“PASIEN SAFETY”
Dosen Mata Kuliah: Ns. Sabirin B. Syukur, M.Kep
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2:
1. Fillah Hardiyanto
2. Ferdi Mohi
3. Miftahuljanah Hinelo
4. Sintia Djafar
5. Restu Holo
6. Winditha Indah Prastika Kadjim
7. Astuti Alhasni
8. Sri Wulan Amelia C Muda
Keselamatan pasien (patient safety) adalah dasar dari pelayanan kesehatan yang baik.
Keselamatan pasien juga menjadi salah satu indikator dalam menilai akreditas institusi
pelayanan kesehatan, oleh karena itu keselamatan pasien sangat penting. Namun, jika ditinjau
dari insiden keselamatan pasien, keselamatan pasien di berbagai tingkat pelayanan kesehatan
masih buruk, baik secara global maupun nasional . (Ningsih and Endang Marlina, 2020)
Patient safety (keselamatan pasien) di rumah sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu
rumah sakit yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman, termasuk di dalamnya
mengukur risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko terhadap pasien, analisa insiden,
kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden serta menerapkan solusi untuk
mengurangi risiko. Penerapan program keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan
di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit.Indikator patient
safety merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat keselamatan pasien
selama dirawat di rumah sakit. Indikator ini dapat digunakan bersama dengan data pasien rawat
inap yang sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Berdasarkan hasil wawancara yang
telah dilakukan dengan informan tentang penerapan patient safety diperoleh informasi bahwa
semua informan mengatakan bahwa di rumah sakit ini telah menerapkan kebijakan patient
safety dimana sistem patient safetymerupakan visi utama dari rumah sakit itu sendiri dan dapat
meningkatan mutu pelayanan rumah sakit.(Penerapan Kebijakan Kesehatan Spesifik, Isclawati
and Majid Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Parepare, 2020a)
Patient safety adalah konsep pasien yang sedang dalam pelayanan kesehatan dapat
mencapai dampak yang diharapkan. Dalam hal injury, patient safety didefinisikan sebagai
terbebas dari accidental injury dengan menjamin keselamatan pasien melalui penetapan sistem
operasional, meminimalisasi kemungkinan kesalahan, dan meningkatkan pencegahan agar
kecelakaan tidak terjadi dalam proses pelayanan.1 Berbagai penelitian di dunia membuktikan
banyak kejadian yang membahayakan pasien terjadi akibat kelalaian dalam proses pelayanan
kesehatan, mulai dari kesalahan, kealpaan, dan kecelakaan yang menimbulkan dampak
merugikan bagi pasien Medicine melaporkan 44.000-98.000 orang Amerika meninggal karena
kesalahan. Kesalahan medis (medical error) menjadi penyebab utama disusul kealpaan dan
komplikasi. Lebih banyak warga Amerika yang meninggal karena kesalahan medis daripada
kanker payudara, Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), atau kecelakaan. Sebanyak
2% dari pasien yang dirawat mengalami kejadian merugikan karena obat sehingga
memperpanjang hari rawat dan penambahan biaya $4.700 per kejadian, 7% pasien yang
dirawat mengalami kesalahan medis yang serius, dan secara nasional kerugian diperkirakan
menjadi $8,5 juta hingga $29 juta.2 Tingkat kesalahan pengobatan (medication error) di
Indonesia cukup tinggi. Studi yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada antara tahun 2001-2003 menunjukkan bahwa kesalahan pengobatan mencapai angka
5,07%, sebanyak 0,25% berakhir fatal hingga kematian. Kesalahan pengobatan dan efek
samping obat terjadi pada rata-rata 6,7% pasien yang masuk rumah sakit, diantara kesalahan
tersebut 25%-50% dapat dicegah.(Korespondensi et al., no date)
Pasien safety merupakan prioritas isu penting dan global dalam pelayanan kesehatan
karena penerapan Pasien safety merupakan komponen penting dan vital dalam asuhan
keperawatan yang berkualitas. Hal ini menjadi penting karena Pasien safety merupakan suatu
langkah untuk memperbaiki mutu pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan. Menurut
Joint Commission Internasional (JCI) dan world Health Organitation (WHO) melaporkan
beberapa negara terdapat 70% kejadian kesalahan pengobatan meskipun, JCI dan WHO
mengeluarkan “Nine Life-Saving Pasien Safety Solutions” atau 9 solusi keselamatan pasien.
Kenyataannya, permasalahan keselamatan pasien masih banyak terjadi termasuk di Indonesia.
Program keselamatan pasien (patient safety) merupakan variabel untuk mengukur dan
mengevaluasi kualitas kinerja pelayanan keperawatan terhadap pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit. Program keselamatan pasien dapat bertujuan untuk menurunkan angka Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien selama di rawat di Rumah Sakit sehingga
dapat merugikan beberapa pihak khususnya, pasien dan Rumah Sakit.
Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat kompleks, terdapat ratusan macam obat, ratusan
tes dan prosedur, banyak terdapat alat dan teknologi, bermacam profesi dan non profesi yang
memberikan pelayanan pasien selama 24 jam secara terus-menerus, dimana keberagaman dan
kerumitan pelayanan tersebut apabila tidak dikelolah dengan baik dapat terjadi insiden
keselamatan Pasien bisa berupa Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse event).
Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini dimana sekarang
banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada pasien. Keselamatan
pasien muncul dan berkembang seiring dengan semakin bertambahnya jumlah insiden
keselamatan pasien. Keselamatan pasien berfokus pada usaha untuk menurunkan angka
insiden keselamatan pasien yang sebenarnya dapat dicegah.
Pasien safety adalah konsep pasien yang sedang dalam pelayanan kesehatan dapat
mencapai dampak yang diharapkan. Berbagai penelitian di dunia membuktikan banyak
kejadian yang membahayakan pasien terjadi akibat kelalaian dalam proses pelayanan
kesehatan, mulai dari kesalahan, kealpaan, dan kecelakaan yang menimbulkan dampak
merugikan bagi pasien. Keselamatan pasien (Patient Safety) merupakan sesuatu yang jauh
lebih penting dari pada sekedar efisiensi pelayanan. Perilaku perawat dengan kemampuan
perawat sangat berperan penting dalam pelaksanaan keselamatan pasien. Isu keselamatan
pasien merupakan salah satu isu utama dalam pelayanan kesehatan. Pasien safety merupakan
sesuatu yang jauh lebih penting dari pada sekedar efisiensi pelayanan. Berbagai risiko akibat
tindakan medik dapat terjadi sebagai bagian dari pelayanan kepada pasien. Ternyata mutu
pelayanan saja tidak cukup. Proses hukum di Rumah Sakit sangat meningkat. Rumah Sakit dan
Profesi gencar menjadi sasaran serangan tudingan. Keselamatan pasien mengubah blaming
culture ke safety culture dan mengurangi litigasi di Rumah Sakit.
Kesalahan penanganan pasien yang justru merugikan pasien harus dihindari, baik yang
dilakukan oleh dokter, perawat serta petugas lain. Untuk itu pasien dan keluarganya
membutuhkan suatu jaminan hukum bagi penanganan petugas Rumah Sakit. Sehingga hal-hal
penanganan pasien di luar standar sejauh mungkin bisa dihindarkan.(‘1258-4607-1-PB’, no
date)
Keselamatan pasien merupakan suatu sistem yang dapat membuat asuhan pasien lebih
aman, meliputi asesmen risiko identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Di Indonesia sendiri kesalahan prosedur rumah sakit sering disebut
sebagai malpraktik. Kejadian di Jawa dengan jumlah penduduk 112 juta orang, sebanyak
4.544.711 orang (16,6%) penduduk yang mengalami kejadian merugikan, sebanayak
2.847.288 orang dapat dicegah, 337.000 orang cacat permanen, dan 121.000 orang mengalami
kematian. sedangkan Prevalensi kejadian media yang merugikan pasien di Jawa Tengah dan
DIY adalah sebesar 1,8%-88,9%.(Gunawan, Sarjana Keperawatan STIKes Karya Kesehatan
and Keperawatan Poltekes Kemenkes Kendari Corespondensi Author Keperawatan
Manajemen STIKes Karya Kesehatan, no date)
Penerapan program keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua
rumah sakit yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan program
keselamatan pasien mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO
Patient Safety (2007)yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) dan dari Joint Commission International (JCI). Sasaran keselamatan pasien terdiri
atas enam sasaran, yaitu ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang
efektif,peningkatan keamanan obatyang perlu diwaspadai (high alert), kepastian tepat lokasi,
tepat prosedur, dan tepat pasien operasi, pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan, dan pengurangan risiko jatuh.(Penerapan Kebijakan Kesehatan Spesifik, Isclawati
and Majid Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Parepare, 2020b)
Patient safety merupakan prioritas, isu penting dan global dalam pelayanan kesehatan
(Perry 2009). Ballard (2003) dalam Mustikawati (2011) menyatakan bahwa Patient safety
merupakan komponen penting dan vital dalam asuhan keperawatan yang berkualitas. Hal ini
menjadi penting karena Patient safety merupakan suatu langkah untuk memperbaiki mutu
pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan (Cahyono, 2008). Inti dari patient safety
yaitu penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau
mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan (Ballard, 2003). Sehingga, program
utama patient safety yaitu suatu usaha untuk menurunkan angka kejadian tidak diharapkan
(KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat di rumah sakit yang sangat merugikan
baik pasien maupun pihak rumah sakit.(‘646-1282-1-PB’, no date)
Keselamatan pasien di Rumah Sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu Rumah Sakit
yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman, termasuk di dalamnya mengukur risiko,
identifikasi dan pengelolaan risiko terhadap pasien, analisa insiden, kemampuan untuk belajar
& menindaklanjuti insiden serta menerapkan solusi untuk mengurangi risiko. Keselamatan
pasien merupakan suatu sistem yang sangat dibutuhkan mengingat saat ini banyak pasien yang
dalam penanganannya sangat memprihatikan,dengan adanya sistem ini diharapkan dapat
meminimalisir kesalahan dalam penanganan pasien baik pada pasien UGD, rawat inap maupun
pada pasien poliklinik. Pelaksanaan patient safety yang masih rendah ini tidak terlepas dari
pemahaman responden yang masih rendah. Rendahnya pemahaman responden ini menjadi
salah satu kendala dalam pelaksanaan patients safety.
Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa budaya keselamatan yang rendah
berhubungan dengan pelaksanaan pelayanan yang kurang baik Sementara responden dengan
budaya keselamatan pasien yang tinggi akan melaksanakan pelayanan dengan baik Solusi yang
diharapkan dari adaya kendala atau hambatan ini adalah pemberian pelatihan secara berkala
kepada semua tenaga kesehatan di rumah sakit. Pelatihan dinyatakan sebagai bagian
pendidikan yang menyangkit proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan
keterampilan di luar system pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relative singkat.
Keterampilan yang dimaksud dalam hal ini adalah keterampilan dalam berbagai bentuk antara
lain physical skill, intellectual skill, dan managerial skill. Jika dikaitkan dengan teori tersebut
maka pelatihan yang dilakukan dalam penelitian ini harus berkaitn dengan peningkatan
intellectual skill yang berhubungan dengan keselamatan pasien.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan evaluasi pelaksanaan Patient Safety di
lingkungan Rumah Sakit agar supaya dapat meningkatkan budaya patient safety yaitu adanya
SOP, media monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan patient safety yang dilakukan oleh
tenaga medis sarana prasarana yang memadai, melakukan pelatihan tentang budaya
keselamatan pasien secara berkesinambungan, serta sistem pelaporan setiap insiden terarah
dan ditindaklanjuti.(‘1258-4607-1-PB’, no date)
1.2 Hand Over Dengan Tehnik Sbar Dalam Meningkatkan Patient Safety
Pengertian Handover
Handover adalah proses pengalihan wewenang dan tanggung jawab utama untuk memberikan
perawatan klinis kepada pasien dari satu pengasuh ke salah satu pengasuh yang lain. Pengasuh
termasuk dokter jaga, dokter tetap ruang rawat, asisten dokter, praktisi perawat, perawat
terdaftar, dan perawat praktisi berlisensi. Sedangkan Australian Medical Association (2006),
mendefinisikan handover sebagai transfer tanggung jawab profesional dan akuntabilitas untuk
beberapa atau semua aspek perawatan untuk pasien, atau kelompok pasien, kepada orang lain
atau kelompok profesional secara sementara atau permanen.
Jenis Handover
Terima pasien juga dapat terjadi antar fasilitas kesehatan, seperti; antara rumah sakit dan antara
beberapa organisasi penyedia pelayanan lainnya, termasuk pelayanan kesehatan di rumah,
tempat penampungan, dan fasilitas perawatan jompo. Serah terima pasien mungkin melibatkan
penggunaan teknologi khusus, misalnya: perekam audio, catatan terkomputerisasi, faximili,
dokumen tertulis, dan komunikasi lisan.
Hambatan individu dan organisasi dalam proses Handover
Suatu proses standar untuk memandu kegiatan serah terima pasien dalam mentransfer
informasi penting direkomendasikan. Penggunaan protokol yang mencakup klarifikasi fonetik
dan angka, penting dalam membantu menyampaikan informasi secara akurat. Penggunaan
protokol terkait dengan serah terima pasien dan pemindahan telah di rekomendasikan untuk
praktek yang aman dan lebih efektif.
Salah satu Faktor eksternal dan internal individu atau kelompok
Komunikasi Masalah: Bahasa dapat menyebabkan masalah dalam beberapa cara serah terima
pasien. Dialek yang berbeda, aksen,dan nuansa dapat disalahpahami atau disalahtafsirkan oleh
perawat menerima laporan. Singkatan dan akronim yang unik untuk pengaturan pelayanan
keperawatan tertentu mungkin membingungkan bagi seorang perawat yang bekerja di
lingkungan yang berbeda atau khusus.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan:
a. Serah terima pasien face-to-face lebih disukai untuk memungkinkan pertukaran komunikasi
verbal dan nonverbal yang interaktif.
b. Standarisasi bentuk, daftar, atau alat sehingga semua pengguna akan memahami informasi
dari konteks yang sama.
c. Memungkinkan peluang untuk mengajukan pertanyaan dan klarifikasi selama serah terima
pasien. d. Gunakan kebiasaan "membaca kembali" dan "mengulang kembali" untuk
mengurangi kesalahan komunikasi.
e. Gunakan klarifikasi fonetik dan angka.
f. Berbicara sederhana, jelas, langsung dan spesifik dalam deskripsi pasien dan situasi terkini.
g. Hindari penggunaan singkatan, istilah atau jargon yang tidak dapat dipahami secara
bersamah
h. Memberikan definisi pada istilah yang ambigu.
i. Memungkinkan penerima untuk meninjau ringkasan yang relevan dan informasi saat ini.
Menurut Alvarado et al.(2006) adanya standar komunikasi efektif yang terintegrasi dengan
keselamatan pasien dalam timbang terima pasien dan disosialisasikan secara menyeluruh pada
perawat pelaksana akan meningkatkan efektifitas dan koordinasi dalam mengkomunikasikan
informasi penting sehingga meningkatkan kesinambungan pelayanan dalam mendukung
keselamatan pasien.
Hasil penelitian Catherine (2008) di Denver Health Medical Center menyatakan bahwa
kegagalan komunikasi perawat dalam melakukan operan antar shift disebabkan karena
kegagalan komunikasi secara langsung seperti:
1). Komunikasi yang terlambat,
2).Kegagalan komunikasi dengan semua anggota tim,
3). Isi komunikasi yang tidak jelas. Hal ini menyebabkan tujuan komunikasi yang diharapkan
tidak tercapai, dan menyebabkan ketidakpuasan perawat dalam melakukan operan. Operan
merupakan sarana komunikasi perawat dalam menyampaikan dan menerima informasi secara
singkat, jelas, dan lengkap tentang tindakan yang sudah dilakukan dan yang belum dilakukan
perawat serta perkembangan kesehatan pasien. Maka dari itu dibentuklah metode komunikasi
yang efektif yakni SBAR.(Pasaribu, no date a)
Pengertian SBAR
Komunikasi SBAR merupakan suatu tekhnik informasi dan komunikasi yang sangat efektif
dalam pelaksanaan handover yang membantu perawat dalam melaksanakan pekerjaan dan
memudahkan mengidentifikasi kesalahan serta memfasilitasi perawatan pasien yang
berkesinambungan sehingga memberikan informasi yang jelas pada tim perawat setiap
pergantian shift karena semua informasi yang telah tercatat dalam status pasien, disampaikan
secara berurutan dan ringkas.
1.3 Pelaksanaan standar keselamatan pasien dari segi pelaksanaan hak pasien
Pelaksanaan standar keselamatan pasien dari segi pelaksanaan hak pasien Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 56 responden, sebagian besar 89,3% mengatakan bahwa pelaksanaan
standar keselamatan pasien dari segi pelaksanaan hak pasien terpenuhi, hal ini didasarkan pada
hasil wawancara, terdapat 56 pasien yang memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya
selama dalam perawatan di rumah sakit, 56 orang menyatakan mendapatkan privasi dan
kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya, 55 orang mengatakan bahwa
mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan
medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan, selanjutnya terdapat 48 mengatakan
bahwa perawat memberikan kenyamanan kepada keluarga dalam mendampingi pengobatan
dan 47 orang menyatakan bahwa pasien berhak memberikan persetujuan atau menolak atas
tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santosa dan Wibowobahwa
hak pasien yang diperoleh di rumah sakit Umum Kabupaten Bima yaitu pasien dan
keluarganya sudah mendapatkan haknya sesuai dengan standar keselamatan pasien rumah
sakit, pasien yang dirawat sudah mendapatkan informasi tentang rencana hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya adverse event4 Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
10,7% yang mengatakan bahwa pelaksanaan standar keselamatan pasien dari segi pelaksanaan
hak pasien tidak terpenuhi, hal ini didasarkan pada hasil wawancara pada responden yaitu 28
pasien tidak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah
sakit, 27 orang yang tidak dapat memilih dokter dan ruang kelas perawatan sesuai dengan
keinginan dan peraturan yang berlaku, 15 orang tidak memperoleh layanan yang efektif dan
efisien sehingga pasien terjadi kerugian fisik dan materi. Hal ini tidak sejalan dengan hasil
wawancara mendalam pada perawat yang menunjukkan bahwa 100% perawat mengatakan
bahwa pelaksanaan hak pasien dalam kategori dipenuhi, namun berdasarkan hasil wawancara
terbuka pada perawat, penyebab keadaan ini didominasi oleh beban kerja yang ditanggung oleh
perawat sehingga tidak efektif dalam memberikan hak pasien dalam memperoleh keselamatan
dan juga kurangnya motivasi perawat dalam memberikan pelayanan yang berkualitas.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vincent, dkk dalam Santosa dan
Wibowo, bahwa berat beban kerja menyebabkan bahaya laten dalam melakukan pekerjaan di
suatu unit4 . Penelitian ini dipertegas oleh penelitian yang dilakukan oleh Retnaningsih dan
Fatmawati (2016) bahwa ada hubungan bermakna antara beban kerja perawat dengan
implementasi patient safety di ruang rawat inap. (Gunawan, Sarjana Keperawatan STIKes
Karya Kesehatan and Keperawatan Poltekes Kemenkes Kendari Corespondensi Author
Keperawatan Manajemen STIKes Karya Kesehatan, no date)
1.4 Pelaksanaan standar keselamatan pasien dari segi pendidikan pasien dan keluarga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 56 responden, sebagian besar 83,9%
melaksanaan pendidikan tentang patient safety pada pasien dan keluarga, hal ini dasarkan pada
hasil wawancara pada responden yakni 56 orang pasien mengatakan bahwa pasien dan
keluarga berhak mengajukan pertanyaanpertanyaan tentang hal yang tidak di mengerti seperti
mengajukan pertanyaan tentang penyakit yang dialami dan risiko penyakit tersebut terhadap
kesehatan, 52 pasien dan keluarga mengatakan bahwa memperoleh pengetahuan tentang
peraturan rumah sakit pada saat pertama masuk, kemudian 47 pasien dan keluarga diberikan
instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit dan 39 pasien dan keluarga mendapatkan
penjelasan tentang pendidikan kesehatan untuk persiapan pulang.(Gunawan, Sarjana
Keperawatan STIKes Karya Kesehatan and Keperawatan Poltekes Kemenkes Kendari
Corespondensi Author Keperawatan Manajemen STIKes Karya Kesehatan, no date)
Kriterianya adalah
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden,
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan
jelas untuk keperluan analisis. 5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal
berkaitan dengan insiden, 6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.(Nasution, no
date)