Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan pasien merupakan suatu sistem dimana


rumah sakit memberikan asuhan kepada pasien secara
aman serta mencegah terjadinya cidera akibat kesalahan
karena melaksanakan suatu tindakan atau tidak
melaksanakan suatu tindakan yang seharusnya diambil.
Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk
meminimalkan resiko. World Health Organization (WHO)
mengatakan bahwa keselamatan pasien adalah suatu
masalah kesehatan masyarakat global yang serius.
Kesalahan medis dapat disebabkan oleh faktor sistem dan
faktor manusia. Insiden keselamatan pasien yang
merugikan adalah terkait dengan prosedur bedah (27%),
kesalahan pengobatan (18,3%) dan kesehatan infeksi
terkait perawatan (12,2%). Penerapan budaya
keselamatan pasien yang adekuat akan menghasilkan
pelayanan keperawatan yang bermutu. Pelayanan
kesehatan yang bermutu tidak cukup dinilai dari
kelengkapan teknologi, sarana prasarana yang canggih
dan petugas kesehatan yang profesional, namun juga
ditinjau dari proses dan hasil pelayanan yang diberikan
(Ilyas, 2004).

Rumah sakit harus bisa memastikan penerima


pelayanan kesehatan terbebas dari resiko pada proses
2

pemberian layanan kesehatan (Cahyono, 2008; Fleming &


Wentzel, 2008). Penerapan keselamatan pasien di rumah
sakit dapat mendeteksi resiko yang akan terjadi dan
meminimalkan dampaknya terhadap pasien dan petugas
kesehatan khususnya perawat. Penerapan keselamatan
pasien diharapkan dapat memungkinkan perawat
mencegah terjadinya kesalahan kepada pasien saat
pemberian layanan kesehatan di rumah sakit. Hal tersebut
dapat meningkatkan rasa aman dan nyaman pasien yang
dirawat di rumah sakit (Armellino, Griffin, & Fitzpatrick,
2010). Pencegahan kesalahan yang akan terjadi tersebut
juga dapat menurunkan biaya yang dikeluarkan pasien
akibat perpanjangan masa rawat yang mungkin terjadi
(Kaufman & McCughan, 2013).

Pelayanan yang aman dan nyaman serta berbiaya


rendah merupakan ciri dari perbaikan mutu pelayanan.
Perbaikan mutu pelayanan kesehatan dapat dilakukan
dengan memperkecil terjadinya kesalahan dalam
pemberian layanan kesehatan. Penerapan budaya
keselamatan pasien akan mendeteksi kesalahan yang
akan dan telah terjadi (Fujita et al., 2013; Hamdan &
Saleem, 2013). Budaya keselamatan pasientersebut akan
meningkatkan kesadaran untuk mencegah error dan
melaporkan jika ada kesalahan (Jeffs, Law, & Baker,
2007). Hal ini dapat memperbaiki outcome yang dihasilkan
oleh rumah sakit tersebut. Outcome yang baik dapat
tercapai jika terjadi peningkatan budaya keselamatan
pasien di lingkungan rumah sakit. Peningkatan tersebut
harus dipantau dan dapat diukur. Beberapa peneliti telah
melakukan pengukuran terhadap budaya keselamatan
3

pasien pada beberapa rumah sakit di dunia. Survey yang


dilakukan pada rumah sakit pendidikan Kairo Mesir
didapatkan bahwa dimensi yang paling dominan terhadap
peningkatan budaya keselamatan pasien adalah
pembelajaran organisasi/ perbaikan terus — menerus
sebanyak 78, 2% (Aboul-Fotouh, Ismail, EzElarab, &
Wassif, 2012). Budaya Keselamatan pasien merupakan hal
yang mendasar di dalam pelaksanaan keselamatan di
rumah sakit. Budaya Keselamatan pasien merupakan hal
yang mendasar di dalam pelaksanaan keselamatan di
rumah sakit. Rumah sakit harus menjamin penerapan
keselamatan pasien pada pelayanan kesehatan yang
diberikannya kepada pasien (Fleming & Wentzel, 2008).

Upaya dalam pelaksanaan keselamatan pasien diawali


dengan penerapan budaya keselamatan pasien (KKP-RS,
2008). Hal tersebut dikarenakan berfokus pada budaya
keselamatan akan menghasilkan penerapan keselamatan
pasien yang lebih baik dibandingkan hanya berfokus pada
program keselamatan pasien saja (El-Jardali, Dimassi,
Jamal, Jaafar, & Hemadeh, 2011). Budaya keselamatan
pasien merupakan pondasi dalam usaha penerapan
keselamatan pasien yang merupakan prioritas utama
dalam pemberian layanan kesehatan (Disch, Dreher,
Davidson, Sinioris, & Wainio, 2011; NPSA, 2009). Pondasi
keselamatan pasien yang baik akan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan.

Kesehatan yang diberikannya kepada pasien (Fleming


& Wentzel, 2008). Upaya dalam pelaksanaan keselamatan
pasien diawali dengan penerapan budaya keselamatan
4

pasien (KKP-RS, 2008). Hal tersebut dikarenakan


berfokus pada budaya keselamatan akan menghasilkan
penerapan keselamatan pasien yang lebih baik
dibandingkan hanya berfokus pada program keselamatan
pasien saja (El-Jardali, Dimassi, Jamal, Jaafar, &
Hemadeh, 2011). Budaya keselamatan pasien merupakan
pondasi dalam usaha penerapan keselamatan pasien yang
merupakan prioritas utama dalam pemberian layanan
kesehatan (Disch, Dreher,
Davidson, Sinioris, & Wainio, 2011; NPSA, 2009). Pondasi
keselamatan pasien yang baik akan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan khususnya asuhan keperawatan.

Kesehatan yang diberikannya kepada pasien (Fleming


& Wentzel, 2008). Upaya dalam pelaksanaan keselamatan
pasien diawali dengan penerapan budaya keselamatan
pasien (KKP-RS, 2008). Hal tersebut dikarenakan
berfokus pada budaya keselamatan akan menghasilkan
penerapan keselamatan pasien yang lebih baik
dibandingkan hanya berfokus pada program keselamatan
pasien saja (El-Jardali, Dimassi, Jamal, Jaafar, &
Hemadeh, 2011). Budaya keselamatan pasien merupakan
pondasi dalam usaha penerapan keselamatan pasien yang
merupakan prioritas utama dalam pemberian layanan
kesehatan (Disch, Dreher,Davidson, Sinioris, & Wainio,
2011; NPSA, 2009). Pondasi keselamatan pasien yang
baik akan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
khususnya asuhan keperawatan.
5

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengurangan Risiko Infeksi Terkait
Pelayanan Kesehatan
2. Untuk mengetahui Rantai Penularan Infeksi
3. Untuk mengetahui Pengurangan Risiko Infeksi
4. Untuk mengetahui Pencegahan dengan Perbaiki
Ketahanan Tubuh
6

BAB II
PERMASALAHAN

A. Rumusan Masalah
1. Dapat menjelaskan pengurangan Risiko Infeksi Terkait
Pelayanan Kesehatan?
2. Dapat menjelaskan Rantai Penularan Infeksi?
3. Dapat menjelaskan Pengurangan Risiko Infeksi?
4. Dapat menjelaskan Pencegahan dengan Perbaiki
Ketahanan Tubuh?
7

BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan


tantangan praktisi dalam kebanyakan tatanan pelayanan
kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi
yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para
profesional pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya
dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan
termasuk infeksi saluran kemih- terkait kateter, infeksi
aliran darah blood stream infections dan pneumonia sering
kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis. Pokok dari
eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan
hand hygiene yang tepat. Pedoman hand hygiene yang
berlaku secara internasional bisa diperoleh dari WHO,
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika
Serikat US CDC berbagai organisasi nasional dan
intemasional. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif
untuk mengembangkan kebijakan danatau prosedur yang
menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand hygiene
yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman
itu di rumah sakit.

Tantangan terbesar yang dihadapi dalam memberikan


pelayanan kesehatan adalah pencegahan dan
pengendalian infeksi. Mahalnya biaya yang diperlukan
dalam mengatasi infeksi yang berkaitan dengan pelayanan
8

kesehatan menjadi masalah tersendiri bagi pasien maupun


stakeholder yang berkecimpung dalam dunia kesehatan.
Berbagai macam infeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan
pneumonia yang berkaitan dengan ventilasi mekanis juga
sering ditemukan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
Sumber dari timbulnya infeksi disebabkan karena
kurangnya kesadaran atau pemahaman perawat dalam
mencuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Bahkan
mengingat pentingnya mencuci tangan maka mencuci
tangan memakai sabun atau cairan anti septik, dan di
ruang operasi sebelum dilakukan tindakan pembedahan
perawat untuk menurunkan angka infeksi perawat harus
melakukan cuci tangan steril (Permenkes, 2017).
Dilakukan dengan enam langka yang menjadi standar
oleh WHO yaitu:

1. Pada saat sebelum dan setelah menyentuh pasien


2. Sebelum dan setelah melakukan tindakan aseptik
3. Setelah terpapar cairan tubuh pasien
4. Sebelum dan setelah melakukan tindakan invasiv
5. Setelah menyentuh area sekitar pasien/lingkungan dan
6. Memakai alat pelindung diri (APD) seperti sarung
tangan, masker, tutup kepala,
kacamata pelindung, apron/jas dan sepatu pelindung
yang digunakan untuk melindungi petugas dari risiko
pajanan darah, cairan tubuh ekskreta, dan selaput
lendir pasien.

 Hand Hygnie
Suatu prosedur tindakan membersihkan tangan
9

dengan menggunkana sabun/antiseptic dibwah air


mengalir atau dengan menggunakan handrub
berbasis alcohol
1. Hygienic handrub
2. Hygienic handwash
3. Surgical hand antiseptis

 Tujuan Kebersihan Tangan


Untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara meani
dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara 5
moment membersihkan tangan.
1. Sebelum berkontak dengan pasien
2. Sebelum tindakan aseptic
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasie
10

HYGIENIC HANDWASH

6 Langkah cuci tangan yang benar menurut WHO yaitu :


11

1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan


kemudian usap dan gosok kedua
telapaktangan secara lembut dengan arah
memutar

2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara


bergantian

3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih

4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi


12

saling mengunci

5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok


perlahan

B. Rantai Penularan Infeksi


13

Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat


penting karena apabila satu mata rantai dihilangkan atau
dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan
adalah :
1. Agen infeksi (infectious agent) adalah
Mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi.
Pada manusia dapat berupa bakteri , virus, ricketsia,
jamur dan parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:
patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau load)
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat
hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan
kepada orang. Reservoir yang paling umumadalah
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan
bahan-bahan organik lainnya. Pada manusia:
permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas atas, usus
dan vagina.
3. Port of exit ( Pintu keluar) adalah jalan darimana
agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu keluar
meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan,
saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana
mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh
lain.
4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme
bagaimana transport agen infeksi dari reservoir ke
penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara
penularan yaitu :
a) Kontak (contact transmission):
1. Direct/Langsung: kontak badan ke badan
transfer kuman penyebab secara fisik pada
14

saat pemeriksaan fisik, memandikan pasen


2. Indirect/Tidak langsung (paling sering !!!):
kontak melalui objek (benda/alat) perantara:
melalui instrumen, jarum, kasa, tangan yang
tidak dicuci

b) Droplet : partikel droplet > 5 µm melalui


batuk, bersin, bicara, jarak sebar pendek, tdk
bertahan lama di udara, “deposit” pada
mukosa konjungtiva, hidung, mulut contoh :
Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus
influenza type b (Hib),Virus Influenza, mumps,
rubella

c) Airborne : partikel kecil ukuran < 5 µm, bertahan


lama di udara, jarak penyebaran jauh, dapat
terinhalasi, contoh: Mycobacterium tuberculosis,
νirus campak, Varisela (cacar air), spora jamur

d) Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat


berperan dalam mempertahankan kehidupan
kuman penyebab sampai masuk (tertelan atau
terokulasi) pada pejamu yang rentan Contoh:
air, darah, serum, plasma, tinja, makanan.

e) Melalui Vektor : Artropoda (umumnya


serangga) atau binatang lain yang dapat
menularkan kuman penyebab cara menggigit
pejamu yang rentan atau menimbun kuman
penyebab pada kulit pejamu atau makanan.
Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/kutu, binatang
pengerat
5. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana
15

agen infeksi memasuki


pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui:
saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran
kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang
tidak utuh (luka).
6. Pejamu rentan (suseptibel) adalah orang yang
tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk
melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau
penyakit. Faktor yang mempengaruhi: umur, status
gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar
yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan
imunosupresan. Sedangkan faktor lain yang mungkin
berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis
tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan
herediter.

 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi


antara suseptibilitas penjamu, agen infeksi
(pathogenesis, virulensi dan dosis) serta cara penularan.
Identifikasi factor resiko pada penjamu dan
pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat
mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada
pasien ataupun pada petugas kesehatan.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:
1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian
imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau
pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi
kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat
akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan
16

metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik


adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan
memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi
termasuk klorinasi air, disinfeksi.
3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang
paling mudah untuk mencegah penularan penyakit
infeksi, tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan
petugas dalam melaksanakan prosedur yang telah
ditetapkan.
4. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure
Prophylaxis”/PEP) terhadap petugas kesehatan.
Berkaitan pencegahan agen infeksi yang ditularkan
melalui darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering
terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau
pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan
perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV.

C. Pengurangan Risiko Infeksi


Pelayanan kesehatan yang nyaman dapat
diimplementasikan melalui keselamatan pasien, karena
fokus pelayanan tidak saja pada kepuasan pasien tetapi
lebih penting lagi adalah keselamatan pasien.
Keselamatan pasien di Indonesia diimplementasikan oleh
seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, sesuai kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tertuang
salah satunya yaitu sasaran keselamatan pasien yaitu
ketepatan identifikasi, peningkatan komunikasi yang efektif,
peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai,
kepastian tepat-lokasi tepat-prosedur tepat- pasien
17

operasi, pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan


kesehatan dan pengurangan resiko jatuh pasien
(PERMENKES No 11, 2017). Rumah sakit dapat menjadi
sumber infeksi baik infeksi yang berasal dari pasien
maupun infeksi akibat perawatan di rumah sakit yang
disebut Infeksi nosokomial atau Healthcare Associated
Infections (HAIs). Hasil prevalensi survei Center for
Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat,
menyatakan bahwa pada tahun 2011 terdapat 722.00
kasus Healthcare Associated Infections (HAIs). Penelitian
squeri (2016), di Italia kejadian HAIs mencapai 450.000-
700.000 pertahun, dan lebih dari 1% pasien meninggal
karena HAIs. Di Indonesia data dari 10 RSU pendidikan,
HAIs cukup tinggi yaitu 6-16% dengan rata-rata 9,8% pada
tahun 2010 (Jayamohan.2010). WHO (2009) melalui global
patient safety a world Alliance for safe healthy care
menyatakan save live clean your hands, yaitu merumuskan
strategi inovasi penerapan hand hygiene untuk petugas
kesehatan dengan my five moment for hand hygiene
adalah melakukan hand hygiene sebelum bersentuhan
dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih/steril,
setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien resiko
tinggi, setelah bersentuhan dengan pasien, setelah
bersentuhan dengan lingkungan pasien. Di Indonesia
penerapan pencegahan resiko infeksi dimplementasikan
melalui program pencegahan dan pengendalian infeksi
(PPI), dengan diterapkannya kewaspadaan standar salah
satunya hand hygiene (kebersihan tangan) indikasinya
yaitu sebelum kontak dengan pasien, sebelum tindakan
aseptik, sebelum kontak darah dan cairan tubuh pasien,
setelah kontak dengan pasien, serta setelah kontak
18

dengan lingkungan sekitar pasien (PERMENKES No 27,


2017).

Pengertian

Pencegahan infeksi merupakan proses fisikal,


mechanical, atau kimiawi yang dapat membantu
mencegah penyebaran mikroorganisme infeksi dari orang
ke orang (pasien, klien petugas kesehatan atau petugas
kesehatan) dan atau peralatan, instrument, dan
permukaan sekitar manusia. Tiga kategori risiko potensial
infeksi yang menjadi dasar pemilihan praktik atau proses
pencegahan yang akan digunakan (umpamanya
sterilisasi instrument medis, sarung tangan dan benda-
benda lainnya) sewaktu merawat pasien. Kriteria tersebut
yaitu
1. Kritikal yaitu bahan dan praktik ini biasanya
menyangkut jaringan steril atau system darah dan
merupakan risiko infeksi tertinggi. Kegagalan untuk
melakukan manajemen sterilisasi, atau lebih
tepatnya, melalukan disinfeksi tingkat tinggi
peralatan (umpamanya instrument bedah dan
sarung tangan) berkemungkinan besar dapat
mengakibatkan infeksi serius.
2. Semikritikal yaitu bahan dan praktik ini adalah
terpenting kedua menyangkut selaput lender dan
area kecil kulit yang tidak utuh. Pengelolaan
memerlukan pengetahuan dan ketrampilan yang
luas seperti penanganan alat-alat invasive
(umpamanya endoskop gastrointestinal, dan
specula vagina), melakukan dekontaminasi,
19

pembersihan dan disinfeksi tingkat tinggi dan


pemakaian sarung tangan untuk petugas yang
menyentuh selaput lender atau kulit yang tidak utuh.

Tujuan
1. Menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah
sakit

2. Mencegah Terjadinya infeksi nosokomial


3. Membersihkan tangan dari kotoran
4. Mencegah terjadinya infeksi silang

Pencegahan Infeksi

Pembersihan yang rutin sangat penting untuk


meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan
benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu
diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang
terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu
yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai,
tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-
alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di
banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya
pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita
dengan status imun yang rendah atau bagi penderita
yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar
dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak
menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis.

Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu


fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan
20

pemrosesan serta filternya untuk mencegahan


terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada
rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat
menggunakan panas matahari.

D. Mencegah dan memperbaiki Ketahanan Tubuh

Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang


patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara
mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis
tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi
jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di
anatara populasi jasad renik komensasi pada umumnya,
misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna
manusia.
Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh
orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik
oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga
dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh
tersebut pada penderita penyakit berat.
21

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Budaya Keselamatan pasien merupakan hal yang


mendasar di dalam pelaksanaan keselamatan di rumah
sakit. Rumah sakit harus menjamin penerapan
keselamatan pasien pada pelayanan kesehatan yang
diberikannya kepada pasien (Fleming & Wentzel, 2008).
Upaya dalam pelaksanaan keselamatan pasien diawali
dengan penerapan budaya keselamatan pasien (KKP-RS,
2008). Hal tersebut dikarenakan berfokus pada budaya
keselamatan akan menghasilkan penerapan keselamatan
pasien yang lebih baik dibandingkan hanya berfokus pada
program keselamatan pasien saja. Keselamatan pasien
merupakan suatu sistem dimana rumah sakit memberikan
asuhan kepada pasien secara aman serta mencegah
terjadinya cidera akibat kesalahan karena melaksanakan
suatu tindakan atau tidak melaksanakan suatu tindakan
yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi
pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak
22

lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan


resiko.

B. Saran

perawat harus selalu memberikan pelayanan yang


terbaik untuk pasien.Meningkatkan keselamatan dan
kesahatan pasien menjadi suatu kualiatas yang dapat
membentuk pandangan baru terhadap keprofesionalan
kerja sebagai perawat du rumah sakit.Infeksi muncul
akibat tindakan yang tidak sesuai atau tindakan yang
memicu resiko tumbuhnya infeksi serta muncul dari
penyebaran kuman atau bakteri yang dapat menimbulkan
penyakit baru.
23

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI bekerjasama dengan Perdalin. 2009. Pedoman


Pencegahan dan Pengendalian

Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan


Lainnya. SK Menkes No 382/Menkes/2007. Jakarta: Kemenkes RI

Depkes RI. 2006. Pedoman Penatalaksanaan Flu Burung


di Pelayanan Kesehatan. Depkes RI: Ditjen Bina Yan Med .
2007.

Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian


Infeksi di Rumah Sakit dan Fasiltas Pelayanan Kesehatan
Lainnya. SK Menkes No 270/MENKES/2007. Jakarta: Depkes
RI

Notoatmodjo S. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta :


Rhineka Cipta

Siegel JD et al. and HICPAC CDC. 2007. Guideline for


Isolation Precaution: Preventing Transmission of Infectious
Agent in Healthcare Setting. CDC hal 1-92

Anda mungkin juga menyukai