Anda di halaman 1dari 11

HAND OVER DENGAN TEHNIK SBAR DALAM MENINGKATKAN

PATIENT SAFETY
Yohana Pasaribu
yohanapasaribu2@gmail.com
LATAR BELAKANG

Patient safety merupakan prioritas, isu penting dan global dalam pelayanan kesehatan
(Perry 2009).Ballard (2003) dalam Mustikawati (2011) menyatakan bahwa Patient safety
merupakan komponen penting dan vital dalam asuhan keperawatan yang berkualitas. Hal ini
menjadi pentingkarena Patient safety merupakan suatu langkah untuk memperbaiki mutu
pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan (Cahyono, 2008). Inti dari patient safety
yaitu penghindaran,pencegahan dan perbaikan dari kejadianyang tidak diharapkan atau
mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan (Ballard, 2003). Sehingga,program
utama patient safety yaitu suatu usaha untuk menurunkan angka kejadian tidak diharapkan
(KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat dirumah sakit yang sangat merugikan
baik pasien maupun pihak rumah sakit.
Angood (2007) dalam Dewi(2012) mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil kajian data
penyebab utama KTD di rumah sakit adalah komunikasi. Alvarado (2006) mengungkapkan
bahwa ketidakakuratan informasi dapat menimbulkan dampak yang serius pada pasien, hampir
70%kejadian sentinel (kejadian yangmengakibatkan kematian atau cedera serius di rumah sakit)
disebabkan karena buruknya komunikasi.
Komunikasi terhadap berbagai informasi mengenai perkembangan pasien antar profesi
kesehatan di rumahsakit merupakan komponen yang fundamental dalam perawatan
pasien(Riesenberg,2010). Transfer informasi pada saat pergantian shift yang disebut dengan
handover bertujuan untuk menyampaikan informasi dari setiap pergantian shift serta memastikan
efektifitas dan keamanan dalam perawatan pasien. Informasi terkait dengan keadaan klinis
pasien,kebutuhan pasien, keadaan personal pasien, sampai pada faktor sosial pasien.Perawat
harus datang minimal 15 menit lebih awal untuk mengikuti handover sehingga proses handover
dapat berjalan lancar (McCLoughen et al., 2008dalam Scovell, 2010).
Rekomendasi WHO Pada tahun 2007, mewajibkan untuk anggota negara WHO dalam
memperbaiki pola komunikasi pada saat melakukan operan jaga (handover) harus menggunakan
suatu standar yang strategis yaitu dengan mengunakan metode komunikasi SBAR. Upaya untuk
menurunkan insiden keselamatan pasien yang dapat dilakukan salah satunya dengan cara Patient
Safety ; komunikasi efektif SBAR.
Kata Kunci : handover, SBAR, Patient Safety

METODE
Jurnal ini menggunakan metode literature review dari berbagai sumber seperti e-journal,
e-book, dan juga membandingkan beberapa jurnal yang berhubungan dengan Hand over dengan
tehnik SBAR dalam meningkatkan patient safety. Literatur kemudian dibatasi dari tahun 2012
hingga 2020 terdapat 9 jurnal dan 1 e-book yang di analisis yang berkaitan dengan Hand over
dengan tehnik SBAR dalam meningkatkan patient safety.
Dari analisi berbagai sumber yang digunakan untuk mengetahui Hand over dengan tehnik
SBAR dalam meningkatkan patient safety. Pengolahan jurnal dilakukan dengan metode
membandingkan beberapa jurnal yang berkaitan dengan Hand over dengan tehnik SBAR dalam
meningkatkan patient safety.

HASIL
Berdasarkan analisa dan eksplorasi serta kajian ebook dan jurnal ebook. Berdasarkan
Permenkes Nomor 1691/ MENKES/ PER/ VIII/ 2011 program Patient Safety adalah untuk
menjamin keselamatan pasien di rumah sakit melalui pencegahan terjadinya kesalahan dalam
memberikan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan di rumah sakit yang padat modal,
teknologi dan karya dihadapkan pada tantangan untuk meningkatkan kualitas mutu pelayanan
yang multi dimensi dengan berbagai kompleksitas masalah yang menyertai (Fitria 2013,p:109).
Menurut Depkes RI (2008) keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu sistem
di mana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem ini meliputi assesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisi
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan menindaklanjuti insiden serta implementasi solusi
untuk mengurangi dan meminimalkan timbulnya risiko dalam mengkomunikasikan informasi
yang bersifat kritis, memberikan kesempatan bagi para praktisi untuk bertanya dan
menyampaikan pertanyaan pertanyaan pada saat serah terima dan melibatkan para pasien serta
keluarga dalam proses operan jaga (handover).
WHO Collaborating Center For Patient Safety pada tanggal 2 mei 2007 resmi
menerbitkan “Nine Life Saving Patient Safety Solution”. Panduan ini mulai disusun oleh sejak
tahun 2005 oleh pakar keselamatan pasien dan lebih 100 negara dengan mengidentifikasi dan
mempelajari berbagai masalah keselamatan pasien. Dengan diterbitkannya Nine Life Saving
Patient Safety oleh WHO maka komite keselamatan pasien Rumah Sakit (KKP-RS) mendorong
rumah sakit di indonesia untuk menerapkan sembilan solusi “ Life-Saving” keselamatan pasien
rumah sakit, langsung atau bertahap sesuai dengan kemampuan dan kondisi RS masing-masing.
Salah satu dari sembilan solusi tersebut, adalah komunikasi secara benar saat serah terima
(handover) dengan metode SBAR.
Komunikasi efektif menggunakan komunikasi SBAR adalah kerangka yang mudah
diingat, mekanisme nyata yang digunakan untuk menyampaikan kondisi pasien yang kritis atau
perlu perhatian dan tindakan segera. S (situation) mengandung komponen tentang identitas
pasien, masalah saat ini, dan hasil diagnosa medis. B (baground) menggambarkan riwayat
penyakit atau situasi yang mendukung masalah/situasi saat ini. A (assesment) merupakan
kesimpulan masalah yang sedang terjadi pada pasien sebagai hasil analisa terhadap situasion dan
Background. R (recommendation) adalah rencana ataupun usulan yang akan dilakukan untuk
mengenai permasalahan yang ada (Permanente 2011,p: 104).

PEMBAHASAN
Pengertian
Handover adalah proses pengalihan wewenang dan tanggung jawab utama untuk
memberikan perawatan klinis kepada pasien dari satu pengasuh ke salah satu pengasuh yang lain.
Pengasuh termasuk dokter jaga, dokter tetap ruang rawat, asisten dokter, praktisi perawat,
perawat terdaftar, dan perawat praktisi berlisensi. (The Joint Commission Journal on Quality and
Patient Safety, 2010).
Sedangkan Australian Medical Association (2006), mendefinisikan handover sebagai
transfer tanggung jawab profesional dan akuntabilitas untuk beberapa atau semua aspek
perawatan untuk pasien, atau kelompok pasien, kepada orang lain atau kelompok profesional
secara sementara atau permanen.
Jenis Handover
Terima pasien juga dapat terjadi antar fasilitas kesehatan, seperti; antara rumah sakit dan
antara beberapa organisasi penyedia pelayanan lainnya, termasuk pelayanan kesehatan di rumah,
tempat penampungan, dan fasilitas perawatan jompo. Serah terima pasien mungkin melibatkan
penggunaan teknologi khusus, misalnya: perekam audio, catatan terkomputerisasi, faximili,
dokumen tertulis, dan komunikasi lisan.
Menurut Hughes (2008); Australian Resource Centre for Healthcare Innovation (2009);
Friesen, White, dan Byers (2009) beberapa jenis serah terima pasien yang berhubungan dengan
perawat, antara lain:

1. Serah terima pasien antar shift: Metode serah terima pasien antar shift dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai metode, antara lain: secara lisan, catatan tulisan tangan,
di samping tempat tidur pasien, melalui telepon, rekaman, nonverbal, menggunakan
laporan elektronik, cetakan komputer, dan memori. Kekuatan dari metode laporan di
samping tempat tidur merupakan upaya untuk fokus pada laporan dan kondisi pasien.
Namun, ada kekhawatiran tentang kerahasiaan pasien yang dapat Serah terima pasien
interdisiplinary terjadi antara perawat dan dokter, dan perawat dengan tenaga kesehatan
lainnya, sementara serah terima pasien intradisciplinary terjadi antara sesama perawat
atau sesama dokter. Serah dikompromikan jika tidak hati-hati dalam menanganinya.

2. Serah terima pasien antar unit keperawatan: Pasien mungkin akan sering ditransfer antar
unit keperawatan selama mereka tinggal di rumah sakit. Namun, sejumlah faktor telah
diidentifikasi berkontribusi terhadap in-efisiensi selama transfer pasien dari satu unit
keperawatan ke unit keperawatan yang lain, termasuk; ketidaklengkapan catatan medis
dan keperawatan, keterlambatan atau waktu yang terbuang disebabkan oleh kemacetan
komunikasi, menunggu tanggapan dari perawat atau dokter atau tanggapan dari
manajemen unit keperawatan tempat yang akan di tempati pasien atau masalah
ketersediaan tempat tidur.

3. Serah terima pasien antara unit perawatan dengan unit pemeriksaan diagnostik: Pasien
sering dikirim dari unit keperawatan untuk pemeriksaan diagnostik selama rawat inap.
Pengiriman dari unit keperawatan ke tempat pemeriksaan diagnostik (misalnya;
radiologi, kateterisasi jantung, laboratorium, dll) telah dianggap sebagai konstributor
untuk terjadinya kesalahan. Hal ini penting, ketika perubahan unit tempat keperawatan
pasien terutama untuk tingkat pelayanan yang berbeda dari unit perawatan sebelumnya dan
untuk keamanan pasien, staf pada unit pemeriksaan disgnostik harus memiliki informasi lengkap
yang mereka butuhkan dan melakukan komunikasi yang konsisten. Kompleksitas
kondisi pasien mungkin memerlukan perawat untuk menyertai pasien ke tempat
pemeriksaan diagnostik,

4. Serah terima pasien antar fasilitas kesehatan: Pengiriman pasien dari satu fasilitas
kesehatan ke fasilitas yang lain sering terjadi antara pengaturan layanan yang berbeda.
Pengiriman berlangsung antar rumah sakit ketika pasien memerlukan tingkat perawatan
yang berbeda. Pengiriman pasien antar fasilitas, meliputi; antar rumah sakit, pusat
rehabilitasi, lembaga kesehatan di rumah, dan organisasi pelayanan kesehatan lainnya.
Faktor yang cenderung membuat pengiriman pasien tidak efektif adalah kesenjangan
dan hambatan komunikasi antar fasilitas kesehatan tersebut dan juga dipengaruhi oleh
perbedaan budaya organisasi.
Hambatan individu dan organisasi dalam proses Handover
Suatu proses standar untuk memandu kegiatan serah terima pasien dalam mentransfer
informasi penting direkomendasikan. Penggunaan protokol yang mencakup klarifikasi fonetik
dan angka, penting dalam membantu menyampaikan informasi secara akurat. Penggunaan
protokol terkait dengan serah terima pasien dan pemindahan telah di rekomendasikan untuk
praktek yang aman dan lebih efektif.
Hughes (2008) membuat sebuah ringkasan tentang masalah dan hambatan faktor
individu, kelompok dan organisasi dalam proses serah terima pasien menurut hasil kajian
literatur berbasis bukti, sebagaif berikut:

Salah satu Faktor eksternal dan internal individu atau kelompok

Komunikasi
Masalah: Bahasa dapat menyebabkan masalah dalam beberapa cara serah terima pasien. Dialek
yang berbeda, aksen,dan nuansa dapat disalahpahami atau disalahtafsirkan oleh perawat
menerima laporan. Singkatan dan akronim yang unik untuk pengaturan pelayanan keperawatan
tertentu mungkin membingungkan bagi seorang perawat yang bekerja di lingkungan yang
berbeda atau khusus.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan:
a. Serah terima pasien face-to-face lebih disukai untuk memungkinkan pertukaran
komunikasi verbal dan nonverbal yang interaktif.
b. Standarisasi bentuk, daftar, atau alat sehingga semua pengguna akan memahami
informasi dari konteks yang sama.
c. Memungkinkan peluang untuk mengajukan pertanyaan dan klarifikasi selama serah
terima pasien.
d. Gunakan kebiasaan "membaca kembali" dan "mengulang kembali" untuk mengurangi
kesalahan komunikasi.
e. Gunakan klarifikasi fonetik dan angka.
f. Berbicara sederhana, jelas, langsung dan spesifik dalam deskripsi pasien dan situasi
terkini.
g. Hindari penggunaan singkatan, istilah atau jargon yang tidak dapat dipahami secara
bersamah
h. Memberikan definisi pada istilah yang ambigu.
i. Memungkinkan penerima untuk meninjau ringkasan yang relevan dan informasi saat ini.
Menurut Alvarado et al.(2006) adanya standar komunikasi efektif yang terintegrasi dengan
keselamatan pasien dalam timbang terima pasien dan disosialisasikan secara menyeluruh pada
perawat pelaksana akan meningkatkan efektifitas dan koordinasi dalam mengkomunikasikan
informasi penting sehingga meningkatkan kesinambungan pelayanan dalam mendukung
keselamatan pasien.
Hasil penelitian Catherine (2008) di Denver Health Medical Center menyatakan bahwa
kegagalan komunikasi perawat dalam melakukan operan antar shift disebabkan karena kegagalan
komunikasi secara langsung seperti:
1). Komunikasi yang terlambat,
2).Kegagalan komunikasi dengan semua anggota tim,
3). Isi komunikasi yang tidak jelas.
Hal ini menyebabkan tujuan komunikasi yang diharapkan tidak tercapai, dan menyebabkan
ketidakpuasan perawat dalam melakukan operan. Operan merupakan sarana komunikasi perawat
dalam menyampaikan dan menerima informasi secara singkat, jelas, dan lengkap tentang
tindakan yang sudah dilakukan dan yang belum dilakukan perawat serta perkembangan
kesehatan pasien.
Maka dari itu dibentuklah metode komunikasi yang efektif yakni SBAR.
Pengertian SBAR
Komunikasi SBAR merupakan suatu tekhnik informasi dan komunikasi yang sangat efektif
dalam pelaksanaan handover yang membantu perawat dalam melaksanakan pekerjaan dan
memudahkan mengidentifikasi kesalahan serta memfasilitasi perawatan pasien yang
berkesinambungan sehingga memberikan informasi yang jelas pada tim perawat setiap
pergantian shift karena semua informasi yang telah tercatat dalam status pasien, disampaikan
secara berurutan dan ringkas.
Manfaat Komunikasi SBAR
Manfaat penerapan komunikasi SBAR pada perawat dalam melaksanakan handover.
Tema ini didukung teori yang di uraikan oleh Parry, J. (2012) tentang Improving clinical
communication using SBAR “Improving care, delivering quality yaitu komunikasi SBAR dapat
meningkatkan informasi, meningkatkan keefektifan pemberian pelayanan, dan dapat
meningkatkan keselamatan pasien dan mencakup semua aspek dalam asuhan keperawatan yang
diberikan kepada klien. SBAR merupakan alat komunikasi yang efektif dalam meningkatkan
patient safety dimana terdapat proses memonitor, mengevaluasi keselamatan pasien dan terbukti
dapat meningkatkan mutu patient safety di rumah sakit, dengan penerapan komunikasi SBAR ini
kepercayaan masyarakat terhadap citra rumah sakit sebagai pelayanan kesehatan juga semakin
baik.
Hambatan dalam penerapan handover menggunakan komunikasi SBAR dalam
melaksanakan handover
adapun hambatan yang di dapatkan yaitu:
1. perbedaan persepsi perawat pada pendokumentasian
2. fasilitas yang kurang memadai
3. perawat kurang teliti
4. penggunaan waktu yang belum efektif
5. dan psikologis perawat
Menurut donabedian (dalam Cahyono, 2008) beberapa faktor yang mempengaruhi
penerapan komunikasi SBAR :
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap sesuatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Tingginya pengetahuan perawat tentang komunikasi SBAR dipengaruhi oleh
tingkat profesionalitas profesi yang sedang dijalaninya, pada penelitian yang dilakukan
Fitrianola & Ghita tentang Faktor Yang Berhubungan Dengan Penerapan Komunikasi
SBAR di Ruang Rawat Inap yang menjadi responden adalah ketua tim perawat yang
telah dipercaya sebagai seorang tenaga profesional yang dianggap mampu untuk
melakukan koordinator terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan kepada pasien. Selain
itu, faktor pengalaman kerja juga mempengaruhi tingkat pengetahuan responden tentang
komunikasi SBAR, dimana pada penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar
responden adalah perawat dengan masa kerja lebih dari 5 tahun, tentunya pengalaman
ini telah memberikan berbagai macam pengetahuan terhadap responden, termasuk
tentang penerapan komunikasi SBAR pada saat overran dinas.
2. Sikap
Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui
pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu
pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya (Widayatun 2009,p:25).
Sikap positif yang perlu dimiliki perawat dalam pelaksanaan patient safety
dimanifestasikan dalam bentuk tanggapan/ respon perasaan positif perawat terhadap
tindakan. Berdasarkan hasil penelitian Bawelle, dkk (2013) sikap berhubungan secara
signifikan dengan perilaku perawat dalam upaya pelaksanaan keselamatan pasien
(patient safety) yaitu menunjukkan semakin baik sikap maka semakin baik perilaku
perawat dalam upaya pelaksanaan keselamatan pasien (patient safety).
3. Motivasi
Menurut Hendrarni (dalam Abdullah, 2014) mengatakan motivasi adalah
dorongan atau motivasi kerja yang terdapat di dalam diri perawat memegang peranan
penting dalam pelaksanaan suatu tindakan. Apabila motivasi kerja perawat tinggi, maka
itu akan mempermudah perawat dalam melakukan tindakan dan begitupun sebaliknya.
Upaya peningkatan motivasi salah satunya adalah dengan memberikan sesuatu kepada
karyawan dipandang sebagai cara atau metode untuk meningkatkan motivasi kerja
PENUTUP
Kesimpulan
Penerapan Komunikasi dengan teknik SBAR dapat meningkatkan keselamatan pasien
dikarenakan Komunikasi SBAR merupakan suatu tekhnik informasi dan komunikasi yang sangat
efektif dalam pelaksanaan handover yang membantu perawat dalam melaksanakan pekerjaan dan
memudahkan mengidentifikasi kesalahan serta memfasilitasi perawatan pasien yang
berkesinambungan sehingga memberikan informasi yang jelas pada tim perawat setiap
pergantian shift karena semua informasi yang telah tercatat dalam status pasien, disampaikan
secara berurutan dan ringkas.
Adapun hambatan tersebut perbedaan persepsi, fasilitas format SBAR yang kurang
memadai, perawat yang kurang teliti, penggunaan waktu pengisian dokumentasi yang belum
efektif dan terdapat psikologis perawat berupa perasaan jenuh efek dari pendokumentasian
SBAR. Diperlukan upaya manajemen keperawatan meningkatkan penerapan metode SBAR dan
melakukan perbaikan format SBAR untuk mengurangi hambatan yang dirasakan perawat
sehingga pelayanan keperawatan berkelanjutan dan kepuasan pasien meningkat.
Saran

Hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan pengetahuan di bidang pendidikan dan
dapat meningkatkan manajeman Hand Over Dengan Tehnik SBAR Dalam Meningkatkan
Patient Safety.

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, N., Ilmi, B., & Wati, R. (2019). Penerapan Komunikasi Situation, Background,
Assesment, Recommendation (SBAR) Pada Perawat Dalam Melaksanakan Handover. IJNP
(Indonesian Journal of Nursing Practices), 3(1), 42-51.

Faisal, F., Syahrul, S., & Jafar, N. (2019). PENDAMPINGAN HAND OVER PASIEN DENGAN
METODE KOMUNIKASI SITUATION, BACKGROUND, ASSESMENT, RECOMMENDATION
(SBAR) PADA PERAWAT DI RSUD BARRU KABUPATEN BARRU SULAWESI
SELATAN. Jurnal Terapan Abdimas, 4(1), 43-51.
Hariyanto, R., Hastuti, M, F., & Maulana, M, A. ANALISIS PENERAPAN KOMUNIKASI
EFEKTIF DENGAN TEHNIK SBAR (SITUATION BACKGROUND ASSESSMENT
RECOMMENDATION) TERHADAP RISIKO INSIDEN KESELAMATAN PASIEN DI
RUMAH SAKIT ANTON SOEDJARWO PONTIANAK.

Herawati, A., & Nuraeni, T. (2019). Penggunaan Model ISBAR3 Berbasis Elektronik dalam
Upaya Meningkatkan Keselamatan Pasien : Study Literatur. SURYA, 11(3), 9-15.

Herawati, Y, T. (2015). BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RUANG RAWAT INAP


RUMAH SAKIT X KABUPATEN JEMBER. Jurnal IKESMA, 11(1), 52-59.

Ismainar, H. (2015). Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Yogyakarta : CV BUDI UTAMA.

Rahayu, S, Y., Hafsa ., & Purba, C, S. (2016). Gambaran Penerapan Handover Antar Shift Oleh
Perawat dengan Menggunakan Metoda SBAR di Gedung Kemuning RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung. Jurnal Ilmu Kesehatan, 10(1), 613-619.

Rezkiki, F., & Utami, G, S. (2017). Faktor Yang Berhubungan Dengan Penerapan Komunikasi
SBAR Di Ruang Rawat Inap. Jurnal Human Care, 1(2).

Simamora, R. H. (2018). Buku ajar keselamatan pasien melalui timbang terima pasien berbasis
komunikasi efektif: SBAR. Medan: USUpress.

Simamora, R. H. (2020). Learning of Patient Identification in Patient Safety Programs Through Clinical
Preceptor Models. Medico Legal Update, 20(3), 553-556.

Triwibowo, C., Harahap, Z., & Soep. (2016). STUDI KUALITATIF: PERAN HANDOVER
DALAM MENINGKATKAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT. JURNAL
PENA MEDIKA, 6(2), 72-79.
Triwibowo, C., Yuliawati, S., & Husna, N, A. (2016). HANDOVER SEBAGAI UPAYA
PENINGKATAN KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY) DI RUMAH SAKIT. Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), 11(2), 76-80.

Anda mungkin juga menyukai