1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dijelaskan
bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Tujuan
penyelenggaraan Rumah Sakit tidak lepas dari ketentuan bahwa masyarakat berhak atas
kesehatan sebagaimana dirumuskan dalam berbagai ketentuan undang-undang, salah satunya
dalam Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan. Dalam menjalankan fungsi
tersebut, rumah sakit harus memperhatikan keselamatan pasien sehingga dapat meningkatkan
kinerja pelayanan yang diberikan kepada pengguna layanan dan secara terus menerus
melakukan pengembangan sertainovasi bagi keberlangsungan pelayanan di rumah sakit. Selain
daripada itu rumah sakit dituntut untuk memberi layanan kesehatan yang berorientasi kepada
pengguna layanan, melalui berbagai cara antara lain dengan mengedepankan keselamatan
pasien, menyediakan fasilitas layanan yang baik dan bermutu tinggi, sumber daya manusia
yang profesional, memiliki kinerja keuangan yang baik, petugas yang ramah serta didukung
oleh kondisi kerja yang aman serta nyaman sebagai syarat terwujudnya pelayanan prima.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, keselamatan
pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman
yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Rumah sakit merupakan salah satu institusi pelayanan kesehatan profesional yang
sangat kompleks karena padat modal, padat teknologi, padat karya, padat profesi, padat sistem,
dan padat mutu serta padat risiko sehingga sangat memungkinkan terjadi kejadian tidak
2
diinginkan (KTD) yang dapat berakibat pada terjadinya cedera bahkan sampai dengan
kematian pasien. Dalam upaya meminimalisasi terjadinya kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tindakan yang seharusnya tidak diambil terkait dengan aspek keselamatan
pasien dan kualitas rumah sakit, maka sangat diperlukan pentingnya membangun budaya
keselamatan pasien.
Budaya keselamatan pasien adalah nilai nilai, sikap, persepsi kompetensi dan pola
perilaku dari individu yang menentukan komitmen dan gaya kemampuan manajemen
rumah sakit dalam meminimalkan pajanan yang membahayakan atau mencelakakan
karyawan, manajemen pasien, atau anggota masyarakat lainnya. Budaya keselamatan pasien
di suatu rumah sakit dapat diketahui dengan melakukan kajian evaluasi yaitu untuk
mengetahui seberapa jauh budaya keselamatan pasien di suatu rumah sakit. Menurut Agency
of Healthcare Research and Quality (AHRQ) dalam menilai budaya keselamatan pasien di
rumah sakit terdapat beberapa aspek dimensi yang perlu diperhatikan yaitu harapan dan
tindakan manajer dalam mempromosikan keselamatan pasien, pembelajaran berkelanjutan,
kerja sama dalam unit, keterbukaan komunikasi, umpan balik terhadap kesalahan, respon tidak
menyalahkan, staf yang adekuat, persepsi secara keseluruhan, dukungan manajemen, kerja
sama tim antar unit, pemindahan pasien, dan frekeunsi pelaporan.
Rumah Sakit Umum Rachmi Dewi Gresik telah memberikan perhatian pada mutu
pelayanan rumah sakit terutama terkait dengan keselamatan pasien, hal ini dibuktikan dengan
membentuk Komite Mutu Rumah Sakit Umum Rachmi Dewi Gresik yang dibentuk melalui
Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Rachmi Dewi Gresik yang mempunyai
tanggung jawab untuk menangani sistem peningkatan mutu dan keselamatan pasien di RSU
Rachmi Dewi Gresik melalui program dan kegiatan dalam menjamin dan meningkatkan mutu
standar keselamatan pasien. Dengan diselenggarakannya Sistem Keselamatan Pasien di rumah
sakit dengan optimal, maka hal ini dapat mencegah terjadinya cedera pada pasien yang
disebabkan oleh kesalahan akibat dilaksanakannya suatu tindakan. Dari sisi pemberi pelayanan
kesehatan yang dalam hal ini adalah SDM Kesehatan, sistem keselamatan pasien ini sangatlah
berperan penting untuk mencegah insiden keselamatan pasien meliputi Kejadian Sentinel,
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera
(KTC), dan Kondisi Potensial Cedera Signifikan (KPCS).
Pada tahun 2022 semester I diperoleh informasi bahwa terdapat 9 insiden keselamatan
3
pasien yang masuk di komite mutu RSU Rachmi Dewi Gresik. Kasus. Berdasarkan adanya
permasalahan keselamatan pasien tersebut dan pentingnya penerapan budaya keselamatan
pasien di rumah sakit, maka dilakukan survei budaya keselamatan pasien pada seluruh pegawai
di RSU Rachmi Dewi Gresik dengan menggunakan Metode AHRQ yang terdiri dari 41 item
pertanyaan dan 12 dimensi tentang keselamatan pasien. Adapun instrumen penelitian yang
digunakan yakni Hospital Survey on Patient Safety Culture (HSPSC) yang juga dikeluarkan
oleh Association Health Care and Reasearch Quality (AHRQ). Instrument kuesioner ini telah
melalui proses adaptasi linguistik ke versi Indonesia dan dinyatakan bersifat valid dan reliabel
setelah melalui uji validitas isi, uji validitas konstruksi, dan uji reliabilitas sehingga dapat
digunakan untuk menilai gambaran budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit di Indonesia
(Monica dkk, 2021).
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Melakukan evaluasi terhadap program kerja yang telah dilakukan sebagai upaya
membangun budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit Umum Rachmi Dewi Gresik
b. Tujuan Khusus
4. Manfaat
4
pelaksanaan program budaya keselamatan pasien, di RSU Rachmi Dewi Gresik
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Area yang masih membutuhkan pengembangan dengan nilai respon positif ≤50% adalah :
1. Aspek Frekuensi laporan kejadian 97,19%
2. Aspek tidak menghukum terhadap terjadinya kesalahan 41,6%
3. Aspek Ketenagaan 36,9%
6
Gambaran 12 Dimensi Budaya Keselamatan Pasien
No Dimensi Jumlah (%) Respon Positif
1 Ekspektasi kegiatan supervisor/manager yang 73,1%
mendukung keselamatan pasien
2 Aspek pembelajaran organisasi 97,2%
3 Teamwork dalam unit Rumah Sakit 96,7%
4 Keterbukaan komunikasi 79,5%
5 Aspek tidak menghukum terhadap terjadinya 41,6%
kesalahan
6 Umpan balik dan komunikasi tentang kesalahan 98,1%
7 Aspek Ketenagaan 36,9%
8 Dukungan Manajemen terhadap Keselamatan Pasien 67,5%
9 Teamwork Antar Unit di Rumah Sakit 90,02%
10 Handsoff dan Pergantian di Rumah Sakit 68,24%
11 Persepsi keselamatan secara umum 54,67%
12 Aspek Frekuensi laporan kejadian 97,19%
Rata-Rata Respon Positif 75,06%
Pada tabel tersebut dapat digambarkan bahwa Budaya Keselamatan Pasien di RSU Rachmi
Dewi Gresik termasuk budaya keselamatan pasien tingkat sedang dimana respon positif sebesar
75,06%.
Area yang masih membutuhkan pengembangan dengan nilai respon positif ≤50% adalah :
Aspek tidak menghukum juga mempunyai nilai respon positif yang cukup rendah. Salah
satu faktor yang dapat menyebabkan hal ini tercermin dalam subdimensi aspek
keterbukaan komunikasi. Dimana masih rendahnya respon positif staf yang merasa bebas
berbicara bila melihat sesuatu yang dapat berdampak negatif terhadap pelayanan pasien.
Sosialisasi tentang budaya keselamatan pasien melalui media leaflet, pin di media-media
komunikasi Rumah Sakit diharapkan dapat meningkatkan respon staf. Meningkatkan
7
partisipasi staf dalam menyampaikan pendapat tentang insiden keselamatan pasien dalam
forum pertemuan di Rumah Sakit. Forum pertemuan di Rumah Sakit hendaknya tidak
hanya dihadiri oleh kepala unit saja. Penyampaian pendapat diharapkan disertai dengan
adanya data dukung sehingga memudahkan evaluasi dan monitoring. Pembentukan Tim
Inevstigator terhadap insiden keselamatan pasien yang nantinya akan melakukan
penyusunan laporan Root Cause Analysis (RCA) secara komprehensif. Dimana
rekomendasi dari laporan tersebut berfokus pada perbaikan sistim pelayanan yang
akan dipantau secara rutin tiap 3 bulan. Sehingga perubahannya dapat
memberikan dampak yang luas bagi RumahSakit..
8
pasien.
4. Memberikan penghargaan kepada unit pelayanan yang secara aktif memberikan laporan
insiden keselamatan pasien.
9
BAB VI
PENUTUP
Demikian Program survey budaya keselamatan ini kami susun. Semoga dapat menjadi salah satu
bahan pertimbangan dalam peningkatan respon budaya keselamatan pasien di RSU Rachmi Dewi
Gresik. Atas perhatian dan perkenannya kami ucapkan banyak terimakasih.
KETUA KOMITE
MUTU
Mengetahui,
KAB. GRESIK
10
11