Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH MANAJEMEN KEPERAWATAN

“PASIEN SAFETY”
Dosen Mata Kuliah: Ns. Sabirin B. Syukur, M.Kep

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2:
1. Fillah Hardiyanto
2. Ferdi Mohi
3. Miftahuljanah Hinelo
4. Sintia Djafar
5. Restu Holo
6. Winditha Indah Prastika Kadjim
7. Astuti Alhasni
8. Sri Wulan Amelia C Muda

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2022
1.1 pengertian patient safety
Keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih aman,
meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.
Pengaturan Keselamatan Pasien bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan fasilitas
pelayanan kesehatan melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang
disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan, dibutuhkan tindakan yang komprehensif dan responsif terhadap kejadian tidak
diinginkan di fasilitas pelayanan kesehatan agar kejadian serupa tidak terulang kembali Setiap
fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan Keselamatan Pasien.
Penyelenggaraan keselamatan pasien tersebut dilakukan melalui pembentukan sistem
pelayanan, yang menerapkan:
1) Standar keselamatan pasien,
2) Tujuh langkah menuju keselamatan pasien dan
3) Sasaran keselamatan pasien (PMK. No. 11 Tahun 2017).
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan Keselamatan Pasien.
Penyelenggaraan Keselamatan Pasien dilakukan melalui pembentukan sistem pelayanan yang
menerapkan: standar Keselamatan Pasien; sasaran Keselamatan Pasien; dan tujuh langkah
menuju Keselamatan Pasien.
Sistem pelayanan harus menjamin pelaksanaan:
1) Asuhan pasien lebih aman, melalui upaya yang meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan risiko pasien.
2) Pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, dan tindak lanjutnya.
3) Implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Keselamatan pasien terutama berkaitan dengan penghindaran, pencegahan dan perbaikan


hasil buruk atau injuri yang berasal dari perawatan kesehatan itu sendiri. Ini harus membahas
kejadian yang mencakup rangkaian "kesalahan" dan "penyimpangan" terhadap kecelakaan.
Keselamatan muncul dari interaksi komponen sistem. Ini lebih dari sekedar tidak adanya
hasil yang merugikan dan ini lebih dari sekadar menghindari kesalahan atau kejadian yang dapat
dicegah. Keselamatan tidak berada dalam diri seseorang, perangkat atau departemen.
Meningkatkan keamanan tergantung pada belajar bagaimana keselamatan muncul dari interaksi
komponen. Keselamatan pasien terkait dengan "kualitas perawatan", namun kedua konsep
tersebut tidak identik. Keselamatan merupakan bagian penting dari kualitas. Sampai saat ini,
kegiatan untuk mengelola kualitas tidak terfokus secukupnya pada masalah keselamatan pasien
(National Patient Safety Foundation, 2000, dalam Vincent, 2010).
Tujuan dari bidang keselamatan pasien adalah untuk meminimalkan kejadian buruk dan
menghilangkan kerusakan yang dapat dicegah dalam perawatan kesehatan.
Komponen patient safety diantaranya;
1. Identifikasi pasien dengan benar
2. Tingkatkan komunikasi efektif
3. Tingkatkan keamanan untuk pemberian obat yang beresiko tinggi
4. Eliminasi salah sisi, salah pasien, salah prosedur operasi
5. Reduksi risiko infeksi nosokimial dan reduksi risiko pasien cedera dari jatuh. (Buku Ajar
Management Pasient Safety)

Keselamatan pasien (patient safety) adalah dasar dari pelayanan kesehatan yang baik.
Keselamatan pasien juga menjadi salah satu indikator dalam menilai akreditas institusi
pelayanan kesehatan, oleh karena itu keselamatan pasien sangat penting. Namun, jika ditinjau
dari insiden keselamatan pasien, keselamatan pasien di berbagai tingkat pelayanan kesehatan
masih buruk, baik secara global maupun nasional . (Ningsih and Endang Marlina, 2020)

Patient safety (keselamatan pasien) di rumah sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu
rumah sakit yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman, termasuk di dalamnya
mengukur risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko terhadap pasien, analisa insiden,
kemampuan untuk belajar dan menindaklanjuti insiden serta menerapkan solusi untuk
mengurangi risiko. Penerapan program keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan
di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit.Indikator patient
safety merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkat keselamatan pasien
selama dirawat di rumah sakit. Indikator ini dapat digunakan bersama dengan data pasien rawat
inap yang sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. Berdasarkan hasil wawancara yang
telah dilakukan dengan informan tentang penerapan patient safety diperoleh informasi bahwa
semua informan mengatakan bahwa di rumah sakit ini telah menerapkan kebijakan patient
safety dimana sistem patient safetymerupakan visi utama dari rumah sakit itu sendiri dan dapat
meningkatan mutu pelayanan rumah sakit.(Penerapan Kebijakan Kesehatan Spesifik, Isclawati
and Majid Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Parepare, 2020a)

Patient safety adalah konsep pasien yang sedang dalam pelayanan kesehatan dapat
mencapai dampak yang diharapkan. Dalam hal injury, patient safety didefinisikan sebagai
terbebas dari accidental injury dengan menjamin keselamatan pasien melalui penetapan sistem
operasional, meminimalisasi kemungkinan kesalahan, dan meningkatkan pencegahan agar
kecelakaan tidak terjadi dalam proses pelayanan.1 Berbagai penelitian di dunia membuktikan
banyak kejadian yang membahayakan pasien terjadi akibat kelalaian dalam proses pelayanan
kesehatan, mulai dari kesalahan, kealpaan, dan kecelakaan yang menimbulkan dampak
merugikan bagi pasien Medicine melaporkan 44.000-98.000 orang Amerika meninggal karena
kesalahan. Kesalahan medis (medical error) menjadi penyebab utama disusul kealpaan dan
komplikasi. Lebih banyak warga Amerika yang meninggal karena kesalahan medis daripada
kanker payudara, Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), atau kecelakaan. Sebanyak
2% dari pasien yang dirawat mengalami kejadian merugikan karena obat sehingga
memperpanjang hari rawat dan penambahan biaya $4.700 per kejadian, 7% pasien yang
dirawat mengalami kesalahan medis yang serius, dan secara nasional kerugian diperkirakan
menjadi $8,5 juta hingga $29 juta.2 Tingkat kesalahan pengobatan (medication error) di
Indonesia cukup tinggi. Studi yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada antara tahun 2001-2003 menunjukkan bahwa kesalahan pengobatan mencapai angka
5,07%, sebanyak 0,25% berakhir fatal hingga kematian. Kesalahan pengobatan dan efek
samping obat terjadi pada rata-rata 6,7% pasien yang masuk rumah sakit, diantara kesalahan
tersebut 25%-50% dapat dicegah.(Korespondensi et al., no date)

Pasien safety merupakan prioritas isu penting dan global dalam pelayanan kesehatan
karena penerapan Pasien safety merupakan komponen penting dan vital dalam asuhan
keperawatan yang berkualitas. Hal ini menjadi penting karena Pasien safety merupakan suatu
langkah untuk memperbaiki mutu pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan. Menurut
Joint Commission Internasional (JCI) dan world Health Organitation (WHO) melaporkan
beberapa negara terdapat 70% kejadian kesalahan pengobatan meskipun, JCI dan WHO
mengeluarkan “Nine Life-Saving Pasien Safety Solutions” atau 9 solusi keselamatan pasien.
Kenyataannya, permasalahan keselamatan pasien masih banyak terjadi termasuk di Indonesia.
Program keselamatan pasien (patient safety) merupakan variabel untuk mengukur dan
mengevaluasi kualitas kinerja pelayanan keperawatan terhadap pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit. Program keselamatan pasien dapat bertujuan untuk menurunkan angka Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien selama di rawat di Rumah Sakit sehingga
dapat merugikan beberapa pihak khususnya, pasien dan Rumah Sakit.
Rumah Sakit merupakan tempat yang sangat kompleks, terdapat ratusan macam obat, ratusan
tes dan prosedur, banyak terdapat alat dan teknologi, bermacam profesi dan non profesi yang
memberikan pelayanan pasien selama 24 jam secara terus-menerus, dimana keberagaman dan
kerumitan pelayanan tersebut apabila tidak dikelolah dengan baik dapat terjadi insiden
keselamatan Pasien bisa berupa Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse event).
Keselamatan pasien merupakan isu global yang paling penting saat ini dimana sekarang
banyak dilaporkan tuntutan pasien atas medical error yang terjadi pada pasien. Keselamatan
pasien muncul dan berkembang seiring dengan semakin bertambahnya jumlah insiden
keselamatan pasien. Keselamatan pasien berfokus pada usaha untuk menurunkan angka
insiden keselamatan pasien yang sebenarnya dapat dicegah.
Pasien safety adalah konsep pasien yang sedang dalam pelayanan kesehatan dapat
mencapai dampak yang diharapkan. Berbagai penelitian di dunia membuktikan banyak
kejadian yang membahayakan pasien terjadi akibat kelalaian dalam proses pelayanan
kesehatan, mulai dari kesalahan, kealpaan, dan kecelakaan yang menimbulkan dampak
merugikan bagi pasien. Keselamatan pasien (Patient Safety) merupakan sesuatu yang jauh
lebih penting dari pada sekedar efisiensi pelayanan. Perilaku perawat dengan kemampuan
perawat sangat berperan penting dalam pelaksanaan keselamatan pasien. Isu keselamatan
pasien merupakan salah satu isu utama dalam pelayanan kesehatan. Pasien safety merupakan
sesuatu yang jauh lebih penting dari pada sekedar efisiensi pelayanan. Berbagai risiko akibat
tindakan medik dapat terjadi sebagai bagian dari pelayanan kepada pasien. Ternyata mutu
pelayanan saja tidak cukup. Proses hukum di Rumah Sakit sangat meningkat. Rumah Sakit dan
Profesi gencar menjadi sasaran serangan tudingan. Keselamatan pasien mengubah blaming
culture ke safety culture dan mengurangi litigasi di Rumah Sakit.
Kesalahan penanganan pasien yang justru merugikan pasien harus dihindari, baik yang
dilakukan oleh dokter, perawat serta petugas lain. Untuk itu pasien dan keluarganya
membutuhkan suatu jaminan hukum bagi penanganan petugas Rumah Sakit. Sehingga hal-hal
penanganan pasien di luar standar sejauh mungkin bisa dihindarkan.(‘1258-4607-1-PB’, no
date)

Keselamatan pasien merupakan suatu sistem yang dapat membuat asuhan pasien lebih
aman, meliputi asesmen risiko identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil. Di Indonesia sendiri kesalahan prosedur rumah sakit sering disebut
sebagai malpraktik. Kejadian di Jawa dengan jumlah penduduk 112 juta orang, sebanyak
4.544.711 orang (16,6%) penduduk yang mengalami kejadian merugikan, sebanayak
2.847.288 orang dapat dicegah, 337.000 orang cacat permanen, dan 121.000 orang mengalami
kematian. sedangkan Prevalensi kejadian media yang merugikan pasien di Jawa Tengah dan
DIY adalah sebesar 1,8%-88,9%.(Gunawan, Sarjana Keperawatan STIKes Karya Kesehatan
and Keperawatan Poltekes Kemenkes Kendari Corespondensi Author Keperawatan
Manajemen STIKes Karya Kesehatan, no date)
Penerapan program keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua
rumah sakit yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan program
keselamatan pasien mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO
Patient Safety (2007)yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) dan dari Joint Commission International (JCI). Sasaran keselamatan pasien terdiri
atas enam sasaran, yaitu ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang
efektif,peningkatan keamanan obatyang perlu diwaspadai (high alert), kepastian tepat lokasi,
tepat prosedur, dan tepat pasien operasi, pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan
kesehatan, dan pengurangan risiko jatuh.(Penerapan Kebijakan Kesehatan Spesifik, Isclawati
and Majid Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Parepare, 2020b)
Patient safety merupakan prioritas, isu penting dan global dalam pelayanan kesehatan
(Perry 2009). Ballard (2003) dalam Mustikawati (2011) menyatakan bahwa Patient safety
merupakan komponen penting dan vital dalam asuhan keperawatan yang berkualitas. Hal ini
menjadi penting karena Patient safety merupakan suatu langkah untuk memperbaiki mutu
pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan (Cahyono, 2008). Inti dari patient safety
yaitu penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak diharapkan atau
mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan (Ballard, 2003). Sehingga, program
utama patient safety yaitu suatu usaha untuk menurunkan angka kejadian tidak diharapkan
(KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat di rumah sakit yang sangat merugikan
baik pasien maupun pihak rumah sakit.(‘646-1282-1-PB’, no date)
Keselamatan pasien di Rumah Sakit adalah sistem pelayanan dalam suatu Rumah Sakit
yang memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman, termasuk di dalamnya mengukur risiko,
identifikasi dan pengelolaan risiko terhadap pasien, analisa insiden, kemampuan untuk belajar
& menindaklanjuti insiden serta menerapkan solusi untuk mengurangi risiko. Keselamatan
pasien merupakan suatu sistem yang sangat dibutuhkan mengingat saat ini banyak pasien yang
dalam penanganannya sangat memprihatikan,dengan adanya sistem ini diharapkan dapat
meminimalisir kesalahan dalam penanganan pasien baik pada pasien UGD, rawat inap maupun
pada pasien poliklinik. Pelaksanaan patient safety yang masih rendah ini tidak terlepas dari
pemahaman responden yang masih rendah. Rendahnya pemahaman responden ini menjadi
salah satu kendala dalam pelaksanaan patients safety.
Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa budaya keselamatan yang rendah
berhubungan dengan pelaksanaan pelayanan yang kurang baik Sementara responden dengan
budaya keselamatan pasien yang tinggi akan melaksanakan pelayanan dengan baik Solusi yang
diharapkan dari adaya kendala atau hambatan ini adalah pemberian pelatihan secara berkala
kepada semua tenaga kesehatan di rumah sakit. Pelatihan dinyatakan sebagai bagian
pendidikan yang menyangkit proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan
keterampilan di luar system pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relative singkat.
Keterampilan yang dimaksud dalam hal ini adalah keterampilan dalam berbagai bentuk antara
lain physical skill, intellectual skill, dan managerial skill. Jika dikaitkan dengan teori tersebut
maka pelatihan yang dilakukan dalam penelitian ini harus berkaitn dengan peningkatan
intellectual skill yang berhubungan dengan keselamatan pasien.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan evaluasi pelaksanaan Patient Safety di
lingkungan Rumah Sakit agar supaya dapat meningkatkan budaya patient safety yaitu adanya
SOP, media monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan patient safety yang dilakukan oleh
tenaga medis sarana prasarana yang memadai, melakukan pelatihan tentang budaya
keselamatan pasien secara berkesinambungan, serta sistem pelaporan setiap insiden terarah
dan ditindaklanjuti.(‘1258-4607-1-PB’, no date)
1.2 Hand Over Dengan Tehnik Sbar Dalam Meningkatkan Patient Safety
Pengertian Handover
Handover adalah proses pengalihan wewenang dan tanggung jawab utama untuk memberikan
perawatan klinis kepada pasien dari satu pengasuh ke salah satu pengasuh yang lain. Pengasuh
termasuk dokter jaga, dokter tetap ruang rawat, asisten dokter, praktisi perawat, perawat
terdaftar, dan perawat praktisi berlisensi. Sedangkan Australian Medical Association (2006),
mendefinisikan handover sebagai transfer tanggung jawab profesional dan akuntabilitas untuk
beberapa atau semua aspek perawatan untuk pasien, atau kelompok pasien, kepada orang lain
atau kelompok profesional secara sementara atau permanen.
Jenis Handover
Terima pasien juga dapat terjadi antar fasilitas kesehatan, seperti; antara rumah sakit dan antara
beberapa organisasi penyedia pelayanan lainnya, termasuk pelayanan kesehatan di rumah,
tempat penampungan, dan fasilitas perawatan jompo. Serah terima pasien mungkin melibatkan
penggunaan teknologi khusus, misalnya: perekam audio, catatan terkomputerisasi, faximili,
dokumen tertulis, dan komunikasi lisan.
Hambatan individu dan organisasi dalam proses Handover
Suatu proses standar untuk memandu kegiatan serah terima pasien dalam mentransfer
informasi penting direkomendasikan. Penggunaan protokol yang mencakup klarifikasi fonetik
dan angka, penting dalam membantu menyampaikan informasi secara akurat. Penggunaan
protokol terkait dengan serah terima pasien dan pemindahan telah di rekomendasikan untuk
praktek yang aman dan lebih efektif.
Salah satu Faktor eksternal dan internal individu atau kelompok
Komunikasi Masalah: Bahasa dapat menyebabkan masalah dalam beberapa cara serah terima
pasien. Dialek yang berbeda, aksen,dan nuansa dapat disalahpahami atau disalahtafsirkan oleh
perawat menerima laporan. Singkatan dan akronim yang unik untuk pengaturan pelayanan
keperawatan tertentu mungkin membingungkan bagi seorang perawat yang bekerja di
lingkungan yang berbeda atau khusus.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan:
a. Serah terima pasien face-to-face lebih disukai untuk memungkinkan pertukaran komunikasi
verbal dan nonverbal yang interaktif.
b. Standarisasi bentuk, daftar, atau alat sehingga semua pengguna akan memahami informasi
dari konteks yang sama.
c. Memungkinkan peluang untuk mengajukan pertanyaan dan klarifikasi selama serah terima
pasien. d. Gunakan kebiasaan "membaca kembali" dan "mengulang kembali" untuk
mengurangi kesalahan komunikasi.
e. Gunakan klarifikasi fonetik dan angka.
f. Berbicara sederhana, jelas, langsung dan spesifik dalam deskripsi pasien dan situasi terkini.
g. Hindari penggunaan singkatan, istilah atau jargon yang tidak dapat dipahami secara
bersamah
h. Memberikan definisi pada istilah yang ambigu.
i. Memungkinkan penerima untuk meninjau ringkasan yang relevan dan informasi saat ini.
Menurut Alvarado et al.(2006) adanya standar komunikasi efektif yang terintegrasi dengan
keselamatan pasien dalam timbang terima pasien dan disosialisasikan secara menyeluruh pada
perawat pelaksana akan meningkatkan efektifitas dan koordinasi dalam mengkomunikasikan
informasi penting sehingga meningkatkan kesinambungan pelayanan dalam mendukung
keselamatan pasien.
Hasil penelitian Catherine (2008) di Denver Health Medical Center menyatakan bahwa
kegagalan komunikasi perawat dalam melakukan operan antar shift disebabkan karena
kegagalan komunikasi secara langsung seperti:
1). Komunikasi yang terlambat,
2).Kegagalan komunikasi dengan semua anggota tim,
3). Isi komunikasi yang tidak jelas. Hal ini menyebabkan tujuan komunikasi yang diharapkan
tidak tercapai, dan menyebabkan ketidakpuasan perawat dalam melakukan operan. Operan
merupakan sarana komunikasi perawat dalam menyampaikan dan menerima informasi secara
singkat, jelas, dan lengkap tentang tindakan yang sudah dilakukan dan yang belum dilakukan
perawat serta perkembangan kesehatan pasien. Maka dari itu dibentuklah metode komunikasi
yang efektif yakni SBAR.(Pasaribu, no date a)

Pengertian SBAR
Komunikasi SBAR merupakan suatu tekhnik informasi dan komunikasi yang sangat efektif
dalam pelaksanaan handover yang membantu perawat dalam melaksanakan pekerjaan dan
memudahkan mengidentifikasi kesalahan serta memfasilitasi perawatan pasien yang
berkesinambungan sehingga memberikan informasi yang jelas pada tim perawat setiap
pergantian shift karena semua informasi yang telah tercatat dalam status pasien, disampaikan
secara berurutan dan ringkas.

Manfaat Komunikasi SBAR


Manfaat penerapan komunikasi SBAR pada perawat dalam melaksanakan handover.
Tema ini didukung teori yang di uraikan oleh Parry, J. (2012) tentang Improving clinical
communication using SBAR “Improving care, delivering quality yaitu komunikasi SBAR
dapat
meningkatkan informasi, meningkatkan keefektifan pemberian pelayanan, dan dapat
meningkatkan keselamatan pasien dan mencakup semua aspek dalam asuhan keperawatan
yang
diberikan kepada klien. SBAR merupakan alat komunikasi yang efektif dalam meningkatkan
patient safety dimana terdapat proses memonitor, mengevaluasi keselamatan pasien dan
terbukti
dapat meningkatkan mutu patient safety di rumah sakit, dengan penerapan komunikasi SBAR
ini
kepercayaan masyarakat terhadap citra rumah sakit sebagai pelayanan kesehatan juga semakin
baik

Hambatan dalam penerapan handover menggunakan komunikasi SBAR dalam


melaksanakan handover
adapun hambatan yang di dapatkan yaitu:
1. perbedaan persepsi perawat pada pendokumentasian
2. fasilitas yang kurang memadai
3. perawat kurang teliti
4. penggunaan waktu yang belum efektif
5. dan psikologis perawat
Menurut donabedian (dalam Cahyono, 2008) beberapa faktor yang mempengaruhi
penerapan komunikasi SBAR :
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap sesuatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Tingginya pengetahuan perawat tentang komunikasi SBAR dipengaruhi oleh
tingkat profesionalitas profesi yang sedang dijalaninya, pada penelitian yang dilakukan
Fitrianola & Ghita tentang Faktor Yang Berhubungan Dengan Penerapan Komunikasi
SBAR di Ruang Rawat Inap yang menjadi responden adalah ketua tim perawat yang
telah dipercaya sebagai seorang tenaga profesional yang dianggap mampu untuk
melakukan koordinator terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien. Selain
itu, faktor pengalaman kerja juga mempengaruhi tingkat pengetahuan responden tentang
komunikasi SBAR, dimana pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar
responden adalah perawat dengan masa kerja lebih dari 5 tahun, tentunya pengalaman
ini telah memberikan berbagai macam pengetahuan terhadap responden, termasuk
tentang penerapan komunikasi SBAR pada saat overran dinas.
2. Sikap
Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui
pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu
pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya (Widayatun 2009,p:25).
Sikap positif yang perlu dimiliki perawat dalam pelaksanaan patient safety
dimanifestasikan dalam bentuk tanggapan/ respon perasaan positif perawat terhadap
tindakan. Berdasarkan hasil penelitian Bawelle, dkk (2013) sikap berhubungan secara
signifikan dengan perilaku perawat dalam upaya pelaksanaan keselamatan pasien
(patient safety) yaitu menunjukkan semakin baik sikap maka semakin baik perilaku
perawat dalam upaya pelaksanaan keselamatan pasien (patient safety).
3. Motivasi
Menurut Hendrarni (dalam Abdullah, 2014) mengatakan motivasi adalah
dorongan atau motivasi kerja yang terdapat di dalam diri perawat memegang peranan
penting dalam pelaksanaan suatu tindakan. Apabila motivasi kerja perawat tinggi, maka
itu akan mempermudah perawat dalam melakukan tindakan dan begitupun sebaliknya.
Upaya peningkatan motivasi salah satunya adalah dengan memberikan sesuatu kepada
karyawan dipandang sebagai cara atau metode untuk meningkatkan motivasi kerja.(Pasaribu,
no date b)

1.3 Pelaksanaan standar keselamatan pasien dari segi pelaksanaan hak pasien
Pelaksanaan standar keselamatan pasien dari segi pelaksanaan hak pasien Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dari 56 responden, sebagian besar 89,3% mengatakan bahwa pelaksanaan
standar keselamatan pasien dari segi pelaksanaan hak pasien terpenuhi, hal ini didasarkan pada
hasil wawancara, terdapat 56 pasien yang memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya
selama dalam perawatan di rumah sakit, 56 orang menyatakan mendapatkan privasi dan
kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya, 55 orang mengatakan bahwa
mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan
medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan, selanjutnya terdapat 48 mengatakan
bahwa perawat memberikan kenyamanan kepada keluarga dalam mendampingi pengobatan
dan 47 orang menyatakan bahwa pasien berhak memberikan persetujuan atau menolak atas
tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santosa dan Wibowobahwa
hak pasien yang diperoleh di rumah sakit Umum Kabupaten Bima yaitu pasien dan
keluarganya sudah mendapatkan haknya sesuai dengan standar keselamatan pasien rumah
sakit, pasien yang dirawat sudah mendapatkan informasi tentang rencana hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya adverse event4 Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
10,7% yang mengatakan bahwa pelaksanaan standar keselamatan pasien dari segi pelaksanaan
hak pasien tidak terpenuhi, hal ini didasarkan pada hasil wawancara pada responden yaitu 28
pasien tidak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah
sakit, 27 orang yang tidak dapat memilih dokter dan ruang kelas perawatan sesuai dengan
keinginan dan peraturan yang berlaku, 15 orang tidak memperoleh layanan yang efektif dan
efisien sehingga pasien terjadi kerugian fisik dan materi. Hal ini tidak sejalan dengan hasil
wawancara mendalam pada perawat yang menunjukkan bahwa 100% perawat mengatakan
bahwa pelaksanaan hak pasien dalam kategori dipenuhi, namun berdasarkan hasil wawancara
terbuka pada perawat, penyebab keadaan ini didominasi oleh beban kerja yang ditanggung oleh
perawat sehingga tidak efektif dalam memberikan hak pasien dalam memperoleh keselamatan
dan juga kurangnya motivasi perawat dalam memberikan pelayanan yang berkualitas.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vincent, dkk dalam Santosa dan
Wibowo, bahwa berat beban kerja menyebabkan bahaya laten dalam melakukan pekerjaan di
suatu unit4 . Penelitian ini dipertegas oleh penelitian yang dilakukan oleh Retnaningsih dan
Fatmawati (2016) bahwa ada hubungan bermakna antara beban kerja perawat dengan
implementasi patient safety di ruang rawat inap. (Gunawan, Sarjana Keperawatan STIKes
Karya Kesehatan and Keperawatan Poltekes Kemenkes Kendari Corespondensi Author
Keperawatan Manajemen STIKes Karya Kesehatan, no date)

1.4 Pelaksanaan standar keselamatan pasien dari segi pendidikan pasien dan keluarga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 56 responden, sebagian besar 83,9%
melaksanaan pendidikan tentang patient safety pada pasien dan keluarga, hal ini dasarkan pada
hasil wawancara pada responden yakni 56 orang pasien mengatakan bahwa pasien dan
keluarga berhak mengajukan pertanyaanpertanyaan tentang hal yang tidak di mengerti seperti
mengajukan pertanyaan tentang penyakit yang dialami dan risiko penyakit tersebut terhadap
kesehatan, 52 pasien dan keluarga mengatakan bahwa memperoleh pengetahuan tentang
peraturan rumah sakit pada saat pertama masuk, kemudian 47 pasien dan keluarga diberikan
instruksi dan menghormati peraturan rumah sakit dan 39 pasien dan keluarga mendapatkan
penjelasan tentang pendidikan kesehatan untuk persiapan pulang.(Gunawan, Sarjana
Keperawatan STIKes Karya Kesehatan and Keperawatan Poltekes Kemenkes Kendari
Corespondensi Author Keperawatan Manajemen STIKes Karya Kesehatan, no date)

1.5 Pelaksanaan standar keselamatan pasien dari segi kesinambungan pelayanan


Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 56 responden, sebagian besar yakni 85,7%
pelaksanaan standar keselamatan pasien dari segi kesinambungan pelayanan dalam kategori
dilakukan yakni terdapat 56 orang mengatakan bahwa perawat terampil dalam melaksanakan
tugas selama perawatan, 47 orang mengatakan bahwa perawat memberikan informasi dengan
jelas sebelum melakukan tindakan keperawatan, 45 orang mengatakan bahwa tanggapan dari
perawat cepat saat diperlukan dalam menangani pasien. Penelitian ini sejalan dengan penelitian
Santosa dan Wibowo bahwa rumah sakit umum Kabupaten Bima telah menjamin
kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga di unit pelayan4 .Penelitian
ini dipertegas oleh penelitian yang dilakukan oleh Anne Andermann, dkk. (2011) yang
menemukan bahwa kompetensi, penelitian, kebijakan kesehatan, pendidikan pelatihan profesi
kesehatan merupakan dasar menuju keselamatan pasien di pelayanan kesehatan11 .
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari 56 responden, terdapat 14,3% tidak
melaksanaan standar keselamatan pasien dari segi kesinambungan pelayanan, hal ini
didasarkan pada hasil wawancara yang menunjukkan bahwa 23 orang pasien yang mengatakan
bahwa perawat tidak memantau secara menyeluruh dan berkesinambungan terhadap
perkembangan kondisi pasien, masing masing terdapat 18 orang yang mengatakan bahwa
perawat tidak meminta persetujuan pasien dan keluarga sebelum melakukan tindakan dan
perawat tidak melakukan koordinasi dengan keluarga dan pasien dalam memberikan
perawatan. Hal ini tidak sejalan dengan hasil wawancara pada perawat yang menunjukkan
bahwa 100% perawat mengatakan pelaksanaan standar keselamatan pasien dari segi
kesinambungan pelayanan dalam kategori dilakukan, namun setelah dilakukan wawancara
terbuka, pada umumnya perawat mengemukakan penyebab tidak efektifnya pelayanan perawat
disebabkan karena beban kerja dan juga kurangnya motivasi dari perawat untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang berkesinambungan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Linda
(2017) bahwa ada hubungan beban kerja perawat dengan kualitas dokumentasi pada shif,
dalam hal ini beban kerja perawat berhubungan signifikan dengan dokumentasi shifpagi.
Penelitian ini berhubungan dalam hal kesinambungan pelayanan dalam pergantian shif yang
dilakukan oleh perawat dalam sehari hari.(Gunawan, Sarjana Keperawatan STIKes Karya
Kesehatan and Keperawatan Poltekes Kemenkes Kendari Corespondensi Author Keperawatan
Manajemen STIKes Karya Kesehatan, no date)
1.6 Pelaksanaan standar keselamatan pasien dari segi komunikasi perawat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 56 responden, sebagian besar 80,4% pelaksanaan
standar keselamatan pasien dari segi komunikasi dalam kategori dilakukan, hal ini didasarkan
pada hasil wawancara responden bahwa 56 orang mengatakan bahwa perawat memberikan
kesempatan dalam berpendapat ketika melihat sesuatu yang memberikan dampak negatif
terhadap pelayanan yang diberikan, 45 orang yang mengatakan bahwa perawat memberikan
hak yang sama kepada pasien untuk bebas bertanya mengenai tindakan keselamatan yang
diberikan, kemudian 44 orang Perawat meminta izin kepada pasien dan keluarga sebelum
melakukan tindakan keperawatan.(Gunawan, Sarjana Keperawatan STIKes Karya Kesehatan
and Keperawatan Poltekes Kemenkes Kendari Corespondensi Author Keperawatan
Manajemen STIKes Karya Kesehatan, no date)

1.7 Ukuran Dampak Budaya Patient Safety


Hanya sebagian kecil responden yang ”sering” atau ”selalu” melaporkan kesalahan yang
terjadi. Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Permanasari,4 yang meneliti tentang
budaya patient safety dan alokasi biaya di Indonesia yang menunjukkan hasil 30% jawaban
responden mengatakan ”selalu” atau ”sering” melaporkan kejadian atau kesalahan. Pelaporan
tiap kesalahan yang dibuat oleh petugas adalah suatu hal yang ditanggapi berbeda oleh petugas.
Hal ini ditunjukkan oleh kecilnya jumlah petugas yang selalu atau sering melaporkan kejadian
atau kesalahan. Petugas yang melaporkan kejadian atau kesalahan adalah petugas yang telah
menyadari pentingnya melaporkan kesalahan agar dapat ditindaklanjuti dan diatasi di masa
yang akan datang. Sementara, petugas lainnya belum memahami pentingnya melaporkan
kejadian atau karena sebabsebab lain (misalnya takut, merasa malu atau mendapat sanksi).
Kenyataan ini menunjukkan fakta bahwa diperlukan sosialisasi kepada petugas tentang
pentingnya patient safety dan pelaporan kejadian kesalahan untuk upaya mengatasi masalah
dan memperbaiki mutu pelayanan di masa yang akan datang. Berdasarkan hasil analisis dapat
dilihat bahwa 47,1% responden memberikan respons positif tentang patient safety dan
sebagian besar petugas menganggap tingkat keselamatan pasien di unit kerjanya ”cukup”
(48,7%) bahkan ada yang menganggap ”buruk” (6,8%). Terlepas dari subjektivitas yang
mungkin terjadi dalam penilaian ini, namun hasil survei membuktikan bahwa sebenarnya
keselamatan pasien belum baik. Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Permanasari,4
yang menemukan 50% responden menjawab bahwa tingkat keselamatan pasien secara umum
dalam kategori ”cukup”. Kondisi ini memerlukan perhatian pihak manajemen dan petugas
sendiri agar di masa yang akan datang keselamatan pasien lebih ditingkatkan karena
keselamatan pasien bukan hanya penting bagi pasien atau keluarganya, tetapi juga
mempengaruhi eksistensi institusi dalam jangka panjang.(Korespondensi et al., no date)

1.8 Budaya Patient Safety


Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya patient safety di tingkat unit hanya direspons
positif oleh 14,7% responden, sedangkan budaya patient safety di tingkat rumah sakit
direspons positif oleh 26,2% responden. Sedikit berbeda dengan hasil penelitian ini,
Permanasari,4 menemukan 48% responden memberikan respons positif pada budaya patient
safety secara umum. Berdasarkan 10 dimensi budaya patient safety yang diteliti, hanya kerja
sama tim di tingkat unit yang dapat dijadikan area kekuatan bagi rumah sakit yang perlu
dipertahankan karena merupakan temuan positif dan dapat dijadikan modal dasar utama dalam
menyelesaikan tugas-tugas. Kerja sama tim dalam penelitian ini digali dengan 4 pertanyaan
meliputi dukungan petugas satu sama lain di unit, kerja sama dalam menyelesaikan tugas,
perhargaan petugas satu sama lain, dan kerja sama antarbagian di unit. Respons positif yang
paling tinggi (97,3%) diberikan reponden pada penyataan: ”Bila banyak tugas yang harus
diselesaikan, kami bekerja sama sebagai tim dalam menyelesaikan tugas.”
Hasil penelitian ini selaras dengan laporan AHRQ,10 tentang Hospital Survey on Patient
Safety Culture tahun 2009 Comparative Databased Report bahwa team work pada tingkat unit
di rumah sakit yang diteliti sebagai salah satu area kekuatan dalam patient safety culture. Hal
ini ditunjukkan dengan rata-rata respons positif responden sebesar 79% dan respons paling
tinggi (86%) pada pernyataan yang sama.(Korespondensi et al., no date)

1.9 Kesalahan Pelayanan Patient Safety


Jenis kesalahan pelayanan yang dilakukan oleh petugas di rumah sakit meliputi kesalahan
dalam kedisipilinan, komunikasi, hingga kesalahan teknis. Penyebab kesalahan yang paling
banyak dikemukakan responden adalah salah informasi. Kesalahan informasi dimungkinkan
salah satunya oleh komunikasi yang buruk sehingga petugas tidak memahami dengan jelas apa
yang dibicarakan atau pesan yang disampaikan. Hasil penelitian ini selaras dengan penjelasan
dalam Journal of the Royal Society of Medicine bahwa penyebab kesalahan pelayanan adalah
kegagalan sistem, dalam hal ini berupa komunikasi yang buruk.13 Selain itu, penyebab
kesalahan pelayanan oleh petugas adalah kurang pengetahuan sehingga petugas tidak dapat
melakukan tugasnya dengan baik. Kesalahan pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh
faktor manusia, seperti variasi pendidikan, training, dan pengalaman petugas yang
memberikan pelayanan kesehatan.14 Penyebab lain yang banyak dikemukakan oleh respoden
adalah kelalaian karena kurang hati-hati, tertidur, atau karena aktivitas lain. Kelalaian petugas
dimungkinkan oleh berbagai hal, antara lain karena volume kerja yang tinggi atau karena
tekanan waktu sehingga mengurangi konsentrasi petugas atau dapat mengakibatkan
kelelahan.8 Salah satu sebab kesalahan pelayanan yang dikemukakan oleh 2 dari 34 responden
yang mengaku melakukan kesalahan adalah faktor sarana atau peralatan. Kurangnya peralatan
dapat membatasi tindakan yang harus dilakukan oleh petugas, sementara petugas dituntut
melakukan tindakan tertentu. Sebagaimana dikemukakan oleh World Health Organization
(WHO) bahwa kegagalan sistem (salah satunya infrastruktur) dapat menyebabkan tindakan
yang tidak tepat.(Korespondensi et al., no date)

1.10 Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan


program peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor & mengevaluasi
kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan
untuk meningkatkan kinerja serta KP.
Kriterianya adalah
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai dengan
”Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis.(Nasution,
no date)

1.11 Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien


Standarnya adalah
1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan “7 Langkah Menuju
KP RS ”. 2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP &
program mengurangi KTD.
3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan
dengan pengambilan keputusan tentang KP
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur, mengkaji, &
meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan kinerja RS
& KP.

Kriterianya adalah
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden,
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit
terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan
jelas untuk keperluan analisis. 5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal
berkaitan dengan insiden, 6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien.(Nasution, no
date)

1.12 Perilaku Patient Safety Sebelum dan Sesudah Intervensi Colek


Berdasarkan uji statistik yang dilakukan menggunakan uji Wilcoxon, diperoleh bahwa ada
perbedaan yang signifikan pada perilaku patient safety antara sebelum dan sesudah pemberian
buku patient safety pada perawat rumah sakit di Kota Samarinda. Hasil penelitian ini didukung
oleh penelitian yang dilakukan oleh Novitasari, bahwa efektivitas buku ajar berbasis higher
order thinking skill adalah valid, praktis, dan efektif (23).
Penelitian lain menunjukkan bahwa bahan ajar buku panduan pembelajaran kebencanaan
Kabupaten Klaten adalah efektif yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan hasil belajar
melalui strategi role playing lebih besar dibandingkan strategi konvensional yaitu meningkat
sebanyak 30,24% (24). Penelitian serupa oleh Rielina menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara siswa yang belajar secara konvensional dengan siswa yang belajar
dengan buku saku pada unit kompetensi klasifikasi bahan makanan bumbu dan rempah.
Penggunaan buku saku pada media pembelajaran lebih efektif meningkatkan pengetahuan
siswa dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (25).
Buku patient safety ini adalah buku saku yang dirancang oleh peneliti yang berisikan
tentang prinsip-prinsip patient safety, mengapa harus ada patient safety, laporan insiden patient
safety, dan sasaran keselamatan pasien. Buku ini juga memuat tentang five moments hand
hygiene, 10 langkah mencuci tangan dengan sabun dan handrub, etika batuk dan bersin. Buku
dibuat semudah mungkin untuk dipahami oleh tenaga kesehatan yang membacanya.(‘500-1-
2334-1-10-20210729’, no date)
1.13 keselamatan Pasien Dan Manajemen Risiko Klinis
Menurut penjelasan Pasal 43 UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 yang dimaksud dengan
keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam suatu rumah sakit yang memberikan
pelayanan kepada pasien secara aman termasuk didalamnya pengkajian mengenai resiko,
identifikasi, manajemen resiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
untuk belajar dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta
meminimalisir timbulnya risiko. Yang dimaksud dengan insiden keselamatan pasien adalah
keselamatan medis (medical errors), kejadian yang tidak diharapkan (adverse event), dan
nyaris terjadi (near miss).Enam sasaran keselamatan pasien peraturan menteri kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1691/menkes/per/viii/2011Tentang Keselamatan pasien rumah
sakit:
SASARAN I : KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN
Standar SKP I Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/
meningkatkan ketelitian identifikasi pasien
Elemen Penilaian Sasaran I :
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan
nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis.
4. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
SASARAN II : PENINGKATAN KOMUNIKASI EFEKTIF
Standar SKP II Rumah sakit mengembangkan pendekatan untuk meningkatkan efektifitas
komunikasi antar para pemberi pelayanan.
Elemen Penilaian Sasaran II :
1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah.
2. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dibacakan
secara lengkap oleh penerima perintah.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan.
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi
lisan atau melalui telepon secara konsisten.
SASARAN III : PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI
(HIGH ALERT)
Standar SKP III Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memperbaiki
keamanan obat-obat yang perlu diwaspadai (high alert).
Elemen Penilaian Sasaran III :
1. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi,
menetapkan lokasi, pemberian label dan penyimpanan elektrolit konsentrat
2. Implementasi kebijakan dan prosedur.
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara
klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut
sesuai kebijakan.
SASARAN IV : KEPASTIAN TEPATLOKASI, TEPAT-PROSEDUR, TEPAT PASIEN
OPERASI
Standar SKP IV Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk memastikan tepat-
lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien.
Elemen Penilaian Sasaran IV :
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien didalam proses penandaan.
2. Rumah sakit menggunakan suatu cheklist atau proses lain untuk memverifikasi saat pre
operasi tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan yang
diperlukan tersedia, tepat dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur sebelum "incisi/time out"
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur tindakan pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung suatu proses yang seragam
untuk memastikan tepat lokasi, tepat-prosedur, dan tepat-pasien, termasuk prosedur medis dan
dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
SASARAN V : PENGURANGAN RESIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN
KESEHATAN
Standar SKP V Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi resiko
infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
Elemen Penilaian SasaranV :
1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum (a.l dari WHO Guidelines on Patient Safety.
2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.
3. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara
berkelanjutan resiko dari infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
SASARAN VI : PENGURANGAN RESIKO PASIEN JATUH
Standar SKP VI Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi resiko
pasien dari cidera karena jatuh.
Elemen Penilaian Sasaran VI :
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap resiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang bila pasien diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan
dan lain-lain.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang pada hasil
asesmen dianggap beresiko jatuh.
3. Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan, pengurangan cedera akibat
jatuh dan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan.
4. Kebijakan dan atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan resiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.(Bismar, no date)
1.14 Proses Keamanan Dan Keperawatan
Definisi dari keselamatan pasien adalah prinsip paling fundamental dalam pemberian
pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari
manajemen kualitas Dalam proses keperawatan terdapat lima tahapan :
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Dalam proses
pengkajian, seorang perawat bertugas untuk mengumpulkan informasi berkenaan dengan
kondisi pasien, baik melalui pasien pribadi atau melalui keluarga, rekam medis, tenaga
kesehatan, dan lainnya. Informasi yang dikumpulkan oleh seorang perawat haruslah
berupa fakta dan aktual. Keselamatan awal seorang pasien ditentukan dari cara seorang
perawat melakukan proses pengkajian. Seorang perawat harus mampu mengunpulkan
informasi mengenai kondisi pasien secara akurat, tepat, dan aktual. Jika seorang perawat
melakukan kesalahan pada tahap awal ini, maka akan terjadi pula kesalahan pada tahap
selanjutnya yang dapat mengancam keselamatan nyawa pasien. Oleh karena itu, pada
tahap ini perawat harus mampu mengidentifikasi secara benar dan meningkatkan
komunikasi secara efektif agar tidak terdapat informasi yang salah dimengerti oleh
perawat atau informasi yang tidak tepat dan tidak cukup.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif untuk membuat
diagnosa keperawatan. Diagnosa ini merupakan dasar untuk seorang perawat merumuskan
tindakan keperawatan. Analisis data yang telah didapat oleh perawat merupakan kunci
keberhasilan dari proses keperawatan. Seorang perawat harus mampu mendiagnosa
kondisi tubuh pasien dan kebiasaan pasien secara tepat dan teliti. Jika terdapat kesalahan
pada saat perawat melakukan proses diagnosa atau terdapat hal yang terlewatkan oleh
perawat, maka rencana tindakan yang akan disusun menjadi tidak tepat. Oleh karena itu,
dalam melakukan proses diagnosa, seorang perawat harus mampu berpikir secara kritis
dan tepat sehingga tidak terjadi kesalahan yang dapat mengancam nyawa pasien.
3. Intervensi
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai tiap
tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan, tindakan, dan
penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian.
Perencanaan merupakan dasar bagi seorang perawat dalam melaksanakan implentasi. Oleh
karena itu, pada tahap ini, perawat harus mampu menyusun rencana tindakan yang akan
diberikan kepada pasien secara sistematis dan tepat. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi
kekurangan yang dapat mengancam keselamatan pasien saat proses implementasi
dijalankan.
4. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995). Jalannya proses implementasi harus
mendukung keselamatan pasien. Perawat saat melakukan proses implentasi harus
menjamin bahwa tindakan yang akan dilakukan adalah tindakan yang tepat. Perawat juga
harus mampu menilai kemampuan secara pribadi dalam melaksanakan proses impelentasi
agar tidak terjadi kesalahan saat memberikan tindakan pada pasien. Selain itu, keselamatan
pasien juga ditentukan dari peralatan medis dan lingkungan sekitar pasien. Hal tersebut
perlu diperhatikan agar pasien dapat terhindar dari infeksi lain akibat melakukan kontak
dengan benda asing atau lingkungan di luar tubuhnya.
5. Evaluasi
Evaluasi mengacu kepada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap iniperawat
menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil atau gagal.
Proses evaluasi merupakan cermin bagi seorang perawat terhadap setiap tindakan yang
telah dilakukannya. Jika pada saat melakukan proses evaluasi perawat menemukan
tindakan atau kejadian yang salah, maka hal-hal tersebut dapat segera diperbaiki sehingga
mencegah terjadinya kondisi buruk pada pasien serta menjaga keselamatan pada pasien.
Oleh karena, proses keperawatan sangat berhubungan dengan patient safety atau
keselamatan pasien. Proses tersebut dikatakan berhubungan karena apabila seorang
perawat melakukan kesalahan saat menjalani salah satu proses keperawatan dalam
menangani pasien, maka kesalahan tersebut akan memungkinkan timbulnya kecelakaan
kerja yang dapat mengancam keselamatan pasien.(Bismar, no date)

1.15 Aplikasi Keselamatan Pasien


Pelayanan keperawatan yang baik adalah pelayanan keperawatan yang memperhatikan
keselamatan pasien. Setiap tindakan keperawatan yang dilakukan beserta dengan peralatan dan
lingkungan sekitar sudah seharusnya dikondisikan secara sempurna untuk menunjang
keselamatan pasien. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian terhadap keselamatan pasien.
Pengkajian tersebut meliputi pengkajian dalam bidang sebagai berikut :
1. Struktur
2. Lingkungan
3. Peralatan dan teknologi
4. Proses
5. Orang
6. Budaya(Bismar, no date)

1.16 Sasaran Keselamatan Pasien


Sasaran keselamatan pasien (SKP) di Indonesia mengacu kepada Internatinal Patient
Safety
Goals (IPSG) merupakan hal sangat penting untuk dipahami dan diterapkan dalam praktik
asuhan keperawatan (2). Sasaran keselamatan pasien adalah syarat yang harus diterapkan di
semua rumah sakit. Tujuan SKP adalah untuk menggiatkan perbaikan-perbaikan tertentu dalam
soal keselamatan pasien. Sasaran sasaran dalam SKP menyoroti bidang-bidang yang bermasalah
dalam perawatan kesehatan, memberikan bukti dan solusi hasil konsensus yang berdasarkan
nasihat para pakar. Dengan mempertimbangkan bahwa untuk menyediakan perawatan kesehatan
yang aman dan berkualitas tinggi diperlukan desain sistem yang baik, sasaran biasanya sedapat
mungkin berfokus pada solusi yang berlaku untuk keseluruhan sistem (PMK. No. 11 Tahun
2017).
Sasaran dalam SKP menyoroti bidang-bidang yang bermasalah di fasilitas pelayanan
kesehatan. Sasaran Keselamatan Pasien Nasional (SKPN), terdiri dari:
 SKP.1 mengidentifikasi pasien dengan benar;
 SKP.2 meningkatkan komunikasi yang efektif;
 SKP.3 meningkatkan keamanan obatobatan yang harus diwaspadai;
 SKP.4 memastikan lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar,
pembedahan pada pasien yang benar;
 SKP.5 mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan, dan
 SKP.6 mengurangi risiko cedera pasien akibat terjatuh. (Buku Ajar Management
Pasient Safety)
Daftar Pustaka
Buku Ajar Management Pasient Safety
‘500-1-2334-1-10-20210729’ (no date).
‘646-1282-1-PB’ (no date).
‘1258-4607-1-PB’ (no date).
Bismar, M. (no date) 6 SASARAN PENERAPAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT.
Gunawan, W., Sarjana Keperawatan STIKes Karya Kesehatan, P. and Keperawatan Poltekes
Kemenkes Kendari Corespondensi Author Keperawatan Manajemen STIKes Karya Kesehatan,
J. (no date) ‘ANALISIS PELAKSANAAN STANDAR KESELAMATAN PASIEN (PATIENT
SAFETY) DI RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS PROVINSI SULAWESI
TENGGARA’. Available at: http://www.stikeskaryakesehatankendari.ac.id/.
Korespondensi, A. et al. (no date) Artikel Penelitian 67 Budaya Patient Safety dan Karakteristik
Kesalahan Pelayanan: Implikasi Kebijakan di Salah Satu Rumah Sakit di Kota Jambi Patient
Safety Culture and Healthcare Error Characteristics: Implication of Policy at A Hospital in
Jambi Solha Elrifda.
Nasution, M.I. (no date) PATIENT SAFETY SEBAGAI SISTEM PENCEGAH KTD DAN
PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN RUMAH SAKIT.
Ningsih, N.S. and Endang Marlina (2020) ‘Pengetahuan Penerapan Keselamatan Pasien (Patient
Safety) Pada Petugas Kesehatan’, Jurnal Kesehatan, 9(1), pp. 59–71. Available at:
https://doi.org/10.37048/kesehatan.v9i1.120.
Pasaribu, Y. (no date a) HAND OVER DENGAN TEHNIK SBAR DALAM MENINGKATKAN
PATIENT SAFETY.
Penerapan Kebijakan Kesehatan Spesifik, A., Isclawati, E. and Majid Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Parepare, M. (2020a) Analysis
Of Patient Safety Health Specific Health Policy At Andi Makkasau Parepare City. Available at:
http://jurnal.umpar.ac.id/index.php/makes.
Penerapan Kebijakan Kesehatan Spesifik, A., Isclawati, E. and Majid Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Parepare, M. (2020b) Analysis
Of Patient Safety Health Specific Health Policy At Andi Makkasau Parepare City. Available at:
http://jurnal.umpar.ac.id/index.php/makes.

Anda mungkin juga menyukai