Anda di halaman 1dari 29

ANALISA JURNAL KEPERAWATAN

TENTANG PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL

“Untuk Memenuhi Tugas Praktik Ners Stase Manajemen”

Disusun Oleh :
SUGIHARTO, S. Kep.
NIM. 201703121

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDEKIA UTAMA KUDUS
2017 / 2018
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Namun demikian kami
menyadari bahwa keberhasilan penyususnan makalah ini adalah berkat bantuan dari berbagai
pihak, oleh sebab itu kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
memberi bantuan. Dalam makalah ini kami akan menganalisa dan membandingkan 2 jurnal
yaitu :
1. MANAJEMEN PERAWATAN PASIEN TOTAL CARE DAN KEJADIAN
INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG ICU RSUD MASOHI TAHUN 2016
(Irhamdi Achmad)
2. ANALISIS TINDAKAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PERAWAT DALAM PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG
ICU RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH (Liza Salawati,
Nasyaruddin Herry Taufik dan Andi Putra, 2014)
3. ANALISIS KINERJA PERAWAT DALAM PENGENDALIAN INFEKSI
NOSOKOMIAL DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL
YOGYAKARTA (Herpan, Yuniar Wardani, 2012)

Kami menyadari bahwa banyak kekurangan dari penyusunan makalah ini. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sangat berharap semoga ini dapat menambah wawasan dan manfaat
pembaca pada umumnya.

Pati, Mei 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan penyebab tingginya angka kesakitan dan
kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini
menyebabkan, 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh Indonesia. Infeksi nosokomial
itu sendiri dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah
sakit. Infeksi yang di dapat di rumah sakit ( nosokomial ) adalah infeksi yang tidak ada
atau berinkubasi pada saat masuk ke rumah sakit. Ini bukan suatu fenomena baru,
tetapi jenis infeksi yang sering terjadi di rumah sakit telah berubah secara drastis sejak
separuh kedua abad ke 18 saat pertama kali infeksi nosokomial pertama kali menarik
perhatian ilmuwan dan kalangan medis (Adams, 2003 ). Rumah sakit sebagai sarana
pelayanan kesehatan dapat menjadi sumber infeksi bagi orang sakit yang dirawat,
tenaga kesehatan dan setiap orang yang datang ke rumah sakit. Infeksi yang ada di
pusat pelayanan kesehatan ini dapat ditularkan atau di peroleh melalui petugas
kesehatan, orang sakit, pengunjung yang berstatus karier atau karena kondisi rumah
sakit (Depkes, 2002) Infeksi nosokomial (INOS) merupakan masalah perawatan
kesehatan yang penting diseluruh dunia. Terjadinya infeksi nosokomial menimbulkan
beberapa masalah, yaitu peningkatan angka kesakitan dan kematian, penambahan hari
perawatan, peningkatan biaya perawatan dan ketidakpuasan baik pasien maupun
keluarganya. Infeksi nosokomial juga merupakan salah satu penyakit akibat kerja di
sarana kesehatan. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2002
prevalensi infeksi nosokomial di Eropa 7,7%, Timur Tengah 9,0%, Asia Tenggara
10% dan pasifik barat 11,8%.2 Surveilans yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan
RI (Depkes RI) pada tahun 1997 di 10 RSU Pendidikan, bahwa kejadian infeksi
nosokomial cukup tinggi yaitu 6-16% dengan rata-rata 9,8%. Surveilans yang
dilakukan di RSCM Jakarta pada tahun 1991 ditemukan insiden infeksi nosokomial
sebesar 3,22% dan tahun 1996 sebesar 4,6%. Hasil survei dari 11 rumah sakit di DKI
Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin (2003) dan rumah sakit infeksi Prof. Dr. Sulianti
Saroso Jakarta didapatkan angka infeksi nosokomial untuk infeksi luka operasi sebesar
18,9%, infeksi saluran kemih sebesar 15,1%, infeksi aliran darah primer sebesar
26,4%, pneumonia sebesar 24,5% dan infeksi saluran nafas lain sebesar 15,1%, serta
infeksi lain sebesar 32,1%.
RSUD Kayen merupakan rumah sakit milik Pemerintah Daerah tipe C dengan
fasilitas yang belum cukup memadai. Sampai saat ini RSUD Kayen masih dalam
proses membenahi sarana dan prasana sesuai standar rumah sakit pada umumnya.
Keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia membuat RSUD Kayen
memaksimalkan semua potensi agar dapat memberikan pelayanan. Harapan dengan
pemahanan tentang infeksi nosokomial dapat meningkatkan pelayanan kesehatan
seiring dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan dan
profesionalisme pemberi pelayanan kesehatan. Harapan diberlakukannya sistem
manajemen mutu seharusnya pemberi pelayanan kesehatan merasa ikut memiliki atau
bertanggung jawab atas keberadaan rumah sakit baik secara organisasi keseluruhan
maupun di tingkat unit khususnya dalam usaha dalam pencegahan INOS. Terjadinya
infeksi nosokomial paling besar oleh karena faktor manusia karena kurangnya
pengetahuan, keterampilan dan kurangnya kesadaran dari direksi untuk melaksanakan
peraturan perundangan K3 serta masih banyak pihak direksi menganggap upaya K3RS
sebagai pengeluaran yang mubazir, demikian juga dikalangan medis dan para medis
banyak yang menganggap remeh atau acuh tak acuh dalam memenuhi Standard
Oprational Prosedure (SOP) kerja. Penyebab lain adalah dari peralatan dan hygiene
dan sanitasi lingkungan Sedangkan untuk kejadian infeksi nosokomial sampai saat ini
tidak terlaporkan sehingga data di RS tentang kejadian infeksi nosokomial tidak
didapatkan. Untuk memenuhi tugas stase manajemen di program pendidikan
keperawatan Ners, peneliti tertarik untuk mengambil judul tentang “ Manajemen
Keperawatan tentang Pengendalian Infeksi Nosokomial di Ruang Melati RSUD
Kayen“

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan analisis dan membandingan tiga jurnal tentang pengendalian infeksi
nosokomial.
2. Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan praktek klinik manajemen keperawatan, mahasiswa mampu
Mengetahui Manajemen Keperawatan tentang Pengendalian Infeksi Nosokomial
di Ruang Melati RSUD Kayen.
BAB II
TINJAUAN JURNAL

A. MANAJEMEN PERAWATAN PASIEN TOTAL CARE DAN KEJADIAN INFEKSI


NOSOKOMIAL DI RUANG ICU RSUD MASOHI TAHUN 2016
1. Judul Jurnal
Judul jurnal keperawatan Mnajemen yang diambil penulis dalam memenuhi tugas
ners yaitu “MANAJEMEN PERAWATAN PASIEN TOTAL CARE DAN
KEJADIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG ICU RSUD MASOHI TAHUN
2016”.
Menurut analisa dari penulis, judul sudah benar dan mewakili isi jurnal.
2. Nama Penulis
Irhamdi Achmad
3. Tempat
Ruang ICU RSUD Masohi
4. Waktu Penelitian
Tahun 2016
5. Metode penelitian
Rancangan penelitian ini adalah descriptive correlation yaitu penelaah hubungan
antara variabel independen (manajemen perawatan pasien total care) dan variabel
dependen (infeksi nosokomial) akibat tindakan infasif dan non infasif dengan
pendekatan cross sectional yaitu pengumpulan data kedua variabel point time
approach (Notoatmodjo, 2010). Penelitian dilakukan di ruang Intensive care unit
(ICU) RSUD Masohi pada Juli – Agustus 2016, sampel adalah perawat yang bekerja
di ruangan ICU RSUD Masohi dengan total sampling berjumlah 14 orang.
Instrumen yang diguanakan adalah kuesioner dan menggunakan analisis non
parametric Spearman Rho (Suliyanto, 2014)
6. Hasil Penelitian
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi
dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien dengan
perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek
fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan
keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Tiap pasien kritis erat kaitannya
dengan perawatan intensif oleh karena memerlukan pencatatan medis yang
berkesinambungan dan monitoring serta dengan cepat dapat dipantau perubahan
fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya
(Rab,2007 dalam http://repository.usu.ac.id). Ketenagaan (staffing) adalah fase
ketiga proes manajemen. Dalam pengaturan ketenagaan pimpinan/ manager
merekrut, memilih, memberikan orientasi dan meningkatkan perkembangan individu
untuk mencapai tujuan organisasi. Ketenagaan adalah fase penting proses
manajemen di organisasi keperawatan kesehatan karena bersifat labor intensive
(yaitu membutuhkan banyak pekerja untuk mencapai tujuan) terdiri dari para
professional, trampil dan kompeten (Marquis & Huston, 2003). Ketenagaan
(Staffing) juga merupakan kegiatan manajemen yang menyediakan personil yang
pantas dan layak untuk melaksanakan tujuan organisasi. Disisi lain staffing
merupakan kegiatan rumit yang melibatkan kepastian bahwa rasio perawat untuk
pasien memenuhi perawatan yang berkualitas. Ketenagaan (Staffing) bergantung
secara langsung pada beban kerja atau kebutuhan perawatn pasien. Rencana
ketenagaan (staffing) yang ideal akan menyediakan rasio yang layak dari perawat
pasien untuk kebutuhan berdasarkan data (Cherie & Gebrekidan, 2013).
Tanggungjawab ketenagaan dimulai dengan perencanaan, karena filosofis dan
sumber daya keuangan organisasi menunjukan mempengaruhi perpaduan dan jumlah
staf. Ketenagaan juga dipengaruhi oleh system yang dipilih untuk memberikan
asuhan pasien. (Marquis & Huston, 2003). Ketenagaan di ruang intensive care unit
adalah perawat yang mempunyai keterampilan tertentu yang diseleksi secara baik
menyesuiakan dengan prosedur organisasi. Tenaga yang terlibat dalam pelayanan
ICU terdiri dari tenaga dokter intensiv, dokter spesialis dan dokter yang telah
mengikuti pelatihan ICU dan perawat terlatih ICU. Tenaga tersebut
menyelenggarakan pelayanan ICU sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang
diatur oleh rumah sakit (Prawira, 2014. http://health.liputan6.com). Seorang
perawat yang bertugas di ICU melaksanakan tiga tugas utama yaitu, life support,
memonitor keadaan pasien dan perubahan keadaan akibat pengobatan dan mencegah
komplikasi yang mungkin terjadi. Oleh karena itu diperlukan satu perawat untuk
setiap pasien dengan pipa endotrakeal baik dengan menggunakan ventilator maupun
yang tidak. Di Australia diklasifikasikan empat kriteria perawat ICU yaitu, perawat
ICU yang telah mendapat pelatihan lebih dari dua belas bulan ditambah dengan
pengalaman, perawat yang telah mendapat latihan sampai duabelas bulan, perawat
yang telah mendapat sertifikat pengobatan kritis (critical care certificate), dan
perawat sebagai pelatih (trainer) (Rab, 2007). Terdapat tiga tingkatan perawat ICU
yaitu perawat ICU primer merupakan perawat terlatih yang bersertifikat bantuan
hidup dasar dan bantuan hidup lanjut. Perawat pada ICU sekunder minimal 50 %
dari jumlah seluruh perawat ICU merupakan perawat terlatih dan bersertifikat.
Sedangkan ICU tersier minimal 75 % dari jumlah seluruh perawat di ICU
merupakan perawat terlatih (Kemenkes , 2011). Hasil penelitian menunjukan bahwa
fungsi ketenagaan dalam manajemen keperawatan ada hubungannya dengan infeksi
nosokomial akibat tindakan infasif di ruang ICU RSUD Masohi. Bila dilihat dari
komposisi tenaga perawat di ruang ICU RSUD Masohi terlihat bahwa status
kepegawaian perawat berimbang antara PNS 8 orang (53,33 %) dan honorer 7 orang
(46,67 %). Status kepegawaian secara tidak langsung akan mempengaruhi kinerja
perawat karena kewenangan dan kesejahteraan tenaga honorer akan berbeda dengan
tenaga perawat PNS. Disamping itu perawat yang bersertifikat ICU 6 orang dan 9
orang bersertifikat basic trauma life support (BTCLS) dan perawat dengan
pendidikan Diploma III lebih banyak 86,67 % dengan masa kerja rata rata kurang
dari lima tahun dan Ners hanya 13,33 %. Infeksi nosokomial banyak terjadi di ICU
pada kasus pasca bedah dan kasus dengan pemasangan infus dan kateter yang tidak
sesuai dengan prosedur standar pencegahan dan pengendalian infeksi yang
diterapkan di rumah sakit. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Depkes RI
bersama WHO di rumah sakit propinsi/ kabupaten/ kota disimpulkan bahwa Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit (KPPIRS) selama ini belum
berfungsi optimal sebagaimana yang diharapkan. Ada beberapa kondisi yang
mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sabun antiseptik ini, yaitu saat akan
melakukan tindakan invasif, sebelum kontak dengan pasien yang dicurigai mudah
terkena infeksi (misalnya: bayi yang baru lahir dan pasien yang dirawat di ICU).
(Selawaty, 2012). Upaya pengembangan pelayanan ICU harus dilaksanakan secara
berkesinambungan dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi terkini di bidang ICU. Hal ini sejalan dengan meningkatnya kompleksitas
kasus penyakit dan permasalahan kesehatan serta kebutuhan masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan yang aman, terjangkau dan bermutu. Dalam rangka
memberikan pelayanan klinis yang berkualitas dan meningkatkan standar mutu
professional di ICU, Rumah Sakit dituntut untuk terus menerus meningkatkan dan
mengembangkan potensi sumber daya manusia yang dimilikinya. Hasil penelitian
menunjukan bahwa ada hubungan antara fungsi pengarahan dalam manajemen
keperawatan dengan kejadian infeksi nosokomial akibat tindakan infasif di ruang
ICU RSUD Masohi. Pengarahan (direction) adalah keinginan untuk membuat orang
lain mengikuti keinginannya dengan menggunakan kekuatan pribadi atau kekuasaan
jabatan secara efektif dan pada tempatnya demi kepentingan jangka panjang.
Termasuk didalamnya memberitahukan orang lain apa yang harus dilakukan dengan
nada yang berfariasi mulai dari nada tegas sampai meminta atau bahkan
mengancam. Tujuannya adalah agar tugas tugas dapat terselesaikan dengan baik.
Para ahli berpendapat bahwa pengarahan merupakan fungsi terpenting dalam
manajemen. Oleh karena itu hendaklah pengarahan ini benar benar dilakukan
dengan baik oleh seorang pemimpin. Seorang manejer yang baik hendaklah sering
memberi masukan kepada anggotanya. Karena hal tersebut dapat menunjang prestasi
kerja anggota (https://www.academia.edu) Ruang ICU rumah sakit juga harus
dapat menerapkan fungsi manajemen dengan baik. Sehingga kekurangan
sumberdaya manusia bisa dimaksimalkan dengan menjalankan fungsi pengarahan
kepada staf keperawatan. Pengarahan yang dilaksanakan secara baik akan
memberikan kepastian staf perawat melaksanakan tindakan keperawatan invasive
maupun non invasive sesuai standar yang ditentukan rumah sakit. Kepatuhan staf
perawat dalam menjalankan standar pelayanan di ruang ICU secara tidak langsung
dapat mengurangi kejadian infeksi nosokomial.
7. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan fungsi manajemen
ketenagaan (staffing) dan pengarahan (acutuating/ directing) dengan kejadian infeksi
nosokimial akibat tindakan invasive di ruang intensive care unit (ICU) RSUD
Masohi tahun 2016. Direkomendasikan kepada pimpinan rumah sakit agar
rekrutmendan seleksi tenaga perawat yang akan ditugaskan di ruang ICU harus
dapat disesuaikan dengan criteria yang sesuai karena skill, pengetahuan dan sikap
tenaga perawat ICU yang dibuktikan dengan sertifikasi ICU maupun keterampilan
tambahan lainnya perlu di perhatikan dan dikembangkan serta disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang pelayanan intensive
care.
8. Kata Kunci : Manajemen, total care, infeksi nosokomial
B. ANALISIS TINDAKAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PERAWAT DALAM PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG
ICU RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
1. Judul Jurnal
Judul jurnal keperawatan Mnajemen yang diambil penulis dalam memenuhi tugas
ners yaitu “ANALISIS TINDAKAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PERAWAT DALAM PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUANG
ICU RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH”.
Menurut analisa dari penulis, judul sudah benar dan mewakili isi jurnal.
2. Nama Penulis
Liza Salawati, Nasyaruddin Herry Taufik dan Andi Putra
3. Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di ICU Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh.
4. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini berlangsung dari Januari sampai dengan Juni 2012.
5. Metode penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik, dengan desain cross
sectional dimana variabel indepeden dan dependen dikumpulkan dalam waktu
bersamaan.
6. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa tindakan K3 yang dilakukan oleh perawat
saat melakukan penanganan atau perawatan pada pasien di ICU RSUD dr Zainoel
Abidin Banda Aceh hanya 54,5% dalam katagori baik. Pada penelitian ini, perawat
ICU bekerja tidak sesuai dengan SOP seperti masker yang telah digunakan digantung
di leher (100%), tidak mencuci tangan sebelum menggunakan sarung tangan (90,9%),
tidak mencuci tangan sebelum kontak langsung dengan pasien (86,4%) dan tidak
mencuci tangan dengan antiseptik sebelum menangani pasien yang rentan terhadap
infeksi (45,5%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang yang menunjukkan hanya 55,4% kinerja
klinis perawat dalam katagori baik. Kewaspadaan standar pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial dalam tindakan operasional mencakup: mencuci .
tangan, menggunakan alat pelindung diri (sarung tangan, masker, pelindung wajah,
kacamata dan apron), praktik keselamatan kerja, perawatan pasien, penggunaan
antiseptik, penanganan peralatan dalam perawatan pasien dan kebersihan lingkungan.
Mencuci tangan sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah memeriksa dan
mengadakan kontak langsung dengan pasien, saat memakai melepas sarung tangan
bedah steril atau yang telah di disinfeksi tingkat tinggi pada operasi serta pada
pemeriksaan untuk prosedur rutin, saat menyiapkan, mengkonsumsi dan setelah
makan juga pada situasi yang membuat tangan terkontaminasi (misal: memegang
instrumen kotor, menyentuh membran mukosa, cairan darah, cairan tubuh lain,
melakukan kontak yang intensif dalam waktu yamg lama dengan pasien, mengambil
sampel darah, saat memeriksa tekanan darah, tanda vital lainnya juga saat keluar
masuk unit isolasi). Masker dipakai untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh
memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan, juga menahan cipratan yang keluar
sewaktu petugas kesehatan berbicara, bersin dan batuk. Masker dilepas setelah
pemakaian selama 20 menit secara terus-menerus atau masker sudah tampak kotor
atau lembab. Kewaspadaan standar diterapkan pada semua klien dan pasien atau
orang yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Prinsip dasar yang harus
diterapkan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah
memperlakukan baik pasien maupun petugas kesehatan sebagai individu yang
potensial menularkan dan rentan terhadap infeksi. Tindakan K3 Perawat dalam
pengendalian infeksi nosokomial harus menjadi perhatian khusus bagi manajemen
RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh dalam rangka mencegah terjadinya infeksi
nosokomial. Monitoring dan evaluasi pada perawat ICU RSUD dr Zainoel Abidin
Banda Aceh hendaknya dapat dilakukan secara berkesinambungan agar kinerja
perawat dapat ditingkatkan dan berkualitas tinggi sesuai dengan standar yang
diharapkan. Tingkat pengetahuan perawat ICU RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh
dalam pengendalian infeksi nosokomial 59,1% pada katagori baik. Sebesar 59,1%
belum mengetahui bahwa gaun pelindung digunakan hanya saat merawat atau kontak
dengan pasien yang menderita penyakit menular. Sebagai upaya untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial adalah
denga memberikan pelatihan kewaspadaan universal pencegahan infeksi. Perawat
ICU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dalam pengendalian infeksi nosokomial
50% bersikap setuju dan 50% tidak setuju. Masih ada perawat yang menyatakan
bahwa perawatan yang diberikan kepada pasien berisiko menularkan penyakit sama
dengan pasien yang tidak berisikon(59,1%), memakai sarung tangan tanpa mencuci
tangan terlebih dahulu sudah efektif dalam mencegah risiko penularan infeksi (45,5%)
dan tidak setuju dengan mencuci tangan menggunakan antiseptik sebelum kontak
dengan pasien yang mudah terkena infeksi (40,9%). Hasil penelitian ini tidak jauh
berbeda dengan penelitian di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum
Semarang yang menunjukkan bahwa perawat yang memiliki sikap yang setuju sebesar
43,2%. Perawat ICU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh 72,7% pernah mengikuti
pelatihan mengenai pengendalian infeksi nosokomial seperti urinary trac infection
surgical sidk infection, ventilator associated pneumonia dan infection control.
Pelatihan merupakan komponen penting dalam upaya mengembangkan pengetahuan,
sikap dan keterampilan. Pelatihan mengenai K3 harus diberikan secara berkala dan
berkesinambungan bagi perawat di ICU RSUD dr Zainoel Abidin Banda Aceh untuk
meningkatkan kinerja, pengetahuan dan sikap perawat dalam pencegahan terjadinya
infeksi nosokomial. Berdasarkan pada penelitian menunjukkan bahwa perawat ICU
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang berpengetahuan kurang cenderung
tindakan K3 kurang baik dalam pengendalian infeksi nosokomial (77,8%) sedangkan
yang memiliki pengetahuan baik cenderung memiliki tindakan K3 yang baik pula
(76,9%). Ratio Prevalence (RP) sebesar 3,46 artinya perawat ICU RSUD dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh yang memiliki pengetahuan kurang baik berpeluang 3,46
tindakan K3 kurang baik dalam pengendalian infeksi nosokomial. Berdasarkan hasil
uji hipotesis dengan menggunakan Fisher’s Exact Test diperoleh P-value 0,027<0,05
sehingga H0 ditolak. Ini berarti pada CI 95% terdapat hubungan yang signifikan
antara pengetahuan dengan tindakan K3 perawat ICU RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh dalam pengendalian infeksi nosokomial. Hasil penelitian ini sesuai
dengan hasil penelitian Hasmoko, (P-value = 0,004). Sebelum seseorang mengadopsi
prilaku maka ia harus mengerti apa arti dan manfaat prilaku tersebut bagi dirinya da
orang lain. Apabila perawat telah mengetahui pentingnya pengendalian infeksi
nosokomial maka kepatuhan terhadap SOP dan peraturan yang ada akan tercipta.
Perawat dengan pengetahuan yang baik akan memiliki tindakan K3 yang baik pula
karena dengan tingkat pengetahuan yang baik mengetahui dan memahami dampak
negatif dari infeksi nosokomial sehingga perawat akan meningkatkan kinerjanya
dalam pengendalian infeksi nosokomial. Perawat ICU RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh yang memiliki sikap setuju cenderung tindakan K3 baik dalam
pengendalian infeksi nosokomial (81,8%) sedangkan yang memiliki sikap tidak setuju
cenderung tindakan K3 kurang baik pula (72,7%). RP sebesar 3,00 artinya perawat
ICU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang memiliki sikap tidak setuju
berpeluang 3,00 kali tindakan K3 kurang baik dalam pengendalian infeksi
nosokomial. Berdasarkan hasil uji hipotesi dengan menggunakan Chis-Square
diperoleh P-value 0,032<0,05 sehingga H0 ditolak. Ini berarti bahwa pada CI 95%
terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan tindakan K3 perawat ICU
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dalam pengendalian infeksi nosokomial. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian Hasmoko bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara sikap dan kinerja perawat (p-value = 0,000). Penelitian Setiyawati juga
menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan kinerja perawat
dalam pencegahan dan pengendalian infeksi luka operasi di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta dengan p-value = 0,034. Perawat yang memiliki sikap baik akan memiliki
perilaku yang baik pula karena sikap merupakan itikat dalam diri seseorang untuk
dapat melakukan pekerjaan sebagai bagian dari aktivitas yang menyenangkan
sehingga sanggup berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang didapat. Perawat ICU
RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang tidak pernah mengikuti pelatihan,
seluruhnya tindakan K3 kurang baik dalam pengendalian infeksi nosokomial (100%)
sedangkan yang pernah mengikuti pelatihan cenderung tindakan K3 baik pula
(75,0%). RP sebesar 0,25 artinya perawat ICU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
yang tidak pernah mengikuti pelatihan berpeluang 0,25 kali tindakan K3 kurang baik
dalam pengendalian infeksi nosokomial. satu indikator standar mutu pelayanan adalah
tinggi rendahnya angka kejadian infeksi nosokomial.
7. Kesimpulan
Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tindakan K3 perawat
dalam pengendalian infeksi nosokomial di ICU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh. Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan perawat dalam
tindakan K3 pengendalian infeksi nosokomial di ICU RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh. Terdapat hubungan yang signifikan antara pelatihan dengan tindakan
K3perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial di ICU RSUD dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh.
8. Kata kunci: Infeksi nosokomial, tindakan K3, ICU RSUDZA

C. ANALISIS KINERJA PERAWAT DALAM PENGENDALIAN INFEKSI


NOSOKOMIAL DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL YOGYAKARTA
1. Judul Jurnal
Judul jurnal keperawatan Mnajemen yang diambil penulis dalam memenuhi tugas
ners yaitu “ANALISIS KINERJA PERAWAT DALAM PENGENDALIAN
INFEKSI NOSOKOMIAL DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL
YOGYAKARTA”.
Menurut analisa dari penulis, judul sudah benar dan mewakili isi jurnal.
2. Nama Peneliti
Herpan, Yuniar Wardani
3. Tempat
Tempat penelitian di RSU PKU Muhammadiah Bantul Yogyakarta
4. Waktu Penelitian
Tahun 2012
5. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan observasional analitik kuantitatif dengan
menggunakan rancangan survei cross sectional. Survei cross sectional adalah suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor dengan efek, den-
gan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
(point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya di observasi sekali saja
dan pengukuran dilakukan terhadap suatu karakter atau variabel subjek pada saat
pemerik-saan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu
yang sama. Sampel penelitian ini adalah perawat tetap yang bekerja di RSU PKU
Muham-madiyah Bantul Yogyakarta. Pengambilan sampel digunakan metode
Random Sampling yaitu dengan pencuplikan systematic sampling. Yaitu teknik
pengambilan sampel ber-dasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi
nomor urut. Besar sampel setelah dihitung sebesar 50 sampel dari 100 responden.
6. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dari 50 responden, dapat diketahui sebagian besar
responden perempuan sebanyak 37 (74%) dari 50 responden dari pada jumlah
responden laki-laki yaitu 13 (26%) dari 50 responden. Berdasarkan penelitian dapat
diketahui sebagian besar responden berumur 31-35 tahun, yaitu 27 orang (54%).
Dilihat dari masa bekerja lamanya >5 tahun adalah 39 orang (78 %). Berdasarkan
penelitian, menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan DIII
sebanyak 48 orang (96%). Berdasarkan penelitian, menunjukkan bahwa sebagian
besar responden pernah mengikuti pelatihan INOS sebanyak 42 orang (84%).
Berdasarkan penelitian responden berpengetahuan tinggi tentang INOS sebanyak 37
orang (74%). Berdasarkan penelitian menunjukkan responden memiliki sikap positif
sebanyak 32 orang (64%). Berdasarkan penelitian menunjukkan bahware sponden
memiliki keterampilan baik sebanyak 32 orang (64%). Distribusi Hasil Nilai Kinerja
Perawat Dalam Pengendalian INOS menunjukkan bahwa sebagian besar responden
yang memiliki kinerja baik sebanyak 36 oarang (72%). Hubungan Pendidikan
Dengan Kinerja Perawat Dalam Pen-gendalian INOS hubungan antara pendidikan
dengan kinerja perawat dalam pengendalian INOS tidak ber-makna, atau tidak ada
hubungan antara pendidikan dengan kinerja per-awat dalam pengendalian INOS.
Hubungan Antara Pelatihan Dengan Kinerja Perawat Dalam Pengendalian INOS
Untuk mengetahui Hubungan antara pelatihan dengan kinerja per-awat dalam
pengendalian INOS tidak ber-makna, atau tidak ada hubungan antara pelatihan
dengan kinerja per-awat dalam pengendalian INOS. Hubungan Antara Pengetahuan
Dengan Kinerja Perawat Dalam Pengen-dalian INOS yang berarti hubungan antara
pengetahuan dengan kinerja perawat dalam pengendalian INOS ber-makna, atau ada
hubungan antara pengetahuan dengan kinerja perawat dalam pengendalian INOS.
Hubungan Antara Sikap Dengan Kinerja Perawat Dalam Pengendalian INOS yang
berarti hubungan antara sikap dengan kinerja perawat dalam pengendalian INOS
bermakna, atau ada hubungan antara sikap dengan kinerja perawat dalam
pengendalian INOS.
7. Kesimpuan
Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis kinerja perawat dalam
pengendalian infeksi nosokomial di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta,
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pendidikan den-gan
kinerja perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial (INOS) di RSU PKU
Muuhammadiyah Bantul Yogyakarta
b. Tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pelatihan den-gan
kinerja perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial (INOS) di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul Yogyakarta
c. Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pengetahuan dengan kinerja
perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial (INOS) di RSU PKU Muu-
hammadiyah Bantul Yogyakarta.
d. Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara sikap dengan kinerja per-
awat dalam pengendalian infeksi nosokomial (INOS) di RSU PKU Muu-
hammadiyah Bantul Yogyakarta.
e. Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara keterampilan dengan kinerja
perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial (INOS) di RSU PKU Muu-
hammadiyah Bantul Yogyakarta.
8. Kata Kunci : nosocomial infection control, nurse performance, cross sectional.
BAB III
PEMBAHASAN

A. PROFIL RUANG MELATI


1. Man (Sumber Daya Manusia)
a. Visi, Misi, Motto, Falsafah dan Tujuan Bidang Pelayanan Keperawatan
Selama ini ruang melati belum mempunyai visi dan misi keperawatan yang
ditetapkan oleh institusi Rumah Sakit Umum Daerah Kayen Pati.
b. Struktur Organisasi
Di ruang Melati RSUD Kayen Pati sudah terdapat struktur organisasi. Adapun
bagan struktur organisasi tersebut adalah sebagai berikut;

Kepala Ruang
M. Kafid Alwi, S.Kep,Ns

Ka Tim I Ka Tim II
Sri Murti, S.Kep. Siti Yuni Astuti, S.Kep. Ns.

Anggota Anggota
1. Dwi Bagus S., AMK. 1. Anik Rubiyatin, S.Kep,Ns
2. Supriyo, AMK. 2. Hudiyoko, AMK.
3. Siti Khamidah, S.Kep. Ns. 3. Endang Kadarti, AMK.
4. M. Imam Ashari, AMK. 4. Edy Priyono, AMK.
5. Sri Rahayu, AMK. 5. Wiwit Hartanti, AMK.
6. Yuliana, S.Kep,Ns

Gambar 3.1
Struktur Organisasi Ruang Melati RSUD Kayen, Pati

Berdasarkan bagan struktur di atas, sudah terdapat jalur koordinasi yang baku. Dan
dalam pelaksanaan pembagian tugas di ruang Melati sudah terlihat jelas antara
tugas kepala ruang, ketua tim I, Katim II dan anggota.
1) Peran manajerial kepala ruang di Ruang Melati sudah dilaksanakan secara
baik; gaya kepemimpinan dilaksanakan dengan tipe demokrasi, peran
organizing dan actuating oleh kepala ruang sudah dilaksanakan dalam
bentuk reward yang berupa pujian dan pengaturan insentif sesuai kinerja
staff, hal ini sudah termasuk dalam punishement.
2) Kondisi lingkungan kerja di Ruang Melati tercipta secara kondusif dan alur
komunikasi terjalin dua arah. Namun berdasarkan perbandingan (rasio)
antara tenaga keperawatan dengan jumlah pasien di Ruang Melati tidak
seimbang, sehingga beban kerja perawat sangat tinggi dan kinerja mereka
kurang maksimal.
3) Jenjang karir untuk perawat yang dinas di Ruang Melati mengikuti aturan
dari Ketatausahaan RSUD Kayen, yang berdasarkan kepada kepangkatan,
masa kerja, dan pendidikan terakhir.
c. Jumlah Tenaga dan Kwalifikasi Pendidikan
Tabel 3.1
Jumlah Tenaga dan Klasifikasi Tingkat Pendidikan
Tenaga Keperawatan Bulan Mei 2018

No Klasifikasi Tingkat Jumlah Status


Pendidikan
1. Ners 4 PNS
2. Sarjana Keperawatan 1 Kontrak Honorer Daerah
3. D III Keperawatan 5 PNS
4 Kontrak Honorer Daerah
Jumlah 14

2. Money (Sumber Dana)


Sumber dana pengobatan dan perawatan serta penggajian karyawan perawat
yang bertugas di ruang melati yaitu dari pemerintah daerah bagi PNS dan Kontrak
honorer Daerah.

3. Metode (Penerapan Metode Askep yang Digunakan)


a. MAKP (Metode Asuhan Keperawatan Profesional)
Model yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan sehari-
hari secara struktur adalah menggunakan metode tim, akan tetapi
pelaksanaannya masih secara fungsional dikarenakan anggota tim keperawatan
yang minimal serta dilaksanakan secara bersama-sama dalam perawatan pasien.
b. Timbang Terima
Timbang terima yang selama ini sudah dilakukan di Ruang Melati pada
setiap pergantian shift jaga, namun cara penyampaian isi timbang terima belum
terungkap secara komprehensif meliputi; isi timbang terima hanya terbatas pada
diagnosa medis, program kolaborasi dan anjuran dokter bukan terfokus pada
permasalahan, respons dan diagnosa keperawatan. Timbang terima dilakukan
secara lisan dan sudah didokumentasikan pada buku laporan keperawatan
ruangan, bukan pada buku Catatan Medis (CM) masing-masing pasien.
Timbang terima dilaksanakan di depan pintu bukan berada di samping pasien
(tetapi bersifat insidentil). Biasanya dilakukan waktu pergantian jaga malam ke
jaga pagi.
c. Ronde Keperawatan
Selama ini pelaksanaan ronde keperawatan belum pernah dilakukan
karena masih merupakan hal yang baru bagi sebagian staf keperawatan. Perawat
menganggap bahwa ronde keperawatan identik dengan timbang terima.
d. Pengelolaan Sentralisasi Obat
Obat pasien dari resep dokter dimintakan ke apotek kemudian diambil
oleh perawat ruangan. Terdapat buku serah terima dan obat yag diterima oleh
ruangan dicek kelengkapannya, selanjutnya diberikan pada kotak obat masing-
masing pasien.
Waktu pengiriman obat dari apotek terkadang mengalami keterlambatan.
Berdasarkan wawancara kepada sebagian pasien dan keluarga didapatkan bahwa
terkait sentralisasi obat mereka cenderung tidak mempermasalahkan. Selain itu
tidak adanya lembar persetujuan untuk penyerahan obat antara pasien dengan
perawat.
Di ruang Melati RSUD Kayen perawat terkadang belum memastikan
apakah obat sudah diminum atau belum. Selain itu sebagian perawat tidak
menjelaskan nama dan manfaat dari obat yang diberikan kepada pasien.
e. Supervisi
Di ruang Melati RSUD Kayen sudah dilaksanakan supervisi setiap hari
pada tingkat kepala ruang yang dilakukan secara tidak langsung kepada semua
perawat, baik kerja maupun tindakan keperawatan namun tidak terstruktur dan
tidak didokumentasikan.
f. Pendelegasian
Pendelegasian diserahkan secara langsung dari kepala ruang kepada
Katim I dan Katim II secara lisan dan disertai surat tugas dari kepala sub bidang
keperawatan yang berisi pada beberapa tugas kepala ruang.
g. Discharge Planning
Discharge planning di ruang Melati RSUD Kayen sudah dilakukan dan
terdapat format yang baku. Isi format Discharge Planning meliputi penjelasan
dalam lembar identitas pasien, diagnosa/ masalah keperawatan, tindakan selama
dirawat di rumah sakit, obat-obatan, perawatan, kontrol, nutrisi, aktivitas,
istirahat dan hasil pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen dan USG, namun
pelaksanaanya kurang maksimal, seperti penjelasan tentang isi komponen
discharge planning yang terlalu singkat serta pengisian discharge planning yang
biasanya dibuat waktu pasien pulang.
Format discharge planning diberikan pada saat pasien pulang dan
dianjurkan untuk dibawa pada saat pasien control bersama dengan surat kontrol.
Untuk pasien pulang paksa akan diberikan penjelasan tentang risiko jika pulang
dalam keadaan belum baik dan segala urusan yang terjadi pada pasien bukan
menjadi bertanggung jawab rumah sakit. Untuk pasien meninggal, pasien
diobservasi selama 2 jam terlebih dahulu, selanjutnya keluarga diberikan surat
bukti kematian, kemudian diantar ke bagian pemulasaran jenazah di kamar
mayat.
h. Dokumentasi Keperawatan
Pada form pendokumentasian catatan keperawatan didapatkan isi
dokumentasi tentang catatan tindakan mandiri dan kolaborasi secara singkat dan
yang berorientasi pada masalah keperawatan (ada lembar dokumentasi
keperawatan yg berbentuk perkembangan catatan perkembangan pasien dan
tindakan keperawatan yang berfokus pada masalah pasien yang tertuang dalam
form SOAP), catatan TTV pasien dll. Namun pada pelaksanaannya format
tersebut jarang diisi ataupun kalau diisi tidak kontinyu. Hal ini disebabkan
kurangnya sumber daya perawat dan kurangnya kesadaran perawat tentang
pentingnya pendokumentasian keperawatan. Pendokumentasian keperawatan
secara teknis riil hampir semua tertuang dalam buku laporan operan jaga
ruangan
4. Material (Sarana Prasarana)
a. Denah Ruang Melati

28 R. Isolasi 29 6 7 8 9 10 R. Karu R. Istirahat


Perempuan KM

KM
R. Perempuan Nurse
Statio
KM n

U
5 4 3 2 1

Masuk

KM 23 24 25 11 12 13 14

KM
R. Laki-laki
R. Isolasi
27 Perempuan 26 22 21 20 19 18 17 16 15

DENAH RUANG MELATI

b. Fasilitas untuk Petugas Kesehatan


Fasilitas untuk petugas kesehatan meliputi;
1) Nurse Station / Ruang Diskusi
2) Ruang Kepala Ruang
3) Ruang Istirahat / tempat ibadah
4) Ruang Obat
5) Ruang Tindakan
6) Kamar Mandi 1
c. Fasilitas untuk Pasien
1) Tempat Tidur
2) Kamar mandi 4
3) Lemari kecil
4) Kursi 1
Tidak terdapat tempat ibadah/shalat bagi keluarga pasien sehingga mereka
kurang maksimal dalam memenuhi kebutuhan spiritual.
d. Daftar Inventaris Ruangan
Tabel 3.2
Daftar Inventaris Ruangan Bulan Mei 2018

No Nama Jumlah
1. Tempat tidur pasien 29
2. Standart infus 23
3. Almari Pasien 25
4. Meja kerja 1
5. Kursi kerja 1
6. Kipas angin berdiri 2
7. TV 1
8. Telepon antar ruangan 1
9. Illuminator 1
10. Almari alkes 2
11. Bangku tunggu 1
12. Kursi roda 1
13. APAR 1
14. Korentang 1
15. Tensimeter 3
16. Ganti balut set 1
17. Tempat kasa sedang 1
18. Tromol silinderbak instrument steril 1
19. Lemari es 1
20. Kursi dorong pasien 1
21. Pc unit 1
22. Kursi tunggu 4 sandaran 1
23. Loker 9 pintu 1
24. Troley emergenci 1
25. Center 1
26. Timbangan BB / TB 1
27. Waskora 4
28. Examinating lamp 1
29. Pispot 1
30. Neirbekken 1
31. Gunting benang 1
32. Nebulizer 1

e. Administrasi Penunjang
1) Buku Injeksi
2) Buku Observasi
3) Buku Pemeriksaan Vital Sign
4) Buku Timbang Terima
5) Buku pemeriksaan laboratorium
6) Buku Pemeriksaan Radiologi
7) Buku serah terima obat apotik
8) Komputer yang tersambung secara online untuk input SIM RS (masih uji
coba)
5. Mutu (evaluasi Mutu)
a. Pengendalian Infeksi Nosokomial
Berdasarkan observasi dan wawancara dengan kepala ruang
pengendalian infeksi nosokomial di Ruang Melati telah dilaksanakan dengan
berbagai upaya melalui cuci tangan, penggunaan alat disposable pada masing-
masing pasien dan pemakaian hand scone, penggunaan masker bagi perawat.
Wastafel yang sebagai fasilitas tempat cuci tangan berada pada ruang ners
station. Sudah adaya pengelolaan sampah infeksius dn non infeksius, alat uv
ruangan.
b. Safety Patient
Pelaksanaan sistem keselamatan pasien sudah dilaksanakan di Ruang Melati,
seperti tempat tidur yang dilengkapi dengan restrain dan pengunci. Namun ada
beberapa tempat tidur yang restrain/penguncinya rusak.

B. KOMPARASI HASIL PENELITIAN DI JURNAL DENGAN REALITA DI


RUANG MELATI
1. Judul jurnal “Pengembangan Pola Karir Perawat Klinik Rumah Sakit Umum
Daerah Tarakan Jakarta Pusat Tahun 2008”??
Komparasi realita di ruangan Ruang Melati RSUD Kayen, hasil penelitian
menunjukan bahwa fungsi ketenagaan dalam manajemen keperawatan ada
hubungannya dengan infeksi nosokomial akibat tindakan invasif di ruang Melati
RSUD Kayen. Bila dilihat dari komposisi tenaga perawat di ruang Melati RSUD
Kayen terlihat bahwa status kepegawaian perawat antara PNS 9 orang (64 %) dan
honorer 5 orang (36 %). Status kepegawaian secara tidak langsung akan
mempengaruhi kinerja perawat karena kewenangan dan kesejahteraan tenaga
honorer akan berbeda dengan tenaga perawat PNS. Dengan karakteristik perawat
dengan pendidikan Diploma III lebih banyak 64 % dengan masa kerja lebih dari 3
tahun, Sarjana Keperawatan 7% dan Ners 29 %. Infeksi nosokomial bisa terjadi
pada kasus dengan pemasangan infus dan kateter yang tidak sesuai dengan
prosedur standar pencegahan dan pengendalian infeksi yang diterapkan di rumah
sakit. Karena belum dibentuknya Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit (KPPIRS) selama ini, sehingga belum tercatat data yang diharapkan.
Namun dari manajemen RSUD Kayen sudah menyediakan petugas kesehatan
menggunakan sabun antiseptik ini, yaitu saat akan melakukan tindakan invasif,
sebelum kontak dengan pasien yang dicurigai mudah terkena infeksi.
2. Judul Jurnal “Analisis Tindakan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Perawat
Dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Ruang Icu Rsud Dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh”.
Komparasi realita di ruangan Ruang Melati RSUD Kayen, Berdasarkan penelitian
didapatkan bahwa di Ruang Melati belum mempunyai SOP tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Perawat untuk tindakan K3 yang dilakukan. Perawat bekerja
tidak sesuai dengan SOP seperti masker yang telah digunakan digantung di leher,
tidak mencuci tangan sebelum menggunakan sarung tangan, namun perawat sudah
melakukan cuci tangan sebelum kontak langsung dengan pasien dan mencuci
tangan dengan antiseptik sebelum menangani pasien yang rentan terhadap infeksi.
Kewaspadaan standar pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dalam
tindakan operasional mencakup: mencuci tangan, menggunakan alat pelindung
diri (sarung tangan, masker, pelindung wajah, kacamata dan apron), praktik
keselamatan kerja, perawatan pasien, penggunaan antiseptik, penanganan
peralatan dalam perawatan pasien dan kebersihan lingkungan. Mencuci tangan
sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah memeriksa dan mengadakan kontak
langsung dengan pasien, saat memakai melepas sarung tangan bedah steril atau
yang telah di disinfeksi tingkat tinggi pada operasi serta pada pemeriksaan untuk
prosedur rutin, saat menyiapkan, mengkonsumsi dan setelah makan juga pada
situasi yang membuat tangan terkontaminasi (misal: memegang instrumen kotor,
menyentuh membran mukosa, cairan darah, cairan tubuh lain, melakukan kontak
yang intensif dalam waktu yamg lama dengan pasien, mengambil sampel darah,
saat memeriksa tekanan darah, tanda vital lainnya juga saat keluar masuk unit
isolasi). Masker dipakai untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh
memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan, juga menahan cipratan yang
keluar sewaktu petugas kesehatan berbicara, bersin dan batuk. Masker dilepas
setelah pemakaian selama 20 menit secara terus-menerus atau masker sudah
tampak kotor atau lembab. Saran untuk segera menyiapkan SOP Keselamatan dan
kesehatan kerja Perawat, sebagai acuan dalam tindakan.
3. Judul Jurnal “Analisis Kinerja Perawat Dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial
Di Rsu Pku Muhammadiyah Bantul Yogyakarta”.
Komparasi realita di ruangan Ruang Melati RSUD Kayen, Hasil penelitian yang
diporelah hubungan antara pendidikan dengan kinerja perawat dalam
pengendalian INOS tidak bermakna, atau tidak ada hubungan antara pendidikan
dengan kinerja perawat dalam pengendalian INOS. Pendidikan secara umum
adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik
individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Karena perawat di Ruang Melati RSUD Kayen belum ada yang melaksanakan
pelatihan tentang INOS maka belum bisa diteliti hubungan antara pelatihan
dengan kinerja perawat dalam pengendalian INOS. Pelatihan yang berhubungan
dengan kinerja memberikan ruang bagi pengembangan dan peningkatan keahlian
dan kompetensi yang dapat memberikan dampak langsung kepada kinerja
individu atau tim. Pelatihan yang relevan dalam arti bahwa pelatihan diarahkan
untuk meningkatkan kinerja pada bidang-bidang dimana kebutuhan untuk
mencapai hasil yang lebih baik telah diidentifikasi secara jelas. Serta belum
adanya SOP tehnik penyuntikan dalam upaya pencegahan infeksi sebagai
acuannya pengetahuan terhadap teknik menyuntik.
Hasil penelitian ini didukung dengan teori Notoatmodjo, (2007) yakni
sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses
yang berurutan, yakni: a) Awareness (kesadaran), b) interest (merasa tertarik), c)
evaluation (menimbang-nimbang), d) Trial (mencoba), e) adoption (adopsi).
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini,
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku
tersebut akan bersifat langgeng (long lasting), sebaliknya apabila perilaku itu
tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka akan tidak berlangsung
lama. Saran mengusulkan kepada menejement dalam upaya meningkatkan
tindakan pengendalian dan pencegahan INOS dikalangan tenaga kesehatan,
RSUD Kayen perlu mengadakan pelatihan secara berkala tentang pengendalian
INOS dan menambah sarana dan fasilitas penunjang medik untuk mendukung
terlaksananya standar prosedur pencegahan INOS.
Perawat yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat harus
dapat berperilaku professional. Perilaku professional dapat ditunjukkan dan
memiliki atau menerapkan keterampilan professional keperawatan serta
menggunakan etika keperawatan sebagai tuntunan dalam melaksanakan praktek
keperawatan dan kehidupan professional.

Komparasi secara keseluruhan di Ruang Melati RSUD Kayen terhadap


penelitian jurnal tentang pengendalian Infeksi Nosokomial. Hasil penelitian
menunjukan bahwa fungsi ketenagaan dalam manajemen keperawatan ada
hubungannya dengan infeksi nosokomial akibat tindakan infasif di ruang Melati
RSUD Kayen. Bila dilihat dari komposisi tenaga perawat di ruang Melati RSUD
Kayen terlihat bahwa status kepegawaian perawat antara PNS 9 orang (64 %) dan
honorer 5 orang (36 %). Status kepegawaian secara tidak langsung akan
mempengaruhi kinerja perawat karena kewenangan dan kesejahteraan tenaga
honorer akan berbeda dengan tenaga perawat PNS. Dengan karakteristik perawat
dengan pendidikan Diploma III lebih banyak 64 % dengan masa kerja lebih dari 3
tahun, Sarjana Keperawatan 7% dan Ners 29 %. Infeksi nosokomial bisa terjadi
pada kasus dengan pemasangan infus dan kateter yang tidak sesuai dengan
prosedur standar pencegahan dan pengendalian infeksi yang diterapkan di rumah
sakit. Karena belum dibentuknya Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Rumah Sakit (KPPIRS) selama ini, sehingga belum tercatat data yang
diharapkan. Namun dari manajemenn RSUD Kayen dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi untuk petugas kesehatan supaya menggunakan sabun
antiseptik ini, yaitu saat akan melakukan tindakan invasif, sebelum kontak
dengan pasien yang dicurigai mudah terkena infeksi. Ruang Melati belum
mempunyai SOP tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perawat untuk
tindakan K3 yang dilakukan. Perawat bekerja tidak sesuai dengan SOP seperti
masker yang telah digunakan digantung di leher, tidak mencuci tangan sebelum
menggunakan sarung tangan, namun perawat sudah melakukan cuci tangan
sebelum kontak langsung dengan pasien dan mencuci tangan dengan antiseptik
sebelum menangani pasien yang rentan terhadap infeksi. Kewaspadaan standar
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dalam tindakan operasional
mencakup: mencuci tangan, menggunakan alat pelindung diri (sarung tangan,
masker, pelindung wajah, kacamata dan apron), praktik keselamatan kerja,
perawatan pasien, penggunaan antiseptik, penanganan peralatan dalam perawatan
pasien dan kebersihan lingkungan. Karena perawat di Ruang Melati RSUD
Kayen belum ada yang melaksanakan pelatihan tentang INOS maka belum bisa
diteliti hubungan antara pelatihan dengan kinerja perawat dalam pengendalian
INOS.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Status kepegawaian secara tidak langsung akan mempengaruhi kinerja perawat
karena kewenangan dan kesejahteraan tenaga honorer akan berbeda dengan tenaga
perawat PNS.
2. Infeksi nosokomial bisa terjadi pada kasus dengan pemasangan infus dan kateter
yang tidak sesuai dengan prosedur standar pencegahan dan pengendalian infeksi
yang diterapkan di rumah sakit.
3. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit (KPPIRS) belum
terbentuk sehingga belum tercatat data tentang INOS. Namun dari manajemen
RSUD Kayen sudah mengupayakan usaha pencegahan dan pengendalian infeksi
untuk petugas kesehatan yaitu dengan menyediakan sabun anti septik, APD
(masker & sarung tangan) saat akan melakukan tindakan invasif, sebelum kontak
dengan pasien yang dicurigai mudah terkena infeksi.
4. Ruang Melati belum mempunyai SOP tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Perawat untuk tindakan K3 yang dilakukan. Karena perawat di Ruang Melati
RSUD Kayen belum ada yang melaksanakan pelatihan tentang INOS maka
belum bisa diteliti hubungan antara pelatihan dengan kinerja perawat dalam
pengendalian INOS. Perawat yang bertugas memberikan pelayanan kepada
masyarakat harus dapat berperilaku professional. Perilaku professional dapat
ditunjukkan dan memiliki atau menerapkan keterampilan professional
keperawatan serta menggunakan etika keperawatan sebagai tuntunan dalam
melaksanakan praktek keperawatan dan kehidupan professional.

B. Saran
1. Mengusulkan untuk dibentuknya Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit (KPPIRS).
2. Mengusulkan untuk menyiapkan SOP Keselamatan dan kesehatan kerja Perawat,
sebagai acuan dalam tindakan.
3. Mengusulkan kepada menejemen dalam upaya meningkatkan tindakan
pengendalian dan pencegahan INOS dikalangan tenaga kesehatan, RSUD Kayen
untuk mengadakan pelatihan secara berkala tentang pengendalian INOS dan
menambah sarana dan fasilitas penunjang medik untuk mendukung terlaksananya
standar prosedur pencegahan INOS.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. ( 2002 ) Standar pelayanan minimal rumah sakit.

Jakarta: Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik

Notoatmodjo, ( 2010 ) Metodelogi penelitian kesehatan, Rineka Cipta. Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2011, Program Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi

Nosokomial Merupakan Unsur Patient Safety, Depkes RI, Jakarta:

www.depkes.go.id, diakses pada tanggal 21 Maret 2012, Yogyakarta.

Abdul Rachman, M. Hardjono dkk, Upaya Pengendalian Infeksi Nosokomial di

Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, Majalah Kedokteran Indonesia

volume 48 Nomor 5, Hal. 214. 2013.

#sumber jurnal tolong dicantumkan

# yang tercetak merah garis bawah tolong dihapus saja.

Pati, 28 Mei 2018

Acc dengan revisi

CI Managemen,

Siti Khamidah,S.Kep,Ns

Anda mungkin juga menyukai