Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

PROLAPS UTERI
DI RUANGAN ANYELIR BAWAH
RSUD KABUPATEN TANGERANG

Pembimbing : Suyatini, SPd, M.Kes

Disusun oleh :
Fauziah Siti Rozanah
P27904117017

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN
TINGKAT III
TAHUN 2019
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Prolapsus uteri adalah suatu keadaan pergeseran letak uterus ke bawah sehingga serviks atau
seluruh uterus berada di dalam orificium vagina, atau keluar hingga melewati vagina.Turunnya
uterus melalui dasar panggul atau hiatus genitalis disebabkan karena kelemahan otot-otot, fascia,
ligamentum-ligamentum yang menyokongnya.
Prolaps uteri adalah turunnya uterus kedalam introitus vagina yangdiakibatkan oleh kegagalan
atau kelemahan dari ligamentum dan jaringanpenyokong (fasia).
Prolapsus uteri adalah suatu kondisi jatuh atau tergelincirnya uterus ke dalam atau keluar
melalui vagina.Hal tersebut dikarenakan dukungan yang tidak adekuat dari ligamentum kardinal
dan uterosakral serta struktur penyangga pelvis mengalami kerusakan dan kadang-kadang organ
pelvis yang lain juga ikut turun.

B. ETIOLOGI
Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus denganpenyulit, merupakan
penyebab prolapsus uteri, dan memperburuk prolaps yangsudah ada. Faktor-faktor lain adalah
tarikan pada janin pada pembukaan belumlengkap, prasat Crede yang berlebihan untuk
mengeluarkan plasenta, dansebagainya. Jadi, tidaklah mengherankan bila prolapsus genitalia
terjadi segerasesudah partus atau dalam masa nifas. Asites dan tumor-tumor di daerah
pelvismempermudah terjadinya prolapsus uteri. Bila prolapsus uteri dijumpai padanulipara, faktor
penyebabnya adalah kelainan bawaan berupa kelemahan jaringanpenunjang uterus.

Faktor resikonya :
Multiparitas
Persalinan yang sering merupakan faktor resiko terbanyak. Sampai saat ini belum ada
penjelasan mengenai apakah karena kehamilan atau nifas itu sendiri yang menjadi faktor resiko
dari prolapsus uteri. Persalinan pervaginam merupakan faktor risiko yang paling sering dikutip.
Tidak ada kesepakatan apakah kehamilan atau nifas itu sendiri yang merupakan predisposisi untuk
disfungsi dasar panggul. Namun banyak penelitian statistik jelas menunjukkan bahwa persalinan
pervaginam ini meningkatkan kecenderungan seorang wanita untuk mengalami Pelvic Organ
Prolapse (POP).
Faktor penyebab lainnya :
Umur
Usia lanjut juga juga merupakan faktor resiko prolapsus uteri. Pada wanita yang telah
menopause, di samping akibat kurangnya hormon estrogen (hipoestrogenism) yang dihasilkan
oleh ovarium serta karena faktor umur menyebabkan otot-otot dasar panggul seperti diafragma
pelvis, diafragma urogenital dan ligamentum serta fasia akan mengalami atrofi dan melemah, serta
terjadi atrofi vagina. Keadaan ini akan menyebabkan otot-otot dan fascia tidak dapat
melaksanakan fungsinya dengan baik sebagai alat penyokong organ sehingga menyebabkan
terjadinya prolapsus genitalia.
Penyakit atau kelainan pada jaringan ikat.
Wanita dengan gangguan jaringan ikat mungkin akan lebih beresiko untuk terjadinya prolaps
uteri.
Ras
Telah dibuktikan dalam beberapa penelitian bahwa wanita berkulit hitam, dan wanita Asia
menunjukkan risiko terendah, sedangkan wanita Hispanik tampaknya memiliki risiko tertinggi.
Meskipun perbedaan dalam komponen kolagen telah dibuktikan antara ras, namun perbedaan
tulang panggul dalam settiap ras mungkin juga berperan.Misalnya, perempuan kulit hitam,
umumnya arcus pubis < 90 derajat dan umumnya Bentuk panggulnya adalah android atau
antropoid.Bentuk panggul ini mengurangi resiko untuk terjadinya prolapsus uteri dibandingkan
dengan ras Barat dimana rata-rata bentuk panggulnya ginekoid.
Peningkatan Tekanan Intraabdominal
Peningkatan tekanan intra-abdominal yang berlangssung lama diyakini mempunyai peranan
dalam patogenesis Prolapsus uteri.Contohnya dalam kasus ini adalah pasien yang obesitas,
konstipasi yang lama, sering mengangkat berat, batuk kronis, dan berulang.Selain itu, merokok
dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) juga telah terlibat dalam pengembangan PP,
meskipun sedikit data mendukung hal tersebut. Demikian pula, meskipun hasil batuk kronis
berulang dalam peningkatan tekanan intra-abdomen, ada mekanisme yang jelas telah ditunjukkan.

C. PATOFISIOLOGI
Penyangga organ panggul merupakan interaksi yang kompleks antara otot-otot dasar panggul,
jaringan ikat dasar panggul, dan dinding vagina. Interaksi tersebut memberikan dukungan dan
mempertahankan fungsi fisiologis organ-organ panggul. Apabila otot levator ani memiliki
kekuatan normal dan vagina memiliki kedalaman yang adekuat, bagian atas vagina terletak dalam
posisi yang hampir horisontal ketika perempuan dalam posisi berdiri. Posisi tersebut membentuk
sebuah “flap-valve” (tutup katup) yang merupakan efek dari bagian atas vagina yang menekan
levator plate selama terjadi peningkatan tekanan intra abdomen. Teori tersebut mengatakan bahwa
ketika otot levator ani kehilangan kekuatan, vagina jatuh dari posisi horisontal menjadi semi
vertikal sehingga menyebabkan melebar atau terbukanya hiatus genital dan menjadi predisposisi
prolapsus organ panggul. Dukungan yang tidak adekuat dari otot levator ani dan fascia organ
panggul yang mengalami peregangan menyebabkan terjadi kegagalan dalam menyangga organ
panggul.
Mekanisme terjadinya prolapsus uteri disebabkan oleh kerusakan pada struktur penyangga
uterus dan vagina, termasuk ligamentum uterosakral, komplek ligamentum kardinal dan jaringan
ikat membran urogenital. Faktor obstetri, dan non-obstetri yang telah disebutkan di awal diduga
terlibat dalam terjadinya kerusakan struktur penyangga tersebut sehingga terjadi kegagalan dalam
menyangga uterus dan organ-organ panggul lainnya.Meskipun beberapa mekanisme telah
dihipotesiskan sebagai kontributor dalam perkembangan prolapsus, namun tidak sepenuhnya
menjelaskan bagaimana proses itu terjadi.
Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkatan, dari yang paling ringan sampai
prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya persalinan pervaginam yang susah
dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamentum-ligamentum yang tergolong dalam fascia
endopelvis dan otot-otot serta fascia-fascia dasar panggul. Juga dalam keadaan tekanan
intraabdominal yang meningkat dan kronis akan memudahkan terjadinya penurunan uterus,
terutama apabila tonus otot-otot mengurang seperti pada penderita dalam menopause.
Serviks uteri terletak di luar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita tersebut dan lambat
laun akan menimbulkan ulkus yang disebut dengan ulkus dekubitus. Jika fascia di bagian depan
dinding vagina kendor biasanya akibat trauma obstetrik maka akan terdorong oleh kandungan
kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding depan vagina ke belakang yang di namakan
sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar karena persalinan
berikutnya yang kurang lancar sehingga akan menyebabkan terjadinya uretrokel.
D. PATHWAY

Pelvic Organ Prolapse PRECIPITATING


FACTORS
Increased in intra-abdominal pressure
 pregnancy
 multiparous women
 hypoestrogenism
stretching and tearing of the endopelvic fascia
 obesity, chronic
and the levator muscles and perineal body
pulmonary disease,
smoking, constipation
 pelvic tumors, sacral
decreased perineal muscle tone nerve disorders, and
stretching diabetic neuropathy.

further sagging and stretching of


perineum

vaginal or uterine descent at or


through the introitus

sensation of vaginal fullness ulceration of the protruding


or pressure cervix or vagina

coital difficulty vaginal spotting

displacement of pelvic organs

displacement of the
sacral back pain with lower abdominal rectal pressure
bladder
standing discomfort

voiding difficulties
(incontinence, defecatory difficulties
frequency, and (Constipation,
urgency) uncontrollable gas, and
fecal incontinence)

Skema Patofisiologi Pelvic Organ Prolapse


E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat menyertai prolaps uteri adalah:
1. Infeksi saluran kencing. Adanya retensi air kencing akan mudah menimbulkan infeksi. Sistitis
yang terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis yang akhirnya
keadaan tersebut dapat menyebabkan gagal ginjal.
2. Hipertrofi serviks uteri dan elangasio kolli. Jika serviks uteri turun kedalam vagina sedangkan
jaringan penahan dan penyokong uterus masihkuat, karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang
turun sertapembendungan pembuluh darah, serviks uteri mengalami hipertrofi danmenjadi panjang
pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli
3. Kesulitan pada waktu persalinan. Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil maka pada waktu
persalinan dapat menimbulkan kesulitan dikala pembukaaan sehingga kemajuan persalinan jadi
terhalang.
4. Hemoroid. Varises yang terkumpul dalam rektokel akan memudahkan terjadinya obstipasi
sehingga lambat laun akan menimbulkan hemoroid.
5. Inkarserasi usus halus. Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit sehingga
kemungkinan tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk
membebaskan usus yang terjepit tersebut.
6. Kreatinisasi mukosa vagina dan portio uteri. Prosidensia uteri disertaidengan keluarnya
dinding vagina (inversio); karena itu mukosa vagina danserviks uteri menjadi tebal serta berkerut,
dan berwarna keputih-putihan
7. Kemandulan. Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitusvaginae atau sama sekali
keluar dari vagina, tidak mudah terjadikehamilan.
8. Gangguan miksi dan stress inkontinensia. Pada sistokel berat, miksi kadang-kadang terhalang
sehingga kandung kencing tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga
menyempitkan ureter sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel
dapat pula mengubah bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra sehingga dapat
menyebabkan stress inkontinensia.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Fisik
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan fisik, yaitu:
a. Pasien dalam posisi telentang pada meja ginekologi dengan posisi litotomi.
b. Pemeriksaan ginekologi umum untuk menilai kondisi patologis lain.
c. Inspeksi vulva dan vagina, untuk menilai:
o Erosi atau ulserasi pada epitel vagina.
o Ulkus yang dicurigai sebagai kanker harus dibiopsi segera, ulkus yang bukan
kanker diobservasi dan dibiopsi bila tidak ada reaksi pada terapi.
o Perlu diperiksa ada tidaknya prolapsus uteri dan penting untuk mengetahui derajat
prolapsus uteri dengan inspeksi terlebih dahulu sebelum dimasukkan inspekulum.
d. Manuver Valsava
o Derajat maksimum penurunan organ panggul dapat dilihat dengan melakukan
pemeriksaan fisik sambil meminta pasien melakukan manuver Valsava. Setiap
kompartemen termasuk uretra proksimal, dinding anterior vagina, serviks, apeks,
cul-de-sac, dinding posterior vagina, dan perineum perlu dievaluasi secara
sistematis dan terpisah.
o Apabila tidak terlihat, pasien dapat diminta untuk mengejan pada posisi berdiri di
atas meja periksa.
o Tes valsava dan cough stress testing (uji stres) dapat dilakukan untuk menentukan
risiko inkontinensia tipe stres pasca operasi prolapsus.
e. Pemeriksaan vagina dengan jari untuk mengetahui kontraksi dan kekuatan otot levator ani.
f. Pemeriksaan rektovaginal
o Untuk memastikan adanya rektokel yang menyertai prolapsus uteri.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Urin residu pasca berkemih
o Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan mengukur volume
berkemih pada saat pasien merasakan kandung kemih yang penuh, kemudian
diikuti dengan pengukuran volume residu urin pasca berkemih dengan kateterisasi
atau ultrasonografi.
b. Skrining infeksi saluran kemih.
c. Pemeriksaan urodinamik apabila dianggap perlu.
d. Pemeriksaan Ultrasonografi

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Observasi
Derajat luasnya prolapsus tidak berhubungan dengan gejala. Apabila telah menderita prolapsus,
mempertahankan tetap dalam stadium I merupakan pilihan yang tepat. Observasi direkomendasikan
pada wanita dengan prolapsus derajat rendah (derajat 1 dan derajat 2, khususnya untuk penurunan
yang masih di atas himen). Memeriksakan diri secara berkala perlu dilakukan untuk mencari
perkembangan gejala baru atau gangguan, seperti gangguan dalam berkemih atau buang air besar, dan
erosi vagina.

Konservatif
Pilihan penatalaksaan non-bedah perlu didiskusikan dengan semua wanita yang mengalami
prolapsus.Terapi konservatif yang dapat dilakukan, diantaranya:
1) Latihan otot dasar panggul
Latihan otot dasar panggul (senam Kegel) sangat berguna pada prolapsus ringan, terutama
yang terjadi pada pasca persalinan yang belum lebih dari enam bulan. Tujuannya untuk
menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi. Namun pada
penelitian yang dilakukan oleh Cochrane review of conservative management prolapsus uteri
menyimpulkan bahwa latihan otot dasar panggul tidak ada bukti ilmiah yang mendukung.
Cara melakukan latihan yaitu, penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar
panggul seperti setelah selesai buang air besar atau penderita disuruh membayangkan seolah-
olah sedang mengeluarkan buang air kecil dan tiba-tiba menghentikannya.
2) Pemasangan pesarium
Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh wanita dengan prolapsus tanpa melihat stadium
ataupun lokasi dari prolapsus. Pesarium digunakan oleh 75%-77% ahli ginekologi sebagai
penatalaksanaan lini pertama prolapsus. Alat ini tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran,
serta mempunyai indikasi tertentu.

Tipe Mekanisme kerja Indikasi Keterangan


Ring Suportif Sistokel, prolapses Ketebalan, ukuran dan
uteri ringan rigiditas bervariasi
Donut Suportif Semua prolapses
kecuali defek posterior
berat
Lever Suportif Sistokel, penurunan Mengikuti kurvatura
uterus ringan vagina
Dish Suportif Prosundesia berat
Stem Suportif Sistokel, prosidensia
ringan
Cube Mengisi ruang Semua prolapses Perlu dilepaskan setiap
hari
Inflateable Mengisi ruang Semua prolapsus Perlu dilepaskan setiap
hari

Pengoabatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat paliatif saja, yakni menahan uterus
ditempatnya selama alat tersebut digunakan. Oleh karena itu jika pessarium diangkat maka timbul
prolapsus kembali. Prinsip pemakaian pessarium ialah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan
pada dinding vagina bagian atas sehingga bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat
turun dan melewati vagina bagian bawah.
Operatif
Operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita, masih
berkeinginan untuk mendapatkan anak atau mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya
keluhan. Prolapsus uteri biasanya disertai dengan prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan
pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina juga perlu ditangani. Terdapat kemungkinan
prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan, tetapi tidak ada prolapsus uteri atau prolapsus
uteri yang ada belum perlu dioperasi. Macam-macam operasi untuk prolapsus uteri sebagai
berikut:
1. Ventrofikasi
Dilakukan pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan anak. Cara
melakukannya adalah dengan memendekkan ligamentum rotundum atau mengikat
ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare (membuat uterus
ventrofiksasi).
2. Operasi Manchester
Operasi ini disarankan untuk penderita prolapsus yang masih muda, tetapi biasanya dilakukan
amputasi serviks uteri, dan penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di depan
serviks dilakukan pula kolporafi anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan
untuk memperpendek serviks yang memanjang (elongasio koli). Tindakan ini dapat
menyebabkan infertilitas, partus prematurus, abortus .
3. Histerektomi Vagina
Operasi ini tepat dilakukan pada prolapsus uteri tingkat lanjut (derajat III dan IV) dengan
gejala pada saluran pencernaan dan pada wanita yang telah menopause. Setelah uterus
diangkat, puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan dan kiri atas pada
ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi
anterior dan kolpoperineorafi untuk mengurangi atau menghilangkan gejala saluran
pencernaan seperti, sembelit, inkontinensia flatus, urgensi tinja, kesulitan dalam
mengosongkan rektum atau gejala yang berhubungan dengan gangguan buang air besar dan
untuk mencegah prolaps vagina di kemudian hari.
4. Kolpokleisis (kolpektomi)
Tindakan ini merupakan pilihan bagi wanita yang tidak menginginkan fungsi vagina (aktivitas
seksual dan memiliki anak) dan memiliki risiko komplikasi tinggi. Operasi ini dilakukan
dengan menjahit dinding vagina depan dengan dinding vagina belakang, sehingga lumen
vagina tertutup dan uterus terletak di atas vagina. Keuntungan utama dari prosedur ini adalah
waktu pembedahan singkat dan pemulihan cepat dengan tingkat keberhasilan 90 - 95%.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar Mochamad, Baziad Ali, Prabowo R. Prajitno.2011. Ilmu Kandungan: Kelainan Letak
Alat-Alat Genital. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Berek, Jonathan S.2012. Berek & Novak’s Gynecology 15th ed. Lippincott Williams &
wilkins;
Doshani A, Teo RE, Mayne CJ, Tincello DG. Uterine prolapse. BMJ: British Medical Journal
[internet]. 2007. [cited 2014 Des 8]; 335:819-823.
Junizaf. 2002. Prolapsus alat genitalia. Dalam: Buku ajar: Uroginekologi. Jakarta Subbagian
uroginokologi rekonstruksi Bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN-CM; 70-76
Noerpramana, Noor Pramono, Hadijono, R Soerjo, Iskandar, T. Mirza, Kristanto Herman,
Hidayat, Syarief Thaufik, Erwinanto. 2013. Praktis Klinis Obstetri Ginekologi. Semarang: Cakrawala
Media;
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC; 2012.
Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG.
Williams Gynecology. The McGraw-Hill Companies.2008.
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T.2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,: 103-131, 421-446

Anda mungkin juga menyukai