Anda di halaman 1dari 6

EKSPLORASI KENDALA TIM PPI DALAM PELAKSANAAN PENCEGAHAN

DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

Ardian Adhiwijaya1, Elly L. Sjattar2, Rosdiana Natsir3


1
STIKES Nani Hasanuddin
2
PSMIK Fakultas Keperawatan, UNHAS
3
Departemen Biokimia, Fakultas Kedokteran, UNHAS
Alamat korepondensi: ardianadw@stikesnh.ac.id/082197573313

ABSTRAK

Infeksi yang sering terjadi di rumah sakit adalah phlebitis, ILO dan decubitus bahkan 9,8%
pasien rawat inap menderita infeksi nosocomial sementara standar indikator infeksi nosokomial
pada pasien rawat inap adalah 1,5%. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian infeksi dirumah sakit
masih di atas standar yang telah ditetapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi kendala
tim PPI dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD Labuang Baji Makassar.
Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Subjek
penelitian ini adalah 12 informan terdiri dari tiga orang IPCN dan sembilan orang IPCLN yang dipilih
secara purposive. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam. Hasil penelitian
menunjukkan kendala dalam penerapan PPI terbentuk dari tiga sub tema, yaitu: 1) kurang
tersedianya sarana dan prasarana, 2) kesadaran petugas kesehatan yang masih kurang, 3)
pencatatan kasus infeksi yang tidak berkelanjutan.

Kata kunci: Pencegahan, Pengendalian, Infeksi, kendala, komite PPI

PENDAHULUAN lain 15,1% serta infeksi lain 32,1%. Sebesar


Infeksi silang yang berasal dari rumah 9,8% pasien rawat inap menderita infeksi
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang nosocomial (Anshar, 2013). Data dari Komite
lain disebut healthcare associated Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RSUD
infection/HAIs atau infeksi nosokomial Labuang Baji pada dari bulan Januari -
(Kemenkes, 2011). Infeksi ini bisa datangnya Desember 2016 terjadi 150 kasus infeksi karena
dari tubuh pasien sendiri, kontak dengan jarum infus dari 2.839 pemasangan infus, yaitu
petugas kesehatan, peralatan medis yang sekitar 5% angka kejadian phlebitis.
terkontaminasi dan lingkungan (Saifuddin dkk, Infeksi yang sering terjadi di rumah
2004). sakit adalah infeksi plebitis, ILO dan decubitus
Prevalensi di 55 rumah sakit dari 14 (Nugraheni, 2012). Sementara standar
negara menunjukkan bahwa rata-rata 8,7% indikator infeksi nosokomial pada pasien
pasien dari rumah sakit tersebut mengalami rawat inap adalah 1,5% (Depkes RI, 2008).
HAIs (World Health Organization/WHO, 2002). Hal ini menunjukkan bahwa kejadian infeksi
Centers of Disease Control and Prevention dirumah sakit masih di atas standar yang
(CDC) pada tahun 2011 memperkirakan telah ditetapkan.
setidaknya terdapat 722.000 pasien menderita Tingginya angka kejadian HAIs ini
infeksi nosokomial di Amerika Serikat. Sekitar menandakan penurunan mutu pelayanan medis,
75.000 pasien di antaranya meninggal dunia memperpanjang lama rawat inap pasien dan
selama perawatan di rumah sakit. bertambahnya biaya pelayanan kesehatan serta
Menurut Depkes RI & PERDALIN (2008) menjadi penyebab utama tingginya angka
berdasarkan hasil survey point prevalensi dari kesakitan dan kematian (Darmadi, 2008;
11 rumah sakit di DKI Jakarta yang dilakukan Saifuddin dkk, 2004). Wigglesworth (2014)
oleh Perdalin Jaya dan Rumah Sakit Penyakit menyebutkan bahwa langkah Pencegahan dan
Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta Pengendalian Infeksi dasar (PPI dasar),
didapatkan angka infeksi nosokomial untuk diperlukan untuk mengurangi resiko penularan
Infeksi Luka Operasi (ILO) sebesar 18,9%, mikroorganisme dari yang diketahui atau tidak
Infeksi Saluan Kemih (ISK) 15,1%, Infeksi Aliran diketahui sumber infeksinya sehingga Komite
Darah Primer (IADP) 26,4%, pneumonia 24,5% PPI merupakan salah satu unsur penting yang
dan infeksi saluran nafas wajib ada di Rumah Sakit, berdasarkan

371
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 11 Nomor 4 Tahun 2017 ● eISSN : 2302-2531
Permenkes Nomor 8 Tahun 2015 tentang mendalam (in depth interview) dengan orang
program pengendalian resistensi anti mikroba yang terlibat dalam pelaksanaan pencegahan
di RS (Permenkes, 2015). dan pengendalian infeksi yaitu anggota tim
RSUD Labuang Baji Makassar adalah PPI yang terdiri dari IPCN dan IPCLN selama
salah satu rumah sakit milik pemerintah kelas 60-90 menit.
B yang telah memiliki Komite PPI sejak tahun
2015 dengan keanggotaan 33 orang yang Analisis data
terdiri dari 3 orang Infection Prevention and Analisis data yang dilakukan pada
Control Nurse (IPCN) dan 30 orang Infection penelitian ini yaitu dengan pendekatan
Prevention and Control Link Nurse (IPCLN). fenomenologi yang dikembangkan oleh
Namun, diduga pelaksanaan pencegahan dan Colaizzi, 1978 (dikutip dalam Streubert &
pengendalian infeksi belum optimal ditunjang Carpenter, 2013) dengan proses sebagai
oleh hasil penelitian Suarnianti, Martiana dan berikut:
Damayanti (2016) yang menunjukkan bahwa 1. Mencatat data yang diperoleh yaitu hasil
di RSUD Labuang Baji masih terdapat 20% wawancara dengan informan mengenai
perawat tidak mencuci tangan setelah kontak pelaksanaan pencegahan dan
dengan pasien, masih terdapat 23,3% pengendalian infeksi kemudian membuat
perawat tidak menggunakan sabun pada saat transkripsi dengan mengubah rekaman
mencuci tangan, masih terdapat 26,7% suara menjadi bentuk tertulis secara
perawat menggunakan peralatan yang sudah verbatim
terkontaminasi. Berbagai hal tersebut dapat 2. Membaca kembali hasil transkrip
meningkatkan potensi infeksi nosokomial di wawancara yang ditemukan sebanyak 4-5
RSUD Labuang Baji Makassar. Ritchie & kali dari semua informan agar peneliti lebih
McIntyre (2015) menyebutkan bahwa memahamipernyataan-pernyataan
beberapa alasan dari ketidakpatuhan petugas informan tentang pelaksanaan
kesehatan dalam melakukan PPI yaitu karena pencegahan dan pengendalian infeksi.
tekanan waktu, dan adanya kegagalan dalam 3. Memilih penyataan yang penting dan
mematuhi aturan pencegahan dan signifikan untuk dikelompokkan.
pengendalian infeksi yang paling dasar. 4. Menentukan makna setiap pernyataan
Berdasarkan fenomena diatas, peneliti yang penting dari setiap informan dan
tertarik untuk menggali lebih dalam terkait pernyataan yang berhubungan dengan
kendala tim PPI dalam pelaksanaan pelaksanaan pencegahan dan
pencegahan dan pengendalian infeksi di pengendalian infeksi
RSUD Labuang Baji Makassar. 5. Mengelompokkan makna tersebut ke
dalam kelompok tema
BAHAN DAN METODE 6. Mengintegrasikan hasil secara
Lokasi, populasi dan sampel keseluruhan ke dalam bentuk deskripsi
Metode penelitian ini menggunakan naratif mendalam tentang pelaksanaan
desain kualitatif dengan pendekatan pencegahan dan pengendalian infeksi
fenomenologi. Penelitian ini dilakukan di unit 7. Melakukan validasi makna dengan
rawat inap RSUD Labuang Baji Makassar informan dengan cara peneliti kembali ke
yang terdiri dari Sembilan ruang perawatan. informan untuk klarifikasi data hasil
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan wawancara berupa transkrip yang telah
informasi jawaban yang mendalam, terfokus, dibuat untuk memberikan kesempatan
dan terarah tentang pelaksanaan pencagahan kepada informan menambahkan informasi
dan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh yang tidak ingin dipublikasikan dalam
tim PPI dalam meningkatkan mutu pelayanan penelitian
di RSUD Labuang Baji Makassar. Populasi 8. Menggabungkan data yang muncul
dalam penelitian ini adalah semua perawat selama validasi ke dalam transkrip yang
yang tercatat sebagai anggota tim PPI (IPCN telah disusun peneliti berdasarkan
dan IPCLN) dengan jumlah 3 orang sebagai penyataan informan.
IPCN dan 30 orang sebagai IPCLN.
Sementara yang menjadi informan sebanyak
12 orang (3 orang IPCN dan 9 orang IPCLN). HASIL PENELITIAN
Hasil analisa data pada penelitian ini
menunjukkan tema yang disusun dari beberapa
Pengumpulan data sub tema dan menggambarkan kendala
Tekhnik pengumpulan data pada pelaksanaan pencegahan dan pengendalian
penelitian ini menggunakan metode infeksi dalam meningkatkan kualitas pelayanan
wawancara individual yang dilakukan secara di RSUD Labuang Baji Makassar yaitu: Tema

372
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 11 Nomor 4 Tahun 2017 ● eISSN : 2302-2531
Kendala dalam penerapan PPI dibentuk dari “kendalanya kalau sampah ituji biasa
tiga sub tema kurang tersedianya sarana dan yang plastiknya bisa nda ada, kan biasa
prasarana, kesadaran petugas kesehatan ada yang infeksius dan non infeksius
yang masih kurang, dan pencacatan kasus warnanya apa, kurang anu mungkin alat
infeksi yang tidak berkelanjutan. sarana, kurang pengadaan, tidak
1. Kurang tersedianya sarana dan prasarana tercover. (CLN04/Bi)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 5 2. Kesadaran petugas kesehatan yang
(lima) informan menyatakan kendala dalam masih kurang
pelaksanaan kegiatan adalah sarana yang Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
disiapkan tidak berkesinambungan, 5 (lima) informan menyatakan petugas
terutama pada kantong sampah yang kesehatan kurang paham tentang pekerjaan
digunakan pada pemilihan sampah infeksius yang dilakukan tim PPI sehingga dukungan
dan non infeksius. Kantong sampah yang pekerjaan pun kurang, seperti pada
harusnya ada memiliki warna sesuai dengan pemilahan sampah banyak petugas
kategori sampah misalnya warna merah kesehatan yang tidak memperhatikan tanda
untuk sampah infeksius dan warna hitam yang sudah diberikan pada tempat sampah
untuk sampah non infeksius, namun distribusi untuk pemilahan sampah infeksius dan non
kantong sampah tersebut tidak lancer infeksius. Sehingga sampah masih
sehingga pemilahan sampah di ruangan tercampur. 2 (dua) informan menyatakan
bahwa hal ini terjadi karena persepsi
tidak maksimal. petugas kesehatan tentang PPI yang
3 (tiga) informan juga menyatakan berbeda-beda. Beberapa informan juga
bahwa safety box untuk membuang jarum mengatakan tidak semua petugas ingin
bekas suntik sangat kurang, sehingga menerima pengetahuan baru yang
kadang sampah jarum tidak masukkan diberikan, sehingga sulit untuk
dalam safety box, hal ini beresiko pada menyampaikan tugas-tugas PPI.
petugas, pasien, keluarga pasien maupun Pernyataan informan diantaranya sebagai
mahasiswa praktek untuk terkena infeksi berikut :
karena adanya sampah jarum yang tidak “banyak teman tidak sadar tentang
disimpan dalam safety box. 2 (dua) terutama sampah, sampah masih
informan juga menyatakan alat pelindung sering digabung-gabung, jadi kalau
diri misal masker dan sarung tangan pagi digabung sampah infeksius,
terbatas sehingga penggunaan pada botol minuman, saya jadi bingung,
tempat seharusnya tidak maksimal. diatur kembali lagi, dikasi pindah lagi”
Pernyataan informan diantaranya sebagai (CLN05H)
berikut :
“kadang itu kendalanya kadang itu “tidak semua orang mau menerima kita
tersedianya sarana dan prasarana, kan? Jadi kalau misalnya kita masuk di
kita kadang ke ruangan karena instalasinya orang, kita harus siap-siap
keterbatasan seperti contoh kecil juga, mungkin ada yang menolak, tidak
kantong sampah plastic, itu contoh semua orang bisa menerima tapi
kecil. Kalau masu disebutkan semua karena basic yah harus tetap
ada banyak, penggunaan APD melakukan pekerjaan mau menerima
biasanya kadang, sudah bagus tapi mau tidak mau kita edukasi” (CN03/H)
tidak seperti yang diharapkan.
Pemilahan sampah sudah bagus tapi “eee yah, kembali lagi ke diri masing-
belum seperti yang diaharapkan, masing. Meskipun kita sudah
biasanya ada yang tercampur- mengingatkan seperti itu tapi itu
campur. (CN01/N) kadang mungkin saya tidak tahu
alasannya apa? Apakah karena
“… itu masih kurang karena alat APD mungkin karena hilang, lupa, biarmi
juga masih terbatas. Jangankan APD begini deh. Jadi kembali ke individu
yang biasa saja kantong sampah masing-masing” (CLN06/B)
yang kuning hitam itukan biasa
disediakan dan biasa kosong-kosong. “biasa kalau kendalanya paling itu
Safety box yang biasanya ada, biasa kalau mahasiswa sudah diberi tahu
diganti dengan jerigen karena habis” kadang-kadang salah lagi, sama
(CLN01/V) dengan teman-teman juga biasanya
dikasi Tanya biasa dia lupa lagi. Itu
(ji) paling kendalanya. (CLN02/As)

373
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 11 Nomor 4 Tahun 2017 ● eISSN : 2302-2531
3. Pencatatan kasus infeksi tidak makanya biasa ada yang tinggi
berkelanjutan angka plebhitnya ada yang tidak,
Dari hasil penelitian ini didapatkan 6 karena pemahamanya” (CN03/H)
(enam) informan menyatakan bahwa
PEMBAHASAN
pencatatan kejadian-kejadian infeksi
kadang tidak terekam dalam form yang Proses pelaksanaan pengendalian dan
disiapkan oleh tim PPI, sehingga kajdian pencegahan infeksi di RSUD Labuang Baji
tersebut tidak terekam dalam form. Hal ini secara umum sudah berjalan. Namun terdapat
mengakibatkan data infeksi kurang beberapa kendala yang dirasakan oleh tim PPI
lengkap dari ruangan, 3 (tiga) informan dalam menjalankan perannya sebagai IPCN
juga menyatakan bahwa hal ini terjadi maupun IPCLN. Kendala tersebut bersumber
karena masih kurangnya kerjasama dari berbagai hal seperti kurang tersedianya
petugas kesehatan untuk melaksanakan sarana dan prasarana, kesadaran petugas yang
kegiatan PPI. Pernyataan informan masih kurang dan pencatatan kasus infeksi
diantaranya sebagai berikut : yang tidak berkelanjutan.
“.. disini kan kerja shift-shift, biasanya Apabila membahas tentang sarana dan
ada yang tidak terisi, jadi musti saya prasarana, beberapa informan mengeluhkan
buka lagi semua, kapan anunya kantong plastik sampah infeksius yang selalu
kejadiannya. Kalau pasien sudah habis, safety box jarang tersedia dan
pulang dan kebetulan saya libur dan keterbatasan APD. Kurang tersedianya
itu biasa tidak terisi datanya, kapan sarana dapat menghambat pelaksanaan
aff pasien “atau mungkin pernah pencegahan dan pengendalian infeksi
plebhit, ter aff atau tidak sedangkan sehingga meningkatkan risiko penularan
status sudah disetor, saya tidak lagi penyakit di rumah sakit. Seperti yang
bisa lihat datanya” (CL04/Bi) didapatkan oleh Nelwan, Madagi dan Boky
(2017) bahwa dari segi kualitas, sarana
“Biasanya kalau dari segi pemahaman prasarana dan fasilitas program PPI masih
kan disini apalagi kalau ayng bangsal, memadai, namun dari segi kecukupan
masih ada maksudnya kalau dari program menemui kendala akibat kesalahan
pasien biasa belum mengerti pihak tim PPI yang terlambat mengusulkan
bagaimana sebenarnya. Kalau dari permintaan kepada pihak manajemen.
rekan-rekan teman biasa masih ada Kendala lain yang bersumber dari
yang kurang peduli misalnya untuk pemberi pelayanan adalah kesadaran petugas
membantu kita melihat. Kan tidak kesehatan yang masih kurang. Hal ini terlihat
selamanya kita 24 jam. Biasa ada yang dari pernyataan informan bahwa ada kalanya
terlewatkan. Untuk infusnya misalnya, petugas kesehatan memiliki persepsi yang
apakah karena sudah terlalu sibuk berbeda tentang PPI, kurangnya pemahaman
ataukah dilupami yang mana pasien petugas tentang PPI, masih terdapat petugas
kemarin ini” (CLN01/V) kesehatan yang belum memanfaatkan APD dan
tidak semua petugas kesehatan ingin menerima
“Laporan biasanya kendalanya ini kan edukasi tentang PPI. Hal ini terkait dengan
tugasnya IPCLN kadang karena kualitas dari Sumber Daya Manusia (SDM) tim
mungkin nda semua juga, nda setiap PPI. Seperti yang didapatkan oleh Nelwan,
hari juga, lupa kasi masuk ini, jadi Madagi dan Boky (2017) bahwa kualitas SDM
lupa juga kontrolnya, biasanya karena pelaksana program Pencegahan dan
banyak pasien. Itulah gunanya saling Pengendalian Infeksi (PPI) masih kurang akibat
mengingatkan” (CLN06/B) belum semua komite diikutsertakan dalam
pelatihan yang disyaratkan dan sosialisasi yang
“Kendalanya juga kayak masih jarang dibuat sehingga beberapa petugas
pencatatannya yang susah, kan sering lupa mematuhi Standar Operasional
kalau penggantian infus tidak Prosedur (SOP). Sama halnya dengan yang
selamanya saya ada di tempat dan terjadi di RSUD Labuang Baji Makassar. Masih
kadang saya juga lupa. (CLN03/M) terdapat beberapa informan yang belum
mendapatkan pelatihan dasar PPI.
“kalau surveilans yang dibutuhkan itu
persepsi dari IPCLN di ruangan masing- Pada penelitian ini juga mendapatkan
masing. Kan karena antara satu IPCLN bahwa kendala dari pemberi pelayanan dalam
dan IPCLN lainnya itu tidak sama melaksanakan PPI di RSUD Labuang Baji yaitu
persepsinya, misalnya plebhitis kadang masalah pencatatan kasus infeksi yang tidak
beda-beda pemahamannya berkelanjutan dengan alasan susahnya
pencatatan kasus, kurangnya kerjasama dari

374
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 11 Nomor 4 Tahun 2017 ● eISSN : 2302-2531
petugas kesehatan dan data infeksi yang dilaporkan sebagai faktor utama yang
kurang lengkap. Beberapa IPCLN juga mempengaruhi praktik pengendalian infeksi
mengeluhkan adanya pekerjaan lain, yang buruk di fasilitas layanan kesehatan di
sehingga tidak bisa full time/penuh waktu Nigeria (Adinma ED, Ezeama C, Adinma JI,
sehingga kurang maksimal dalam Asuzu MC, 2009; Okechukwu EF, Modteshi
melaksanakan surveilans. Para IPCLN C, 2012; Ogoina D, Pondei K, Chima G, et al.,
merangkap jabatan sebagai kepala ruangan 2015) dan negara-negara lain di dunia
dan ketua tim perawatan yang beban (Kermode M, Jolley D, Langkham B, et al.,
kerjanya sudah banyak, sehingga kurang 2005; Reda AA, Fisseha S, Mengistie B,
sempurna dalam melakukan pengumpulan Vandeweerd JM, 2010).
data. Selain itu, keterbatasan waktu yang
tidak 24 jam berada bersama pasien yang KESIMPULAN
menyebabkan ketidaklengkapan pelaporan. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan
Waktu merupakan salah satu faktor bahwa pelaksanaan PPI di RSUD Labuang
yang sangat penting karena surveilans Baji Makassar sudah berjalan.Tim PPI
merupakan kegiatan yang sangat membutuhkan meliputi IPCN dan IPCLN terlibat dalam
waktu dan menyita hampir separuh waktu kerja pencegahan dan pengendalian infeksi.
seorang IPCN/IPCLN. Seperti yang didapatkan Namun, dalam pelaksanaan PPI terdapat
oleh Zuhrotul & Satyabakti, (2013) bahwa beberapa kendala seperti kurang tersedianya
ketepatan jumlah pelaporan infeksi mencapai sarana dan prasarana, kesadaran petugas
41% dan kelengkapan pengisian formulir yang masih kurang dan pencatatan kasus
surveilans hanya mencapai 36% dari infeksi yang tidak berkelanjutan.
keseluruhan pasien di rumah sakit yang
terdaftar sehingga kurang menggambarkan SARAN
keadaan yang sebenarnya dan belum Diharapkan agar pihak RSUD
memenuhi standar. Rendahnya angka tersebut Labuang Baji membuat kebijakan/standar
dikarenakan memang ada beberapa pasien prosedur operasional untuk kegiatan diskusi
yang tidak terdata saat proses pengumpulan untuk menetapkan strategi atau alternative
data surveilans. Hal tersebut dapat terjadi pemecahan kendala yang ada bersama
dikarenakan para IPCLN di lapangan komite PPI dan dijadwal secara berkala dan
merangkap tugas sebagai perawat yang melakukan sosialisasi terkait kebijakan yang
notabene sangat sibuk sehingga tidak banyak dibuat kepada semua bagian agar tercipta
waktu untuk mendata pasien ke dalam formulir satu bentuk pemahaman yang sama tentang
surveilans. Ketidaktepatan pelaporan tersebut pelaksanaan PPI.
juga disebabkan karena kelalaian dari petugas
kesehatan yang ada di lapangan.
Kurangnya sumber daya, kelebihan
beban kerja dan kendala waktu telah

DAFTAR PUSTAKA

Adinma ED, Ezeama C, Adinma JI, Asuzu MC. (2009). Knowledge and practice of universal precautions against
blood borne pathogens amongst house officers and nurses in tertiary health institutions in Southeast
Nigeria. Niger J Clin Pract.12:398–402

CDC. (2011). Basic Infection Control and Prevention Plan for Outpatient Oncology Settings. United States:
Centers of Disease Control and Prevention.

Darmadi. (2008). Infeksi nosokomial problematika dan pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika.

Depkes RI & PERDALIN. (2008). Pedoman manajerial pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan
fasiltas pelayanan kesehatan lainnya. RSRI Prof. Dr. Sulanti Saroso, Jakarta.

Depkes RI. (2008). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan
Lainnya. Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2010). Petunjuk Praktis Surveilans Infeksi Rumah Sakit. Jakarta

Kermode M, Jolley D, Langkham B, Thomas MS, Holmes W, Gifford SM. (2005). Compliance with
Universal/Standard Precautions among health care workers in rural North India. Am J Infect Control.
33:27–33

375
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 11 Nomor 4 Tahun 2017 ● eISSN : 2302-2531
Nelwan. Renatta M, Mandagi Chreisye K. F, Boky Harvani. 2017. Analisis Pelaksanaan Program Pencegahan
Dan Pengendalian Infeksi Di RSUP Ratatotok Buyat Tahun 2017. (Online)
https://ejournalhealth.com/index.php/medkes/article/viewFile/253/245. Diakses tanggal 06 November
2017.

Nugraheni, R., Suhartono., & Winarni, S. (2012). Infeksi nosokomial di RSUD Kabupaten Wonosobo. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Indonesial, 11(1). 94- 100.

Ogoina D, Pondei K, Chima G, Isichei C, Gidado S. (2015). Knowledge, attitude and practice of standard
precautions of infection control by hospital workers in two tertiary hospitals in Nigeria. J Infect Prev.
16:16– 22.

Okechukwu EF, Modteshi C. (2012). Knowledge and practice of standard precautions in public health facilities in
Abuja, Nigeria. Int J Infect Control. 8:1–7

Reda AA, Fisseha S, Mengistie B, Vandeweerd JM. (2010). Standard precautions: Occupational exposure and
behavior of health care workers in Ethiopia. PLoS One. 5:e14420

Ritchie, L., & McIntyre, J. (2015). Standardising Infection Control Precautions. Nursing Time, 3 (38), 17 - 20.

Saifuddin, A. B., Sumapraja, S,. Djajadilaga., & Santoso, B, I,. (2004). Panduan pencegahan infeksi untuk
fasilitas pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Streubert, H. J., & Carpenter, D. R. (2013). Qualitatif Research in nursing: Advancing the humanistic imperative
(book Online). https://books.google.co.id/books?isbn=0781796008

Suarnianti, Martiana, T., & Damayanti, N. A. (2016). Effects of Self-Justification on and Nurses’ Commitment to
Reducing the Risk of Disease Transmission in Hospitals. Pakistan Journal of Nutrition, 15(4), 324-327.

WHO. (2002). Prevention of Hospital-Acquired Infections A Practical Guide 2nd Edition. Departement of
Communicable Disease, Surveilance and Response. (http : www.who.int/research/en/emc, diunduh
tanggal 24 Juli 2017).

Wigglesworth, N. (2014). National Model Policies for Infection Prevention and Control. Retrieved from
http://www.hps.scot.nhs.uk

Zuhrotul A & Satyabakti P. (2013). Surveilans Infeksi Daerah Operasi (IDO) Menurut Komponen Surveilans Di
Rumah Sakit X Surabaya Tahun 2012. Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 1, No. 2 September 2013:
254– 265

376
Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 11 Nomor 4 Tahun 2017 ● eISSN : 2302-2531

Anda mungkin juga menyukai