Anda di halaman 1dari 14

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Handover

2.3.1. PengertianHandover

Handover adalah proses pengalihan wewenang dan tanggung jawab

utama untuk memberikan perawatan klinis kepada pasien dari satu pengasuh ke

salah satu pengasuh yang lain. Pengasuh termasuk dokter jaga, dokter tetap

ruang rawat, asisten dokter, praktisi petugas, petugas terdaftar, dan petugas

praktisi berlisensi. (The Joint Commission Journal on Quality and Patient

Safety, 2010). Sedangkan Australian Medical Association (2006),

mendefinisikan handover sebagai transfer tanggung jawab profesional dan

akuntabilitas untuk beberapa atau semua aspek perawatan untuk pasien, atau

kelompok pasien, kepada orang lain atau kelompok profesional secara

sementara atau permanen.

2.3.2 Tujuan Timbang Terima(Handover)

1. Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien (datafokus).

2. Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan

keperawatan kepadaklien.

3. Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh

dinasberikutnya.

4. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya


2.3.3 Prinsiphandover

Australian Resource Centre for Healthcare Innovation (2009); Friesen,

White, dan Byers (2009) memperkenalkan lima standar prinsip serah terima

pasien, yaitu:

a. Kepemimpinan dalam serah terima pasien: Semakin luas proses serah

terima (lebih banyak peserta dalam kegiatan serah terima), peran

pemimpin menjadi sangat penting untuk mengelola serah terima pasien

di klinis. Pemimpin harus memiliki pemahaman yang komprehensif dari

proses serah terima pasien dan perannya sebagai pemimpin. Tindakan

segera harus dilakukan oleh pemimpin pada eskalasi pasien yang

memburuk.

b. Pemahaman tentang serah terima pasien: Mengatur sedemikian rupa

agar timbul suatu pemahaman bahwa serah terima pasien harus

dilaksanakan dan merupakan bagian penting dari pekerjaan sehari-hari

dari perawat dalam merawat pasien. Memastikan bahwa staf bersedia

untuk menghadiri serah terima pasien yang relevan untuk mereka.

Meninjau roster dinas staf klinis untuk memastikan mereka hadir dan

mendukung kegiatan serah terima pasien. Membuat solusi-solusi

inovatif yang diperlukan untuk memperkuat pentingnya kehadiran staf

pada saat serah terimapasien.

c. Peserta yang mengikuti serah terima pasien: Mengidentifikasi dan

mengorientasikan peserta, melibatkan mereka dalam tinjauan berkala

tentang proses serah terima pasien. Mengidentifikasi staf yang harus

hadir, jika memungkinkan pasien dan keluarga harus dilibatkandan


dimasukkan sebagai peserta dalam kegiatan serah terima pasien. Dalam

tim multi disiplin, serah terima pasien harus terstruktur dan

memungkinkan anggota multiprofesi hadir untuk pasiennya yang

relevan.

d. Waktu serah terima pasien: Mengatur waktu yang disepakati, durasi dan

frekuensi untuk serah terima pasien. Hal ini sangat direkomendasikan,

di mana strategi ini memungkinkan untuk dapat memperkuat ketepatan

waktu. Serah terima pasien tidak hanya pada pergantian jadwal kerja,

tapi setiap kali terjadi perubahan tanggung jawab, misalnya; ketika

pasien diantar dari bangsal ke tempat lain untuk suatu pemeriksaan.

Ketepatan waktu serah terima sangat penting untuk memastikan proses

perawatan yang berkelanjutan, aman danefektif.

e. Tempat serah terima pasien: Sebaiknya, serah terima pasien terjadi

secara tatap muka dan di sisi tempat tidur pasien. Jika serah terima

pasien tidak dapat dilakukan secara tatap muka, maka pilihan lain harus

dipertimbangkan untuk memastikan serah terima pasien berlangsung

efektif dan aman. Untuk komunikasi yang efektif, pastikan bahwa

tempat serah terima pasien bebas dari gangguan, misal; kebisingan di

bangsal secara umum atau bunyi alattelekomunikasi.

2.3.4 Langkah-langkah dalam Timbang Terima(Handover)

1. Kedua kelompok shift dalam keadaan sudahsiap.

2. Shift yang akan menyerahkan perlu menyiapkan hal-hal yang akan

disampaikan.
3. Perawat primer menyampaikan kepada perawat penanggung jawab shift

selanjutnyameliputi:

a. Kondisi atau keadaan pasien secaraumum

b. Tindak lanjut untuk dinas yang menerimaoperan

c. Rencana kerja untuk dinas yang menerimalaporan

d. Penyampaian timbang terima diatas harus dilakukan secara jelas dan

tidakterburu-buri.

e. Perawat primer dan anggota kedua shift bersama-sama secara

langsung melihat keadaan pasien. (Nursalam,2002)

2.3.5 Jenis Handover

Serah terima pasien terjadi di seluruh kontinum perawatan kesehatan

dalam semua jenis pengaturan layanan. Ada berbagai jenis serah terima pasien

dari satu penyedia jasa perawatan kesehatan kepada yang lain, seperti transfer

pasien dari satu lokasi ke lokasi lain dalam suatu rumah sakit atau transisi

informasi dan tanggung jawab selama serah terima pasien antar shift pada unit

yang sama.

Serah terima pasien interdisiplinary terjadi antara petugas dan dokter,

dan perawat dengan tenaga kesehatan lainnya, sementara serah terima pasien

intradisciplinary terjadi antara sesama perawat atau sesama dokter. Serah

terima pasien juga dapat terjadi antar fasilitas kesehatan, seperti; antara rumah

sakit dan antara beberapa organisasi penyedia pelayanan lainnya, termasuk

pelayanan kesehatan di rumah, tempat penampungan, dan fasilitas perawatan

jompo. Serah terima pasien mungkin melibatkan penggunaan teknologikhusus,


misalnya: perekam audio, catatan terkomputerisasi, faximili, dokumen tertulis,

dan komunikasi lisan.

Menurut Hughes (2008); Australian Resource Centre for Healthcare

Innovation (2009); Friesen, White, dan Byers (2009) beberapa jenis serah

terima pasien yang berhubungan dengan petugas, antaralain:

a. Serah terima pasien antarshift.

Metode serah terima pasien antar shift dapat dilakukan dengan

menggunakan berbagai metode, antara lain: secara lisan, catatan tulisan

tangan, di samping tempat tidur pasien, melalui telepon, rekaman,

nonverbal, menggunakan laporan elektronik, cetakan komputer, dan

memori. Kekuatan dari metode laporan di samping tempat tidur merupakan

upaya untuk fokus pada laporan dan kondisi pasien. Namun, ada

kekhawatiran tentang kerahasiaan pasien yang dapat dikompromikan jika

tidak hati-hati dalam menanganinya. Sebuah studi kualitatif yang

difokuskan pada gambaran persepsi pasien yang terlibat dalam kegiatan

serah terima, menemukan beberapa pasien mendukung serah terima

disamping tempat tidur, sementara yang lain tidak. Pasien juga menyatakan

keprihatinannya mengenai jargon yang digunakan oleh petugas kesehatan

saat kegiatan serah terima berlangsung.

b. Serah terima pasien antar unitkeperawatan.

Pasien mungkin akan sering ditransfer antar unit keperawatan selama

mereka tinggal di rumah sakit. Namun, sejumlah faktor telah diidentifikasi

berkontribusi terhadap efisiensi selama transfer pasien dari satu unit

keperawatan ke unit keperawatan yang lain, termasuk; ketidaklengkapan


catatan medis dan keperawatan, keterlambatan atau waktu yang terbuang

disebabkan oleh kemacetan komunikasi, menunggu tanggapan dari petugas

atau dokter atau tanggapan dari manajemen unit keperawatan tempat yang

akan di tempati pasien atau masalah ketersediaan tempat tidur.

c. Serah terima pasien antara unit perawatan dengan unit pemeriksaan

diagnostik.

Pasien sering dikirim dari unit keperawatan untuk pemeriksaan

diagnostik selama rawat inap. Pengiriman dari unit keperawatan ke

tempat pemeriksaan diagnostik (misalnya; radiologi, kateterisasi jantung,

laboratorium, dll) telah dianggap sebagai konstributor untuk terjadinya

kesalahan. Hal ini penting, ketika perubahan unit tempat keperawatan

pasien terutama untuk tingkat pelayanan yang berbeda dari unit

perawatan sebelumnya dan untuk keamanan pasien, staf pada unit

pemeriksaan disgnostik harus memiliki informasi lengkap yang mereka

butuhkan dan melakukan komunikasi yang konsisten. Kompleksitas

kondisi pasien mungkin memerlukan perawat untuk menyertai pasien ke

tempat pemeriksaandiagnostik.

d. Serah terima pasien antar fasilitaskesehatan

Pengiriman pasien dari satu fasilitas kesehatan ke fasilitas yang lain

sering terjadi antara pengaturan layanan yang berbeda. Pengiriman

berlangsung antar rumah sakit ketika pasien memerlukan tingkat

perawatan yang berbeda. Pengiriman pasien antar fasilitas, meliputi; antar

rumah sakit, pusat rehabilitasi, lembaga kesehatan di rumah, dan

organisasi pelayanan kesehatan lainnya. Faktor yang cenderungmembuat


pengiriman pasien tidak efektif adalah kesenjangan dan hambatan

komunikasi antar fasilitas kesehatan tersebut dan juga dipengaruhi oleh

perbedaan budaya organisasi.

2.3.6 Prosedur dalam Timbang Terima (Handover) AntarShif

1. Persiapan

a. Kedua kelompok dalam keadaansiap.

b. Kelompok yang akan bertugas menyiapkan bukucatatan.

2. Pelaksanaan

Dalam penerapannya, dilakukan timbang terima kepada masing-masing

penanggung jawab:

a. Timbang terima dilaksanakan setiap pergantian shift atauoperan.

b. Dari nurse station perawat berdiskusi untuk melaksanakan timbang terima

dengan mengkaji secara komprehensif yang berkaitan tentang masalah

keperawatan klien, rencana tindakan yang sudah dan belum dilaksanakan

serta hal-hal penting lainnya yang perludilimpahkan.

c. Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang lengkap

sebaiknya dicatat secara khusus untuk kemudian diserahterimakan kepada

perawat yangberikutnya.

d. Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat timbang terima adalah:

1. Identitas klien dan diagnosamedis.

2. Masalah keperawatan yang kemungkinan masih muncul.

3. Tindakan keperawatan yang sudah dan belumdilaksanakan.

4. Intervensi kolaborasi dan dependen. Rencana umum dan persiapan

yangperludilakukandalamkegiatanselanjutnya,misalnyaoperasi,
pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan penunjang lainnya,

persiapan untuk konsultasi atau prosedur lainnya yang tidak

dilaksanakan secara rutin

e. Perawat yang melakukan timbang terima dapat melakukan klarifikasi,

tanya jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang kurang jelas

Penyampaian pada saat timbang terima secara singkat danjelas

f. Lama timbang terima untuk setiap klien tidak lebih dari 5 menit kecuali

pada kondisi khusus dan memerlukan penjelasan yang lengkap danrinci.

g. Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung pada buku

laporan ruangan oleh perawat. (Nursalam,2002)

Timbang terima memiliki 3 tahapan yaitu:

1. Persiapan yang dilakukan oleh perawat yang akan melimpahkan

tanggungjawab. Meliputi faktor informasi yang akan disampaikan oleh

perawat jagasebelumnya.

2. Pertukaran shift jaga, dimana antara perawat yang akan pulang dan datang

melakukan pertukaran informasi. Waktu terjadinya operan itu sendiri yang

berupa pertukaran informasi yang memungkinkan adanya komunikasi dua

arah antara perawat yang shift sebelumnya kepada perawat shift yang

datang.

3. Pengecekan ulang informasi oleh perawat yang datang tentang tanggung

jawab dan tugas yang dilimpahkan. Merupakan aktivitas dari perawat yang

menerima operan untuk melakukan pengecekan data informasi pada

medical record atau pada pasien langsung.


2.3.7 Hambatan individu dan organisasi dalam prosesHandover

Suatu proses standar untuk memandu kegiatan serah terima pasien dalam

mentransfer informasi penting direkomendasikan. Penggunaan protokol yang

mencakup klarifikasi fonetik dan angka, penting dalam membantu menyampaikan

informasi secara akurat. Penggunaan protokol terkait dengan serah terima pasien

dan pemindahan telah di rekomendasikan untuk praktek yang aman dan lebih

efektif.

Hughes (2008) membuat sebuah ringkasan tentang masalah dan hambatan

faktor individu, kelompok dan organisasi dalam proses serah terima pasien

menurut hasil kajian literatur berbasis bukti, sebagaif berikut:

a. Komunikasi

Bahasa dapat menyebabkan masalah dalam beberapa cara serah terima

pasien. Dialek yang berbeda, aksen, dannuansa dapat disalahpahami

atau disalahtafsirkan oleh petugas kesehatan menerima laporan.

Singkatan dan akronim yang unik untuk pengaturan pelayanan

keperawatan tertentu mungkin membingungkan bagi seorang perawat

yang bekerja di lingkungan yang berbeda ataukhusus.

b. Gangguan

Faktor-faktor situasional selama serah terima pasien yang dapat

berkontribusi sebagai gangguan.

c. Interupsi

Interupsi dilaporkan sering terjadi dalam pengaturan perawatan

kesehatan.

d. Kebisingan
Latar belakang suara, seperti; pager, telepon, handphone, suara peralatan,

alarm, dan berbicara, berkontribusi dalam meningkatkan kesulitan untuk

mendengar laporan dan dapat mengakibatkan tafsiran informasi yang tidak

tepat.

e. Kelelahan

Peningkatan kesalahan dapat terjadi oleh perawat yang bekerja pada shift

yang berkepanjangan.

f. Memori

Memori jangka pendek dan daya penyimpanan yang terbatas dapat terjadi

ketika sejumlah besar informasi yang dikomunikasikan selama serah

terimapasien.

g. Pengetahuan/pengalaman

Petugas kesehatan pemula dan petugas ahli memiliki kebutuhan dan

kemampuan yang berbeda. Petugas pemula mungkin menghadapi masalah

dengan serah terima pasien. Petugas pemula mungkin memerlukan

informasi tambahan yang lebih selama serah terima pasien.

h. Komunikasi tertulis

Mencoba untuk menafsirkan catatan yang tidak terbaca, mungkin akan

membuat kesalahan dalam komunikasi.

2.3.8 Dokumentasi dalam Timbang Terima (Handover) antarShif

Dokumentasi adalah salah satu alat yang sering digunakan dalam

komunikasi keperawatan. Hal ini digunakan untuk memvalidasi asuhan

keperawatan, sarana komunikasi antar tim kesehatan, dan merupakan dokumen

pasien dalam pemberian asuhan keperawatan. Ketrampilan dokumentasi yang


efektif memungkinkan perawat untuk mengkomunikasikan kepada tenaga

kesehatan lainnya dan menjelaskan apa yang sudah, sedang, dan akan dikerjakan

oleh perawat.

Yang perlu di dokumentasikan dalam timbang terima antara lain:

a. Identitaspasien.

b. Diagnosa medispesien.

c. Dokter yangmenangani.

d. Kondisi umum pasien saatini.

e. Masalahkeperawatan.

f. Intervensi yang sudahdilakukan.

g. Intervensi yang belumdilakukan.

h. Tindakankolaborasi.

i. Rencana umum dan persiapanlain.

j. Tanda tangan dan namaterang.

Manfaat pendokumentasian adalah:

a. Dapat digunakan lagi untuk keperluan yangbermanfaat.

b. Mengkomunikasikan kepada tenaga perawat dan tenaga kesehatan

lainnya tentang apa yang sudah dan akan dilakukan kepadapasien.

c. Bermanfaat untuk pendataan pasien yang akurat karena berbagai

informasi mengenai pasien telah dicatat. (Suarli & Yayan B,2009)


. 2.4 Keaslian Penelitian

Tabel 2.1

No Judul Artikel; Metode Hasil


Penulis; Tahun (Desain, sampel, variabel, Penelitian
Instrumen,Analisis)
1. Jurnal Handover Penelitian ini menggunakan metode Hasil: penelitian
Sebagai Upaya analitik korelatif dengan pendekatan menunjukkan 53,2%
Peningkatan cross sectional. Penelitian ini perawat melaksanakan
Keselamatan menggunakan total sampling dengan handover dengan baik
pasien mengundang 62 perwat di Rumah dan 51,6 % patient safety
Cecep Triwibowo1, Saikit Sidawagi provinsi Jawa termasuk kategori baik.
Sulhahulhah Tengah untuk terlibat.pengumpulan Hasil uji Chi Square
Yuliawati2, Nur data menggunakan kuesioner terdapat hubungan yang
AmriHusna3 tertutup. Analisis data menggunakan signifikan antara
Volume 11,No. 2, uji Chi Square. Instrumen dalam pelaksanaan handover
Juli 2016 penelitian ini adalah kuesioner yang patient safety di rumah
berisi karakteristik responden. sakit (p 0,04).
2. Faktor-Faktor Penelitian ini bersifat survey analitik Hasil penelitian
Yang dengan rancangan cross sectional menunjukkan bahwa
Mempengaruhi study. Sampel yang diambil variabel pengetahuan,
Komunikasi Pada sebanyak 130 Perawat. variabel sikap, ketersediaan
Saat Handover. komunikasi pada saat handover yang prosedur tetap,
Andi Maya paling berpengaruh terhadap kepemimpinan dan rekan
handover. Instrumen penelitian kerja berpengaruh
Kesrianti , Noer
dilakukan melalui kuisioner. terhadap handover.
Bahry noor, Alimin
Variabel yang paling
Maidin berpengaruh terhadap
handover adalah
pengetahuan
3. Analisis Penyebab Metode penelitian kuantitatifdengan Hasil penelitian ini
Insiden menggunakan desain crosssektional menunjukan karakteristik
Keselamatan pengambilan sampling penelitian individuyang terdiri dari,
Pasien Oleh trhadap, 100 perawat pelaksana usia, masa kerja dan
Perawat kompetensi dan variabe
Dede Sry Mulyana kerja sama yang
Tahun, 2013 memiliki hubungan
signifikanterhadap
kejadia IKP dan nilai p
vanue masing-masing
sebesar 0,028, 0,010
0,028, dan 0,12. Dengan
kata lain variabelyang
paling berpengaruh
terhadap kejadian IKP
adalah variabel
karakteristik individu
menjadi petimbangan.
4. Fakor Determinan Rancangan penelitian menggunakan Hasil: penelitian
yang Memengaruhi survey analitik dengan pendekatan menunjukan terdapat
Budaya cross sectional, uji hipotesis pengaruh signifikan
Keselamatan digunakan Chi Square dan regresi antara persepsi terhadap
Pasien. logistik ganda. Teknik pengambilan manajemen (p 0.0005,
Lia Mulyati, Dedy sampel yang digunakan incidental odd rasio 21.3),
sampling 88 orang perawat dukungan tim kerja (p
Rachman, Yana
pelaksana. Instrumen penelitian 0.0005, odd rasio 13.34),
Herdiana,
menggunakan quesioner yang stress kerja (p 0.006, odd
Volume 4 Nomor diadopsi dari Safety Attitudes rasio 3.94), kepuasan
Questionnary (SAQ) yang kerja (nilai p 0. 002)
2 Agustus 2016
dikembangkan oleh Sexton et al., budaya keselamatan
(2006), yang terdiri dari 6 dimensi pasien. Tidak terdapat
yaitu; iklim tim kerja (teamwork pengaruh yang signifikan
climate), iklim keselamatan (safety kondisi kerja dengan
climate), persepsi manajemen, budaya keselamatan
kepuasan kerja, kondisi kerja, dan pasien dengan nilaip
stres. 0.507. Berdasarkan
analisis multuvariat
diperoleh persepsi
terhadap manajemen
menjadi factor
determinan dengan nilai
p 0.000 < α0.05.dari
hasil.
5. Analisis faktor Metode Penelitian ini menggunakan Hal ini pun sesuai atau

yang berhubungan desain analitik korelasi dengan sejalan dengan hasil

insiden pendekatan cross sectional. Populasi penelitian dimana

keselamatan pasien pada penelitian ini adalah semua pengalaman kerja

Dwi Ernawati , perawat Ambulans yang memberikan menunjukkan hubungan

Diyah Arini , M. layanan Ambulans Gawat Darurat yang bermakna dengan

HendrikHaryono Sakit Instrument penelitian ini kejadian insiden

menggunakan kuisioner keselamatanpasien.

Pengalaman kerja

menjadi faktoryang

berhubungansecara

Anda mungkin juga menyukai