PASIEN INTERNAL
RS NIRMALA SURI
1
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR RUMAH
SAKIT NIRMALA SURI
NOMOR: PER-DIR/ /2018
TENTANG AKSES KE RUMAH SAKIT
DAN KONTINUITAS PELAYANAN
DI RUMAH SAKIT NIRMALA SURI
I. Latar belakang
Transfer atau pemindahan pasien merupakan salah satu bidang penting di
ilmu kesehatan (kedokteran dan keperawatan). Banyak masalah potensial dapat
dicegah dengan mengoptimalkan kondisi pasien sebelum transfer (pemindahan
pasien dilakukan). Walaupun berbagai usaha meminimalkan komplikasi sudah
dilakukan, jalan menuju penanganan yang sempurna sehingga keamanan pasien
tercapai masih panjang.
Tranfer pasien dapat dilakukan apabila kondisi pasien layak untuk
ditranfer. Prinsip dalam melakukan tranfer pasien adalah memastikan keselamatan
dan keamanan pasien saat menjalani tranfer. Pelaksanaan tranfer pasien dapat
dilakukan intra hospital tranfer (tranfer pasien internal) atau inter hospital tranfer
(tranfer pasien eksternal)
Tranfer pasien dimulai dengan melakukan koordinasi dan komunikasi pra
transportasi pasien, menentukan SDM yang akan mendampingi pasien. Menyiapkan
peralatan yang disertakan saat tranfer dan monitoring pasien selama tranfer,
tranfer pasien hanya bolleh dilakukan oleh staf medis dan staf keperawatan yang
kompeten serta petugas profesional lainya yang sudah terlatih.
II. Pengertian
Hal-hal yang berkaitan dengan transfer internal :
1. Transfer Pasien adalah memindahkan pasien dan kelengkapan dokumentasi ke
unit lain sebagai pengelola pasien selanjutnya.
2. Transporter adalah petugas yang berwenang dan memiliki kompetensi
melakukan transfer pasien.
3. Macam macam tranfer pasien rumah sakit terdiri dari :
a) Tranfer pasien internal (Intra hospital tranfer)
Proses memindahkan pasien dari satu bagian/unit/ruangan ke bagian/
unit/ruangan yang lain didalam rumah sakit.
Tujuanya adalah :
1) Untuk mendapatkan pelayanan kesehatan selanjutnya.
2) Memenuhi keinginan keluarga atau pasien
b) Tranfer pasien eksternal (Inter hospital tranfer)
Proses memindahkan pasien dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain
atau suatu lokasi kelokasi lain di luar rumah sakit.
4. Alat untuk tranfer pasien
a. Kursi roda
2
b. Kursi roda adalah alat bantu yang digunakan untuk orang yang mengalami
kesulitan berjalan menggunakan kaki, baik dikarenakan oleh penyakit,
cedera, maupun cacat. Alat ini bisa digerakkan dengan didorong oleh pihak
lain, digerakkan dengan menggunakan tangan, atau digerakkan dengan
menggunakan mesin otomatis.
c. Brancard pasien
d. Brancard pasien adalah tempat tidur sementara untuk pasien dan mudah
untuk dipindahkan.
5. Transportasi pasien untuk proses tranfer keluar Rumah Sakit
Alat transportasi untuk proses transfer di Rumah Sakit Nirmala Suri adalah
dengan menggunakan ambulan. Ambulan adalah kendaraan yang dirancang
khusus untuk mengangkut orang sakit atau terluka untuk mendapatkan
fasilitas medis. Dan ambulance transportasi jenazah.
III. Tujuan
1. Agar pelayanan tranfer pasien dilaksanakan secara profesional dan
berdedikasi tinggi
2. Agar proses tranfer pasien berlangsung dengan aman dan lancar serta
pelaksanya sangat memperhatikan keselamatan pasien serta sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan
3. Terlaksananya standar pelayanan prosedur untuk transfer/pemindahan
pasien keluar rumah sakit.
4. Terlaksananya system pencatatan dan pelaporan transfer/pemindahan
pasien.
5. Terlaksananya standar operasional prosedur untuk transfer/pemindahan
pasien didalam rumah sakit.
6. Peningkatan keselamatan pasien dalam upaya pelayanan kesehatan di
Rumah sakit.
7. Terlaksananya standar pelaksanaan petugas transfer pasien.
3
BAB II
TATA LAKSANA
4
7. Stabilisasi dan kelayakan tranfer Pasien Antar Unit (didalam rumah sakit )
a. Tranfer Internal dilakukan dalam kondisi pasien sudah stabil
b. Pasien harus dilakukan resusitasi dalam usaha membuat pasien se-stabil
mungkin tindakan yang dilakukan sebelum tranfer Internal, sebagai berikut:
1) A = Airway adalah memperthankan jalan nfas dengan teknik manual atau
menggunakan alat bantu.
2) B = Breathing adalah menjaga pernafasan/ventilasi dapat berlangsung
dengan baik
3) C = Circulation adalah mempertahankan sirkulasi bersama dengan
tindakan untuk menghentikan perdarahan (hemorahge control)
4) D = Disability adalah pemeriksaan untuk mendapatkan kemungkinan
adanya gangguan neurologis
5) E= Expousure/ enviromental control adalah pemeriksaan pada seluruh
tubuh penderita untuk melihat jejas atau tanda-tanda kegawatan yang
mungkin tidak terlihat dengan menjaga supaya tidak terjadi hipoterapi
c. Keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali dan resusitasinya dilakukan
pada saat itu juga
d. Kriteria pasien stasbil dan layak ditranfer internal meliputi : pemeriksan vital
sign ( Tekanan Darah, Suhu, Nadi, Respirasi, dan Skala Nyeri ) dalam batas
normal dengan pertimbangan dokter.
e. Dokumentasikan dengan rekam medis dan lembar observasi paseien tentang
kondisi pasien, tindakan stabilisasi, pemberiaan cairan, pemberian obat-
obatan, dan observasi pasien.
f. Setelah pasien dalam kondisi stabil mungkin, maka dapat dilakukan tranfer
pasien sesuai dengan kriteria/ level pasien
g. Pada kondisi dimana stabilitas sulit dioperasikan karena masalah tertentu
(telah mendapatkan resusitasi maksimal), maka pertimbangan “segera”
segera transfer pasien agar secepatnya mendapatkan kebutuhan medis yang
diperlukan. Tetap berpegang padaprinsip jangan membuat penyakit atau
cidera penderita menjadi lebih parah atau do noy forther harm
h. Bila kondisi unit atau ruang yang ditentukan telah siap menerima pasien,
maka proses transfer ke unit atau ruang bisa dilakukan.
i. Mendapat rekomendasi dari DPJP / dokter atau sesuai criteria bila dibutuhkan
transfer pasien ke instalasi pelayanan intensif / unit stroke.
j. Telah disepakati dan disetujui oleh pasien atau keluarga.
k. Dokumen transfer telah dilengkapi.
8. Persiapan Transfer pasien Ruang rawat inap
a. Perawat Ruangan harus siap saat mempersiapkan diri bila ada pasien baru.
b. Ruangan, tempat tidur dalam keadaansiap pakai.
c. Peralatan lain disesuaikan dengan kondisi pasien yang akan diterima.
d. Peralatan yang akan dipakai oleh pasien baru segera dikeluarkan dari tempat
penyimpanan dan disetting sesuai kebutuhan.
e. Mempersiapkan lembar Asesmen Awal pasien.
f. Mempersiapkan diri Untuk Menerima Operan pasien baru diruang rawat inap.
9. Transfer pasien Unit ICU
a. Sebelum pasien masuk ke Unit ICU, pasien dan atau keluarganya harus
mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai dasar pertimbangan
mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di Unit ICU, serta tindakan
kedokteran yang mungkin akan dilakukan selama pasien dirawat di Unit ICU
5
b. Penjelasan tersebut diberikan oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP) atau dokter.
c. Atas penjelasan tersebut pasien dan atau keluarganya dapat menerima /
menyatakan persetujuan untuk dirawat di Unit ICU. Persetujuan dinyatakan
dengan menandatangani informed consent.
d. Pada keadaan sarana dan prasarana Unit ICU yang terbataas pada suatu
rumah sakit, diperlukan mekanisme unruk membuat prioritas apabila
kebutuhan atau permintaaan akan pelayanan Unit ICU lebih tinggi dari pada
kemampuan pelayanan yang dapat diberikan. Kepala Unit ICU bertanggung
jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien di Unit ICU . Bila kebutuhan
masuk Unit ICU melibihi tempat tidur yang tersedia, kepala Unit ICU
menentukan berdasarkan prioritas kondisi medik, pasien mana yang akan
dirawat di Unit ICU
10. Kriteria pasien masuk dan keluar Unit ICU
Unit ICU) mampu menghubungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam
bidang kedokteran dan keperawatan gawat darurat.Pelayanan Unit ICU
diperuntukkan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit kritis.Tujuan
dari pelayanan adalah memberikan pelayanan medik tertitrasi dan berkelanjutan
serta mencegah fragmentasi pengelolaan.
a. Kriteria pasien masuk Unit ICU
Unit ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan
terapi yang intensif. Dalam keadaan penggunaan tempat tidur yang tinggi,
pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas 1) didahulukan dibanding
pasien yang memerlukan pemantauan intensif (prioritas 3).Penilaian obyektif
atas beratnya penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk
menentukan prioritas masuk ke Unit ICU.
1) Pasien Prioritas 1 (satu)
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan
terapi intensif dan tertitrasi, seperti : Dukungan/ bantuan ventilasi dan alat
bantu supportif organ / sistim yang lain, infuse obat-obat vasoaktif
kontinyu, obat anti aritmia kontinyu, pengobatan kontinyu tertitrasi, dan
lain-lainya. Contoh pasien kelompok ini antra lain, pasca bedah kardio
torasik, pasien sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit yang mengancam nyawa. Tetapi kepada pasien prioritas 1 (satu)
umumnya tidak mempunyai batas.
2) Pasien Prioritas 2 (dua)
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di Unit ICU, sebab
sangat berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya
pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter. Contoh
pasien seperti ini antara lain mereka yang menderita dasar jantung-paruh,
gagal ginjal akut dan berat atau yang mengalami pembedahan major.
Terapi pada pasien prioritas 2 (dua) tidak mempunyai batas, karena
kondisi mediknya senantiasa berubah.
3) Pasien Prioritas 3 (tiga)
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status
kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya, atau penyakit
akutnya, secara sendirian atau kombinasi.Kemungkinan sembuh dan/atau
manfaat terapi di Unit ICU pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien ini
antara lain pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi,
6
pericardial tamponade, sumbatan jalan napas, atau pasien penyakit
jantung, penyakit paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.
Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan
akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi
atau resusitasi jantung paru.
4) Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala Unit ICU,
indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan
catatan bahwa pasien-pasien golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa
dikeluarkan dari Unit ICU agar fasilitas Unit ICU yang terbatas tersebut
dapat digunakan untuk pasien prioritas 1,2,3 (satu, dua, tiga). Pasien yang
tergolong demikian antara lain: Pasien yang memenuhi kriteria masuk
tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi
“perawatan yang aman” saja. Ini tidak menyingkirkan pasien dengan
perintah “DNR (Do Not Resuscicate)”.sebenarnya pasien-pasien ini
mungkin mendapat manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di Unit
ICU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya pasien. Pasien dalam
keadaan vegetative permanen.Pasien yang telah dipastikan mengalami mati
batang otak.Pasien-pasien seperti itu dapat di masukkan ke Unit ICU untuk
menunjang fungsi organ hanya untuk kepentingan donor organ.
b. Kriteria pasien keluar Unit ICU
1) Prioritas pasien dipindahkan dari Unit ICU berdasarkan pertimbangan
medis oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) serta dokter lain
yang merawat dan atau kepala Unit ICU
2) Setelah pasien dinyatakan tidak memerlukan perawatan di Unit ICU (tidak
memenuhi kriteria yang tepat di unit tersebut) maka akan dipindahkan ke
Unit Rawat Inap.
11. Persiapan Penerimaan Pasien di Unit ICU
g. Perawat Unit ICU harus siap saat mempersiapkan diri bila ada pasien baru.
h. Ruangan, tempat tidur dan monitor harus selalu dalam keadaan siap pakai.
i. Peralatan lain disesuaikan dengan kondisi pasien yang akan diterima.
j. Peralatan yang akan dipakai oleh pasien baru segera dikeluarkan dari tempat
penyimpanan dan disetting sesuai kebutuhan.
k. Peralatan yang disimpan dalam tempat penyimpanan harus dalam keadaan
baik dan siap pakai.
l. Semua peralatan harus di cek, di charge dan di kalibrasi sesuai jadwal dalam
program fasilitas
12. Transfer pasien dengan menggunakan ventilasi mekanik/ terintubasi
a. Perhatikan, pastikan kondisi dan posisi pipa endrotrakheal bersih, aman dan
potensi keadaanya.
b. Sebelum transfer pasien perhatikan kecukupan oksigen.
c. Perhatikan kemampuan nafas spontan pasien saat ventilator tidak terhubung
dengan pipa endrotrakheal.
1) Bila pasien mampu bernafas spontan dan adekuat maka, saat transfer pipa
endotracheal disambungkan dengan oksigen / Jackson rase. Perhatikan
adanya perubahan kwalitas pernafasan.
2) Bila pasien tidak mampu bernafas spontan dan adekuat, maka saat transfer
beri bantuan pernafasan dengan menggunakan Jackson rasebag atau
ambubag dengan cara mengembang kempiskan balonnya. Pada keadaan ini
7
berarti ventilasi mekanik tugasnya diganti oleh tindakan ini, untuk itu perlu
dinilai lagi sebelum transfer untuk memastikan kesesuaiannya serta
stabilitas pasien dengan cara ini. Bila pasien tidak dapat mempertahankan
keamanan ventilator pennganti, maka risiko dan manfaat transfer perlu
dinilai ulang kembali.
d. Pantau kondisi pasien serta pengelola selama transfer dicatat pada Rekam
Medik pasien bahwa monitor EKG dan pastikan kecukupan energy selama
proses transfer.
e. Petugas yang mendampingi saat transfer adalah perawat terlatih, dokter
umum terlatih atau dokter anastesi
13. Transfer Pasien Unit Bedah sentral
Transfer pasien di Unit Bedah sentral meliputi :
a. Transfer pasien dari ruang transit/ruang serah terima ke meja Operasi (Pra
operasi).
1) Transfer pasien ke ruang serah terima Kamar Operasi dilakukan oleh
perawat Ruang Rawat Inap/ Ruang ICU/Unit Rawat Jalan/ Petugas
pendaftaran Pasien.
2) Transfer pasien dari ruang serah terima ke meja operasi dilakukan oleh
perawat Unit Bedah sentral / perawat sirkuler.
3) Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 Bagian, yang meliputi
persiapan psikologis baik pasein maupun keluarga dan persiapan fisiologi
(khusus pasien)
4) Serah terima kepada perawat Unit Bedah sentral di lakukan diruang
transit.
Serah terima meliputi :
a) Pasien, yaitu : penandaan lokasi operasi dan pencukuran kulit area
operasi, puasa, lavement (pada beberapa operasi saluran cerna).
Gelang identitas / identifikasi pasien, lepas perhiasan, bersihkan cat
kuku, kontak lensa harus dilepas, protesa (gigi palsu, mata palsu) harus
dilepas.
b) Dokumen, yaitu : hasil pemeriksaan meliputi : hasil laboratorium,
foto rontgen, ECG, USG, dan lain – lain, persetujuan operasi / Informed
Consent (ijin tertulis dari pasien / keluarga), status rekam medis
pasien.
c) Obat – obat pra anasthesi diberikan untuk mengurangi kecemasan,
memperlancar induksi dan untuk pengelolaan anasthesi. Sedative
biasanya diberikan pada malam menjelang operasi agar pasien tidur
banyak dan mencegah terjadinya cemas. Antibiotika diberikan sebagai
propilaksis terhadap infeksi.
14. Transfer pasien dari meja operasi ke rumah pulih (Fase Intra Operatif)
a. Fase intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan berakhir
bila paslen di transfer ke wilayah ruang pemulihan.
b. Pada fase ini lingkup aktifitas meliputi : pembiusan dan pembedahan
c. Koordinator proses transfer adalah dokter spesialis anastesi
d. Dilakukan monitoring pada stabilitas respirasi.
15. Persiapan Transfer pasien Unit kebidanan
a. Sebelum pasien masuk ke Unit Kamar bersalin, pasien dan atau
keluarganya harus mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai kondisi
dan tindak lanjut pasien dalam mendapatkan perawatan di Unit Kamar
8
bersalin, serta tindakan kedokteran yang mungkin akan dilakukan selama
pasien dirawat di Unit Kamar bersalin.
b. Penjelasan tersebut diberikan oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan
(DPJP) atau dokter delegasi.
c. Atas penjelasan tersebut pasien dan atau keluarganya dapat menerima /
menyatakan persetujuan Penjelasan dari Dokter Penangung jawab pasien
(DPJP) atau dokter Delegasi,dengan menandatangani informed consent.
d. Mempersiapkan bed pasien diruangan
e. Mempersiapkan alat yang diperlukan
f. Mempersiapkan baju pasien diruangan
g. Mempersiapkan lembar Asesment awal kebidanan.
9
BAB IV
DOKUMENTASI
Ditetapkan : di Sukoharjo
Pada tanggal Oktober 2018
Direktur Rumah Sakit Nirmala Suri
10
11