%
Kecukupan peralatan di RS 9% 84% 7% 0%
Kelengkapan peralatan di RS 3% 97% 0% 0%
Sumber: Data Marketing RS Tiara, 2015

Universitas Indonesia
11

Data di atas memperlihatkan tingkat kepuasan pasien terhadap indikator di RS


Tiara sebagian besar menyatakan puas. Jika melihat pada kriteria focus kepada
pelanggan, hasil ini sudah menunjukkan tingkat kepuasan pasien yang baik. RS
Tiara belum mempunyai data terkait sasaran keselamatan pasien. Sistem
penanganan yang terkait dengan pasien bersifat situasional pada saat masalah itu
ada dan dilakukan pembahasan. Evaluasi rutin setiap minggu dilakukan RS Tiara
dengan mengadakan pertemuan koordinasi setiap unit dan manajemen. Oleh karena
itu, dalam tahap penilaian akreditasi rumah sakit, RS Tiara menuju persiapan sistem
dan managemen dalam memenuhi kriteria sesuai dengan standar KARS pada
umumnya, salah satunya adalah terkait sasaran keselamatan pasien.
Atas dasar penjelasan tersebut, peneliti akan menggunakan kriteria Malcolm
Baldrige sebagai metode pengukuran mutu Bagian Keselamatan Pasien di Rumah
Sakit Tiara karena metode ini sudah cukup banyak diterapkan di Indonesia dan
mengedepankan performance excellent yang dapat terus berkompetisi dan
berkembang dalam persaingannya dengan rumah sakit lain sehingga diharapkan
organisasi yang dinilai akan menjadi sebuah excellent organization dimana
rekomendasi menjadi satu hal motivasi bagi organisasi untuk terus meningkatkan
mutu. Setiap organisasi mencari cara yang efektif dan efisien untuk mencapai misi
dan visinya. Bagi organisasi yang telah menggunakan Malcolm Baldrige sebagai
pedoman untuk meningkatkan performance dan mencapai hasil yang berkelanjutan.
Metode ini menawarkan hasil yang berkelanjutan (Continous Quality Improvement)
yang terintegrasi dengan berbagai area manajemen. Selama ini, penilaian dengan
pendekatan Malcolm Baldrige dilakukan untuk organisasi secara umum atau
dengan kata lain menilai kinerja organisasi secara keseluruhan. Saat ini peneliti
tertarik untuk mengkaji gambaran mutu patient safety sebagai upaya Continuous
Quality Improvement (CQI) dengan pendekatan the Malcolm Baldrige Assessment
(MBA) di Rumah Sakit Tiara Bekasi.

1.2 Rumusan Masalah


Salah satu komponen kunci manajemen risiko adalah keselamatan pasien
(patient safety). Keselamatan pasien merupakan suatu sistem yang membuat

Universitas Indonesia
12

perawatan atau asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Keselamatan
pasien (patient safety) dan mutu rumah sakit berkorelasi positif. Pasien yang
mendapatkan pelayanan yang aman di rumah sakit akan meningkatkan customer
feeding, ketidakpuasan pasien akan sangat berpengaruh pada kualitas atau mutu
rumah sakit tersebut. Keselamatan pasien merupakan tanggung jawab semua pihak
yang berkaitan dengan pemberi pelayanan kesehatan. Budaya patient safety
menjadi salah satu prioritas utama dalam layanan kesehatan dan merupakan data
dasar peningkatan pemberian pelayanan kesehatan yang bermutu. Memperhatikan
latar belakang tersebut terlihat bahwa pelaksanaan perbaikan mutu patient safety
sebagai upaya Continuous Quality Improvement dengan pendekatan the Malcolm
Baldrige Assesment di Rumah Sakit Tiara Bekasi.

1.3 Pertanyaan Penelitian


Bagaimana mutu patient safety sebagai upaya Continuous Quality Improvement
dengan pendekatan the Malcolm Baldrige Assesment di Rumah Sakit Tiara Bekasi.

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Menilai mutu patient safety sebagai upaya Continuous Quality Improvement
dengan pendekatan the Malcolm Baldrige Assesment di Rumah Sakit Tiara Bekasi.

1.4.2 Tujuan Khusus


Mampu mengidentifikasi setiap kekuatan dan kesempatan untuk
perbaikan atau Opportunity for Improvement (OFI) terhadap budaya
patient safety yang berkaitan dengan tujuh kriteria Malcolm Baldrige.
Sebagai evaluasi terhadap budaya patient safety yang berkaitan dengan
tujuh kriteria Malcolm Baldrige untuk peningkatan mutu.

Universitas Indonesia
13

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat menambah wawasan terhadap pengukuran di pelayanan
kesehatan dengan menggunakan kriteria Malcolm Baldrige secara umum dan di
Bagian Patient Safety secara khusus.

1.5.2 Bagi Rumah Sakit


1. Mampu mengidentifikasi setiap kekuatan dan kesempatan untuk
perbaikan atau Opportunity for Improvement (OFI) terhadap budaya
patient safety yang berkaitan dengan tujuh kriteria Malcolm Baldrige.
2. Penelitian ini dapat menjadi referensi dengan kriteria Malcolm
Baldrige yang memberikan kerangka kerja untuk peningkatan menuju
keunggulan kinerja dengan memberikan kebebasan kepada manajemen
untuk melaksanakan strategi bisnis mandiri dan program-program
peningkatan keunggulan kinerja.
3. Sebagai panduan pengembangan dan implementasi sistem organisasi
untuk kinerja unggul.
4. Meningkatkan pemahaman rumah sakit dan pemahaman pasien tentang
pentingnya pelayanan kesehatan yang berkualitas.
5. Meningkatkan kemampuan untuk merencanakan dan
mengimplementasikan konsep mutu keselamatan pasien dalam
memberikan pelayanan kesehatan.
6. Pengembangan budaya keselamatan pasien dan membangun
akuntabilitas.
7. Menjadikan keselamatan pasien sebagai budaya kerja sebagai upaya
peningkatan mutu pelayanan.

1.5.3 Bagi Peneliti


Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman peneliti
tentang gambaran mutu pelayanan kesehatan khususnya di rumah sakit melalui
pendekatan kriteria Malcolm Baldrige.

Universitas Indonesia
14

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa dan menilai mutu patient safety
sebagai upaya continuous quality improvement dengan pendekatan the Malcolm
Baldrige di Rumah Sakit Tiara Bekasi pada bulan November – Desember 2016
yang meliputi tujuh kriteria Malcolm Baldrige yaitu: kepemimpinan, perencanaan
strategis, fokus pada pasien/ pelanggan dan pasar, pengukuran, analisis dan
manajemen pengetahuan, fokus pada staf, manajemen proses dan hasil di Bagian
Patient Safety atau Sasaran Keselamatan Pasien (SKP). Penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif analitik secara kualitatif dengan cara memberikan pemaparan
dengan gambaran yang jelas mengenai kondisi saat ini di Bagian SKP RS. Tiara,
menggali informasi secara actual, rinci dan komprehensif dari beberapa informan
yang dibatasi pada level manajemen diantaranya yaitu direktur, bagian mutu dan
bagian SKP. Peneliti membatasi di level manajemen saja tidak sampai ke karyawan,
sehubungan dengan hampir sekitar 90% karyawan di RS. Tiara berstatus karyawan
kontrak, dimana hal ini menjadi salah satu alasan tidak dilakukan penggalian
informasi kepada karyawan dan dapat dijadikan kajian lebih lanjut terhadap status
kepegawaian di RS. Tiara. Kegiatan pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara, observasi dan telaah dokumen khususnya di Bagian Sasaran
Keselamatan Pasien Rumah Sakit Tiara Bekasi.

Universitas Indonesia
15

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Malcolm Baldrige Assessment (MBA)


Malcolm Baldrige Assessment (MBA) adalah salah satu tools untuk
meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan dan terus-menerus dengan
menggunakan pengukuran dan memberikan feedback mengenai kinerja organisasi
dalam menyediakan produk dan jasa yang berkualitas.9
Malcolm Baldrige Criteria for Performance Excellence atau Kriteria
Baldrige merupakan penuntun bagi suatu perusahaaan untuk mencapai kinerja
bermutu tinggi yang terdiri dari 7 kriteria yaitu kepeminpinan, perencanaan
strategis, fokus pada pelanggan, pengukuran, analisis dan manajemen pengetahuan,
fokus pada tenaga kerja, manajemen proses, dan hasil.10
Malcolm Baldrige adalah menteri perdagangan Amerika Serikat (1981-1987)
yang berkontribusi besar pada peningkatan mutu dalam berbagai aspek jangka
panjang di Amerika Serikat. Namanya diabadikan dalam bentuk penghargaan
(award) mutu dalam kategori manufaktur, jasa, usaha kecil, pendidikan dan
kesehatan sejak 1987. Baldrige Award diciptakan sebagai motivator dan keinginan
setiap organisasi untuk bersaing secara sehat dalam hal peningkatan mutu. Baldrige
Award menilai suatu organisasi dari 7 aspek, yaitu:
1. Kepemimpinan
2. Perencanaan Strategis
3. Konsumen dan Fokus Pasar
4. Informasi dan Analisis
5. Fokus Sumber Daya Manusia
6. Manajemen Proses
7. Hasil

9
How to Interpret the Baldrige Criteria for Performance Excellence, Mark Graham Brown, 2008
10
Criteria for Performance Excellence for manufacturing, service, small business and non profit,
Baldrige National Quality Program 2009-2010

Universitas Indonesia
16

Penghargaan ini dikelola oleh Lembaga Standar dan Teknologi Nasional (The
National Institute of Standard and Technology) dan The American Society for
Quality (ASQ). Hingga tahun 2007, metode Malcolm Baldrige Criteria for
Performance Excellent (MBCfPE) telah diadopsi oleh puluhan ribu perusahaan di
lebih dari 70 negara didunia. MBCfPE banyak diadopsi karena di dalam
penilaiannya dimuat aspek kepemimpinan yang memiliki pengaruh besar terhadap
kinerja organisasi secara keseluruhan.
Indonesia juga mengadopsi MBCfPE dan dijadikan Indonesian Quality
Award (IQA) sebagai penghargaan atas kinerja BUMN (Badan Usaha Milik
Negara). Penghargaan kepada BUMN dimaksudkan untuk meningkatkan
keunggulan kompetitif dari BUMN dalam menghadapi persaingan global, yaitu
dengan meningkatkan kinerja BUMN secara menyeluruh dan terpadu dengan
berbasiskan pada Malcolm Baldrige Criteria for Performance Excellence, yang
sudah dikenal di dunia bisnis internasional terutama di Amerika Serikat.

2.2 Konsep Malcolm Baldrige Assessment (MBA)


Kriteria Baldrige assessment merupakan dasar dalam melakukan self-
assessment sebuah perusahaan atau organisasi dalam memberikan penghargaan dan
memberikan umpan balik kepada perusahaan atau organisasi dalam upaya
menciptakan kinerja yang bermutu tinggi. Keunggulan dari Kriteria Baldrige adalah
kemampuannya untuk memberikan penilaiaan secara menyeluruh dan terpadu.
Kriteria Baldrige dibagi menjadi tujuh kriteria, dimana antar kriteria saling
memiliki keterkaitan. 4 tujuan utama pada kriteria MBA antara lain :
a. Membantu memperbaiki kinerja dan kemampuan organisasi
b. Memberikan fasilitas komunikasi dan berbagai informasi dari best practices
diantara organisasi pendidikan dan tipe-tipe organisasi yang lain.
c. Memelihara perkembangan kemitraan yang melibatkan sekolah-sekolah,
industri dan organisasi lain.
d. Melayani sebagai alat kerja untuk memahami dan memperbaiki kinerja
organisasi, dan menuntun dalam perencanaan dan pelatihan organisasi

Universitas Indonesia
17

Sasaran kriteria kinerja bermutu tinggi menurut Indonesian Quality Award


Foundation (2007), dirancang untuk membantu perusahaan atau organisasi
menggunakan pendekatan yang terintegrasi dalam mengelola kinerjanya, yang
bermuara pada :
a. Penyampaian nilai terbaik yang bisa dibuat kepada pelanggan dan
stakeholder sehingga dapat berkontribusi pada ketahanan dan
keberlanjutan perusahaan atau organisasi.
b. Perbaikan efektifitas dan kapabilitas perusahaan atau organisasi secara
keseluruhan.
c. Terjadinya pembelajaran organisasi maupun pembelajaran karyawan.

Gaspersz (2007) menyatakan, terdapat enam alasan yang mendasar mengapa


organisasi-organisasi lokal maupun kelas dunia memilih MBA sebagai kerangka
kerja dari sistem manajemen mereka yaitu :
a. Baldrige Assessment mampu mengidentifikasi setiap kekuatan dan kesempatan
untuk perbaikan atau opportunities for improvement (OFI) dari berbagai area
dalam organisasi yang berkaitan dengan tujuh kriteria MBA.
b. Baldrige Assessment memberikan kerangka kerja untuk peningkatan menuju
keunggulan kinerja dengan memberikan kebebasan kepada manajemen untuk
melaksanakan strategi bisnis mandiri dan program-program peningkatan
keunggulan kinerja.
c. Baldrige Assessment merupakan kerangka kerja manajemen terintegrasi,
mencakup semua faktor yang mendefinisikan organisasi, proses operasional dan
hasilhasil kinerja yang jelas dan terukur.
d. Baldrige Assessment berfokus pada persyaratan-persyaratan untuk mencapai
keunggulan kinerja, bukan sekedar aplikasi, prosedur, alat atau teknik.
e. Baldrige Assessment mudah beradaptasi dengan lingkungan bisnis, dapat
diterapkan pada organisasi besar maupun kecil, organisasi lokal yang hanya
beroperasi di suatu negara maupun kelas dunia yang beroperasi di banyak negara.
f. Baldrige Assessment telah terbukti merupakan praktik manajemen global yang
valid untuk meningkatkan keunggulan kinerja organisasi.

Universitas Indonesia
18

Alasan lain menggunakan MBA dalam melakukan pengukuran kinerja


manajemen yaitu dapat meningkatkan kecepatan proses dan kualitas, membangun
sistem kerja yang tinggi, menerjemahkan visi dan misi ke dalam strategi, dan
membangun kesetiaan konsumen. Kriteria Baldrige memiliki fokus pada
keunggulan kinerja untuk keseluruhan organisasi dalam kerangka manajerial yang
menyeluruh, mengidentifikasi dan menelusuri semua hasil-hasil organisasi yaitu
pelanggan, produk/ jasa, keuangan, sumber daya manusia dan efektivitas organisasi.
Pengukuran kualitas menggunakan Kriteria Baldrige memberi keuntungan
karena memungkinkan organisasi melakukan Penilaian Mandiri (self assessment).
Pengukuran mandiri berdasarkan Kriteria Baldrige dapat dilakukan pada berbagai
jenis organisasi baik bisnis, nirlaba, pendidikan maupun kesehatan. Kriteria MBA
juga dipakai untuk menyelesaikan masalah untuk mengetahui besarnya nilai kinerja
perusahaan, posisi perusahaan di pasar, kelebihan dan kekurangan perusahaan serta
mendapat kriteria kompetitif dan penetapan prioritas. Sementara itu, Kriteria MBA
juga telah diterapkan sebagai salah satu alat manajemen kualitas pada penyusunan
strategi berdasarkan kondisi perusahaan baik internal maupun eksternal. Penerapan
MBA tidak terbatas pada kebutuhan bisnis, tetapi juga masuk dalam bidang
pelayanan kesehatan.

2.3 Tujuan Malcolm Baldrige Assessment


Secara umum MBA bertujuan untuk mengukur kinerja. Sauatu perusahaan atau
organisasi jika ingin meningkatkan daya saing bagi suatu perusahaan atau
organisasi menurut Haris (dalam Saputra, 2008) adalah:
a. Membantu meningkatkan praktik-praktik kinerja organisasi, kemampuan dan
hasil-hasil.
b. Memudahkan komunikasi dan sharing informasi tentang praktik-praktik terbaik
di antara organisasi-organisasi.
c. Sebagai alat manajemen untuk memahami dan mengelola kinerja serta sebagai
pedoman perencanaan dan kesempatan untuk pembelajaran.

Universitas Indonesia
19

Keuntungan yang diperoleh dalam aplikasi MBCfPE dikarenakan organisasi


tersebut dapat mengetahui laporan mengenai hal-hal berikut di bawah ini:11
a. Key Themes Summary – sintesis pada yang paling penting, kekuatan dan peluang
untuk memperbaiki pendekatan organisasi dan hasil analisa.
b. Comments – tindakan, dirinci pada kekuatan dan peluang untuk perbaikan tiap
criteria, spesifikasi organisasi, dan membantu memprioritaskan usaha perbaikan.
c. Individual Scoring Range – Untuk tiap kriteria, kita dapat menerima range
penilaian 10 % seiring dengan menghitung kekuatan dan peluang perbaikan
relatif organisasi.
d. Scoring Distribution – persentase aplikan yang dinilai pada tiap kriteria.

Dengan adanya laporan, kita dapat melihat jumlah skor atau penilaian dari
penerapan model MBA, sehingga dapat diketahui setinggi apa performa organisasi
selama ini, dan juga hal-hal apa saja yang perlu dipertahankan atau diperbaiki dari
organisasi tersebut.

2.4 Fungsi Malcolm Baldrige Assessment


MBA berfungsi sebagai tool yang mengukur dan mengevaluasi kinerja
manajemen. Institusi yang dapat menerapkan MBA ini antara lain perusahaan
dengan kategori usaha manufaktur, jasa, dan bisnis kecil, serta institusi kesehatan
dan pendidikan. Dengan adanya MBA dapat membantu organisasi menghadapi
lingkungan dinamis, membangun sistem kerja yang tinggi, menerjemahkan visi dan
misi ke dalam strategi, membangun kesuksesan jangka pendek serta stabilitas
organisasi untuk jangka panajng (Gaspersz, 2002).

11
How to Interpret the Baldrige Criteria for Performance Excellence, Mark Graham Brown, 2008

Universitas Indonesia
20

2.5 Tujuh Kriteria Malcolm Baldrige Assessment

Gambar 2.1. Framework Kriteria Malcolm Baldrige Assessment


Sumber: How to Interpret the Baldrige Criteria for Performance Excellence, Mark Graham Brown,
2008

Terdapat tujuh kategori yang dinilai dalam MBA, yaitu:


1. Kepemimpinan/ Leadership (120 poin)
2. Perencanaan Strategik/ Strategic Planning (85 poin)
3. Fokus Pelanggan/ Customer Focus (85 poin)
4. Pengukuran, Analisis, dan Manajemen Pengetahuan/ Measurement, Analysis,
and Knowledge Management (90 poin)
5. Fokus Tenaga Kerja/ Workforce Focus (85 poin)
6. Fokus operasi kerja/ Operation Focus (85 poin)
7. Hasil-hasil/ Results (450 poin)

Skor total dari MBA adalah 1000 poin. Berikut ini adalah penjelasan dari
masing-masing kriteria dalam Baldrige assessment:
1. Leadership (120 poin)

Universitas Indonesia
21

Kepemimpinan menunjukkan bagaimana para pemimpin senior bisa


memandu dan menopang organisasi, mengatur visi organisasi, nilai-nilai, dan
ekspetasi performance. Perhatian diberikan kepada bagaimana para pemimpin
senior berkomunikasi dengan staff, mengembangkan masa depan para pemimpin,
dan menciptakan suatu lingkungan yang mendorong perilaku etis dan formance
yang tinggi. Kategori ini juga meliputi sistem penguasaan organisasi, di mana
penguasaan organisasi dilakukan secarara sah dan bertanggung jawab etis
kepada publik, mendukung masyarakatnya, dan juga menyokong kesehatan
masyarakat. Kategori Leadership dibagi ke dalam dua sub kategori/item yang
akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Senior Leadership (70 poin)
Item penilaian senior leadership menguraikan bagaimana para pemimpin
senior memandu dan menopang organisasi. Item penilaian ini akan
menggambarkan bagaimana para pemimpin senior berkomunikasi dengan
mengorganisir dan mendorong performance yang tinggi. Dalam item ini
terdapat dua poin yang akan menjadi acuan dalam proses scoring, yakni:
1) Vision, Values and Mission
2) Communication and Organizational Performance
b. Governance and Societal Responsibilities (50 poin)
Item penilaian Governance and Societal Responsibilities menguraikan
mengenai sistem penguasaan organisasi. Item penilaian ini juga menguraikan
bagaimana organisasi menunjukkan tanggung jawabnya kepada publik,
memastikan perilaku etis, membangun hubungan yang baik, dan berperan
untuk kesehatan masyarakat. Dalam item ini terdapat tiga poin yang akan
menjadi acuan dalam proses scoring, yakni:
1) Organizational Governance
2) Legal and Ethical Behavior
3) Societal Responsibilities and Support of Key Communities
2. Strategic Planning (85 poin)
Kategori perencanaan strategis menguji bagaimana cara mengembangkan
sasaran hasil dan rencana tindakan strategis. Hal yang juga diuji adalah

Universitas Indonesia
22

bagaimana cara memilih sasaran hasil dan rencana tindakan yang strategis untuk
disebarkan dan diubah jika keadaannya berubah, dan bagaiamana kemajuan
dalam mengukurnya. Kategori Strategic Planning kemudian dibagi kedalam dua
item yaitu sebagai berikut:
a. Strategy Development (40 poin)
Item ini menguraikan bagaimana cara organisasi menetapkan strateginya dan
sasaran hasil yang strategis, mencakup bagaimana menunjukkan tantangan
strategis, meringkas sasaran hasil strategis dan tujuan. Dalam item ini terdapat
dua poin yang akan menjadi acuan dalam proses scoring, yakni:
1) Strategy Development Process
2) Strategic Objectives
b. Strategy Implementation (45 poin)
Stategy Implementation menguraikan bagaimana organisasi mengkonversi
sasaran hasil yang strategis ke dalam rencana tindakan yang berhubungan
dengan ukuran performance atau kunci indikator. Merancang organisasi
untuk performance masa depan pada ukuran performance atau kunci
indikator. Dalam item ini terdapat dua poin yang akan menjadi acuan dalam
proses scoring, yakni:
1) Action Plan Development and Deployment
2) Performance Projections
3. Customers Focus (85 poin)
Fokus terhadap pelanggan menguji bagaimana suatu organisasi
menentukan kebutuhan, harapan, dan pilihan pelanggan. Hal lainnya yang diuji
adalah bagaimana organisasi membangun hubungan pelanggan, menentukan
faktor pokok yang mendorong ke arah tujuannya, kepuasan dan kesetiaan
pelanggan dan juga ekspansi ke pelayanan kesehatan dan perluasan. Kategori ini
selanjutnya dibagi lagi menjadi dua item, yaitu:
a. Voice of The Customer (45 poin)
Item ini menguraikan bagaimana organisasi menentukan kebutuhan, harapan,
pilihan pelanggan dan juga pasar untuk memastikan keterkaitan jasa
pelayanan kesehatan dan mengembangkan peluang baru dalam jasa

Universitas Indonesia
23

pelayanan kesehatan. Dalam item ini terdapat dua poin yang akan menjadi
acuan dalam proses scoring, yakni:
1) Patient and Stakeholder Listening
2) Determination of Patient and Stakeholder Statisfaction and Engagement
b. Customer Engagement (40 poin)
Item ini menguraikan bagaimana organisasi membangun hubungan untuk
memperoleh, mencukupi, dan mempertahankan pelanggan, meningkatkan
kesetiaan dan untuk mengembangkan peluang baru jasa pelayanan kesehatan.
Item ini juga menguraikan bagaimana organisasi menentukan kepuasan
pasien dan pelanggan lain. Dalam item ini terdapat dua poin yang akan
menjadi acuan dalam proses scoring, yakni:
1) Health Care Service Offering and Patient and Stakeholder Support
2) Building Patient and Stakeholder Relationship
4. Measurement, Analysis, and Knowledge Management (90 poin)
Kriteria measurement, analysis, and knowledge ini menguji bagaimana
suatu organisasi memilih, mendapatkan, menganalisa, mengatur, dan
mengembangkan data, informasi, dan aset pengetahuan yang dimilikinya. Selain
itu juga menguji bagaimana suatu organisasi meninjau ulang performanya.
Dalam kriteria ini terdapat dua sub kriteria yang akan memudahkan penguji
dalam melakukan scoring, yaitu:
a. Measurement, Analysis, and Improvement of Organization Performance (45
poin)
Menggambarkan bagaimana suatu organisasi mengukur, menganalisa,
menyusun, meninjau ulang, dan mengembangkan performanya sebagai
penyedia layanan kesehatan pada semua level. Dalam item ini terdapat tiga
poin yang akan menjadi acuan dalam proses scoring, yakni:
1) Performances Measeurement
2) Performances Analysis and Review
3) Performances Improvement
b. Management of Information, Knowledge, and Information Technology (45
poin)

Universitas Indonesia
24

Menggambarkan bagaimana suatu organisasi memastikan kualitas dan


ketersediaan data dan informasi yang diperlukan oleh staff, supplier, partner
lain, pasien dan pelanggan lainnya. Selain itu, juga menngambarkan
bagaimana suatu organisasi membentuk dan mengatur pengetahuan yang
dimilikinya. Dalam item ini terdapat dua poin yang akan menjadi acuan dalam
proses scoring, yakni:
1) Data, Information, and Knowledge Management
2) Management of Information Resources and Technology
5. Workforce Focus (85 poin)
Kriteria workforce focus memeriksa kemampuan organisasi untuk menilai
kapabilitas dan kapasitas tenaga kerja serta membangun lingkungan kerja yang
kondusif untuk kinerja yang baik. Kriteria workforce focus juga melihat
bagaimana organisasi menggerakkan, mengelola, dan mengembangkan potensi
tenaga kerja sejalan dengan misi organisasi, strategi, dan rencana tindakan
perusahaan. Terdapat dua sub kriteria yang akan memudahkan penguji
melakukan scoring, yaitu:
a. Work Environment (40 poin)
Menggambarkan bagaimana organisasi mengatur kapabilitas dan kapasistas
staff untuk menyelesaikan pekerjaan organisasi tersebut. Juga untuk
menggambarkan bagaimana organisasi memelihara keselamatan, keamanan,
dan iklim kerja yang mendukung. Dalam item ini terdapat dua poin yang akan
menjadi acuan dalam proses scoring, yakni:
1) Kapabilitas dan kapasitas tenaga kerja
Meliputi pertanyaan tentang skill, kompetensi, dan level staff. Termasuk
juga bagaimana merekrut staff baru, cara menyelesaikan pekerjaan, dan
cara mempersiapkan staff untuk pergantian manajemen.
2) Iklim Kerja
Menggambarkan bagaimana suatu organisasi memelihara keselamatan,
keamanan, dan lingkungan kerja yang mendukung. Juga menggambarkan
bagaimana cara organisasi mengatur staffnya melalui kebijakan.
b. Workforce Engagement (45 poin)

Universitas Indonesia
25

Menggambarkan bagaimana organisasi bergerak, mengkompensasi, dan


memberi penghargaan terhadap staff untuk mencapai kinerja tinggi. Selain itu
juga menggambarkan penilaian terhadap keterlibatan tenaga kerja dan
menggunakan hasilnya untuk mencapai kinerja tinggi. Workforce
Engagement juga menggambarkan bagaimana staff dan pemimpin
dikembangkan untuk mencapai kinerja yang tinggi. Dalam sub kriteria ini
terdapat tiga poin yang akan menjadi acuan dalam proses scoring, yakni:
1) Workforce performance
2) Assessment of workforce engagement
3) Workforce and leader development
6. Operation Focus (85 poin)
Kriteria ini menguji bagaimana organisasi mendesain, mengelola, dan
meningkatkan kerja sistem dan proses kerja untuk kepuasan pasien dan
stakeholder serta mencapai keberhasilan organisasi dan keberlanjutannya.
Selain itu juga menguji kesiapan organisasi untuk keadaan darurat. Terdapat
dua sub kriteria yang akan memudahkan penguji dalam melakukan scoring.
a. Work System (45 poin)
Sub kriteria ini menguji bagaimana organisasi mendesain, mengelola, dan
meningkatkan kerja sistem untuk kepuasan pasien dan stakeholder. Juga
menguji bagaimana organisasi menyiapkan diri untuk keadaan darurat dan
mencapai keberhasilan yang berkelanjutan. Dalam sub kriteria ini terdapat
tiga poin yang menjadi acuan scoring, yaitu;
1) Work system design
2) Work system management
3) Emergency readiness
b. Work Process (40 poin)
Sub kriteria ini menguji bagaimana organisasi mendesain, menegelola, dan
meningkatkan kunci proses kerja untuk kepuasan pasien dan stakeholder
juga untuk menguji bagaimana cara mencapai keberhasilan yang
berkelanjutan. Terdapat dua poin yang menjadi acuan dalam scoring, yaitu:
a. Work process design

Universitas Indonesia
26

b. Work process management


7. Organizational Performance Result (450 poin)
Kriteria ini menguji kinerja dan peningkatan dari organisasi dalam lingkup
hasil dari layanan kesehatan dan layanan yang diberikan, kepuasan pasien dan
customer lainnya, kinerja dari financial dan pasar, hasil-hasil dari staff dan
sistem kerja, kinerja operasional, tanggung jawab kepemimpinan dan
masyarakat. Tingkat dari kinerja ini juga akan diuji oleh para pesaing dan
organisasi lainnya yang bergerak dalam bidang yang sama, yaitu layanan
kesehatan. Dalam kriteria ini terdapat lima sub kriteria yang akan memudahkan
penguji dalam melakukan scoring.
a. Health Care and Process Outcomes (100 poin)
Merupakan hasil akhir dari kinerja pelayanan kesehatan suatu organisasi
dan juga merupakan hasil dari pasien dan kelompok customer lain, dan
pangsa pasar yang terkait. Termasuk data perbandingan yang diperlukan.
Dalam sub kriteria ini terdapat tiga poin yang akan menjadi acuan dalam
proses scoring, yakni:
1) Patient-focused health care results
2) Operational process effectiveness results
3) Strategy implementation results
b. Customer-Focused Outcomes (90 poin)
Merupakan hasil-hasil yang berfokus pada pasien dan stakeholder,
termasuk kepuasan, ketidakpuasan, dan keterlibatan pasien serta
stakehorder. Juga menunjukkan hasil yang telah dicapai organisasi pada
kelompok customer dan pangsa pasar yang terkait. Termasuk juga data
perbandingan yang ada. Dalam sub kiriteria ini terdapat dua poin yang
akan menjadi acuan dalam proses scoring, yakni:
1) Patient and stakeholder satisfication
2) Patient and stakeholder engagements
c. Workforce-Focused Outcomes (80 poin)
Merupakan ringkasan dari hasil kunci workforce-focused untuk
lingkungan kerja dan keterlibatan staff. Segmentasikan hasil tersebut

Universitas Indonesia
27

untuk menyelasaikan masalah keberagaman staff dan kelompok-kelompok


staff. Termasuk juga data yang sesuai. Dalam sub kriteria ini terdapat
empat poin yang menjadi acuan dalam proses scoring, yaitu:
1) Workforce capability and capacity
2) Workforce climate
3) Workforce engagement
4) Workforce development
d. Leadership and Governance Outcomes (80 poin)
Merupakan kesimpulan dari hasil-hasil penguasa dari layanan kesehatan,
pemimpin senior, dan tanggung jawab masyarakat. Termasuk bukti dari
tingkah laku yang etis, perhitungan pajak, pemenuhan yang legal, dan
anggota organisasi. Segmen dari hasil-hasilnya adalah unit-unit
organisasi yang terrkait. Termasuk data perbandingan yang ada. Poin
yang menjadi acuan dalam scoring yaitu:
1) Leadership
2) Governance
3) Law, regulation, and accreditation
4) Ethics
5) Society
e. Financial and Market Outcomes (80 poin)
Merupakan kesimpulan dari layanan kesehatan masyarakat dan
keuangan suatu organisasi sebagai hasil dari segmen pasar dan
stakeholder atau pasien yang terkait. Termasuk data perbandingan yang
ada. Dalam sub kriteria ini terdapat dua poin yang akan menjadi acuan
dalam proses scoring, yakni:
1) Financial erformance
2) Marketplace performance

Ketujuh kriteria penilaian atau pengukuran kinerja dari MBA dapat


digunakan oleh industri jasa pelayanan kesehatan yang disebut Performance

Universitas Indonesia
28

Excellence for Health Care Based on MBNQA. Kriteria ini dibangun berdasarkan
landasan dari 11 konsep yang dirangkum sebagai berikut :

1. Kepemimpinan Visioner (Visionary Leadership)


Kepemimpinan visioner merupakan arah dan cara pandang, serta nilai-nilai yang
harus dimiliki oleh seorang pemimpin suatu organisasi. Pemimpin organisasi harus
menetapkan arah dan menciptakan fokus pada pelanggan, nilai-nilai yang jelas dan
terlihat, serta ekspektasi yang tinggi; ketiga hal tersebut harus menyeimbangkan
kebutuhan dari pihak yang berkepentingan. Pada konsep kepemimpinan visioner
akan tercipta sebuah sistem kepemimpinan yang mencakup sebagai berikut :
a. Memberikan kebebasan yang terkendali kepada para karyawan untuk
menjadi inovatif dan kreatif.
b. Membangun kemmapuan dan pengetahuan para karyawan.
c. Memberikan inspirasi dan semangat yang tinggi kepada para karyawan
untuk selalu memberikan pelayanan dan kontribusi yang baik bagi
organisasi.
d. Menjadi role model melalui perilaku etika dan keterlibatan dalam
perencanaan, komunikasi, pelatihan, pengembangan kader, peninjauan
ulang kinerja organisasi, dan pengakuan terhadap hasil kinerja karyawan.

2. Keunggulan yang Didorong / Digerakkan Pelanggan (Customer – Driven


Excellent)
Kinerja dan kualitas organisasi dinilai oleh pelanggan. Organisasi harus
bertanggung jawab penuh agar setiap praktek bisnisnya memberi kontribusi nilai
kepada pelanggan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas
pelanggan sehingga dapat mengembangkan bisnis organisasi. Organisasi yang
dapat memuaskan pelanggan akan memiliki keunggulan. Keunggulan ini dapat
dimiliki oleh suatu organisasi apabila organisasi tersebut memperhatikan dan
mampu menerapkan dua komponen yaitu masa sekarang dan masa depan.
Komponen masa sekarang berarti memahami kainginan/hasrat pelanggan masa
sekarang. Sedangkan komponen masa depan berarti mengantisipasi

Universitas Indonesia
29

keinginan/hasrat pelanggan dimasa depan. Organisasi yang keunggulannya


digerakan oleh pelanggan tidak hanya memperhatikan karakteristik layanan, namun
juga feature dan karakteristik yang membedakan layanan dari organisasi lainnya.
Customer-Driven excellence merupakan suatu konsep strategis dimana
organisasi dituntut untuk mempertahankan kesetiaan pelanggan, menarik
pelanggan baru, dan mengembangkan segmen pasarnya. Customer-Driven
excellence tidak hanya berarti organisasi mengurangi kecacatan dan kesalahan serta
mengurangi komplain, melainkan bagaimana organisasi menjamin bebasnya
kecacatan dan kesalahan sehingga pelanggan merasa nyaman dan akan menjalin
hubungan baik dengan organisasi tersebut.

3. Pembelajaran Organisasi dan Pribadi (Organizational and Personal Learning)


Organizational and Personal Learning diperlukan untuk mencapai tingkat
kinerja yang tinggi. Pembelajaran organisasi merupakan suatu proses pembelajaran
yang memerlukan peningkatan terus-menerus dari pendekatan-pendekatan yang
ada, memimpin kepada sasaran-sasaran baru dan pendekatan-pendekatan baru.
Proses pembelajaran berarti bagian rutinitas sehari-hari; diterapkan pada individu,
unit kerja, dan departemen; digunakan untuk memecahkan akar permasalahan yang
terjadi; dan diperoleh dari kesempatan-kesempatan yang mengarah pada perbaikan
dan perubahan. Sumber pembelajaran meliputi ide-ide kreatif dari karyawan,
masukan dari pelanggan, sharing praktek-praktek kerja, dan benchmarking.
Pembelajaran organisasi dapat memberikan hasil berupa:
a. Peningkatan nilai kepada pelanggan melalui pelayanan yang baru dan
berkembang.
b. Mengembangkan kesempatan bisnis baru.
c. Mengembangkan proses/model bisnis yang baru dan berkembang.
d. Menurunkan tingkat kesalahan, produk cacat, waste, dan biaya yang
berhubungan.
e. Maningkatkan daya tanggap oleh cycle time performance.
f. Meningkatkan kinerja organisasi dalam membangun layanan kesehatan
masyarakat dan tanggung jawab sosial.

Universitas Indonesia
30

g. Meningkatkan produktifitas dan efektifitas keseluruhan sumber daya


yang dimiliki.

Selain pembelajaran organisasi, pembelajaran pribadi juga diperlukan karena


kesuksesan karyawan tergantung dari kesempatan dan kemampuan masing-masing
individu untuk mempelajari hal baru. Kesempatan ini dapat berupa pendidikan,
pelatihan, rotasi pekerjaan, pemberian reward, dan lainnya. Pembelajaran pribadi
dapat memberi hasil tidak hanya bagi pribadi tetapi juga dapat memberi hasil
kepada organisasi. Hasil pembelajaran pribadi berupa:
a. Perasaan puas karyawan terhadap organisasi.
b. Pembelajaran lintas fungsi dalam organisasi.
c. Membangun pengetahuan
d. Peningkatan penemuan – penemuan inovasi.

4. Pemberian nilai karyawan dan mitra kerja (valuating workforce members and
partners)
Kesuksesan organisasi bergantung pada pekerjaanya, yaitu dilihat dari sisi
pengetahuan, kemampuan, kreativitas, dan motivasi masing-masing individu.
Pemberian nilai kepada karyawan berarti organisasi berkomitmen kepada kepuasan,
perkembangan, dan perlakuan baik kepada para karyawan. Selain itu, organisasi
juga harus membangun hubungan kemitraan internal dan eksternal. Kemitraan
internal dapat dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan para karyawan melalui
serikat pekerja, pembentukan tim kerja yang memiliki kinerja tinggi dan lain-lain.
Kemitraan eksternal dapat dilakuakn dengan menjalalin hubungan yang baik
dengan pelanggan lainnya seperti supplier, organisasi sejenis, dan lain sebagainya.
Keberhasilan kemitraan internal dan eksternal dapat mengembangkan tujuan –
tujuan jangka panjang, yang berarti akan menciptakan dasar untuk investasi yang
saling menguntungkan masing-masing pihak.

5. Ketangkasan (Agility)

Universitas Indonesia
31

Agility memiliki pengertian sebagai suatu kapasitas untuk berubah dengan cepat
dan fleksibel. Agility berhubungan dengan siklus. Semakin tangkas suatu organisasi
dalam merespon keinginan pelanggan berarti semakin baik karena dapat mengambil
waktu lebih awal untuk menghadapi pesaingnya dan memudahkan organisasi dalam
mencapai tujuan jangka panjang. Organisasi sering membutuhkan sistem kerja yang
baru, penyederhanaan proses dan unit kerja, kemmapuan untuk berubah dari satu
proses ke proses lainnya untuk meningkatkan waktu respon. Waktu kinerja dari
suatu organisasi menjadi semakin genting dan waktu siklus menjadi kunci dalam
proses utama.

6. Berfokus pada Masa Depan (Focus on the Future)


Fokus pada masa depan berhubungan dengan faktor jangka pendek dan panjang
yang mempengaruhi organisasi dan pangsa pasar. Organisasi membutuhkan
orientasi yang kuat pada masa depan dan kemauan untuk membangun komitmen
jangka panjang kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengejar
pertumbuhan yang berkelanjutan dan menguasai pasar. Fokus pada masa depan
meliputi pengembangan pemimpin, pekerja, dan supplier; menciptakan kesempatan
untuk inovasi; dan mengantisipasi tanggung jawab dan perhatian publik.

7. Manajemen untuk Inovasi (Managing for Innovation)


Inovasi berarti suatu tindakan membuat perubahan yang bermakna untuk
meningkatkan pelayanan organisasi, program, dan proses; serta menciptakan nilai
baru kepada pihak yang berkepentingan. Inovasi harus memimpin organisasi
menuju dimensi baru dari kinerja. Inovasi tidak selalu berhubungan langsung
dengan bagian Research and Development (R&D), namun berhubungan erat
dengan seluruh sistem kerja dan proses kerja. Organisasi harus dikelola dan
diarahkan sedemikian rupa sehingga inovasi menjadi bagian dari budaya
pembelajaran. Inovasi juga harus diintegrasikan ke dalam kerja sehari-hari dan
didukung dengan perbaikan kinerja.

8. Manajemen berdasarkan Fakta (Management by Fact)

Universitas Indonesia
32

Sistem manajemen bergantung pada pengukuran dan analisis kinerja.


Pengukuran didapatkan dari kebutuhan dan strategi layanan. Pengukuran
menyediakan data dan informasi digunakan untuk mendukung
evaluasi,pengambilan keputusan, perbaikan dan inovasi. Dalam memilih
pengukuran harus mewakili faktor-faktor yang memimpin pada perbaikan biaya
pengeluaran; peningkatan pelanggan, operasioanal, finansial, dan kinerja yang baik.
Pengukuran kinerja yang dilakukan juga harus tepat sasaran, berdasarkan proses
spesifik, terkait dengan strategi bisnis organisasi dan melakukan perbandingan hasil
dengan strategi pesaing. Sebelum melakukan pengukuran, organisasi dapat
membuat indikator-indikator yang menunjukkan bahwa faktor tersebut
berpengaruh pada peningkatan kerja.

9. Tanggung Jawab Sosial (Sosial Responsibility)


Para pemimpin organisasi harus mampu menekankan tanggung jawab, etika
berperilaku, dan praktek menjadi warganegara yang baik kepada publik. Pemimpin
organisasi harus menjadi panutan yang berfokus pada etika dan perlindungan pada
kesehatan, keamanan, dan lingkungan masyarakat. Perencanaan yang dibuat
sebelumnya harus dapat mengantisipasi penyebab timbulnya permasalahan,
mempersiapkan tanggapan apabila terjadi masalah, dan menyediakan informasi dan
faktor pendukung untuk menjaga kepedulian, keamanan, dan kepercayaan
masyarakat.

10. Berfokus pada Hasil-hasil dan Penciptaan Nilai (Focus on Results and
Creating Values)
Pangukuran kinerja organisasi perlu juga memfokuskan hasil akan dicapai dan
menyeimbangkan hasil tersebut bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Hal ini
bertujuan untuk membangun kesetiaan dan kontribusi kepada masyarakat.
Keseimbangan itu nantinya akan memberikan komunikasi yang efektif mengenai
prioritas jangka pendek dan panjang, memonitor kinerja saat ini, dan
mempersiapkan dasar yang jelas untuk memperbaiki hasil. Fokus pada hasil perlu
untuk menunjukkan fleksibilitas mencapai hasil yang berbeda dari waktu ke waktu.

Universitas Indonesia
33

11. Sistem Perspektif (Perspective systems)


Sistem perspektif mengatur pengelolaan organisasi secara keseluruhan untuk
mencapai kesusksesan kinerja. Nilai inti dan tujuh kategori Baldrige assessment
telah bekerja sama dan mengintegrasikan suatu mekanisme untuk memastikan
kekonsistenan rencana, proses, pengukuran, dan tindakan secara keseluruhan.
Sistem perspektif meliputi cara pemimpin organisasi dalam memonitor, merespon,
dan mengatur kinerja berdasarkan pada hasil yang dicapai. Sistem perspektif dapat
juga berupa pengukuran kinerja, indikator, kompetensi inti dan pengetahuan
organisasi untuk membangun kunci strategis.

2.6 Pengukuran Kinerja dengan Malcolm Baldrige Assessment


2.6.1 Pengukuran kinerja
Konsep terakhir dari TQM adalah pengukuran kinerja. Salah satunya adalah
Malcolm Baldrige Assessment (MBA). Inti dari MBA adalah menganalisa dengan
fakta dari pada dengan perasaan (feeling). Mengatur perusahaan tanpa pengukuran
kinerja bagaikan seorang kapten kapal yang mengemudi tanpa peralatan, kapal akan
seperti berlayar dalam lingkaran. Sepertihalnya organisasi, pengukuran memegang
peran yang penting bagi kesuksesan atau kegagalan sebuah organisasi (Besterfield,
2003: 167). Tujuan dari pengukuran kinerja digunakan untuk meraih satu atau lebih
dari tujuh tujuan di bawah ini:
1. Menetapkan dasar pengukuran dan trend perusahaan.
2. Menentukan proses mana yang perlu diperbaiki.
3. Menunjukan proses pencapaian laba dan rugi.
4. Membandingkan tujuan dan kinerja sekarang.
5. Memberikan informasi untuk mengevaluasi individu atau tim.
6. Memberikan informasi untuk membuat keputusan.
7. Menentukan kinerja organisasi secara keseluruhan.

Perbaikan kualitas yang merupakan elemen dasar dari TQM juga perlu diukur,
sampai dimana keefektifan pelaksanaan CQI agar perbaikan yang selanjutnya dapat

Universitas Indonesia
34

terarah dan tepat sasaran. Menurut Paul Kunst dan Jos Lemink (2000: 1123) derajat
pelaksanaan CQI dapat diukur dengan Deming prize. The Malcolm Baldrige
Naional Quality Award (MBNQA) dan the European Quality Award (EQA).

2.6.2 The Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA)


Malcolm Baldrige National Quality Award (MBNQA) merupakan
penghargaan kualitas yang dibentuk di Amerika pada tanggal 20 Agustus 1987.
Nama Malcolm Baldrige diambil dari nama mantan Menteri Perdagangan Amerika.
MBNQA memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai perlunya kinerja
terbaik dan perbaikan kompetitif, sharing informasi dalam strategi kesuksesan dan
keuntungan menggunakan strategi ini. Penghargaan ini diberikan pada perusahaan
manufaktur, jasa, bisnis kecil, pelayanan kesehatan dan pendidikan. Organisasi
yang tidak tertarik mengikuti penghargaan ini dapat menggunakan kategori
MBNQA untuk mengukur pelaksanaan TQMnya (Besterfield, 2003: 160).
Kriteria penilaian/pengukuran kinerja yang dimiliki oleh MBNQA juga dapat
digunakan dalam industri jasa pelayanan kesehatan, kita menyebutnya performance
excellene for health care based on MBNQA. Dengan penerapan sistem manajemen
mutu secara menyeluruh dan metode pengukuran yang tepat maka perusahaan akan
menjadi perusahaan kelas dunia yang siap memenangkan persaingan
(aimsconsultant.com, 2006).

2.7 Sistem Penilaian pada Malcolm Baldrige Assessment (MBA)


Skor tanggapan terhadap setiap item pada kriteria dan umpan balik dari MBA
didasarkan pada dua dimensi evaluasi, yaitu dimensi proses dan hasil. Dimensi
proses mengacu pada bagaimana metode organisasi atau unit yang digunakan untuk
meningkatkan pemenuhan persyaratan item-item kategori ke-1 sampai dengan
kategori ke-6. Terdapat empat factor yang digunakan untuk mengevaluasi proses
yaitu approach, deployment, learning dan integration.

Universitas Indonesia
35

Tabel 2.1 Faktor Evaluasi Proses (ADLI)


Faktor Mengacu pada:
Approach (pendekatan) - Metode yang digunakan untuk menyelesaikan
proses
- Kesesuaian metode untuk persyaratan item
dan lingkungan operasional organisasi/ unit
- Efektivitas penggunaan metode
- Sejauh mana pendekatan ini berulang dan
didasarkan pada data yang dapat dipercaya
dan informasi

Deployment (Penyebaran) - Sejauh mana pendekatan telah diterapkan


dalam menangani persyaratan item yang
relevan dan penting untuk unit
- Sejauh mana pendekatan diterapkan secara
konsisten
- Sejauh mana pendekatan yang digunakan
(dieksekusi) oleh semua unit kerja yang
sesuai

Learning (belajar) - Menyempurnakan pendekatan melalui siklus


evaluasi dan perbaikan
- Mendorong perubahan terobosan pada
pendekatan melalui inovasi
- Berbagi perbaikan dan inovasi dengan unit
kerja terkait lainnya dan proses ke dalam unit

Integration (integrasi) - Sejauh mana pendekatan sejajar dengan


kebutuhan organisasi, diidentifikasi dalam
profil organisasi dan item-item proses lainnya
- Sejauh mana tindakan, informasi, dan sistem
peningkatan saling melengkapi seluruh proses
dan unit kerja
- Sejauh mana rencana, proses, hasil, analisis,
belajar, dan tindakan adalah harmonis di
seluruh proses dan unit kerja untuk
mendukung organisasi mencapai tujuan yang
luas

Sumber: How to Interpret the Baldrige Criteria for Performance Excellence, Mark Graham Brown,
2008 page 74

Kategori “hasil” mengacu pada keluaran dan hasil organisasi atau unit
dalam mencapai persyaratan dalam item 7.1 – 7.5 (pada kategori 7). Terdapat

Universitas Indonesia
36

empat faktor yang digunakan untuk mengevaluasi hasil yaitu levels, trends,
comparisons dan integration.

Tabel 2.2 Faktor Evaluasi Hasil (LeTCI)


Faktor Mengacu pada:
Level (tingkat) - Tingkat kinerja saat ini
Trends (tren) - Tingkat perbaikan kinerja atau keberlanjutan
kinerja yang sudah baik
- Luasnya (tingkat penyebaran) dari hasil
kinerja
Comparison (perbandingan) - Kinerja relatif terhadap perbandingan yang
tepat, seperti dilakukan pada pesaing atau
organisasi serupa
- Kinerja relatif terhadap benchmark atau
pemimpin industri
Integration (integrasi) - Sejauh mana hasil tindakan (sering melalui
segmentasi) menangani pasien penting dan
stakeholder, pelayanan kesehatan, pasar,
proses, dan persyaratan kinerja rencana aksi
yang diidentifikasi dalam profil organisasi
dan dalam proses item
- Sejauh mana hasil mencakup indikator-
indikator yang valid dari kinerja masa depan
- Sejauh mana hasil diharmonisasikan di
seluruh proses dan unit kerja untuk
mendukung tujuan organisasi/ unit yang luas
Sumber: How to Interpret the Baldrige Criteria for Performance Excellence, Mark Graham Brown,
2008 page 74

Faktor-faktor evaluasi baik untuk proses maupun hasil merupakan hal-hal yang
dinilai dari setiap item pertanyaan dalam kuesioner. Penetapan skor untuk respon
item memiliki pedoman yaitu:
a. Semua area untuk mengatasi harus dimasukkan dalam respon item. Respon
harus mencerminkan apa yang penting bagi unit atau organisasi.
b. Dalam menetapkan skor untuk item, pertama menentukan skor rentang
(misalnya 50% - 65%) adalah yang paling deskriptif dari tingkat prestasi
unit seperti yang disajikan dalam respon item. Kebanyakan deskriptif dari
tingkat prestasi organisasi dapat emncakup beberapa kesenjangan dalam
satu atau lebih dari faktor ADLI (proses) atau faktor LeTCI (hasil) untuk

Universitas Indonesia
37

rentang skor yang dipilih. Tingkat prestasi organisasi didasarkan pada


pandangan holistik baik empat proses atau empat hasil dalam agregat dan
bukan pada menghitung-hitung atau merata-rata penilaian independen
terhadap keempat faktor tersebut.
c. Menetapkan skor aktual dalam kisaran yang dipilih memerlukan evaluasi
apakah respon item yang lebih dekat dengan pernyataan dalam kisaran skor
berikutnya yang lebih tinggi atau lebih rendah berikutnya. Sebuah item
proses dari skor 50% merupakan pendekatan yang memenuhi persyaratan
keseluruhan item, yang digunakan secraa konsisten dan unit kerja yang
paling baik, yang telah melalui beberapa siklus perbaikan, pembelajaran,
serta membahas kunci kebutuhan organisasi. Skor yang lebih tinggi
mencerminkan pencapaian yang lebih besar, ditunjukkan oleh penyebaran
yang lebih luas, pembelajaran organisasi yang siginifikan, dan peningkatan
integrasi.
d. Sebuah item hasil dengan skor 50% merupakan indikasi yang jelas dari
tingkat baik dari kinerja, tren yang menguntungkan, dan kesesuaian data
komparatif untuk daerah hasil tercakup dalam item dan penting untuk misi
organisasi. Skor yang lebih tinggi mencerminkan tren dan tingkat kinerja
yang lebih baik, kinerja komparatif yang kuat, cakupan yang lebih luas dan
integrasi dengan persyaratan organisasi dan misi.

Berikut adalah petunjuk penilaian pada proses dan hasil:

Tabel 2.3 Petunjuk Penilaian Proses


Skor Proses (Kategori 1-6)
- Tidak adanya pendekatan sistematis untuk
persyaratan item yang jelas, informasi
anekdotal (A)
1 - Penyebaran sedikit atau tidak ada dari setiap
pendekatan sistematis adalah jelas (D)
0% atau 5%
- Sebuah orientasi perbaikan tidak jelas,
perbaikan dicapai melalui reaksi terhadap
masalah (L)

Universitas Indonesia
38

Skor Proses (Kategori 1-6)


- Tidak ada keselarasan organisasi yang jelas,
masing-masing bidang atau unit kerja
beroperasi secara independen (I)
- Awal pendekatan sistematis dengan
persyaratan dasar item yang jelas (A)
- Pendekatan ini pada tahap awal dari
penyebaran dalam sebagian besar wilayah atau
unit kerja, menghambat kemajuan dalam
2 mencapai persyaratan dasar dari item (D)
- Tahap awal transisi dari reaksi terhadap
masalah ke orientasi perbaikan secara umum
10%, 15% , 20% atau 25%
yang jelas (L)
- Pendekatan ini selaras dengan daerah atau unit
kerja lain yang sebagian besar melalui
pemecahan masalah bersama (I)
- Sebuah pendekatan, sistematis efektif,
responsif terhadap kebutuhan dasar item, jelas
(A)
- Pendekatan ini digunakan, meskipun beberapa
3 daerah atau unit kerja dalam tahap awal
penyebaran (D)
30%, 35%, 40%, atau 45% - Awal pendekatan sistematis untuk evaluasi
dan perbaikan proses kunci jelas (L)
- Pendekatan ini pada tahap awal penyelarasan
dengan kebutuhan dasar organisasi
diidentifikasi dalam menanggapi profil
organisasi dan item proses lainnya.
- Sebuah pendekatan yang efektif, sistematis,
responsif terhadap kebutuhan dasar item, jelas
(A)
- Pendekatan ini baik digunakan, meskipun
penyebaran dapat bervariasi di beberapa
daerah atau unit kerja (D)
- Sebuah proses berdasarkan fakta, evaluasi
4 yang sistematis dan perbaikan dan beberapa
50%, 55%, 60%, atau 65%
pembelajaran organisasi, termasuk inovasi,
untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas
proses kunci (L)
- Pendekatan ini sesuai dengan kebutuhan
organisasi secara keseluruhan, diidentifikasi
dalam menanggapi profil organisasi dan item
proses yang lain (I)
- Sebuah pendekatan yang efektif, sistematis,
responsif terhadap kebutuhan beberapa item,
jelas (A)

Universitas Indonesia
39

Skor Proses (Kategori 1-6)


- Pendekatan ini baik digunakan, tanpa
5 kesenjangan yang signifikan (D)
- Berdasarkan fakta, evaluasi sistematis dan
70%, 75%, 80%, atau 85% perbaikan dan pembelajaran organisasi,
termasuk inovasi, merupakan kunci alat
manajemen, ada bukti yang jelas tentang
penyempurnaan sebagai akibat dari analisis
tingkat organisasi dan sharing (L)
- Pendekatan ini terintegrasi dengan kebutuhan
saat ini dan masa depan organisasi yang
diidentifikasi dari menanggapi profil
organisasi dan item proses lainnya (I)
- Sebuah pendekatan yang efektif dan
sistematis, sepenuhnya responsif terhadap
kebutuhan beberapa item, jelas (A)
- Pendekatan ini sepenuhnya dikerahkan tanpa
6 kelemahan signifikan atau kesenjangan dalam
bidang atau unit kerja (D)
90%, 95% atau 100% - Berbasis fakta, evaluasi sistematis dan
perbaikan, pembelajaran organisasi melalui
inovasi adalah kunci organizational – wide
tools, perbaikan dan inovasi didukung oleh
analisis yang jelas di seluruh organisasi (L)
- Pendekatan ini juga terintegrasi dengan
kebutuhan saat ini dan masa depan organisasi
yang diidentifikasi dalam menanggapi profil
organisasi dan item proses lainnya (I)
Sumber: How to Interpret the Baldrige Criteria for Performance Excellence, Mark Graham Brown,
2008 page 74

Tabel 2.4 Petunjuk Penilaian Hasil


Skor Hasil (Kategori 7)
- Tidak ada hasil kinerja organisasi (Le)
- Data tren baik tidak dilaporkan atau
menunjukkan terutama tren merugikan (T)
1 - Informasi komparatif tidak dilaporkan (C)
- Hasil tidak dilaporkan untuk setiap bidang
0% atau 5%
yang penting bagi pemenuhan misi organisasi
(I)
- Sebuah hasil kinerja beberapa organisasi
dilaporkan, responsif terhadap kebutuhan
dasar item dan tingkat kinerja awal yang baik
dan jelas (Le)

Universitas Indonesia
40

Skor Hasil (Kategori 7)


- Beberapa data tren yang dilaporkan, dengan
beberapa tren yang jelas merugikan (T)
2 - Informasi komparatif sedikit atau tidak
dilaporkan (C)
- Hasil dilaporkan untuk beberapa unit yang
10%, 15% , 20% atau 25%
penting bagi pemenuhan misi organisasi (I)
- Tingkat kinerja organisasi yang baik
dilaporkan, responsif terhadap kebutuhan
dasar item (Le)
- Beberapa data tren yang dilaporkan, dan
3 sebagian besar tren yang disajikan
menguntungkan (T)
30%, 35%, 40%, atau 45% - Tahap awal untuk memperoleh informasi
komparatif yang jelas (C)
- Hasil dilaporkan untuk banyak bidang yang
penting bagi pemenuhan misi organisasi (I)
- Tingkat kinerja organisasi yang baik adalah
dilaporkan, responsif terhadap kebutuhan
keseluruhan item (Le)
- Tren bermanfaat jelas dalam bidang yang
penting bagi pemenuhan misi organisasi (T)
- Beberapa tingkat kinerja saat ini telah
dievaluasi terhadap perbandingan yang relevan
4 dan atau patokan dan menunjukkan bidang
50%, 55%, 60%, atau 65%
kinerja relatif baik (C)
- Hasil kinerja organisasi dilaporkan untuk key
patient and stakholder, pasar dan persyaratan
proses (I)
- Untuk tingkat kinerja organisasi yang sangat
baik dilaporkan, responsif terhadap kebutuhan
beberapa item (Le)
- Tren menguntungkan telah dipertahankan dari
5 waktu ke waktu di sebagain besar wilayah
yang penting bagi pemenuhan misi organisasi
70%, 75%, 80%, atau 85% (T)
- Banyak dari sebagian besar tren dan tingkat
kinerja saat ini telah dievaluasi terhadap
perbandingan yang relevan dan atau tolak ukur
dan menunjukkan kepemimpinan dan kinerja
relatif sangat baik (C)
- Hasil kinerja organisasi dilaporkan untuk key
patient and stakholder, pasar dan persyaratan
rencana aksi (I)

Universitas Indonesia
41

Skor Hasil (Kategori 7)


- Untuk tingkat kinerja organisasi yang sangat
baik dilaporkan, responsif sepenuhnya
terhadap kebutuhan beberapa item (Le)
- Tren menguntungkan telah dipertahankan dari
6 waktu ke waktu di semua bidang yang penting
bagi pemenuhan misi organisasi (T)
90%, 95% atau 100% - Bukti industri dan patokan kepemimpinan
ditunjukkan di banyak daerah (C)
- Hasil kinerja organisasi dan proyeksi
dilaporkan untuk key patient and stakholder,
pasar dan persyaratan rencana aksi (I)
Sumber: How to Interpret the Baldrige Criteria for Performance Excellence, Mark Graham Brown,
2008 page 74

Skor total yang didapatkan oleh suatu unit atau organisasi menunjukkan di level
mana kinerja organisasi tersebut. Berikut adalah kroteria suatu unit atau organisasi
berdasarkan hasil penilaian menggunakan MBA.

Tabel 2.5 Kriteria Penilaian Organisasi Berdasarkan MBA


Skor yang diperoleh Kriteria Keterangan
876-1000 World leader Excellent
776-875 Bencmark leader
676-775 Industry leader
576-675 Emerging industry leader Average
476-575 Good performance
376-475 Early improvement
276-375 Early result Poor
0-275 Early development
Sumber: AIDA Consultant, 2016

Tabel 2.6 Panduan dan Skor Deskripsi Berdasarkan MBA


No Skor Deskripsi
1 0-275 Organisasi menunjukkan tahap awal
pengembangan implementasi approaches

Universitas Indonesia
42

persyaratan kategori, deployment yang lemah


serta menghambat kemajuan
Upaya perbaikan berfokus pada pemecahan
masalah
Sedikit hasil penting yang dilaporkan, namun
secara umum masih miskin trend dan data
pembanding
2 276-375 Organisasi menunjukkan approaches yang
sistematis dan efektif terhadap persyaratan
dasar item, tapi deployment di beberapa bidang
atau unit kerja masih dalam tahap dini
Organisasi telah mengembangkan orientasi
perbaikan secara umum yang memandang ke
depan
Organisasi memperoleh hasil dari approache-
nya dengan beberapa perbaikan dan kinerja baik
Penggunaan data pembanding dan trend dalam
tahap dini
3 376-475 Organisasi menunjukkan approaches yang
sistematis, efektif dan responsive terhadap
persyaratan dasar sebagian item, meskipun
deployment di beberapa bidang atau unit kerja
masih dalam tahap dini
Proses kunci mulai dievaluasi dan diperbaiki
secara sistematis
Hasil menunjukkan banyak bidang yang
penting bagi persyaratan kunci organisasi
dengan perbaikan dan atau kinerja baik yang
dicapai

Universitas Indonesia
43

Data pembanding dan trend diperoleh


dibeberapa bidang hasil yang penting
4 476-575 Organisasi menunjukkan approaches yang
sistematis, efektif dan responsive terhadap
persyaratan item dalam garis besar, tetapi
deployment bervariasi di beberapa bidang atau
unit kerja
Proses kunci emmperoleh manfaat dari evaluasi
dan perbaikan berbasis fakta, dan approaches
diselaraskan dengan kebutuhan organisasional
Hasil-hasil menunjukkan persyaratan kunci
pelanggan/ stakeholder, pasar dan proses, serta
menunjukkan beberapa area strength dan atau
kinera baik dengan pembandingan yang relevan
Tidak ada pola trend atau kinerja yang buruk di
bidang yang penting bagi persyaratan kunci
organisasi
5 576-675 Organisasi menunjukkan approaches yang
sistematis, efektif dan pada deployment dengan
baik, responsive terhadap persyaratan item
dalam garis besar
Organisasi menunjukkan proses evaluasi dan
perbaikan yang sistematis berbasis fakta serta
pembelajaran organisasi yang menghasilkan
perbaikan efektifitas dan efisiensi proses kunci
Hasil memenuhi hampir semua persyaratan
kunci pelanggan, pasar dan proses serta
menunjukkan bidang yang strength dengan
perbandingan yang relevan dan atau
brencmarks

Universitas Indonesia
44

Trend yang membaik dan atau kinerja baik


dilaporkan di hampir semua bidang yang
penting bagi persyaratan kunci organisasi
6 676-775 Organisasi menunjukkan approaches yang
sempurna responsive terhadap persyaratan
multiple item
Approaches ini bercirikan penggunaan ukuran
kunci, deployment yang baik, bukti adanya
inovasi, dan hasil yang sangat baik dihampir
semua bidang
Integrasi, pembelajaran dan berbagi
organisasional sebagai tools kunci manajemen
Hasil memenuhi banyak persyaratan kunci
pelanggan, pasar, proses dan action plan
Organisasi adalah leader industri dalam
beberapa bidang
7 776-875 Organisasi menunjukkan approaches yang
sempurna responsive terhadap persyaratan
multiple item
Organisasi menunjukkan inobasi, deployment
yang unggul dan perbaikan kinerja dan level
yang baik sampai unggul dalam hampir semua
bidang
Integrasi yang baik sampai unggul terbukti
dengan analisis, pembelajaran dan berbagi best
practice organisasional sebagai strategi kunci
manajemen
Kepemimpinan dalam industry dan beberapa
kepemimpinan brenchmark ditunjukkan dalam
hasil-hasil yang memenuhi sebagian besar

Universitas Indonesia
45

persyaratan kunci pelannggan, pasar, rposes dan


action plan
8 876-1000 Organisasi menunjukkan approaches yang luar
biasa berfokus kepada inovasi, deployment
penuh dan hasil kinerja yang unggul dan
berkelanjutan
Ada integrasi approaches dengan kebutuhan
organisasi yang unggul
Analisis, pembelajaran dan berbagi
organisasional tentang best practices yang
tersebar luas
Kepemimpinan nasional dan dunia ditunjukkan
dalam hasil-hasil yang memenuhi persyaratan
kunci pelanggan, pasar, proses dan action plan
secara penuh

2.8 Penelitian Terdahulu


Dalam penelitian Sunhe Lee (2002: 385) faktor-faktor yang mempengaruhi
perbaikan kualitas pada rumah sakit di Korea ada empat yaitu; faktor budaya,
teknis, strategi, dan struktur pendukung. Sama dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan O’Brien et. al (1995) dalam Sunhe Lee (2002:
384) O’Brien menyebut faktor budaya, teknis, strategi dan struktural
pendukung sebagai piramida CQI.
Penelitian yang dilakukan oleh Shortel (1995) dalam Sunhee Lee (2002, 389)
didapatkan bahwa tingkat pemberdayaan dan pelibatan karyawan
mempunyai pengaruh yang signifikan dalam memfasilitasi pelaksanaan
perbaikan kualitas.
Penelitian terdahulu oleh Sunhe Lee (2002: 387) komponen teknis dari
piramida CQI mempunyai pengaruh terkuat diantara faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan CQI lainnya. Secara khusus tingkat

Universitas Indonesia
46

penggunaan sistem informasi (misal, sistem komputerisasi otomatis) adalah


prediktor yang paling signifikan dalam pelaksanaan CQI.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Shortel (1995) dalam Sunhee Lee
(2002, 389) didapat hasil bahwa strategi organisasi berhubungan sangat
signifikan terhadap pelaksanaan CQI akan tetapi penemuan ini berkebalikan
dengan hasil penelitian Sunhee Lee (2002, 389). Sedangkan untuk faktor
struktural mempunyai pengaruh yang tidak signifikanhal ini dikarenakan;
elemen-elemen dari faktor struktural mempunyai dampak yang tidak
langsung terhadap pelaksanaan CQI, faktor ini hanya berfungsi sebagai
pendukung yang memungkinkan rumah sakit memenuhi kebutuhan faktor
kultur organisasi, teknis, dan strategi. Hal ini berlawanan dengan penemuan
Shortel (1995)
Sunhe Lee (2002: 385) dalam penelitiannya dalam pengukuran tingkat
pelaksanaan CQI pada rumah sakit di Korea digunakan kriteria the Malcolm
Baldrige National Quality Award.

2.9 Patient Safety (Keselamatan Pasien)


2.9.1 Definisi Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien didefinisikan sebagai layanan yang tidak mencederai
dan merugikan pasien ataupun sebagai suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi penilaian risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan keselamatan pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Keselamatan pasien
adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih
aman, dimana sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Keselamatan pasien adalah bentuk layanan yang diberikan oleh
suatu rumah sakit yang mengacu pada pencegahan insiden dan keamanan dalam

Universitas Indonesia
47

pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien, guna meningkatkan mutu


pelayanan. 12

2.9.2 Sasaran Keselamatan Pasien


Sasaran keselamatan pasien ada enam yang meliputi: (1) melakukan
identifikasi pasien secara tepat, (2) meningkatkan komunikasi yang efektif, (3)
meningkatkan keamanan penggunaan obat yang membutuhkan perhatian atau yang
perlu diwaspadai, (4) mengurangi risiko salah lokasi, salah pasien, dan prosedur
tindakan operasi, (5) mengurangi risiko infeksi nosokomial, (6) mengurangi risiko
pasien cedera karena jatuh.13

2.9.3 Macam Kejadian Keselamatan Pasien


Macam kejadian yang terkait dalam keselamatan pasien meliputi beberapa
istilah menurut Cahyono (2008) dan Permenkes RI (2011) yaitu: 14
a. Kejadian potensial cedera (KPC)
KPC atau reportable circumstances adalah suatu kondisi yang sangat
berpotensi untuk menimbulkan cedera, akan tetapi belum terjadi insiden.
b. Kejadian nyaris cidera (KNC)
KNC atau near miss didefinisikan sebagai kesalahan yang mungkin
terjadi namun tidak sampai mencederai pasien.
c. Kejadian tidak cedera (KTC)
KTC atau no harm incident adalah suatu insiden yang sudah terpapar ke
pasien akan tetapi tidak timbul cedera.
d. Kejadian tidak diharapkan (KTD)
KTD atau adverse event dapat diartikan sebagai cedera atau komplikasi
yang tidak diinginkan, yang dapat mengakibatkan timbulnya kecacatan,

12
Institute of Medicine (1999)
13
Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga
oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint
Commission International (JCI).
14
Institute of Medicine (1999)

Universitas Indonesia
48

kematian, atau perawatan yang lebih lama yang disebabkan oleh


manajemen medis dan bukan karena penyakit yang diderita.
e. Kejadian sentinel
Kejadian sentinel didefinisikan sebagai suatu KTD yang mengakibatkan
cedera serius bahkan kematian terhadap pasien.

2.9.4 Tujuan Keselamatan Pasien


Tujuan “keselamatan pasien”di rumah sakit adalah sebagai berikut:15
Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
Menurunnya KTD di rumah sakit
Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulngan KTD

2.9.5 Sasaran Keselamatan Pasien


Sasaran keselamatan pasien disiapkan untuk memudahkan dalam menilai
pencapaian program kesselamatan pasien di rumah sakit. Terdapat enam sasaran
keselamatan pasien, diantaranya yaitu:16
1. Ketepatan identifikasi pasien
2. Peningkatan komunikasi yang efektif
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
6. Pengurangan risiko pasien jatuh

15
KKP-RS No.001-VIII-2005
16
Permenkes 1691/Menkes/PER/VIII/2011 Bab IV Pasal 8 ayat 1 dan 2

Universitas Indonesia
49

BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA PIKIR DAN DAFTAR ISTILAH

3.1 Kerangka Teori

Gambar 3.1Kerangka Teori Kriteria Malcolm Baldrige Performance Excellence


Framework
Sumber: Criteria for Performance Excellence for manufacturing, service, small business and non
profit, Baldrige National Quality Program 2009-2010

Universitas Indonesia
50

3.2 Kerangka Pikir

Profil
Rumah Sakit

Kriteria Malcolm
Baldrige Assessment

Proses Hasil

Leadership Patient safety institutional performance


Strategic Planning Health care and process outcomes:
Customer Focus Sasaran Keselamatan Pasien – KARS
Measurement, Analysis, and Customer focused outcomes
Knowledge Management Workforce focus outcomes
Workforce Focus Leadership and governance
Operation Focus Financial and market outcomes

A-D-L-I Le-T-C-I
Strength/ OFI Strength/ OFI

Klasifikasi Kinerja Rumah


Sakit

Skor Kinerja Rumah Sakit

Continuous Improvement

Gambar 3.2 Kerangka Pikir Penelitian

Universitas Indonesia
51

3.3 Daftar Istilah


Tabel 3.1 Daftar Istilah
No Komponen Definisi
1 Leadership Kriteria ini ingin melihat bagaimana
para leader di organisasi menampilkan
kapasitasnya: bagaimana mereka
menetapkan visi dan tujuan organisasi;
dan kemudian mengkomunikasikannya
kepada setiap anggota. Juga apakah
leaders di organisasi Anda memiliki
kecakapan untuk mengelola dan
menginspirasi anak buahnya untuk
mencapai keunggulan kinerja.
1.1 Senior leadership Fungsi sistem kelembagaan untuk
mengkomunikasikan kebijakan
keselamatan pasien, masalah, dan
kegiatan untuk semua
pemangku kepentingan; aktif mencari
umpan balik dan penggunaan informasi
untuk
perbaikan dan menciptakan budaya
keamanan.
1.2 Social Responsibility pemantauan masalah kualitas
dan prosedur yang tepat berada di
tempat untuk pelaporan dan analisis
efek samping dan peningkatan
lembaga sistem keselamatan pasien.
2 Strategic Planning Kriteria ini mau melihat bagaimana
proses perumusan strategi ditetapkan
dilingkungan kantor Anda. Dan yang
tak kalah penting: apakah konten

Universitas Indonesia
52

No Komponen Definisi
strategi itu secara tepat merespon
dinamika perubahan lingkungan bisnis?
2.1 Strategic Development Bagaimana praktik keselamatan pasien
diidentifikasi dan diterjemahkan ke
tujuan lembaga.
2.2 Strategic Implementation Implementasi yang dilakukan institusi
untuk berkembang, memantau dan
meningkatkan rencana aksi untuk
menjamin keselamatan pasien.
keselamatan institusional dan unit rawat
rencana aksi dan sistem untuk
mempertahankan perbaikan dicapai
berada di tempat, direvisi dan diperbaiki
secara teratur.
3 Customer Management Apakah produk dan layanan yang
disediakan oleh organisasi sudah baik?
Atau hanya bermutu ala kadarnya?
Apakah produk atau layanan yang
dibentangkan oleh kantor selalu segar
nan inovatif; dan membuat para
pelanggan bisa tersenyum riang?
3.1 Patient, other customer, Pengetahuan dasar tentang patient
and healthcare market safety: Bagaimana lembaga kesehatan
knowledge menentukan harapan pasien dan
pengetahuan tepat dalam hal keamanan
pasien.
3.2 Patient and Other Tingkat kepuasan: Bagaimana lembaga
Customer Relationships memperoleh informasi dan umpan balik
and Satisfaction dari
pasien pada masalah keselamatan

Universitas Indonesia
53

No Komponen Definisi
pasien untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan.
4 Measurement, Analysis, and Pengukuran, analisis, dan pengelolaan
Knowledge Management pengetahuan (measurement, analysis,
and knowledge management). Kategori
ini meneliti bagaimana organisasi
memilih, mengumpulkan,
menganalisis, mengelola, dan
menyempurnakan data, informasi, dan
asset pengetahuan untuk mendukung
proses kunci perusahaan. Juga meneliti
bagaimana organisasi mengukur
kinerjanya.
4.1 Measurement and Pengukuran Kinerja: Bagaimana
Analysis of Institutional lembaga mengumpulkan, trek, dan
Performance analisis data keamanan pasien.
4.2 Information and Ketersediaan data dan informasi:
Knowledge Bagaimana lembaga memastikan bahwa
Management Informasi teknologi yang klinis
(komputerisasi, infus
pompa, sistem alarm, dll) adalah
handal, aman, dan mudah digunakan
5 Workforce Engagement fokus pada sumberdaya manusia
(human resources focus). Kategori ini
meneliti bagaimana organisasi
memungkinkan karyawan
mengembangkan potensi dirinya dan
bagaimana manajemen karyawan
selaras dengan objektif, strategi, dan
rencana tindakan perusahaan. Juga
mengetahui sejauh mana upaya

Universitas Indonesia
54

No Komponen Definisi
organisasi untuk membangun dan
mempertahankan lingkungan kerja dan
dukungan karyawan untuk kinerja
ekselen maupun terhadap
perkembangan pribadi dan organisasi.
5.1 Work Systems Kinerja staf manajemen: Bagaimana
lembaga
mendukung tinggi standar kinerja klinis
dan
keselarasan dengan klinis nasional
ukuran kinerja dan manajemen kasus
praktek terbaik.
5.2 Staff Learning and Pendidikan staf, Pelatihan, dan
Motivation Pengembangan: Bagaimana struktur
institusi dan mempromosikan
pendidikan yang efektif
dan pelatihan profesional untuk
mengembangkan dan meningkatkan
sistem keselamatan pasien.
5.3 Staff Well-being and Lingkungan Kerja: Bagaimana institusi
Satisfaction mempertahankan lingkungan kondusif
dalam hal keamanan pasien.
6 Operations Focus Kriteria ini mau mengukur bagaimana
kantor Anda mendesain dan mengelola
proses kerja kunci? Apakah setiap alur
proses sudah didesain dengan ramping
dan efisien? Atau masih banyak proses
kerja yang terlalu birokratis, tidak
saling terkoordinasi dengan baik, dan
justru menimbulkan banyak silang

Universitas Indonesia
55

No Komponen Definisi
sengketa diantara berbagai
bagian/departemen?
6.1 Patient Safety Sistem patient safety: Bagaimana
System lembaga memastikan pasien yang
memenuhi persyaratan keselamatan
setelah mendapatkan pelayanan
kesehatan.
6.2 Support Processes Proses dukungan keselamatan pasien:
Bagaimana lembaga departemen dan
keselamatan pasien antar departemen
terkoordinasi untuk mengurangi
variabilitas dalam pemberian layanan
kesehatan dan meningkatkan kinerja.
7 Patient Safety Results Hasil Keselamatan Pasien: Bagaimana
institusi memastikan pasien
keamanan.

Universitas Indonesia
56

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
kualitatif dengan melihat gambaran akan kondisi saat ini di bagian patient safety
RS. Tiara sebagai upaya Continuous Quality Improvement dengan pendekatan the
Malcolm Baldrige di Rumah Sakit Tiara Bekasi tahun 2015. Langkah-langkah
melakukan penelitian ini adalah:
1. Melakukan survey awal, identifikasi sistem organisasi (profil
organisasi).
2. Merancang daftar pertanyaan berdasarkan MBA.
3. Menyebar kuesioner untuk RS melakukan penilaian sendiri dan
wawancara serta FGD kepada unit/ bagian terkait.
4. Mengolah data yang diperoleh, kemudian disesuaikan dengan kriteria
MBA.
5. Memberikan penilaian pada setiap kriteria dan sub kriteria MBA.
Penilaian dibuat sesuai dengan ADLI dan LeTCI yang disesuaikan
dengan kriteria MBA.
6. Melakukan penilaian secara keseluruhan untuk mendapatkan skor akhir
kinerja.
7. Pembahasan untuk memberi rekomendasi guna meningkatkan kinerja
unit tersebut.

Universitas Indonesia
57

Start
Visi dan misi
Struktur organisasi
Profil Rumah Produk pelayanan
Sakit Kinerja RS

Proses Hasil

Leadership Patient safety institutional performance


Strategic Planning Health care and process
Customer Focus outcomes: Sasaran Keselamatan
Measurement, Analysis, and Pasien – KARS
Knowledge Management Customer focused outcomes
Workforce Focus Workforce focus outcomes
Operation Focus Leadership and governance
Financial and market outcomes

A-D-L-I Le-T-C-I
Strength/ OFI Strength/ OFI
Melalui statement dan
evidences RS

Matrik bantu
pemetaan

Tabel penilaian
(Scoring)

Tabel skor untuk Rekomendasi


kriteria

Stop

Gambar 4.1 Diagram Proses Penelitian

Universitas Indonesia
58

4.2 Lokasi Penelitian


Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilaksanakan di Rumah Sakit Tiara
Bekasi, unit Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) yang berlokasi di Jl. Raya Babelan
No. 63, Kelurahan Kebalen, Kecamatan Babelan, Kab. Bekasi 17610.

4.3 Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2016,
dengan waktu pengambilan data di RS Tiara pada bulan November-Desember 2016.

4.4 Informan Penelitian


Informan yang digunakan dalam pengumpulan data ini diantaranya yaitu:

Wawancara Mendalam dan FGD:


Direktur Utama
Bidang Pelayanan Medik
Komite Mutu

Telaah dokumen:
Bagian Mutu
Rekam medis
Marketing
SDM

4.5 Instrumen Penelitian


Instrumen kualitatif dalam hal ini adalah pedoman untuk wawancara mendalam
dan instrumen kelengkapan data sekunder dengan telaah dokumen. Instrumen
penelitian terlampir.

4.6 Metode Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a. Data Primer

Universitas Indonesia
59

Dilakukan wawancara mendalam dengan pihak-pihak yang terkait


dengan keselamatan pasien yaitu direktur utama, kepala bagian mutu,
bagian SKP (Sasaran Keselamatan Pasien) dan Focuss Group Discussion
(FGD) untuk mendapatkan informasi lebih mendalam dan konsensus terkait
proses dan penetapan poin yang terjadi.

b. Data Sekunder
Telaah dokumen dan data dari bagian rekam medis, data utilisasi,
data keuangan, data angka KTD, pendekatan sasaran keselamatan pasien,
hasil survei kepuasan pasien dan karyawan yang telah diseleksi tersebut
akan dimasukkan ke dalam kusioner yang telah disusun merujuk pada
pertanyaan penelitian. Studi kepustakaan juga dilakukan yang diperoleh dan
dikumpulkan dengan cara membaca, mempelajari dan mengutip pendapat
dari berbagai sumber buku, laporan, jurnal, atau dokumen rumah sakit dan
sumber lainnya.

4.7 Manajemen Data dan Analisis Data


Sumber data kualitatif dalam penelitian terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer terdiri atas data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung
dari sumber datanya melalui wawancara mendalam dengan para informan yang
telah ditentukan. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari berbagai
sumber dengan cara melakukan studi kepustakaan atau melalui literatur maupun
laporan, kajian regulasi yang berkaitan dengan penelitian ini. Teknik analisis data
dilakukan dengan content analysis (analisis isi). Data kualitatif yang diperoleh akan
dilakukan kategori data dan klasifikasi data yang mempunyai karakteristik sama
dan menyajikannya dalam bentuk matriks. Pengumpulan data kualitatif juga akan
dilengkapi dengan pengujian keabsahan data (triangulasi).
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk matriks dan narasi informasi hasil
wawancara, pengamatan dilapangan dan didukung dokumentasi administrasi.
Beberapa pernyataan informan dari hasil wawancara mendalam terhadap kriteria
dan item-item di MBA disajikan matriks dengan menarik intisasi atau temuan
penelitian. Hasil wawancara, telaah dokumen dan didukung hasil observasi

Universitas Indonesia
60

digunakan untuk menilai mutu RS Tiara dengan membuat skor berdasarkan


petunjuk skoring Malcolm Baldrige. Selanjutnya, skor akan dideskripsikan
berdasarkan tabel deskriptor dari Malcolm Baldige Assessment.

4.8 Validasi Data


Data yang didapatkan selama penelitian dilakukan uji validasi data dengan
teknis triangulasi data yang meliputi:
a. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber yaitu dengan cara membandingkan jawaban antar informan,
sehingga dapat diperoleh kecocokan dan kesimpulan atas jawaban tersebut.
b. Triangulasi Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kombinasi antara
wawancara, FGD dan telaah dokumen terkait dengan sasaran keselamatan
pasien di RS Tiara.

4.9 Etika Penelitian


Studi ini akan melalui kaji etik terlebih dahulu yang akan dilakukan di RS Tiara
Bekasi, setelah lolos kaji etik dan perizinan, maka ketika penyebaran kuesioner,
responden akan dimintakan persetujuan setelah penjelasan (informed consent).
Kerahasiaan data responden juga terjamin dan responden tidak akan teridentifikasi
secara individu.

Universitas Indonesia
61

BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

5.1 Penyajian Hasil dan Pembahasan Penelitian


Bab ini akan disajikan hasil penelitian terhadap penilaian mutu di Unit Sasaran
Keselamatan Pasien (SKP) Rumah Sakit Tiara Bekasi. Penyajian hasil akan
ditampilkan dalam bentuk narasi, gambar dan tabel yang menggambarkan
informasi kondisi saat ini di Unit SKP RS. Tiara Bekasi, dimana hasil yang
didapatkan dengan melalui proses tahapan pengumpulan data.
Pembahasan dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan hasil
penelitian dengan teori konsep yang ada serta dilengkapi dengan interpretasi dari
peneliti. Analisa dalam penelitian ini dilakukan dengan metode analisa isi (content
analysis) dari hasil wawancara, observasi lapangan dan telaah dokumen yang
kemudian dibandingkan dengan teori yang ada, sehingga akan didapatkan sesuai
dengan tujuan penelitian sebuah analisa mutu pelayanan di Unit SKP dengan
pendekatan metode kriteria Malcolm Baldrige di Rumah Sakit Tiara Bekasi.

5.2 Kendala dan Keterbatasan Penelitian


Pada proses penelitian ada beberapa kendala dan keterbatasan penelitian pada
saat pengumpulan data, diantaranya yaitu:
1. Keterbatasan peneliti terkait pengetahuan, kemampuan dan pengalaman
dalam melakukan penelitian ini dimana banyaknya item pertanyaan yang
juga harus disesuaikan dan dikondisikan untuk ruang lingkup unit SKP
menjadi kendala dan juga tantangan tersendiri, karena dalam hal ini peneliti
harus membuat pertanyaan menjadi lebih mudah dipahami tanpa mengurangi
makna yang sebenarnya untuk yang akan diteliti.
2. Metode Malcolm Baldrige lazimnya untuk menilai mutu organisasi secara
luas. Pada penelitian ini, peneliti membatasi untuk di Unit SKP suatu rumah
sakit, sehingga menjadi tantangan bagi peneliti untuk dapat memetakan suatu
penilaian terhadap mutu di unit patient safety.
3. Untuk dapat menilai mutu sebagai upaya continuous quality improvement di
Unit SKP Rumah Sakit Tiara Bekasi harus menggali secara keseluruhan

Universitas Indonesia
62

bagaimana proses dan hasil yang sesungguhnya. Sedangkan, Unit SKP di RS.
Tiara baru berjalan kurang lebih 3 bulan, dimana sebelumnya fokus pada
keselamatan pasien menjadi bagian di Unit Mutu, sehingga data yang
mendukung belum tercatat dan terdokumentasi dengan baik, sehingga ada
beberapa data yang tidak dapat digali secara spesifik.
4. Untuk hasil yang berkaitan dengan keuangan, peneliti tidak dapat
mendapatkan data yang menjadi keterbatasan peneliti untuk menggali
informasi terkait hasil dari item keuangan.

5.3 Hasil dan Pembahasan Penelitian


5.3.1 Profil Organisasi
Berawal dengan didirikannya klinik dan RB Tiara Bunda yang berada di bawah
naungan Yayasan Ananda Bahar. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan
pelayanan kesehatan yang bermutu di wilayah Babelan dan sekitarnya, maka
dibentuk PT. Maulida Fitria Medika yang bertujuan untuk memperluas usaha
pelayanan kesehatan yang menaungi berdirinya Rumah Sakit Tiara Bekasi.
Diprakarsai oleh dr. Benovry Karim, SpOG dalam rangka meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan yang ditunjang dengan sarana dan prasarana kesehatan yang
memadai dengan biaya yang dapat dijangkau oleh masyarakat di wilayah Babelan
dan sekitarnya yang sudah beroperasi terhitung tanggal 17 Agustus 2011. Rumah
Sakit Tiara berada di Jl. Raya Babelan No. 63, Kel. Kebalen, Kec. Babelan, Kab.
Bekasi 17610. Adapun akses menuju Rumah Sakit Tiara adalah sebagai dengan
transportasi menuju rumah sakit ini bisa langsung dicapai melalui angkutan umum
trayek terminal Bekasi – Babelan ( K-09 )

Universitas Indonesia
63

Gambar 5.1 Denah Lokasi Rumah Sakit Tiara Bekasi


Sumber: Profil Rumah Sakit Tiara, 2015

Bangunan RS Tiara memliki 3 lantai yang terdiri dari:


Lantai 1: untuk poli klinik, ruang pemeriksaan non invasif rawat jalan,
poli klinik penunjang (poli gigi, poli syaraf, poli interna), laboratorium,
pendaftaran pasien, farmasi, rekam medis, unit hemodialisa, fisioterapi,
radiologi, gizi dan UGD.
Lantai 2: ICU, OK, rawat inap dan perinatology.
Lantai 3: rawat inap, laundry dan kantor.

1. Acuan Rumah Sakit Tiara


b. Visi
Memberikan pelayanan kesehatan yang prima dan terjangkau bagi seluruh
lapisan masyarakat.
c. Misi
Menyediakan jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat
Berkualitas
Sarana yang modern

Universitas Indonesia
64

Petugas yang profesional


Tarif bersaing dan terjangkau
d. Motto
Melayani dengan sepenuh hati.

2. Struktur Organisasi Rumah Sakit Tiara


Berdasarkan Surat Keputusan Direktur No. 014/SK-DIRUT/RST/XII/2013
telah ditetapkan struktur organisasi Rumah Sakit Tiara. Secara umum struktur
organisasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Direktur : dr. Linda Bahar, MARS


2. Wadir Pelayanan Medis & Penunjang Medis : dr. Muh. Afton Hidayat, MARS
3. Wadir Umum & Keuangan : Mahmudsyah, SE
4. Komite Medik : dr. Bennovry Karim, SpOG
5. Sub Komite Etika & Disiplin Profesi : dr. Muqawwimuddin, Sp. A
6. Sub Komite Kredensial : dr. Azri Nurizal, Sp.PD
7. Sub Komite Mutu Profesional : dr. Sunhadji Rubangi, Sp.BTKV
8. SPI : Ir. Syukri Bahar

Dalam melaksanakan tugasnya, Direksi PT. Maulida Fitria Medika


mempunyai wewenang atas pengangkatan dan pemberhentian Direksi Rumah Sakit
Tiara. Berikut merupakan uraian tugas dari struktur organisasi Rumah Sakit Tiara:

a. Direktur
Direktur bertanggung jawab atas penyusunan kebijaksanaan
pelaksanaan (memimpin, mengawasi dan mengkoordinasikan) seluruh
pekerjaan dan kegiatan Rumah Sakit Tiara yang dibantu oleh Komite
Medis.
b. Komite Medis
Komite Medis bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pembinaan
etika profesi, pengaturan wewenang profesi anggota Kelompok Staff
Medis (KSM), pengembangan serta memantau pelaksanaan standar
pelayanan yang telah dibuat oleh Direktur dan kelompok staf medis.

Universitas Indonesia
65

c. Wakil Direktur Medis & Penunjang Medis


Wakil Direktur Medis dan Penunjang Medis mempunyai tugas
memimpin, merencanakan, membina, mengendalikan, mengawasi dan
mengkoordinasikan tugas dalam kegiatan pelayanan medis, keperawatan
dan pelayanan penunjang medis. Wakil Direktur Medis dan Penunjang
Medis membawahi tujuh unit, yaitu:
1. Medical Record
2. Rehab Medik
3. Keperawatan
- IGD
- OK
- Kebidanan
- Perina
- Rawat Inap
- Rawat Jalan
4. Laboratorium
5. Radiologi
6. Instalasi Gizi
7. Instalasi Farmasi

d. Wakil Direktur Umum & Keuangan


Wakil Direktur Umum dan keuangan mempunyai tugas memimpin,
merencanakan, membina, mengendalikan, mengawasi dan
mengkoordinasikan tugas dalam kegiatan pelayanan umum. Wakil
Direktur Umum membawahi Bagian Umum yang mempunyai tugas
pokok merencanakan, mengatur, mengkoordinir, membimbing,
mengawasi, melaksanakan dan melaporkan pengelolaan bagian
pelayanan umum, akomodasi ruangan, akomodasi sarana kerja
kelengkapan sesuai dengan tugas dan wewenang yang dilimpahkan serta
kebijakan yang ditetapkan Direktur melalui Wakil Direktur Umum.
Untuk keuangan mempunyai tugas memimpin, merencanakan, membina,

Universitas Indonesia
66

mengendalikan, mengawasi dan mengkoordinasikan tugas dalam


kegiatan keuangan.
Wakil Direktur Keuangan membawahi bagian keuangan yang
mempunyai tugas pokok memimpin, merencanakan, mengendalikan,
mengawasi, membuat pencatatan dan pelaporan serta evaluasi tugas-
tugas yang berhubungan dengan keuangan dan akuntansi. Wakil Direktur
Umum dan Keuangan membawahi lima unit, yaitu:
1. Keuangan
a. Payroll dan verifikasi
b. Kasir
c. Payroll dokter
d. Penagihan
e. Accounting
2. Personalia dan HRD
3. Rumah Tangga
a. Umum dan logistic
b. Maintenance
c. Driver
d. Laundry
e. Satpam
f. Cleaning service
g. Parkir
4. IT
a. Software
b. Hardware
5. Humas dan Marketing
a. Front office

Universitas Indonesia
67

Gambar 5.2 Struktur Organisasi Rumah Sakit Tiara

Sumber: Profil RS Tiara, 2015

Universitas Indonesia
68

3. Aktivitas Usaha
Rumah Sakit Tiara memulai kegiatan operasionalnya sejak tahun 2011
dengan berbagai fasilitas kesehatan diantaranya:
Fasilitas Rawat Jalan
Unit Gawat Darurat (UGD)
Polikllinik umum
Klinik Hemodialisa
Medical Check Up (MCU)
Poliklinik gigi dan mulut
Poliklinik spesialis
- Spesialis penyakit dalam
- Spesialis anak
- Spesialis kebidanan
- Spesialis bedah umum
- Spesialis THT
- Spesialis mata
- Spesialis paru
- Spesialis bedah dan tulang
- Spesialis jantung dan pembuluh darah
- Spesialis kulit dan kelamin
- Spesialis saraf
Fasilitas Penunjang Medik
Laboratorium
Radiologi
Apotik
USG
EKG
CTG
Kamar operasi
Kamar bersalin
Konsultan gizi

Universitas Indonesia
69

Ambulans
Fasilitas Rawat Inap: Jumlah tempat tidur 100 TT
Perawatan kelas VIP (Ruang Gardenia)
Perawatan kelas Utama (Ruang Chrysant)
Perawatan kelas I (Ruang Tulip)
Perawatan kelas II (Ruang Soka)
Perawatan kelas III (Ruang Sakura)
Perawatan anak
Perawatan kebidanan
Ruang bayi
Ruang HCU, ICU, PICU dan NICU
e. Fasilitas Lain:
Tempat parkir
Cafetaria
ATM Center
Hot spot area

4. Sumber Daya Manusia (SDM)


Rumah Sakit Tiara memiliki tenaga kesehatan dan non kesehatan. Tenaga
kesehatan terdiri dari dokter spesialis, dokter umum, perawat, bidan, farmasi,
analis, radiographer, dan fisioterapi. Untuk tenaga non kesehatan sebagai tenaga
penunjang medik dan non medik. Jumlah SDM yang dimiliki oleh RS Tiara seperti
terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.1 Jumlah SDM di RS Tiara


SMU/SMK D3/ D4 S1 Total
Dokter Spesialis 0
Dokter Umum 0
Perawat 24 2 26
Bidan 54 54
Apoteker 1 1 2

Universitas Indonesia
70

SMU/SMK D3/ D4 S1 Total


Laboratorium 4 4
Radiologi 6 6
Fisioterapi 0
Rekam Medis 0
Administrasi 79 13 14 106
Total 83 98 17 198
Sumber: Data Kepegawaian, 2015

5. Peralatan Medik, Penunjang Medik dan Non Medik


a. Peralatan Medik dan Penunjang Medik
Untuk menunjang kegiatan pelayanan rumah sakit secara memadai
Rumah Sakit Tiara dilengkapi dengan peralatan medik dan Penunjang
medik yang relatif cukup lengkap. Peralatan medik dan Penunjang medik
yang tersedia di Rumah Sakit Tiara antara lain:

Unit Bersalin (VK)


Unit ini digunakan untuk melayani pasien yang melahirkan secara
normal dengan dilengkapi peralatan medik sebagai berikut:
- Vacum Extrator (2 set) untuk pertolongan bayi yang susah lahir;
- CTG, untuk mengidentifikasi janin pada saat persalinan;
- Unove, untuk penyedotan slaim;
- Dopler, untuk mengukur detak jantung dan janin;
- Suction set; untuk mensuction bayi yang baru lahir
- O2 Portable
- Ambubag dan peralatan melahirkan lainnya.

Unit Bedah (Ruangan OK)


Unit ini digunakan untuk melayani pasien yang harus menjalani
operasi pembedahan. Dari mulai operasi kecil, sedang, besar dan khusus
pun bisa dilakukan unit ini. Peralatan yang ada di Unit ini antara lain adalah
sebagai berikut:

Universitas Indonesia
71

- Instrument Bedah
- ECG dan Rususitator
- Respirator otomat, Try way
- Mayo Instrument besar (2 unit)
- Mayo Instrument Kecil
- Suction Darah (Vacum Laser)
- Laparoscopy dan Answarmer dll

Unit Radiologi (Rontgen)


Dengan menggunakan mesin rontgen ini dapat melayani rontgen
dengan kontras maupun tanpa kontras.

Unit Laboratorium
- Kimia darah & hematology
- Faeces dan urine
- Analisa Gas Darah (AGD)
- Serologi, dll

Unit Poli Gigi


Pada unit ini terdapat peralatan pemeriksaan gigi yang relatif cukup
lengkap, antara lain:
- Dental Unit.
- X-ray (Helidonte 60, Seimens).
- Viewer.
- Outoclay & Compresor Tank, serta penunjang lainnya.

Unit Perawatan Bayi


Unit ini dipergunakan untuk merawat bayi yang baru lahir. Peralatan
penunjang yang tersedia antara lain:
- Baby box dari kaca (10 unit).
- Incubator (2 unit).
- Fetal Doppler.

Universitas Indonesia
72

- Traction Equipment.
- EMO.
- Blue Light (4 unit).
- Oxygen Central.
- Unovex.

Unit Telinga Hidung dan Tenggorokan


- Kursi periksa dengan lampu sorot (1 unit)
- Nasal Aparatus.
- X-Ray Viewer, dll.

Instalasi Gawat Darurat (Emergency)


Pada unit ini terdapat berbagai peralatan yang digunakan untuk
menangani pasien gawat darurat antara lain :
- Tabung Oxigen dengan cungkup oksigen untuk terapi dan nebulasi.
- Alat ventilasi manual yang mampu memberikan 100% oksigen medis.
- Alat penghisap (suction).
- Laringoskop dan pipa endotracheal.
- Cairan infus dan set infus.
- ECG.
- Defribilator.
- Alat untuk memasang WSD.
- Set bedah minor.
- Set Tracheotomy.
- Respirator.
- Humidifier
- Resusitator, dll

b. Peralatan Penunjang Non Medik


Selain peralatan medik dan penunjang medik, peralatan non medik
juga mempunyai peranan yang sangat vital untuk menunjang kegiatan
rumah sakit. Peralatan non medik yang tersedia antara lain:

Universitas Indonesia
73

- Perlengkapan Dapur.
- Perlengkapan Laundry.
- Perlengkapan Housekeeping.

6. Hasil Telaah Dokumen Variabel Profil Rumah Sakit


Untuk dapat menggambarkan perkembangan pelayanan medis di RS Tiara
Bekasi dapat digunakan beberapa indikator yang biasa dimiliki oleh rumah sakit
pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.2 Pencapaian Kinerja RS Tiara Bekasi


Indikator Parameter 2013 2014 2015
BOR 60-85% 65.54% 71% 78%
AVLOS 6-9 hari 2.76 2.78 2.91
TOI 1-3 hari 2.19 1.77 1.5
BTO 40-50 /tahun 61.56 34.92 81.72
Sumber: Data Rekam Medis, 2013-2015

BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu.
Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat
tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR ideal adalah 60-85% (Depkes RI, 2005).
RS Tiara memiliki BOR yang ideal setiap tahunnnya.
AVLOS, adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping
memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu
pelayanan. AVLOS ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005), dan pencapaian di RS
Tiara meperlihatkan cenderung stabil berkisar 2-3 hari, namun masih di bawah nilai
ideal. Banyak fakor yang dapat mengakibatkan nilai pencapaian ini, dan
memerlukan pengamatan lebih lanjut.
TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke
saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur. Idealnya pada kisaran 1-3 hari. Pencapaian di RS Tiara
dalam rentang ideal, hal ini menunjukkan RS Tiara sudha mampu memberikan
tingkat efesiensi dalam penggunaan tempat tidur.
BTO, adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali
tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun,

Universitas Indonesia
74

satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali. Dari data di atas terlihat BTO di RS
Tiara di atas batas ideal yaitu pada tahun 2013 mencapai hampir 62 kali dan 2015
hampir 82 kali. Hal ini menunjukkan tingkat ketidakefisiensinya penggunaan
tempat tidur di RS Tiara.

5.3.2 Review dan Scoring Kriteria Malcolm Baldrige Assessment (MBA)


5.3.2.1 Penilaian Proses (ADLI)
Penilain proses mengacu pada metode yang digunakan dan diperbaiki oleh
rumah sakit dalam menjawab kategori satu sampai dengan kategori enam. Terdapat
empat faktor yang digunakan review ADLI (Approach, Deployment, Learning,
Integration), dilakukan penentuang strength dan OFI (Opportunities for
Improvement) rumah sakit berdasarkan dokumen aplikasi proses yang telah dibuat.
Strenght merupakan keunggulan atau kekuatan yang dimiliki rumah sakit yang
diidentifikasi dalam profil organisasi dan dokumen aplikasi, sedangkan OFI
merupakan kekurangan yang dimiliki rumah sakit yang dapat dijadikan bahan
evaluasi dimana hasil evaluasi tersebut dapat digunakan rumah sakit untuk
meningkatkan kinerja mereka. Penilaian proses RS Tiara menggunakan review
ADLI pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.3 Penilaian Proses ADLI Unit Sasaran Keselamatan Pasien


Rumah Sakit Tiara Bekasi
Self Assessment oleh RS Tiara Penilaian Oleh Peneliti
No Pertanyaan Rata- Rata-
A D L I A D L I
rata rata
1 Leadership (120 poin)
Senior Leadership: bagaimana
para pemimpin senior
membimbimbing dan
1.1 mengorganisasi dalam 2.60 2.60 2.40 2.00 2.40 2.60 2.40 2.40 2.00 2.35
pencapaian Sasaran
Keselamatan Pasien (SKP) (70
poin)
Tata kelola dan tanggung jawab
sosial: Bagaimana institusi
memastikan etika
1.2 2.83 3.00 2.33 2.33 2.63 2.67 2.83 2.50 2.17 2.54
komunikasi dengan pemangku
kepentingan dalam hal masalah
keselamatan pasien (50 poin)

Universitas Indonesia
75

Self Assessment oleh RS Tiara Penilaian Oleh Peneliti


No Pertanyaan Rata- Rata-
A D L I A D L I
rata rata
2 Strategic Planning (85 poin)
Pengembangan Strategi:
Bagaimana praktik keselamatan
2.1 pasien diidentifikasi dan 2.50 3.00 2.50 2.50 2.63 3.00 2.75 2.25 2.25 2.56
diterjemahkan ke tujuan
lembaga. (40 poin)
Strategi Deployment:
Bagaimana institusi
berkembang, monitor, dan
2.2 3.00 2.50 2.00 2.00 2.38 3.00 2.50 2.25 2.00 2.44
meningkatkan rencana aksi
untuk menjamin keselamatan
pasien (45 poin)
3 Customer Focus (85 poin)
Keterlibatan Pelanggan:
bagaimana Anda melibatkan
pelanggan untuk memenuhi
3.1 3.00 2.83 2.50 2.50 2.71 2.83 2.50 2.67 2.33 2.58
kebutuhan mereka dan
membangun hubungan dalam
pencapaian SKP (45 poin)
Suara Pelanggan: bagaimana
Anda mendapatkan dan
3.2 menggunakan informasi dari 2.50 2.50 2.17 1.83 2.25 2.50 1.83 1.83 2.00 2.04
pelanggan untuk pencapaian
SKP di RS (40 poin)
Measurement, Analysis, and
4 Knowledge Management (90
poin)
Pengukuran, analisis dan
peningkatan kinerja bagian
SKP: Bagaimana
4.1 3.75 3.75 3.25 2.75 3.38 3.75 3.50 2.75 2.50 3.13
mengumpulkan dan analisis
data terkait sasaran keamanan
pasien (45 poin)
Manajemen Informasi dan
Pengetahuan: Ketersediaan data
dan informasi: Bagaimana
lembaga memastikan bahwa
4.2 Informasi teknologi yang klinis 3.00 3.00 2.40 2.00 2.60 3.20 2.40 2.80 2.00 2.60
(komputerisasi, infus
pompa, sistem alarm, dll)
adalah handal, aman, dan
mudah digunakan (45 poin)
5 5. Workforce Focus (85 poin)
Keterlibatan tenaga kerja:
Bagaimana lembaga
mendukung tinggi standar
5.1 kinerja klinis dan keselarasan 2.43 2.57 2.14 2.14 2.32 2.43 2.29 2.14 2.00 2.21
dengan klinis nasional ukuran
kinerja dan manajemen kasus
praktek terbaik (45 poin)

Universitas Indonesia
76

Self Assessment oleh RS Tiara Penilaian Oleh Peneliti


No Pertanyaan Rata- Rata-
A D L I A D L I
rata rata
Staff learnning and motivation:
Lingkungan tenaga kerja:
Pendidikan staf, Pelatihan, dan
Pengembangan: Bagaimana
struktur institusi dan
5.2 mempromosikan pendidikan 3.20 3.00 3.00 2.90 3.03 3.30 3.20 2.80 2.60 2.98
yang efektif dan pelatihan
profesional untuk
mengembangkan dan
meningkatkan sistem
keselamatan pasien (45 poin)
6 6. Operation Focus (85 poin)
Work System - Patient Safety
Sistem: Desain sistem kerja:
Bagaimana lembaga
memastikan pasien yang
6.1 2.89 2.89 2.22 2.44 2.61 2.89 3.00 2.89 2.33 2.78
memenuhi persyaratan
keselamatan setelah
mendapatkan pelayanan
kesehatan (45 poin)
Work processes: Manajemen
dan peningkatan proses kerja.
Proses dukungan keselamatan
pasien: Bagaimana lembaga
departemen dan keselamatan
6.2 pasien antar departemen 2.40 2.40 2.40 2.20 2.35 2.20 2.20 2.20 1.80 2.10
terkoordinasi untuk
mengurangi variabilitas dalam
pemberian layanan kesehatan
dan meningkatkan kinerja (40
poin)

Keterangan Nilai ADLI:


Nilai 1: pencapaian 0 atau 5%
Nilai 2: 10%, 15%, 20%, atau 25%
Nilai 3: 30%, 35%, 40%, atau 45%
Nilai 4: 50%, 55%, 60%, atau 65%
Nilai 5: 70%, 75%, 80%, atau 85%
Nilai 6: 90%, 95%, atau 100%

Dari tabel di atas terlihat hasil penilaian terhadap proses dengan pendekatan
ADLI untuk kriteria 1 – 6 dari kriteria Malcolm Baldrige.

Universitas Indonesia
77

1. Kepemimpinan (leadership)
Secara keselurihan, kategori kepemimpinan ini menilai bagaimana
pemimpin dapat menjadi mentoring serta dapat mempertahankan dan
mendukung terhadap nilai dari fokus terhadap keselamatan pasien
dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Pada kriteria
kepemimpinan senior ini, dideskripsikan bagaimana pemimping
membimbing, mempertahankan dan berkomunitas dengan unit SKP
dengan melibatkan seluruh komponen di rumah sakit untuk mencapai
sasaran keselamatan pasien di Rumah Sakit Tiara.
Dalam hasil wawancara mengenai kepemimpinan ini juga
memperlihatkan dukungan dan komitmen dari pemimpin di RS. Tiara
untuk menerapkan pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
pada keselamatan pasien, seperti yang diutarakan informan berikut:

“pimpinan disini pada dasarnya mendukung serta memperhatikan


pelayanan di rumah sakit terhadap keselamatan pasien..dan rencana
rumah sakit untuk akreditasi tahun depan dengan segala persiapannya
saat ini terlebih untuk unit SKP sebagai buktinya bahwa pimpinan
memiliki rencana demikian..” (informan 1)

“saat ini kami dalam persiapan akreditas rs..jadi sering sekali kami
akhir-akhir ini bertemu untuk sosialisasi dan juga pendampingan
terhadap program terkait pencapaian sasaran keselamatan
pasien…sekarang ada tim SKP dan sekaligus menjadi tim
akreditas..bahkan di unit SKP..sosialisasi juga dengan kita bikin
spanduk, atau banner dan dipasang di tempat yang memang terlihat
sama pasien” (informan 2)

“Rutin diadakan "morning meeting" untuk membahas


permasalahan yang ada dan review mingguan. Saat ini fokus untuk
pencapaian akreditasi, untuk indikator SKP, akan dilakukan simulasi
nya di bulan Maret. Sehingga, saat ini RS Tiara sedang dalam tahap
persiapan menuju SKP sesuai dengan standar. Tujuannya adalah lulus
Akreditasi dan untuk peningkatan pelayanan yang bermutu untuk
pasien”(informan 3)

Dari hasil wawancara di atas terlihat bahwa dalam hal komunikasi


dengan unit dan unsur terkait tidak ada kendala dan hambatan,
hubungan dengan atasan sudah bisa komunikasi dan media komunikasi

Universitas Indonesia
78

yang digunakan dalam menyebarkan informasi terkait pencapaian


sasaran keselamatan pasien juga sudah mulai ada, yakni melalui rapat
mingguan sebagai pertemuan rutin yang akan membahas masalah atau
tentang kondisi saat ini, melalui media cetak seperti banner atau
spanduk.
Dari hasil penelitian pada kriteria kepemimpinan di unit SKP dan
dilakukan penilaian Nilai pencapaian keseluruhan untuk kriteria
kepemimpinan berdasarkan self assessment memproleh skor 25 dan
berdasarkan penilian peneliti dengan skor 26 dari total skor kriteria
Malcolm Baldirge yakni 120 poin.
Dalam skoring ini dapat dilihat bahwa peran dari pimpinan RS.
Tiara dalam tahap membangun, mengarahkan dan juga mengupayakan
agar pencapaian SKP dapat menjadi bagian yang tidak terlepas dari
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pimpinan memiliki approach yang
sistematis dan efektif dalam mengelola rumah sakit. Hal ini
diindikasikan dengan rumah sakit memiliki visi dan misi yang jelas
untuk mengelola perusahaan. Sistem di rumah sakit yang dibentuk oleh
pemimpin senior sebagai arah menuju tujuan dari organisasi. Sistem
tersebut memberikan panduan kepada seluruh komponen rumah sakit
dan menjadi prosedur bagi divisi-divisi yang lain, dengan begitu
menunjukkan adanya proses deployment meskipun hanya sebagian area
atau unit kerja yang baru dalam tahap awal penerapan.
Penerapan sistem kerja di rumah sakit sudah dievaluasi meskipun
dengan cara yang masih cukup sederhana dan masih tahap awal transisi
dan bersifat perbaikan secara umum, misalnya evaluasi terhadap sistem
pengawasan internal. Sistem pengawasan internal ini berfungsi
menangani pengaduan yang berkaitan dengan indikasi terjadinya
sasaran keselamatan pasien, hal ini mendorong agar tata laksana di
rumah sakit berjalan dengan baik, sehingga divisi menjalankan
fungsinya sebagaimana mestinya.
Approach masih dalam tahap awal penyelarasan dengan area atau
unit kerja lainnya, misalnya penerapan melalui SKP di RS Tiara secara

Universitas Indonesia
79

bertahap mendorong peningkatan kepatuhan karyawan terhadap


peraturan dan tata laksana serta perilaku etis. RS Tiara sedang dalam
persiapan menuju akreditasi ruamh sakit, kemudian sistem ini akan
diterapkan melalui budaya rumah sakit yang diciptakan, khususnya
untuk sasaran keselamatan pasien. Sosialisasi kepada seluruh karyawan
dan juga pasien akan terus berlangsung, karena belum sepenuhnya
mengerti akan visi dan misi yang akan di emban dalam
implementasinya. Meskipun demikian, unit-unit kerja sudah mulai
menyelaraskan dengan tujuan organisasi untuk mencapai sasaran
keselamatan pasien.
Dalam konsep kepemimpinan organisasi, kepemimpinan
(leadership) mempunyai kedudukan strategis, karena kepemimpinan
merupakan pusat bagi seluruh kegiatan di dalam organisasi,
kepemimpinan sangatlah diperlukan untuk mecapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan dapat mempengaruhi perilaku, kualitas, dan prestasi
dari suatu organisasi.
Sependapat dengan pendapat Duncan, et. AL (1996) yang
mengemukakan bahwa suatu keharusan pemimpin senior
mengembangkan visi dan misi, dan staf harus dilibatkan dalam
mengkomunikasikan dan mengembangkan misi.
Lingkungan kerja di bagian mutu dan patient safety terbilang cukup
harmonis, sebagai rumah sakit yang baru, RS. Tiara cukup mempunyai
keinginan untuk maju. Terbentuknya unit SKP di bawah bagian mutu
rumah sakit, menjadikan salah satu bentuk kepedulian dan juga upaya
yang dilakukan rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan.
Tanpa adanya keinginan dari pimpinan atau pemilik rumah sakit untuk
meningkatkan mutu, tidak akan ada rencana menuju akreditasi rumah
sakit.
Efektifitas kepemimpinan dapat dinilai dengan teori yang
disampaikan bahwa fungsi utama pemimpin adalah mengklarifikasi dan
menetapkan tujuan bersama dengan bawahannya, membantu mereka
menemukan cara terbaik untuk mencapai tujuan serta mengatasi

Universitas Indonesia
80

hambatan yang ada.


Seperti kita ketahui bahwa rumah sakit memiliki berbagai pelayanan
kesehatan yang saling berhubungan satu sama lain. Setiap satu
pelayanan membutuhkan unit pelayanan yang lain. Sehingga, orientasi
pelayanan akan keselamatan pasien menjadi tanggung jawab bersama
dimana dalam pelaksanaanya harus diatur dan ada panduan dalam
melakukan tindakan terhadap pasien. Adanya SOP atau panduan untuk
capaian Sasaran Keselamatan Pasien, sudah menjadi arah bagi RS. Tiara
dalam mempersiapkan diri untuk menuju kualitas yang lebih baik lagi.
SOP atau panduan ini ditetapkan dan disetujui oleh Direktur, dimana
yang menyusun SOP tersebut adalah tim SKP dan juga bersamaan
menjadi tim persiapan akreditasi rumah sakit. Proses selanjutnya adalah
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan panduan/ SOP yang
telah dibuat, dilakukan pencatatan dan pendokumentasian yang baik
sehingga dapat dilakukan evaluasi dan membuat rencana perbaikan dan
tindak lanjut dari panduan Sasaran Keselamatan Pasien tersebut.
Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
mengacu pada Hospital Patient Safety Standards yang dikeluarkan oleh
Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois,
USA (2002) dengan standarnya adalah pimpinan mendorong dan
menjamin implementasi program keselamatan pasien melalui penerapan
“7 langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit” dan pimpinan
menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko
keselamatan pasien dan program mengurangi KTD. Pimpinan juga
mendorong dan menumbuhkan komunikasi dna koordinasi antar unit
dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien. Pimpinan mengalokassikan sumber daya yang
adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah
sakit serta tingkatkan keselamatan pasien. Pemimpin juga mengukur
dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja
rumah sakit dan keselamatan pasien dengan kriteria diantaranya yaitu
terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan

Universitas Indonesia
81

pasien, tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan


dan program meminimalkan insiden, tersedia mekanisme kerja untuk
menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan
berpartisipasi, tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden
termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk
keperluan analisis, tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal
berkaitan dengan insiden, tersedia mekanisme untuk menangani
berbagai jenis insiden, terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka
secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan, tersedia
sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan, tersedia sasaran
terukur dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif
untuk evaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan
keselamatan pasien.
Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa
dilakukan untuk mengembangkan budaya Patient safety ini yang harus
diperhatikan oleh pimpinan:
a. Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang
terbaik dan teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien
ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan
dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari
rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO RS
yang terlibat dalam safer patient initiatives di Inggris mengatakan
bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa
didelegasikan dan mereka memegang peran kunci dalam
membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
b. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien
mungkin membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks.
Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-
langkah yang lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan

Universitas Indonesia
82

yang lebih nyata.


c. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah
adalah pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan
manajer RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan.
Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama
pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang
menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden
yang terjadi bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.
d. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk
mempelajari dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke
waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data
mortalitas dari tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat
bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
e. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab
individual. Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem
pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk
melakukan peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan
terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient safety tidak
diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka
peningkatan yang terjadi hanya akan bersifat sementara.
f. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk
mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi
program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini
memegang peranan kunci. Di Inggris, pengembangan mutu
pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah dimasukkan ke
dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan
sesudah lulus kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya
kerja.

Universitas Indonesia
83

g. Involve patients in safety efforts


Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient
safety terbukti dapat memberikan pengaruh yang positif. Perannya
saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang.
Dimasukkannya perwakilan masyarakat umum dalam komite
keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi aktif dari
masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk
menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang
bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?
h. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk
pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak
saling menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam
lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam
semalam. Diperlukan kepemimpinan yang kuat, tim yang kompak,
serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan
pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja
dengan konsultan leadership untuk mengembangkan kerjasama tim
dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang
baik, masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang
berbeda bisa saling melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui
kolaborasi yang erat.

2. Perencanaan strategis
Kriterian perencanaan strategis ini menggambarkan dan menilai
cara mengembangkan tujuan unit SKP melalui pendekatan SWOT,
membuat rencana kerja, melaksanakan, memonitoring dan
mengevaluasi bagaimana implementasi dari program kerja yang telah
dijalankan di unit SKP.
RS Tiara dalam melakukan perencanaan strategis sudah melalui
pendekatan yang sistematis dan responsive terhadap kebutuhan dasat
serta arah yang jelas menuju tujuan organisasi rumah sakit. Hal ini

Universitas Indonesia
84

selaras dengan RS Tiara yang baru memasuki tahun ke-6 sejak dimulai
operasionalnya. Perusahaan dalam membuat suatu perencanaan
strategis sudah menerapkan dengan pendekatan metode SWOT.
Kekuatan, RS Tiara adalah satu-satunya rumah sakit untuk daerah
Kabupaten Bekasi Bagian Utara dan menjadi pusat rujukan pasien
umum dan kebidanan terdekat di wilayah tersebut. Kelemahan, jumlah
dan kualitas tenaga kesehatan di RS Tiara masih kurang dan sistem
informasi dan manajemen yang masih berbasis desktop. Peluang,
semakin pesatnya pertumbuhan penduduk dan pemukiman/ perumahan
baru di sekitar RS Tiara yang mayoritas keluarga produktif. Ancaman,
persaingan antar rumah sakit yang sangat ketat dan daya beli masyarakat
untuk pelayanan spesialis masih kurang.
Perencanaan strategis tersebut kemudian dijabarkan dan disebarkan
ke semua divisi, agar rencana strategis yang dijalankan dapat diketahui.
Awal pendekatan yang sistematik untuk evaluasi dan perbaikan sebagai
proses dalam peningkatan pelayanan kesehatan sudah disesuaikan dan
direncanakan oleh RS Tiara. Sasaran strategi dikonversi menjadi
rencana kerja rumah sakit yang dijabarkan ke semua karyawan dan
stakeholder baik secara langsung atau melalui sosialisasi. Tiap tahun
rumah sakit mengevaluasi rencana kerja sehingga terjadi proses
learning meskipun masih dalam tahap perbaikan secara umum, dan
belum menunjukkan inovasi. Saat ini, rencana untuk tahun 2017 yang
jelas adalah pencapaian akreditasi rumah sakit untuk peningkatan
pelayanan mutu rumah sakit.
Perencanaan strategis untuk divisi Sasaran Keselamatan Pasien
(SKP) di RS Tiara masih memasuki tahap awal pembentukan dan
penentuan format untuk pencapaian SKP sesuai dengan standar KARS.
Upaya ini terus dilaksanakan, sehingga di bentuk tim akreditasi dan
salah satunya yaitu untuk pemenuhan standar SKP. Rencana strategis
SKP ini diselaraskan dengan unit kerja yang lain, misalnya kebutuhan
SDM disesuaikan dengan rencana kerja dan target pencapaian SKP
disesuaikan dengan tanggung jawab masing-masing unit dalam

Universitas Indonesia
85

mencapai target.
Hal tersebut sesuai dengan pencapaian hasil skoring penelitian ini
terhadap proses untuk kriteria perencanaan strategis di unit keselamatan
pasien nilai pencapaian keseluruhan untuk kriteria perencanaan strategis
berdasarkan self assessment memproleh skor 25 dan berdasarkan
penilaian peneliti dengan skor 20 dari total skor kriteria Malcolm
Baldrige yakni 85 poin.
Dari poin tersebut dapat dilihat bahwa perencanaan strategis yang
ada di unit keselamatan pasien yang dimiliki baru tahap penyusunan
pembuatan SOP/ panduan/ rencana pencapaian SKP. Hal ini menjadi
satu langkah awal rumah sakit untuk melalui proses yang berurutan yang
memberikan arah kepada tujuan unit SKP dan yang akan menuju tujuan
organisasi rumah sakit. Perencanaan strategis adalah suatu proses
seleksi sasaran organisasi atau unit, menentukan kebijakan dan
program-program yang penting untuk pencapaian SKP yang spesifik,
searah dengan tujuan organisasi rumah sakit dan menetapkan metode
yang akan digunakan untuk memastikan bahwa kebijakan dan program
strategis dilaksanakan.
Duncan (1996), dalam Dumilah Ayuningtyas (2013) mendefinisikan
rencana strategis sebagai suatu proses yang digunakan untuk menelaah
situasi dan mengembangkan tata cara pengambilan keputusan di dalam
suatu organisasi. Hasil dari proses perencanaan strategis adalah suatu
rencana atau strategi.
Memiliki perencanaan strategis dapat meminimalisir risiko
kesalahan atau kegagalan terhadap implementasi program kerja.
Perencanaan strategis mengatisipasi masalah yang timbul sebelum
masalah itu muncul dan juga membantu pimpinan untuk mengenali
risiko dan kesempatan. Sehingga, dengan perencanaan strategis, unit
keselamatan pasien dan unit mutu dapat terus meningkatkan kualitas
pelayanan yang berkesinambungan dan terintegrasi dengan unit lain
sebagai satu kesatuan rumah sakit.

Universitas Indonesia
86

3. Fokus pasien, pelanggan lain dan pasar


Pendekatan yang digunakan dalam menggunakan pengetahuan
tentang pelanggan dan pasar yang efektif dan sistematis, yang
diindikasikan bahwa dalam menetapkan dan mengidentifikasi
konsumen, kelompok konsumen dan segmen pasar dengan melakukan
survey kepuasan pelanggan. Sebagian besar pelanggan RS Tiara adalah
penduduk/ masyarakat di daerah sekitar RS Tiara, Kelurahan Kabelan
Kecamatan Babelan, Bekasi.
Pencapaian hasil skoring penelitian ini untuk kriteria fokus pada
pelanggan di unit keselamatan pasien, nilai pencapaian keseluruhan
berdasarkan self assessment memperoleh skor 27 dan berdasarkan
penilaian peneliti dengan skor 20 dari total skor kriteria Malcolm
Baldrige yakni 85 poin.
Suara pelanggan di RS. Tiara diidentifikasi melalui survey kepuasan
pelangan dan juga manajemen komplain. Survei pelanggan dilakukan
atau diterapkan secara konsisten dan sesuai dengan unit kerja yang
sesuai, seperti oleh bagian pemasaran. Pendekatan tersebut dievaluasi
dengan cara sistematis dan sudah menunjukkan adanya inovasi dari
bentuk survey kepuasan pelanggan tahun 2015 dan tahun 2016. Bagian
pemasaran melakukan survey kepuasan pelanggan untuk mnegetahui
kebutuhan pelanggan dan pasar. RS Tiara belum memiliki unit
penelitian dan pengembangan (litbang), evaluasi dari bagian pemasaran
langsung koordinasi dengan direktur dan akan didiskusikan dan
dicarikan solusi pemecahan masalahnya dengan evaluasi rutin
dilakukan rapat mingguan manajemen. Hal ini menunjukkan
pendekatan ini selaras dengan unit kerja lain. Tahap awal transisi dari
reaksi terhadap masalah ke orientasi perbaikan secara umum jelas.
Terlihat proses learning dan integration di RS Tiara dilakukan secara
bertahap, dengan mencoba melalui pemecahan masalah bersama.
RS Tiara menerapkan suara pelanggan yang langsung ditangani oleh
bagian pemasaran. Survei ini masih terpusat menjadi satu kesatuan
dengan rumah sakit, hanya saja isi survey nya belum secara jelas

Universitas Indonesia
87

mengarah kepada keselamatan pasien. Sistem tersebut sudah diterapkan,


pelanggan yang mengajukan komplain atau apapun mengenai pelayanan
kesehatan yang diberikan RS Tiara dapat menyampaikan secara
langsung, melalui kotak suara pelanggan, atau dengan mengirimkan
SMS. Inilah desain dan metode yang digunakan dalam penggunaan
suara pelanggan di RS Tiara. Komplain tersebut langsung akan diproses
agar mendapatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan, proses tersebut
menunjukkan adanya evaluasi dan perbaikan melalui pemecahan
komplain pelanggan, misalnya keluhan mengenai kebocoran di ruang
rawat inap, maka pihak rumah sakit segera mengambil tindakan untuk
segera memperbaiki, dan bahkan mencari inovasi agar hal tersebut tidak
terulang kembali. Feedback di atas menunjukkan adanya proses
integration meskipun masih dalam tahap awal penyelarasan. Terapi/
pengobatan yang diberikan oleh dokter dan perawatan yang diterima
oleh pelanggan/ pasien.
Dalam bukunya, Satrianegara (2014) menyatakan bahwa selain
pengukuran terhadap kepuasan pasien, bagaimana memenuhi kebutuhan
pasien, yang tidak kalah penting dan perlu untuk tetap mempertahankan
mutu pelayanan kesehatan adalah terkait dengan loyalitas pasien
terhadap rumah sakit. Loyalitas adalah tanggapan tentang komitmen
pasien untuk setia menggunakan pelayanan kesehatan secara konsisten.
Hal inilah yang menjadi tolak ukur dari mutu pelayanan yang diberikan
kepada pasien, dengan persepsi rasa aman dan nyaman yang dimiliki
oleh pasien maka akan terbentuk loyalitas, sehingga akan berdampak
kepada peningkatan pendapatan rumah sakit.
Kriteria fokus kepada pelanggan atau pasien ini perlu mendapatkan
perhatian yang besar dari pembuat kebijakan di rumah sakit. Dalam
bukunya, Wijono (2000) menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan/
pasien rumah sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lain dipengaruhi
oleh banyak faktor yang berkaitan, antara lain: pendekatan dan perilaku
petugas, perasaan pasien pada saat pertama kali datang, mutu informasi
yang diterima oleh pelanggan/ pasien, prosedur perjanjian, waktu

Universitas Indonesia
88

tunggu, fasilitas umum yang tersedia, dan tujuan terapi.


Untuk mencapai sasaran keselamatan pasien rumah sakit, mengacu
pada Hospital Patient Safety Standards yang dikeluarkan oleh Joint
Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA
(2002) standar tentang mendidik pasien dan keluarga dimana rumah
sakit harus melibatkan pasien dengan mendidik pasien dan keluarganya
tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena itu,
rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam
asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan
keluarga dapat memberikan info yang benar, jelas, lengkap dan jujur,
mengetahui kewajiban dan tanggung jawab sebagai pasien, mengajukan
pertanyaan untuk hal yang tidak dimenegrti, memahami dan menerima
konsekuensi pelayanan, mematuhi instruksi dan menghormati peraturan
rumah sakit, memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa, dan
memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

4. Pengukuran, analisis dan manajemen pengetahuan


Rumah sakit dalam mengukur, menganalis dan memperbaiki
kinerjanya melalui penggunaan data dan informasi sudah dapat
dikatakan sistematis dengan persyaratan dasar item yang jelas.
Pendekatan ini masih dalam tahap awal dilakukan rumah sakit dan
penyebaran dalam sebagian besar unit kerja untuk mencapai persyaratan
sesuai dengan akreditasi rumah sakit. Untuk bagian operasional
pelayanan kesehatan, review dilakukan rutin seminggu sekali melalui
rapat mingguan yang dihadiri oleh seluruh unit berdasarkan data yang
ada yang berfokus kepada komplain dan kebutuhan mendesak. Review
pencapaian kinerja dilakukan setiap bulan untuk semua bagian dalam
merespon dan evaluasi pencapaian kinerja rumah sakit. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pendekatan tersebut sudah diterapkan atau

Universitas Indonesia
89

dijabarkan sekaligus membuktikan adanya learning melalui proses


evaluasi. Hasil evaluasi terhadap kinerja seluruh bagian digunakan oleh
direksi untuk dijadikan panduan dalam pengambilan keputusan.
Rumah sakit memiliki sistem informasi manajemen yang berproses
ke arah lebih baik lagi. Sistem informasi manajemen ini secara umum
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manajemen dalam rumah sakit
terkait dengan pengelolaan informasi secara komputerisasi. Rumah
sakit mneggunakan sistem LAN (Local Area Network) sehingga data
dapat diakses dan diambil server dan dari divisi lain. Perangkat
computer disesuaikan dengan user. Perangkat computer tersebut juga
disesuiakan dengan fungsi dan keperluan karyawan. Dalam keadaan
emergency data tetap tersedia minimal data selalu tersedia di server.
Uraian di atas menunjukkan adanya approach yang sudah diterapkan
meskipun beberapa unit masih dalam tahap awal penerapan. Approach
masih dalam tahap penyelarasan, seperti penggunaan computer hanya
sebagian unit kerja yang menggunakan teknologi yang lebih canggih.
Pencapaian hasil skoring penelitian ini untuk kriteria pengukuran,
analisis dan manajemen pengetahuan di unit keselamatan pasien
berdasarkan self assessment memproleh skor 21 dan berdasarkan
penilaian peneliti dengan skor 20 dari total skor kriteria Malcolm
Baldrige yakni 90 poin.
Dalam bukunya, Aditama (2004) mengemukakan bahwa pelayanan
rumah sakit mengandalkan informasi secara intensif. Informasi
memainkan peranan yang vital dalam pengambilan keputusan. Sistem
informasi dapat digunakan sebagai sarana strategis dalam memberikan
pelayanan yang berorientasi pada kepuasan pelanggan.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Rowland & Rowland (1984)
dalam Aditama (2004), yakni peran sistem informasi manajemen di
rumah sakit dapat memiliki fungsi medical dan fungsi bisnis. Sistem
informasi dapat berperan baik dalam sistem transaksi, perencanaan
operasional pengawasan serta perencanaan strategis.
Sistem informasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak dapat

Universitas Indonesia
90

dipisahkan dari pelayanan di rumah sakit, bahkan saat ini menjadi


bagian yang sangat vital terhadap pelayanan rumah sakit. Ketepatan
identifikasi pasien melalui sistem informasi manajemen yang sudah
terintegrasi dapat mengurangi angka kejadian kesalahan identifikasi
pasien. Tentunya hal ini menjadi salah satu upaya pencapaian SKP yang
pertama yaitu ketepatan identifikasi pasien.
Mutu pelayanan rumah sakit juga ditentukan dari berbagai informasi
dan data dapat dihasilkan dan digunakan dalam pelayanan sehari-hari.
Memudahkan untuk analisa data untuk pengambilan keputusan dalam
waktu yang cepat dan tingkat akurat nya jauh lebih baik dibandingkan
dengan sistem manual.
Dalam kegiatannya sehari-hari, terutama yang terkait dengan mutu
keselamatan pasien, komplain masih tercatat di buku catatan saat rapat
rutin mingguan. Pencatatan yang masih manual dan belum
terdokumentasi dengan baik menjadi tantangan bagi RS. Tiara untuk
meningkatkan kualitas pelayanan atau mutu dari sistem informasi.
Saat ini, sistem pencatatan dan dokumentasi pasien sudah
terintegrasi dengan bagian rekam medis dengan menggunakan sistem
yang masih sederhana. Integrasi dengan bagian keuangan dan juga
farmasi menjadikan RS. Tiara sudah memiliki modal awal untuk
kelanjutan program yang tepat untuk identifikasi pasien.
Mengacu pada Hospital Patient Safety Standards yang dikeluarkan
oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations,
Illinois, USA (2002) standar sistem keselamatan pasien dimana rumah
sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD dan melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Kriterianya adalah
setiap rumah sakit harus melakukan perancangan (desain) yang baaik
sesuai dengan “tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit,
rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja, melakukan
evaluasi intensif, menggunakan semua data dan informasi hasil analisis.

Universitas Indonesia
91

5. Fokus tenaga kerja


Cara yang digunakan perusahaan dalam menjadikan tenaga kerja
terlibat secara aktif yaitu dengan melibatkan tenaga kerja dalam tim
operasional. Secara formal keterlibatan aktif karyawan dapat dilihat dari
kehadiran karyawan dan terlibat dalam pelaksanaan pemberian
pelayanan kesehatan kepada pelanggan. Penilaian keterlibatan aktif
karyawan dilakukan secara formal dan non formal. Secara formal
karyawan dilihat dari absensi kehadiran dan ketepatan jam masuk
kantor. Secara non formal penilaian dilakukan saat diskusi dan
berdialog, dilihat dari penyampain ide-ide karyawan. Adanya penilaian
tersebut salah satunya untuk membuat suatu keputusan apakah
karyawan tersebut layak untuk diberikan pelatihan dan pengembangan.
Pimpinan memberikan kesempatan luas kepada karyawan untuk
meningkatkan kualitas sesuai kebutuhan rumah sakit. Namun, masih
banyak pertimbangan dari karyawan sendiri untuk menerima
kesempatan tersebut, dan ini perlu dikaji lebih lanjut oleh internal rumah
sakit.
Sistem pengembangan SDM yang dijalankan oleh rumah sakit
disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit dan jenis pengembangannya
disesuaikan dengan rencana kerja. Pada saat ini, rumah sakit sedang
mempersiapkan untuk akreditasi, sehingga segala upaya disupport oleh
rumah sakit untuk pencapaian akreditasi RS. Mulai dari sosialisasi,
pelatihan, dan juga pemberian bekal akan kebutuhan persyaratan
akreditasi. Bagian SKP juga menjadi salah satu perhatian dalam
mencapai tujuan akreditasi, sehingga dilakukan pembinaaan, bimbingan
dan pendampingan penyusunan rencana strategis, implementasi
pencapaian target SKP di RS Tiara. Pengembangan karyawan baik
berupa kapabilitas dan kapasitas karyawan dilakukan melalui program
yang disediakan rumah sakit. Setiap ada pengembangan karyawan,
rumah sakit selalu mengevaluasi hasil dari pengembangan yang telah

Universitas Indonesia
92

diikuti karyawan. Adanya pengembangan karyawan rumah sakit dapat


menyebabkan peningkatan penggunaan pelayanan kesehatan pelanggan
RS Tiara.
Pencapaian hasil skoring penelitian ini untuk kriteria fokus pada
tenaga kerja di unit keselamatan pasien berdasarkan self assessment
memproleh skor 34 dan berdasarkan penilaian peneliti dengan skor 26
dari total skor kriteria Malcolm Baldrige yakni 85 poin.
RS Tiara baru memulai menerapkan SKP dalam aktivitas kegiatan
yang dilakukan. Dengan lebih memperhatikan kesehatan, keamanan,
dan keselamatan kerja karyawan melalui program SMK3RS pada unit
SKP. Karyawan mendapat tunjangan kesehatan dan fasilitas rawat inap.
Perlengkapan kerja untuk Alat Perlindungan Diri (APD) pada setiap
tindakan yang diberikan untuk menjaga keamanan dalam bekerja.
Tujuannya adalah agar proses kerja dapat berlangsung dengan lancar
dan selamat. Program tersebut dijabarkan ke seluruh karyawan dan
diterapkan oleh seluruh karyawan. Approach tersebut sudah
menunjukkan adanya keselarasan, misalnya dengan mulai fokus dan
memikirkan sasaran keselamatan pasien.
Menurut Sabarguna (2009) dinyatakan bahwa salah satu faktor yang
mendukung dari sebuah organisasi adalah menempatkan orang yang
tepat dalam pekerjaan yang tepat. SDM memiliki kemampuan dalam
berpikir kritis dan sistematis dalam proses pengambilan keputusan
dalam sebuah organisasi.
Sebagai asset rumah sakit, perlu dilakukan pembinaan dan
pengembangan kemampuannya dan diperhatikan kondisi lingkungan
kerjanya yang aman dan nyaman, sheingga SDM menaruh kepercayaan
penuh terhadap organisasi tempatnya bekerja. Namun tidak hanya
sebagai asset rumah sakit, SDM juga bisa scara tidak langsung menjadi
marketing bagi organisasi tempatnya bekerja.
Menurut Stoner, Freeman & Gilbert (1996) proses manajemen SDM
meliputi 7 aktivitas dasar, yakni:
i. Perencanaan SDM didesain untuk memastikan bahwa personel yang

Universitas Indonesia
93

diperlukan akan selalu terpenuhi secara memadai.


j. Rekruitmen berkaitan dengan pengembangan cadangan calon
karyawan sejalan dengan rencana SDM.
k. Seleksi termasuk menggunakan formulir lamaran, daftar riwayat
hidup, wawancara, pengujian keterampilan dan mencocokkan
informasi dari referensi untuk mengevaluasi dan menyaring calon
karyawan bagi pimpinan yang akhirnya akan memilih dan menerima
calon.
l. Sosialisasi/ orientasi didesain untuk membantu orang yang terpilih
menyesuiakan diri ke dalam organisasi.
m. Pelatihan dan pengembangan, keduanya bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan karyawan dalam memberikan kontribusi
untuk efektifitas organisasi.
n. Penilaian prestasi kerja, emmbandingkan prestasi kerja seseorang
dengan standar dan tujuan yang dikembangkan untuk posisi orang
tersebut.
o. Promosi, transfer, demosi dan PHK mencerminkan nilai seorang
karyawan bagi organisasi.

Dari poin yang dihasilkan di unit keselamatan pasien sudah memulai


untuk dilakukan dengan pendekatan yang sistematis, responsive dan
efektif. Walau masih berada tahap awal, ini menjadi langkah awal yang
positif untuk continuous improvement meningkatkan kualitas rumah
sakit. Proses manajemen SDM sudah dijalankan mulai dari perencanaan
SDM sampai dengan proses seleksi yang melibatkan unit terkait sesuai
kebutuhan dan kompetensi untuk mencegah terjadinya risiko
kecelakaan kerja atau kesakitan akibat kerja atau kejadian yang tidak
diharapkan kepada pasien. Pelaporan turn over karyawan di unit
keselamatan pasien belumlah ada sehubungan dengan masih barunya
unit tersebut. Saat ini, pelaporan masih menyeluruuh dengan unit lain.
Dalam bukunya, Aditama (2004) menyebutkan bahwa dalam
meghadapi tantangan di masa yang akan datang, mau tidak mau

Universitas Indonesia
94

manajemen rumah sakit harus mempersiapkan diri dengan baik,


terutama dalam hal SDM. SDM yang unggul amat berperan dalam
kehidupan dan keberhasilan suatu organisasi ataupun unbit. SDM di
rumah sakit perlu ditingkatkan agar memiliki kompetensi yang
memadai, rumah sakit harus memberikan keleluasaan bagi karyawan
untuk mengembangkan dirinya, bagian SDM harus memotivasi seluruh
karyawan untuk menciptakan inovasi di dalam unit keselamatan pasien
pada khususnya dan di rumah sakit pada umumnya sesuai dengan unit
masing-masing.
Rumah sakit juga harus dapat menyesuaikan dengan kompensasi
yang diberikan kepada karyawan jika memiliki kompetensi khusus atau
memberikan apresiasi terhadap karyawannya dengan memberikan
reward atau penghargaan atas apa yang telah dilakukan oleh karyawan.
Hal ini agar tercipta kenyamanan bagi karyawan untuk tetap bekerja dan
tidak berpindah ke tempat atau rumah sakit lain.
Sesuai dan mengacu pada Hospital Patient Safety Standards yang
dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA (2002) mendidik staf tentang keselamatan
pasien, dimana standarnya adalah rumah sakit memiliki proses
pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin
dalam pelayanan pasien. Kriterianya adalah memiliki program diklat
dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien,
mengintegrasikan topic keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden, menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan kolaboratif
dalam rangka melayani pasien.
Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatan pasien. Standarnya adalah rumah sakit merencanalan dan
mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk
memenuhi kebutuhan informasi internak dan eksternal, transmisi data

Universitas Indonesia
95

dan informasi harus tepat waktu dan akurat. Kriterianya yaitu:


disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal
terkait dengan keselamatan pasien dan tersedianya mekanisme
identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi
manajemen informasi yang ada.

6. Manajemen proses
RS Tiara memiliki cara dan desain sistem kerja terkait dengan proses
utama organisasi rumah sakit. Sebagai rumah sakit yang baru berdiri dan
beroperasional, RS Tiara menitikberatkan kepada pelayanan yang
efisien dan efektif. Konsep lean management menjadi pilihan utama
dalam tahap pengembangan RS Tiara, terutama di era Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) ini. Rumah sakit dalam memastikan
kesiapan sistem kerja dan tempat kerja khususnya dalam proses
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien menjadikan
sistematis dan efektif dengan melakukan perencanaan persiapan
kegiatan operasional yang baik untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Pencapaian hasil skoring penelitian ini untuk kriteria manajemen
proses di unit keselamatan pasien berdasarkan self assessment
memproleh skor 13 dan berdasarkan penilaian peneliti dengan skor 28
dari total skor kriteria Malcolm Baldrige yakni 85 poin.
RS Tiara memasuki tahun ke-6 dalam pengembangannya sebagai
rumah sakit di kawasannya, bermaksud untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan dengan cara peningkatan mutu pelayanan yang diberikan
kepada pelanggan. Era JKN ini, selain efisiensi dan efektif, provider
kesehatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu dan
berorientasi kepada pasien (patient oriented). Persiapan menuju
akreditasi, RS Tiara berorientasi dalam pemberian pelayanan kesehatan
yang bermutu dengan fokus kepada operasional kegiatan di rumah sakit
secara umum, dan kepada SKP khususnya. Kondisi ini memperlihatkan
approach tersebut dijabarkan dan atau diterapkan berdasarkan

Universitas Indonesia
96

kebutuhan dan tuntutan baik dari masyarakat sebagai pelanggan rumah


sakit dan juga dari kewajiban yang harus dipenuhi sebagai fasilitas
pemberi pelayanan kesehatan yang taat akan standar yang berlaku.
Approach yang diterapkan dievaluasi baik saat proses berlangsung
atau saat proses sudah selesai. Saat ini, evaluasi yang continuitas
bersamaan dengan penyusunan rencana strategi dan upaya implementasi
operasional dijalankan secara simultan oleh RS Tiara. Proses evaluasi
dan pembelajaran (learning) secara bersamaan diikuti dan diperhatikan
dengan sistematis da nada perbaikan sesuai arahan dan juga standar
yang berlaku. Dapat dilihat, pendekatan di atas sudaah selaras dengan
kebutuhan RS Tiara saat ini, walau masih dalam tahap awal
pembentukan dan pengembangan sistem dengan berpegang pada proses
yang sistematis untuk pencapaian sistem mutu dari pelayanan kesehatan
yang diberikan yaitu mencapai SKP.
Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah suatu set instruksi
terperinci dan tertulis yang harus diikuti demi mencapai keseragaman
dalam menjalankan suatu oekerjaan tertentu dengan berpedoman pada
tujuan dan sasaran keselamatan pasien yang ingin dituju agar tercapai.
SOP menjadi pedoman bagi para karyawan atau tenaga kerja dalam
melakukan tugas dan pekerjaannya, agar sasaran keselamatan pasien
tercapai.
Dalam meningkatkan mutu dan pelayanan yang berkesinambungan
di unit keselamatan pasien, seluruh kegiatan pelayanan pasien mengacu
kepada panduan atau SOP yang telah disusun dan dibuat serta ditetapkan
oleh rumah sakit. Hal ini untuk mencegah dan mengurangi komplain
dan kejadian yang tidak diharapkan akibat dari pelayanan yang
diberikan. Sehingga, hal ini berdampak kepada kepuasan pelanggan/
pasien.
Seperti halnya diungkapkan dan mengacu pada Hospital Patient
Safety Standards yang dikeluarkan oleh Joint Commision on
Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA (2002) bahwa
keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan, dimana standarnya

Universitas Indonesia
97

adalah rumah sakit menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin


koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. Kriterianya antara lain
koordinasi pelayanan secara menyeluruh, koordinasi pelayanan
disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya,
koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi, dan
komunikasi serta transfer antar profesi kesehatan.

5.3.2.2 Penilaian Hasil (LeTCI)


Dalam review LeTCI (Level, Trend, Comparison, Integration), dilakukan
penilaian terhadap data-data kuantitatif dari indikator setiap kriteria yang telah
direkapitulasi pada dokumen aplikasi hasil. Terdapat empat faktor yang digunakan
dalam penilaian data-data kuantitatif dari indikator setiap kriteria, yaitu tingkatan
(level), Kecenderungan (trend), perbandingan (comparison), dan integrasi
(integration).
Kriteria ini melihat gambaran kualitas pelayanan dan peningkatan mutu di
unit keselamatan pasien sebagai upaya dari continuous quality improvement dalam
lingkup hasil dari layanan kesehatan dan layanan yang diberikan, kepuasan pasien/
pelanggan, keuangan dan pasar, hasil dari karyawan dan sistem kerja, operasional
dan tanggung jawab kepemimpinan dan masyarakat.

Tabel 5.4 Penilaian Hasil LeTCI Unit Sasaran Keselamatan Pasien Rumah
Sakit Tiara Bekasi
Self Assessment oleh RS Tiara Penilaian Oleh Peneliti
No Poin Pertanyaan Rata- Rata-
Le T C I Le T C I
rata rata
7. Result (450 poin)
Health Care and Process
Outcomes: what are your
7.1 health care and process 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
efectiveness results for
patient safety (120 poin)
Customer Focused
Outcomes: what are ypur
7.2 patient and stakeholder 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
focused performance
results? (90 poin)

Universitas Indonesia
98

Self Assessment oleh RS Tiara Penilaian Oleh Peneliti


No Poin Pertanyaan Rata- Rata-
Le T C I Le T C I
rata rata
workforce focused
outcomes: what are your
7.3 workforce focused 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
performance results? (80
poin)
Leadership and
Governance outcomes:
what are your senior
7.4 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
leadership and
governance results? (80
poin)
Financial and market
outcomes: what are your
financial and
7.5 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
marketplace
performance results? (80
poin)

1. Produk dan proses


Hasil dari SKP RS Tiara mengacu pada standar akreditasi rumah
sakit, dalam hal ini sehubungan dengan baru saja memulai kearah
pembentukan dan penerapan SKP di RS Tiara, maka data sebelumnya tidak
tersedia. Selama ini, pencatatan yang dilakukan RS Tiara bersifat
situasional dan tidak dalam bentuk pencatatan yang sistematis dan
terkumpul dengan menjadikan data dasar sebagai bagian evaluasi. Adapun,
terhitung mulai November 2016, RS Tiara berupaya untuk
mendokumentasikannya dengan baik dan sistematis. Adapun target
pencapaian kinerja bagian SKP mengacu pada standar akreditasi rumah
sakit, yang dijabarkan sesuai dengan tabel di bawah ini.

Tabel 5.5 SOP Sasaran Keselamatan Pasien RS Tiara

No Sasaran Keselamatan Pasien Kondisi Saat Ini


1 Ketepatan identifikasi pasien - Memberikan lembar/ bon/ kuitansi/ bukti
tindakan dengan pembagian 3 warna: putih
untuk RS, merah untuk keuangan, kuning
untuk pasien

Universitas Indonesia
99

No Sasaran Keselamatan Pasien Kondisi Saat Ini


- Memberikan penjelasan kepada pasien
- Identifikasi dengan nama dan nomer RM,
tidak menggunakan nomor kamar atau lokasi
pasien
- Klarifikasi kecocokan identitas pasien
- Selalu identifikasi nama pasien wajib saat:
sebelum memberikan obat, sebelum
memberikan hasil lab, sebelum mengambil
specimen lab, sebelum melakukan tindakan/
prosedur lainnya.
2 Peningkatan Komunikasi efektif - Komunikasi baik lisan maupun tertulis
dengan jelas
- Perintah lisn dan yang melalui telepon
ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara
lengkap oleh penerima perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut
- Perintah lisn dan yang melalui telepon
ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara
lengkap dibacakan kembali oleh penerima
perintah atau hasil pemeriksan tersebut
- Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi
oleh individu yang memberi perintah atau
hasil pemeriksaan tersebut
- Pembuatan dan sosialisasi kebijakan atau SOP
verifikasi terhadap akurasi komunikasi lisan
(atau melalui telepon)
3 Peningkatan keamanan obat - Pembuatan kebijakan atau SOP identifikasi,
yang perlu diwaspadai (high lokasi, pelabelan, dan penyimpanan obat-obat
alert) yang perlu diwaspadi
- Sosialisasi dan implementasi kebijakan atau
SOP

Universitas Indonesia
100

No Sasaran Keselamatan Pasien Kondisi Saat Ini


- Inspeksi di unit pelayanan untuk memastikan
tidak adanya elektrolit konsentrat bila tidak
dibutuhkan secara klinis dan panduan agar
tidak terjadi pemberian secara tidak sengaja di
area tersebut
- Pelabelan elektrolit konsentrat secara jelas
dan penyimpanan di area yang dibatasi ketat.
Elektrolit pekat (KCl 7.46%, Meylon 8.4%,
MgSO4 20%, NaCl 3%) tidak disimpan dalam
unit pasien kecuali dibutuhkan secara klinis,
dan tindakan dilakukan untuk mencegah
penggunaan yang tidak seharusnya pada area
yang diijinkan sesuai kebijakan
- Obat-obatan yang memerlukan kewaspadaan
tinggi lainnya: Golongan opioid, anti
koagulan, trombolitik, anti aritmia, insulin,
golongan agonis adrenergic, anestetik umum,
kemoterapi, zat kontras, pelemas otot dan
larutan kardioplegia.
4 Kepastian tepat lokasi (sisi), - Menggunakan tanda yang mudah dikenali
tepat prosedur dan tepat pasien untuk identifikasi lokasi operasi dan
operasi mengikutsertakan pasien dalam proses
penandaan.
- Menggunakan checklist atau proses lain
untuk verifikasi lokasi yang tepat, prosedur
yang tepat, dan pasien yang tepat sebelum
operasi, dan seluruh dokumen serta peralatan
yang dibutuhkan tersedia, benar dan
berfungsi.

Universitas Indonesia
101

No Sasaran Keselamatan Pasien Kondisi Saat Ini


- Seluruh tim operasi membuat dan
mendokumentasikan prosedur time out
sesaat sebelum prosedur operasi dimulai.
- Tandai lokasi operasi (Marking), terutama :
o Pada organ yang memiliki 2 sisi,
kanan dan kiri.
o Multiple structures (jari tangan, jari
kaki)
o Multiple level (operasi tulang
belakang, cervical, thorak, lumbal)
o Multipel lesi yang pengerjaannya
bertahap
o Anjuran Penandaan Lokasi Operasi
o Gunakan tanda yang telah disepakati
o Dokter yang akan melakukan operasi
yang melakukan pemberian tanda
o Tandai pada atau dekat daerah insisi
o Gunakan tanda yang tidak ambigu
(contoh : tanda “X” merupakan tanda
yang ambigu)
o Daerah yang tidak dioperasi, jangan
ditandai kecuali sangat diperlukan
- Gunakan penanda yang tidak mudah
terhapus (contoh : Gentian Violet)
5 Pengurangan risiko infeksi - Budayakan cuci tangan di RS pada saat :
melalui 6 langkah cuci tangan - Sebelum dan sesudah menyentuh pasien
- Sebelum dan sesudah tindakan / aseptik
- Setelah terpapar cairan tubuh pasien
- Sebelum dan setelah melakukan tindakan
invasive

Universitas Indonesia
102

No Sasaran Keselamatan Pasien Kondisi Saat Ini


- Setelah menyentuh area sekitar pasien /
lingkungan
- Adapun 6 langkah cuci tangan standar WHO
adalah :
o Buka kran dan basahi kedua telapak
tangan
o Tuangkan 5 ml handscrub/sabun cair dan
gosokkan pada tangan
6 Pengurangan risiko pasien jatuh - Penerapan asesmen awal pasien risiko jatuh
dan asesmen ulang pada pasien bila ada
perubahan kondisi atau pengobatan
- Penerapan langkah-langkah pencegahan dan
pengamanan bagi pasien yang dianggap
berisiko
- Monitor dan evaluasi berkala terhadap
keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh
dan dampak terkait
- Pembuatan kebijakan atau SOP pasien jatuh
- Amati dengan teliti di lingkungan kerja anda
terhadap fasilitas, alat, sarana dan prasarana
yang berpotensi menyebabkan pasien cidera
karena jatuh
- Laporkan pada atasan atas temuan risiko
fasilitas yang dapat menyebabkan pasien
cidera
- Lakukan asesmen risiko jatuh pada setiap
pasien dg menggunakan skala (Skala Humpty
Dumpty untuk pasien anak, Skala Risiko
Jatuh Morse (MSF) untuk pasien dewasa,
dan skala geriatric pada pasien geriatric.
Sumber: Panduan SKP RS Tiara

Universitas Indonesia
103

RS. Tiara belum membandingkan bagaimana kinerja produk mereka


dengan pesaing karena keterbatasan sumber daya manusia dalam mengkaji
lebih jauh, namun hal ini tetap membuat keyakinan RS Tiara untuk tetap
meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu untuk pelanggan.
Comparation pada kriteria hasil produk dan jasa tidak dilaporkan.
Integration sudah ada meskipun hanya beberapa area, seperti dengan
adanya pendidikan dan pelatihan serta sosialisasi, yang diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan dan dapat diimplementasikan dengan baik.

2. Fokus pada pelanggan


Hasil kinerja terhadap fokus pada pelanggan RS Tiara di bagian
Divisi Pemasaran telah melakukan analisis kepuasan pelanggan terhadap
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RS Tiara. Kepuasan dianalisis
melalui survei tingkat kepuasan pelanggan, selain itu untuk mengukur
kepuasan pelanggan RS Tiara menggunakan faktor banyaknya komplain
terhadap pelayanan, namun pernyataan komplain ini belum memiliki
dokumentasi pencatatan yang sistematis. RS Tiara berfokus pada
menindaklanjuti komplain yang ada dengan seberapa cepat komplain
tersebut diselesaikan. Sehingga pelanggan tetap loyal terhadap RS Tiara.
Hasil survey kepuasan pelanggan RS Tiara ditampilkan pada tabel di bawah
ini:
Tabel 5.6 Pencapaian Survei Kepuasan Pasien RS Tiara Tahun 2015
Indikator Sangat Puas Kurang Tidak
Kecepatan Pendaftaran dan kasir 9% 85% 5% 0%
Keramahan petugas pendaftaran 9% 84% 5% 0%
Kecepatan dokter dalam menangani
keluhan penyakit pasien 12% 82% 5% 0%
Keramahan dokter 14% 84% 3% 0%
Tanggapan dokter thdp keluhan 7% 88% 5% 0%
Kejelasan informasi dokter 9% 86% 4% 0%
Kecepatan perawat memberikan
bantuan ketika dibutuhkan pasien 16% 81% 3% 0%

Universitas Indonesia
104

Indikator Sangat Puas Kurang Tidak


Keramahan perawat 16% 82% 2% 0%
Kejelasan informasi tindakan perawat 12% 83% 5% 0%
Keteraturan obs ttv 14% 84% 3% 0%
Menu makanan 11% 81% 8% 0%
Penataan makanan/ penampilan 11% 80% 4% 0%
Ketepatan waktu penyajian 7% 86% 7% 0%
Kebersihan ruangan 14% 68% 14% 5%
Kebisingan 7% 72% 22% 0%
Gangguan dari nyamuk 9% 68% 18% 5%
Kerapihan tempat tidur 11% 78% 11% 0%
Penerangan di kamar/ ruang ranap 9% 81% 8% 1%
Kebersihan kamar mandi 9% 81% 7% 3%
Persediaan air di kamar mandi 11% 80% 7% 3%
Tempat pembuangan sampah 11% 77% 9% 3%
Kecukupan peralatan di RS 9% 84% 7% 0%
Kelengkapan peralatan di RS 3% 97% 0% 0%
Kecepatan petugas administrasi 14% 85% 2% 0%
Kejelasan rincian biaya 5% 95% 0% 0%
Kesesuaian harga obat-obatan 5% 93% 0% 0%
Sumber: Data Marketing RS Tiara, 2015

Dari data di atas dapat dilihat tingkat kepuasan pelanggan dari


pelayanan yang diberikan oleh RS Tiara untuk hasil Sangat Puas pada
indikator kecepatan dan keramahan perawat, yaitu sebesar 16%. Hal ini
memperlihatkan bahwa pelayanan keperawatan yang diberikan telah
memberikan rasa puas dibandingkan indikator lainnya bagi pasien. Secara
umum, rata-rata pasien memiliki persepsi di rentang rasa “puas” terhadap
pelayanan yang diberikan. Rasa puas tertinggi pada indikator kelengkapan
peralatan di RS yang mencapai 97%. Tentunya dpat dilihat, masayarakat
sekitar wilayah merasakan RS Tiara adalah rumah sakit yang memiliki
fasilitas yang lengkap untuk penanganan masalah kesehatan bagi
masyarakat setempat.

Universitas Indonesia
105

3. Fokus pada tenaga kerja


Hasil atau level terhadap tingkat status pegawai di RS Tiara dibagi
menjadi karyawan tetap dan karyawan kontrak baik untuk tenaga medis dan
non medis. Seperti terlihat pada tavbel di bawah ini:

Tabel 5.7 Status Kepegawaian Karyawan RS Tiara

Jumlah
Karyawan Tetap 1
Karyawan Kontrak 211
Total
Sumber: Data Kepegawaian RS Tiara Tahun 2015

Dari data di atas terlihat 99.5% status kepegawaian di RS. Tiara


adalah karyawan kontrak pada tahun 2015. Tidak ada trend yang dilaporkan
terkait jumlah karyawan, begitupun dengan data pembanding. Peneliti tidak
membahas tentang SDM secara spesifik yang berkaitan dengan data di atas.
Berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.8 Jumlah SDM di RS Tiara


SMU/SMK D3/ D4 S1 Total
Dokter Spesialis n/a n/a n/a n/a
Dokter Umum n/a n/a n/a n/a
Perawat 0 24 2 26
Bidan 0 54 0 54
Apoteker 0 1 1 2
Laboratorium 4 0 0 4
Radiologi 0 6 0 6
Fisioterapi 0 0 0 0
Rekam Medis 0 0 0 0
Administrasi 79 13 14 106
Total 83 98 17 198
% 42% 49% 9% 100%
Sumber: Data Kepegawaian, 2015

Sebagian besar tingkat pendidikan terakhir karyawan RS Tiara


adalah D3/D4 (49%). Tentunya hal ini dikarenakan jumlah perawat dan

Universitas Indonesia
106

bidan yang mendominasi RS Tiara. Tidak ada trend yang dilaporkan, data
pembanding juga tidak dilaporkan. Hasil-hasil pada area yang dianggap
penting tidak dilaporkan.
RS Tiara memberikan kesempatan yang sangat luas untuk
karyawannya untuk kegiatan pengembangan karyawan untuk meningkatkan
kapabilitas dan kapasitas pengetahuan karyawan dengan pelatihan Ex House
Training dan In House Training. Data hasil karyawan yang sudah
mendapatkan kesempatan pengembangan dengan mengikuti pelatihan tidak
tersedia. Hasil comparation pada kriteria fokus pada tenaga kerja tidak
dilaporkan. Keterkaitan hasil (Integration) tidak tersedia laporannya,
misalnya dengan adanya pelatihan Ex House Training dan In House
Training terjadi peningkatan diaspek keuangan dan aspek administrasi.
Iklim tenaga kerja di RS Tiara dikatakan mengarah ke awal yang
lebih baik, karena rumah sakit saat ini menerapkan K3 (Kesehatan,
Keamanan, dan Keselamatan kerja). Namun, RS Tiara belum memiliki data
hasil kinerja, misalnya jumlah karyawan yang sakit. Trend tidak dilaporkan,
data pembanding tidak dilaporkan. Keterkaitan hasil (Integration) sedikit
dilaporkan, misalnya dengan program K3 karyawan merasa aman dan
nyaman, dimana hal ini tidak dapat dijadikan hasil evaluasi secara
menyeluruh karena program ini baru saja dibentuk.

4. Kepemimpinan dan tata kelola


Hasil kinerja (level) terhadap kepemimpinan sedikit dilaporkan,
seperti RS. Tiara sudah melakukan akuntabilitas fiskal internal.
Berdasarkan hasil laporan auditor independen (Pemegang saham, Dewan
Komisaris, dan Direksi) melakukan pengujian atas kepatuhan perusahaan
terhadap perundang-undangan dan atas pengendalian internal. Tidak ada
Trend data yang dilaporkan, dan tidak ada informasi pembanding
(Comparation). Belum memliki data terkait hasil keterkaitan (integration),
seperti dengan program SKP akan mempererat hubungan dengan konsumen
atau pelanggan.

Universitas Indonesia
107

5. Keuangan dan pasar


Pada dasarnya RS memberikan dukungan yang cukup untuk
keuangan terhadap setiap program SKP khususnya karena sehubungan
dengan peningkatan pelayanan kesehatan yang bermutu. Trend tidak
dilaporkan, dan tidak ada comparation. Hasil Integration dari beberapa
(sedikit) area yang dianggap penting dilaporkan, diindikasikan rumah sakit
melakukan upaya mengembangkan investasi dengan memberdayakan
potensi lahan untuk meningkatkan hasil produksi.
Hasil kinerja mengenai kinerja pasar termasuk pangsa pasar atau
posisi pasar, pertumbuhan pasar dan pangsa pasar bulum dilaporkan.
Sedangkan untuk pasar baru yang dimasuki oleh RS. Tiara adalah pasar
peserta BPJS dengan mengoptimalkan pelayanan peserta. Tidak ada trend
yang dilaporkan, data pembanding tidak dilaporkan.

5.3.3 Mutu Pelayanan Unit Sasaran Keselamatan Pasien


Dalam kriteria Malcolm Baldrige, tingkat kesempurnaan kinerja atau mutu
pelayanan dinyatakan dengan total poin 1000 dari keseluruhan kategori, yakni
kepemimpinan, perencanaan strategis, fokus pada pelanggan/ pasien, pengukuran
analisa dan manajemen pengetahuan, fokus pada tenaga kerja, manajemen proses
dan hasil.
Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan (kriteria 1-7), mutu
pelayanan di unit keselamatan pasien berada di kisaran 24-26% dari total sulurh
poin yang menyatakan kinerja dan mutu berdasarkan panduan dan deskripsi pada
skoring kriteria Malcolm Baldrige, yakni unit keselamatan pasien mendapat poin
259 berdasarkan penilaian RS. Tiara dan 241 berdasarkan penilaian peneliti.
Penilaian antara self assessment yang dilakukan RS. Tiara berdasarkan hasil
konsensus dan berdasarkan peneliti terlihat tidak jauh berbeda dan masih dalam
posisi early development, dianggap penilaian satu sama lain sebagai penguat atau
pembanding dalam pemberian penilaian berdasarkan kriteria Malcolm Baldrige.
Rata-rata pencapaian skoring dari seluruh kriteria adalah 32% dengan nilai
maksimal 40% dan nilai minimal 21% dari total skor (self assessment) atau 29%
dengan nilai maksimal 33% dan nilai minimal 22% dari total skor (penilaian

Universitas Indonesia
108

peneliti). Dari kriteria proses tersebut, kriteria yang terlihat lebih baik adalah pada
kriteria fokus pada tenaga kerja berdasarkan self assessment dengan poin 34 dan
jika berdasarkan penilaian peneliti pada kriteria manajemen proses poinnya adalah
28. Untuk penilaian hasil, baik penilaian dari RS. Tiara dan peneliti sama-sama
sebesar 101 dari nilai total kesempurnaan adalah 450.
Dari kriteria tersebut terdapat pula hasil yang masih berada pada posisi
minimal adalah kriteria kepemimpinan dengan skor 25 dari total 120 (21%)
berdasaarkan self assessment dan atau kriteria kepemimpinan, pengukuran analisa
manajemen pengetahuan dan hasil dengan persentase 22% dari total masing-masing
kriteria (penilaian peneliti). Untuk skor yang berada di bawah antara self assessment
dan penilaian peneliti terlihat yang memiliki hasil sama adalah pada kriteria
kepemimpinan.
Sehubungan kriteria di unit keselamatan pasien dengan skor belum ada yang
mencapai 50% dari total kesempurnaan, selayaknya seluruh kriteria menjadi perlu
untuk menjadi perhatian utama yang terintegrasi dan komprehensif untuk
pengembangan dan continuous improvement sehingga proses dan hasil menjadi
lebih efesien dan efektif.

Universitas Indonesia
109

Tabel 5.9 Ringkasan Skoring Kriteria Malcolm Baldrige Assessment RS Tiara


Self Assessment RS Tiara Assessment Peneliti
Nilai Penilaian Nilai Pencapaian Nilai Penilaian Nilai Pencapaian
No Kriteria
Pencapaian Proses Maksimal (%) Pencapaian Proses Maksimal (%)
1 Kepemimpinan (Leadership)
1.1 Kepemimpinan organisasi 15 2.40 70 21% 14 2.35 70 20%
1.2 Tata kelola dan tanggung jawab sosial 10 2.63 50 20% 12 2.54 50 24%
2 Perencanaan strategis (Strategic planning)
2.1 Pengembangan strategi 15 2.63 40 38% 10 2.56 40 25%
2.2 Penyebarluasan strategi 10 2.38 45 22% 10 2.44 45 22%
3 Fokus pasar dan pelanggan
3.1 Pengetahuan pasar dan pelanggan 16 2.71 40 40% 10 2.58 40 25%
3.2 Hubungan dan kepuasan pelanggan 11 2.25 45 24% 10 2.04 45 22%
4 Informasi dan analisis
4.1 Pengukuran dan analisis kinerja organisasi 11 3.38 45 24% 10 3.13 45 22%
Manajemen informasi, teknologi informasi
4.2 10 2.60 45 22% 10 2.60 45 22%
dan pengetahuan
5 Fokus sumber daya manusia
5.1 Keterlibatan tenaga kerja 17 2.32 45 38% 11 2.21 45 24%
5.2 Lingkungan tenaga kerja 17 3.03 40 43% 15 2.98 40 38%
6 Manajemen proses
6.1 Desain sistem kerja 8 2.61 35 23% 12 2.78 35 34%
6.2 Manajemen dan peningkatan proses kerja 18 2.35 50 36% 16 2.10 50 32%
7 Hasil/ Outcome
7.1 Hasil: produk dan proses 21 2.00 120 18% 21 2.00 120 18%
7.2 Hasil : fokus kepada pelanggan 22 2.00 90 24% 22 2.00 90 24%
7.3 Hasil dari karyawan/ staf 18 2.00 80 23% 18 2.00 80 23%
7.4 Hasil: kepemimpinan dan tata kelola 20 2.00 80 25% 20 2.00 80 25%
7.5 Hasil: keuangan dan pasar 20 2.00 80 25% 20 2.00 80 25%
259 1000 26% 241 1000 24%
Sumber: How to Interpret the Baldrige Criteria for Performance Excellence, Mark Graham Brown (2008)

Universitas Indonesia
110

Posisi perusahaan dengan melihat skor total yang diperoleh. Skor total untuk
masing-masing kriteria dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.10 Skor Total masing-masing Kriteria


Penilaian RS Penilaian
Kriteria Tiara Peneliti
Kepemimpinan 25 26
Perencanaan Strategis 25 20
Fokus pada Pelanggan dan Pasar 27 20
Pengukuran, Analisa, dan Manajemen Pengetahuan 21 20
Fokus pada Tenaga Kerja 34 26
Manajemen Proses 26 28
Hasil 101 101
Total 259 241

Berdasarkan skor total keseluruhan RS Tiara berdasarkan MBA yang dilakukan


penilaian sendiri oleh RS Tiara berdasarkan hasil konsensus adalah 259, dan
penilaian dari peneliti sebesar 241. Perbedaan skor total ini tidak terlalu jauh, dan
jika dilihat dari letak skor yang diperoleh, RS Tiara berada dalam posisi early
development, baik penilaian sendiri oleh RS Tiara maupun penilaian dari peneliti.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara mendalam oleh Kepala Bagian Mutu
sekaligus sebagai tim ketua panitia persiapan akreditasi RS Tiara yang menyatakan:

“….. RS Tiara sedang dalam persiapan untuk akreditasi RS, kami baru memiliki
unit SKP terhitung bulan lalu lah…ya sudah mau jalan 2 bulan ya.dimulai sekitar
bulan Oktober persiapannya..dan sekarang dalam masa penyusunan hal-hal yang
dibutuhkan untuk persyaratan akreditasi untuk SKP ini…seperti sekarang bagian
PPI sudah full timer, lalu seluruh ruangan di RS Tiara seperti ruang radiologi, lab,
dan lainnya dilakukan pemeriksaan apakah memenuhi persyaratan atau
tidak.. .jika tidak, maka kami lakukan perbaikan dan usahakan untuk bisa masuk
persyaratan…lalu sekarang untuk SKP 1 sudah berjalan, namun kami belum
evaluasi kembali..kami sedang focus juga untuk persiapan simulasi nya di bulan
Maret tahun depan…” (Informan 1)

Sesuai dengan pernyataan dan data tersebut, posisi skor kinerja RS Tiara
berdasarkan Malcolm Baldrige Assessment didapatkan hasil 259 (self assessment)

Universitas Indonesia
111

dan atau 241(penilaian peneliti), maka masuk dalam kisaran/ rentang 0-275, yaitu
ada dalam jenjang predikat early development dengan deskripsi sebagai berikut:
Menunjukkan tahap awal pengembangan implementasi approaches
persyaratan kategori
Deployment yang masih lemah serta memulai proses kemajuan
Upaya perbaikan berfokus pada pemecahan masalah
Masih sedikit hasil penting yang dilaporkan, namun secara umum
masih miskin trend dan data pembanding.

Kondisi saat ini menjadi suatu tantangan dan motivasi bagi Rumah Sakit
Tiara untuk terus melakukan upaya continuous quality improvement untuk
peningkatan mutu rumah sakit.

Tabel 5.11 Jenjang predikat dan nilai skor kinerja RS Tiara berdasarkan Malcolm
Baldrige Assessment

Jenjang predikat Skor Level


Early Development 0 – 275 Poor
Early Result 276 – 375
EarlyImprovement 376 – 475
Good Peformance 476 – 575 Average
EmergingIndustry Leader 576 – 675
Industry Leader 676 – 775 Exellent
BenchamarkLeader 776 – 875
World Leader 876 – 1000

Sumber: How to Interpret the Baldrige Criteria for Performance Excellence, Mark Graham Brown
(2008)

Posisi early development yang diperoleh RS Tiara pada pengukuran


performansi dengan pendekatan MBA disebabkan RS baru memulai memiliki dan
menerapkan unit Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) sebagai sistem baru yang
dibenntuk dengan terstruktur. Proses ini dilakukan RS Tiara pun masih dalam tahap
awal dari sistem perbaikan yang sistematis, dimana beberapa proses pengukuran
dan evaluasi yang dilakukan secara bertahap yang diikuti dengan tindakan
perbaikan. Selain sebagai pemenuhan persyaratan akreditasi, RS Tiara juga
menyadari pentingnya peningkatan mutu yang berorientasi kepada pasien dan

Universitas Indonesia
112

keselamatannya, hal ini menjadi tuntutan tanggung jawab secara sosial atas
pelayanan kesehatan yang diberikan RS Tiara.
Berdasarkan penelitian ini, maka penilaian mutu dengan menggunakan
pendekatan Malcolm Baldrige untuk sasaran keselamatan pasien di RS. Tiara dapat
digunakan dan memperlihatkan posisi RS. Tiara saat ini, sehingga hal ini menjadi
salah satu tools bagi rumah sakit untuk melakukan penilaian terhadap pencapaian
sasaran keselamatan pasien.

Universitas Indonesia
113

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dituangkan dalam bab
sebelumnya, dan melihat kesesuaian dengan tujuan penelitian dan menjawab
seluruh penelitian, maka peneliti membuat kesimpulan dan saran sebagai berikut:

6.1 Kesimpulan
1) Pada umumnya rumah sakit memiliki Opportunity for Improvement (OFI)
yang cukup luas, dimana penilaiaan seluruh kriteria Malcolm Baldrige yang
dilakukan oleh RS. Tiara dan peneliti rata-rata masih di bawah 50% dari
nilai total kesempurnaan.
2) Berdasarkan hasil evaluasi dengan Le-T-C-I, hampir semua kriteria pada
hasil menunjukkan tidak ada atau hanya sedikit comparation. Begitu juga
dengan Integration terjadi hal yang sama artinya hanya sedikit hasil yang
dilaporkan.
3) Skor yang paling tinggi berdasarkan penilaian dari RS Tiara terjadi pada
kriteria fokus pada tenaga kerja dengan perolehan skor 34 poin (40%) dari
nilai total kriteria tersebut dan skor paling rendah adalah kepemimpinan,
pengukuran, analisa dan manajemen pengetahuan dhanyaa mencapai 22%
dari total masing-masing.
4) posisi skor kinerja RS Tiara berdasarkan Malcolm Baldrige Assessment
didapatkan hasil 259 (self assessment) dan atau 241(penilaian peneliti),
maka masuk dalam kisaran/ rentang 0-275, dengan ada dalam jenjang
predikat early development
5) Banyak peluang untuk melakukan perbaikan dan peningkatan untuk
mencapai kinerja prima atau unggul dengan melakukan upaya yang menjadi
Opportunity for Improvement (OFI) bagi peningkatan kualitas atau mutu di
unit keselamatan pasien secara berkesinambungan.
6) Penilaian mutu dengan menggunakan pendekatan Malcolm Baldrige untuk
sasaran keselamatan pasien di RS. Tiara dapat digunakan dan
memperlihatkan posisi RS. Tiara saat ini.

Universitas Indonesia
114

6.2 Saran
Upaya continuous quality improvement RS. Tiara guna meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien/ pelanggan yang berorientasi
pada keselamatan pasien dengan meningkatkan dan mengembangkan pada
komponen yang menjadi opportunity for improvement di bagian unit keselamatan
pasien RS. Tiara untuk mencapai sasaran keselamatan pasien diantaranya yaitu:
1. Meningkatkan strength yang telah dimiliki RS. Tiara dalam mencapai
tujuan dan sasaran keselamatan pasien.
2. Mengembangkan bagian yang menjadi opportunity for improvement dari
setiap kriteria yang dimiliki dengan integrasi semua kriteria dengan unit
yang ada.
3. Melakukan survey budaya keselamatan pasien untuk lebih melihat dan
mengukur posisi budaya keselamatan pasien di RS. Tiara
4. Melakukan pencatatan dan pelaporan secara sistematis terhadap kejadian
yang berkaitan dengan 6 Sasaran Keselamatan Pasien di RS. Tiara.
5. Sosialisasi program keselamatan pasien di RS. Tiara dengan
mengedepankan tujuan dan sasaran keselamatan pasien.
6. RS. Tiara dapat menggunakan metode berdasarkan kriteria Malcolm
Baldrige untuk menilai performance excellence dari “posisi saat ini” dari
pencapaian sasaran keselamatan pasien.

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai