Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keselamatan pasien merupakan prinsip dasar dari pelayanan kesehatan yang
memandang bahwa keselamatan merupakan hak bagi setiap pasien dalam
menerima pelayanan kesehatan. World Health Organization (WHO)
Collaborating Center for Patient Safety Solutions bekerjasama dengan Joint
Commision International (JCI) telah menerbitkan International Patient Safety
Goals (IPSG). Yaitu terdiri dari Identify patients correctly (mengidentifikasi
pasien secara benar), Improve effective communication (meningkatkan
komunikasi yang efektif), Improve the safety of high-alert medications
(meningkatkan keamanan dari pengobatan resiko tinggi), Eliminate wrong-site,
wrong-patient, wrong procedure surgery (mengeliminasi kesalahan
penempatan, kesalahan pengenalan pasien, kesalahan prosedur operasi), Reduce
the risk of health care-associated infections (mengurangi risiko infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan), Reduce the risk of patient harm
from falls (mengurangi risiko pasien terluka karena jatuh). (WHO, 2007)
Komunikasi yang efektif termasuk ke dalam salah satu komponen penting
dalam keselamatan pasien. Penerapan komunikasi yang efektif antar perawat
dan antar petugas kesehatan lainnya menjadi salah satu cara yang terbukti
efektif dalam meningkatkan keselamatan pasien di Rumah Sakit. Kegagalan
dalam melakukan komunikasi yang efektif, akan mengakibatkan terjadinya
Insiden Keselamatan Pasien (IKP). Insiden Keselamatan Pasien (IKP). adalah
setiap kejadian yang berpotensi mengakibatkan cedera akibat kesalahan
melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang seharusna di
lakukan, berupa Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera
(KNC), dan Kejadian Sentinel (Sentinel Events) yaitu kejadian yang
mengakibatkan kematian atau cidera yang serius di Rumah Sakit (Depkes RI,
2008) ,
Berdasarkan hasil penelitian Institute Of medicine (IOM) Amerika Serikat
menyatakan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) sebesar 2,9% ditemukan KTD,
dimana sebesar 6,6% diantaranya meninggal dunia, sedangkan di New York
KTD di laporkan sebesar 3,7 dengan angka kematian sebesar 13,6%. World
Health Organization (WHO) mencatat bahwa sebesar 3,2%- 16,6% kasus KTD
ditemukan di beberapa negara di antaranya Amerika, Inggris, Denmark dan
Australia. Joint Commission International (JCI) mencatat Pelaporan kasus
sebanyak 25.000-30.000 terjadi kecacatan yang permanen pada pasien di
Australia, 11% disebabkan karena kegagalan komunikasi.
Di Indonesia prevalensi Insiden Keselamatan Pasien (IKP) pada Tahun
2007 berdasarkan provinsi menemukan 145 insiden yang dilaporkan, kasus
tersebut terjadi diwilayah Jakarta 37,9%, Jawa Tengah 15,9%, Yogyakarta
13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatra Selatan 6,5%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%,
Sulawesi Selatan 0,69% dan Aceh 0,68%. Laporan Komite Keselamatan Pasien
di Rumah Sakit (KKP-RS) Tahun 2011 mencatat penyebab terjadinya insiden
terbanyak berasal dari unit keperawatan yaitu sebesar 11,32% dan sebesar
22,65% insiden berdampak pada kematian, serta sebesar 9,26% merupakan
insiden yang disebabkan oleh prosedur klinik/medikasi. (KKP-RS, 2011)
Insiden tersebut terjadi akibat beberapa faktor yang salah satu faktornya
adalah kesalahan dalam pelaporan akibat kurangnya komunikasi. Komunikasi
yang efektif sangatlah penting untuk keselamatan pasien. Komunikasi yang
dilakukan perawat merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk
mempertahankan efektifitas asuhan keperawatan pada pasien dimana salah
satunya adalah melalui timbang terima pasien pasien (handover) yang dilakukan
pada saat pergantian shift (Smith AF, 2008).

Komunikasi yang efektif sangat diperlukan saat timbang terima pasien pasien. Hal
ini dikarenakan saat timbang terima pasien pasien muncul beberapa hambatan
yang sering terjadi seperti komunikasi yang buruk, catatan medis yang kurang
lengkap, dan adanya perilaku keterlambatan pada perawat pada saat pertukaran
shift. Hambatan yang terjadi saat timbang terima pasien pasien dapat berdampak
pada keselamatan pasien. Timbang terima saat pergantian shift malam ke shift
pagi memiliki kendala
salah satunya adalah terdapat perawat yang datang melebihi peraturan jam dinas
yang ditentukan. Perawat yang datang terlambat tersebut mengakibatkan timbang
terima dilakukan 30 hingga 40 menit, selain itu saat pagi hari semua staf
karyawan termasuk perawat yang dinas pagi wajib mengikuti acara apel yang
diselenggarakan di lapangan. Timbang terima saat pergantian shift pagi ke shift
siang juga memiliki kendala yaitu perawat datang terlambat saat timbang terima
dan beralasan bahwa perawat tersebut memiliki kepentingan keluarga, menjemput
anak sekolah, dan ban bocor dijalan.
WHO Tahun 2007 menegaskan bahwa salah satu standar komunikasi yang
dapat digunakan dalam timbang terima pasien adalah dengan menggunakan
metode komunikasi SBAR. Komunikasi SBAR merupakan komunikasi yang
terdiri dari 4 komponen, yaitu komponen S(Situation) merupakan suatu
gambaran yang terjadi pada saat itu. Komponen B(Background) merupakan
sesuatu yang melatar belakangi situasi yang terjadi. Komponen A(Assessment):
merupakan suatu pengkajian terhadap suatu masalah, dan yang terakhir adalah
komponen R(Recommendation) merupakan suatu tindakan dimana meminta
saran untuk tindakan yang benar yang seharusnya dilakukan untuk masalah
tersebut. Komunikasi SBAR (Situation, Background, Assassement,
Recomendation) adalah metode komunikasi yang digunakan untuk anggota tim
medis kesehatan dalam melaporkan kondisi pasien. Serta merupakan metode
komunikasi yang terstruktur untuk melaporkan kondisi pasien.
Menurut penelitian yang telah dilakukan mengatakan bahwa dengan
penerapan komunikasi SBAR antar tenaga medis dapat meningkatkan
keselamatan pasien. Hal itu sesuai dengan hasil literatur review jurnal tentang
Enhancing Patient Safety During Hand-Offs Standardized communication and
teamwork using the„SBAR‟ oleh Susan Hohenhaus. Metode penelitian Quasi
Experimental. Hasil penelitian menyatakan bahwa SBAR merupakan Teknik
komunikasi yang menjanjikan untuk mentransfer informasi kepada pasien,
komponen yang meningkatkan pengiriman informasi subjektif, meningkatkan
komunikasi informasi kritis dan menciptakan redundansi, yang menetapkan
pola yang diharapkan pada komunikasi.
Adapun hasil dari peneliti lain yaitu menurut Wahyuni (2014) tentang
pelatihan komunikasi SBAR di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yaitu
untuk meningkatkan mutu operan jaga bermanfaat membantu perawat dalam
mengidentifikasi area pelayanan sehingga kesinambungan dalam melakukan
asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik dan dapat meningkatkan
keselamatan pasien. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa komunikasi S-
BAR efektif dalam meningkatkan mutu operan jaga.

1.2 Rumusan Masalah


Komunikasi SBAR (Situation, Background, Assassement, Recomendation)
merupakan salah satu standar komunikasi yang efektif digunakan oleh
anggota tim medis kesehatan dalam melaporkan kondisi pasien. Serta
merupakan metode komunikasi yang terstruktur untuk melaporkan kondisi
pasien.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan melakukan observasi di
ruangan ketika proses handover dilaksanakan, masih banyak ditemukan
hambatan pada saat melakukan proses handover atau timbang terima pasien.
Diantaranya komunikasi yang di sampaikan tidak sesuai dengan standar
komunikasi SBAR. Terdapat tingkat perbedaan penyampaian komunikasi di
setiap ruangan seperti ICU, VIP, Kelas I, Kelas II, dan Kelas III. Kejelasan dan
ketepatan dalam penyampaian informasi masih belum optimal, terdapat
hambatan dalam penggunaan bahasa medis yang sudah di bakukan. Dan
masih banyaknya perilaku nakal dari perawat yang tidak disiplin dalam waktu
(datang terlambat) ketika handover dilakukan sehingga informasi yang
disampaikan tidak semua perawat mengetahuinya.
Sesuai dengan uraian di atas, maka perumusan masalah dari penelitian ini
adalah “Bagaimanakah gambaran pelaksanaan komunikasi efektif berstandar
SBAR dalam proses timbang terima pasien (handover) di Rumah Sakit ?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan
komunikasi efektif SBAR dalam proses timbang terima pasien
(handover) di Rumah Sakit.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui kelengkapan komponen komunikasi Situation dalam
proses timbang terima pasien (handover) di Rumah Sakit.
b. Mengetahui kelengkapan komponen komunikasi Background
dalam proses timbang terima pasien (handover) di Rumah Sakit.
c. Mengetahui kelengkapan komponen komunikasi Assesment dalam
proses timbang terima pasien (handover) di Rumah Sakit.
d. Mengetahui kelengkapan komponen komunikasi Recommendation
dalam proses timbang terima pasien (handover) di Rumah Sakit.

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi Mahasiswa
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan mengenai
prosedur pelaksanaan komunikasi yang efektif SBAR dalam proses
timbang terima pasien (handover) pasien di Rumah Sakit.
1.4.2 Manfaat bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat membantu perkembangan ilmu khususnya kepada
program studi S1 keperawatan agar menyiapkan dan menghasilkan
lulusan mahasiswa yang unggul di bidang akademik maupun praktik
klinik.
1.4.3 Manfaat bagi Institusi Kesehatan
Penelitian ini dapat dijadikan standar evaluasi bagi setiap perawat di
ruangan agar terciptanya komunikasi yang efektif dalam upaya
mempertahankan efektifitas asuhan keperawatan yang maksimal dan
peningkatan keselamatan pasien di Rumah Sakit.

Komunikasi yang efektif sangat diperlukan saat handover pasien pasien.


Hal ini dikarenakan pada saat handover pasien, muncul beberapa hambatan
yang sering terjadi seperti komunikasi yang buruk, catatan medis yang kurang
lengkap, dan adanya perilaku tidak disiplin pada setiap perawat khususnya
pada saat pertukaran shift. Hambatan yang terjadi handover pasien pasien
dapat berdampak pada keselamatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes . 2008. Panduan Nasional Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Jakarta:


Bhakti Husada.
JCAHO, National Patient Safety Goals. 2006. Diakses pada 10 November 2017.
Dari http://www.jointcommission.org/assets/1/6/2015_NPSG_HAP.pdf.
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit, 2011.
World Health Organization & Joint Comission International. 2007.
Communication during patient hand-overs.
Smith AF, Pope C, Goodwin D. 2008. Interpropessional Handover and Patient
Safety in Anasthesia : Observational Study at Handovers in The Recovery
Room.
Yulia, S., Rahayu, H. & Chandra, P. (2016). Jurnal Ilmu Kesehatan : Penerapan
Handover Antar Shift Oleh Perawat dengan Menggunakan Metoda SBAR
di Gedung Kemuning RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Volume 10,
Nomor 1 Juni.

Anda mungkin juga menyukai