Anda di halaman 1dari 9

PENERAPAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH

SAKIT

Tsaqila Nadhifa Harahap (tsaqilaoppo@gmail.com)

Latar Belakang
Rumah sakit merupakan layanan jasa yang memiliki peran penting bagi kehidupan
masyarakat. Rumah sakit merupakan tempat yang sangat kompleks yang terdapat berbagai
macam obat, tes dan prosedur, banyak alat dengan teknologinya, berbagai jenis tenaga profesi
dan non profesi yang siap memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Keberagaman
dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan
peluang untuk terjadinya kesalahan pelayanan yang dapat berakibat terhadap keselamatan
pasien. Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat utama untuk diterapkan disemua rumah
sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Sasaran Keselamatan Pasien
merupakan suatu bagian dari Standar Akreditasi Rumah Sakit yang harus dapat diterapkan di
rumah sakit yang berguna dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Pengetahuan tenaga kesehatan dalam Sasaran Keselamatan Pasien terdiri dari ketepatan
identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang
perlu diwaspadai kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi, pengurangan
risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, pengurangan risiko pasien jatuh. Sasaran
Keselamatan Pasien (SKP) menjadi indikator standar dasar yang utama dalam penilaian
Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 (KARS, 2013). Bagi tenaga kesehatan khususnya dokter
dan perawat diwajibkan untuk mengetahui tentang Sasaran Keselamatan Pasien. Keselamatan
pasien merupakan sistem yang bertujuan untuk memberikan asuhan terhadap pasien secara
aman sebagai upaya mencegah kejadian yang tidak diinginkan (Kemenkes, 2011). Banyaknya
jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf rumah sakit yang
cukup besar, merupakan hal yang berpotensi terjadinya kesalahan dalam proses pemberian
pelayanan kesehatan berupa kesalahan diagnosis, pengobatan, perawatan, serta kesalahan
sistem lainnya sehingga berbagai kesalahan yang terjadi mengakibatkan insiden keselamatan
pasien. Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit.
Menurut Nursalam (2011:307), Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variabel
untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak terhadap
pelayanan kesehatan. Program keselamatan pasien bertujuan menurunkan angka Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat di rumah sakit
sehingga sangat merugikan baik pasien sendiri dan pihak rumah sakit.

Metode

Metode yang digunakan ialah metode dengan pendekatan artikel non penelitian yang
berbentuk studi kepustakaan. Yang tujuannya ialah untuk menerapkan secara mendalam
tentang pelaksanaan enam sasaran keselamatan pasien di rumah sakit. Yang harus diterapkan
oleh semua karyawan rumah sakit.

Hasil

Hasil yang didapatkan bahwa Sasaran keselamatan pasien merupakan tanggung jawab bagi
seluruh tenaga kesehatan. tentang identifikasi pasien didapatkan tenaga kesehatan masih tidak
mengetahui standar pertama dari IPSG. Pada item kuisioner tentang komunikasi yang efektif
didapatkan bahwa tenaga kesehatan tidak mengetahui tentang urutan IPSG yang kedua yaitu
Situation Background Assessment Recomendation (SBAR). Pada item tentang peningkatan
keamanan obat didapatkan bahwa masih ditemukan tenaga kesehatan yang belum mengeahui
warna gelang pasien yang berisiko alergi. Pada item tentang kepastian tepat lokasi, prosedur,
dan tepat operasi didapatkan bahwa masih ada tenaga kesehatan yang belum mengetahui
secara konsep urutan IPSG ke-empat, dan masih ada yang belum memahami tentang site
marking. Pada item tentang pengendalian infeksi didapatkan bahwa masih ada ditemukan
tenaga kesehatan yang belum mengingat cuci tangan 6 langkah dan belum memahami cuci
tangan five moment. Pencegahan pasien jatuh didapatkan bahwa tenaga kesehatan belum
memahami tentang penilaian risiko pasien jatuh pada pasien dewasa, anak., dan belum
memahami warna gelang yang digunakan pada pasien jatuh, tidak mengetahui nama alat ukur
yang digunakan untuk pasien jatuh. bahwa masih banyak tenaga kesehatan yang belum
mengetahui bahaya dari tidak kepatuhannya untuk mencuci tangan. Didapatkan bahwa paling
banyak perawat pada kategori kurang baik dalam melakukan cuci tangan five moment. Hal
tersebut juga mencerminkan bahwa pengetahuan perlu diberikan secara berulang-ulang.
Menurut Sunaryo (2004) dinyatakan bahwa pengetahuan merupakan domain yang penting
untuk terbentuknya perilaku terbuka. Pengetahuan perawat dan dokter terkait dengan
pengendalian pasien jatuh perlu ditingkatkan dimana menurut Spoelstra, Given dan Given
(2012) menyatakan bahwa banyak faktor untuk pencegahan pasien jatuh seperti pengkajian
pasien jatuh, pasang tanda risiko pasien jatuh pada tempat tidur dan pintu, modifikasi
lingkungan, manajemen pemberian obat, membantu pasien ke toilet untuk mengurangi pasien
jatuh.

Pembahasan

a. Identifikasi Pasien

Keamanan pelayanan di rumah sakit salah satunya dimulai dari ketepatan identifikasi
pasien. Kesalahan identifikasi pasien diawal pelayanan akan berdampak pada kesalahanan
pelayanan pada tahap selanjutnya (WHO, 2009). Proses identifikasi pasien perlu
dilakukan dari sejak awal pasien masuk rumah sakit yang kemudian identitas tersebut
akan selalu dikonfirmasi dalam segala proses di rumah sakit, seperti saat sebelum
memberikan obat, darah atau produk darah atau sebelum mengambil darah dan spesimen
lain untuk pemeriksaan. Sebelum pengobatan dan tindakan atau prosedur. Hal ini
dilakukan agar tidak terjadi kesalahan identifikasi pasien yang nantinya bisa berakibat
fatal jika pasien menerima prosedur medis yang tidak sesuai dengan kondisi pasien
seperti salah pemberian obat, salah pengambilan darah bahkan salah tindakan medis
(Permenkes RI, 2017). Ketepatan identifikasi pasien menjadi hal yang penting, bahkan
berhubungan dengan keselamatan pasien. Kesalahan karena kekeliruan mengenai
identitas pasien merupakan hal yang amat fatal dan berat hukumnya. Perlu proses
kolaboratif untuk memperbaiki proses identifikasi untuk mengurangi kesalahan
identifikasi pasien. Untuk mencegah terjadi kesalahan identifikasi pasien, perawat selaku
tenaga kesehatan yang paling lama dan yang paling sering berinteraksi dan berjumpa
dengan pasien harus berpengetahuan baik karena setiap tindakan yang dilakukan harus
didasari dengan pengetahuan. Pengetahuan merupakan hal yang penting yang harus
dimiliki sepenuhnya oleh perawat professional untuk mencegah terjadinya Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Potensial Cedera
(KPC) (Anggraeni, 2014).

b. Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif merupakan sebuah proses yang sangat penting dalam menunjang
keberhasilan asuhan keperawatan. Kunci dari terciptanya hubungan yang baik antara
perawat dan klien adalah kemampuan perawat dalam berkomunikasi. Perawat yang
memiliki kemampuan dan keterampilan yang baik dalam berkomunikasi akan mudah
menumbuhkan kepercayaan klien, sehingga klien bisa lebih terbuka untuk berbicara
mengenai masalah yang berhubungan dengan penyakitnya. Komunikasi efektif
merupakan dasar bagi terciptanya hubungan interpersonal antara perawat dan klien yang
menjadi metode utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan (Watson,2008).
Seni dalam keperawatan adalah kemampuan untuk peduli kepada klien dengan fokus
pada komunikasi untuk memahami respon emosional terhadap pengalamannya menjadi
klien (Betcher, 2010). Bentuk komunikasi bisa berupa komunikasi verbal dan non verbal.
Sentuhan merupakan bentuk komunikasi non verbal yang penting pada situasi emosional,
meskipun begitu, sangat perlu bagi perawat untuk memahami siapa, kapan dan mengapa
sentuhan dilakukan dikarenakan komunikasi non verbal ini mempunyai efek yang
berlainan pada setiap individu. Keterampilan yang baik dalam berkomunikasi perlu
dipelajari, dipraktekkan dan disempurnakan oleh semua perawat sehingga mereka dapat
berkomunikasi dengan jelas, singkat dan tepat dalam lingkungan yang serba cepat dan
situasi yang tidak terprediksi,oleh karena itu diperlukan alat penunjang untuk menjamin
kelancaran proses komunikasi tersebut.
c. Keamanan Obat Dan Cairan
Salah satu tindakan yang mengancam keselamatan pasien adalah kesalahan pemberian
obat yang dilakukan oleh perawat. Sebagian besar perawat telah menerapkan keamanan
obat dan Cairan. Penerapan delapan benar dalam menunjang keselamatan pasien yaitu:
benar pasien, benar obat, benar dosis, benar waktu, benar cara atau route pemberian,
benar dokumentasi, benar informasi, dan benar pengkajian juga sudah diterapkan.
Menurut Kemenkes (2011), obatobatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien,
manajemen RS harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Nama
Obat, rupa dan ucapan mirip (NORUM), yang membingungkan staf pelaksana merupakan
salah satu penyebab yang paling sering dalam kesalahan obat (medication error). Oleh
karena itu, kewaspadaan terhadap obat-obat yang tingkat bahayanya tinggi harus
ditunjukkan dengan menyimpannya di tempat khusus dan tidak di setiap ruangan. Obat-
obatan lain harus dibawah pengawasan apoteker, sehingga kalau ada dosis yang
berlebihan dapat disarankan ke dokternya untuk meninjau kembali terapinya. Menurut
Cohen, (2007) terdapat enam obat yang berisiko terjadinya kesalahan, diantaranya:
Insulin, heparin, opioid, injeksi kalium klorida atau konsentrat kalium fosfat. blocking
agen neuromuskuler, obat kemoterapi.
d. Ketepatan Lokasi, Prosedur, Pasien Operasi
Menurut Kemenkes (2011), Salah lokasi, salah prosedur, salah pasien operasi merupakan
sesuatu yang mengkhawatirkan dan sering terjadi di Rumah Sakit. Kesalahan ini akibat
dari komunikasi yang tidak efektif atau tim bedah yang kurang atau tidak melibatkan
pasien saat penandaan lokasi. Di samping itu, ada beberapa faktor yang sering terjadi,
antara lain: pengkajian pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak
adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi antar anggota tim bedah. Data
WorldHealth Organization (WHO) menunjukkan bahwa selama lebih dari satu abad
perawatan bedah telah menjadi komponen penting dari perawatan kesehatan di seluruh
dunia. Tempat pelaksanaan pembedahan disebut kamar operasi adalah tempat
dilaksanakannya pembedahan baik elektif maupun emergency yangmerupakan bagiadari
rumah sakit yang memiliki resiko terjadi insiden salah lokasi, salah prosedur, salah pasien
pada operasi. Untuk mengurangi kesalahan sisi, salah prosedur, dan salah pasien,maka
dilakukan tindakan marking (penandaan operasi). Marking adalah penandaan dengan
menggunakan spidol khusus untuk sayatan yang akan dituju saat pembedahan. Asal mula
marking mendapat perhatian dimulai pada era 1990 dimanaThe Canadian Orthopaedic
Assosiation merekomendasikanmemakai spidol permanent untuk menandai daerah yang
akan diinsisitahun 1994 (WHO, 2008).
e. Pengurangan Risiko Infeksi
Rumah sakit merupakan tempat yang rentan terjadi infeksi nosokomial atau infeksi baru
selama perawatan. Meski dapat juga terjadi pada pengunjung, infeksi ini paling sering
menjangkiti pasien dengan kondisi daya tahan tubuhnya sedang menurun. Adanya infeksi
baru kadang-kadang juga dapat memicu dampak yang lebih fatal saat dirawat di rumah
sakit terutama saat berada di ruang bedah. Sebagian besar perawat telah menerapkan
tindakan untuk mengurangi infeksi dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan, mendisinfeksi bagian tubuh yang akan dirawat luka,
memakai alatalat yang sudah disterilkan, dan memakai sarung tangan saat melakukan
tindakan apapun. Didepan tiap kamar pasien juga sudah terdapat desinfektan. Hal ini
menunjukkan kepedulian yang tinggi untuk mencegah infeksi yang ada di rumah sakit
karena tingginya angka infeksi ini akan memicu terjadinya ketidakpuasan yang dirasakan
oleh pasien sebagai konsumen rumah sakit. WHO, (2007) merekomendasikan
implementasi penggunaan cairan alcohol-based hand-rubs tersedia pada titik-titik
pelayanan, tersedianya sumber air pada semua kran, pendidikan staf mengenai teknik
kebersihan tangan yang benar, mengingatkan penggunaan tangan bersih di tempat kerja;
dan pengukuran kepatuhan penerapan kebersihan tangan melalui pemantauan/observasi
dan teknikteknik yang lain.
f. Pengurangan Risiko Jatuh
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cidera bagi pasien rawat inap.
Mengingat risiko pasien jatuh sangat besar maka sebagai perawat perlu memikirkan
berbagai cara untuk mengurangi terjadinya hal tersebut. Hal ini dilakukan dengan tujuan
pasien tidak perlu di rawat di Rumah Sakit lebih lama akibat komplikasi jatuh.
Pemasangan pengaman tempat tidur sangat penting disediakan terutama pada pasien
dengan kesadaran menurun dan gangguan mobilitas. Perawat juga sudah meletakkan bel
di dekat pasien dan menganjurkan pasien untuk menggunakan bel bila memerlukan
bantuan, supaya tidak terjadi hal-hal tidak terduga yang mengakibatkan pasien jatuh atau
membuat cidera baru. Selain itu, perawat memberikan tanda atau etiket atau label pada
tangan pasien dan tanda segitiga berwarna kuning yang di letakkan di sisi tempat tidur
untuk pasien risiko jatuh. Menurut Potter & Perry (2009) beberapa intervensi yang dapat
dilakukan perawat untuk mencegah terjadinya jatuh pada pasien antara lain:
Mengorientasikan pasien pada saat masuk rumah sakit dan menjelaskan sistem
komunikasi yang ada, bersikap hati-hati saat mengkaji pasien dengan keterbatasan gerak,
melakukan supervisi ketat pada awal pasien dirawat terutama malam hari, menganjurkan
menggunakan bel bila membutuhkan bantuan, memberikan alas kaki yang tidak licin,
memberikan pencahayaan yang adekuat, memasang pengaman tempat tidur terutama pada
pasien dengan penurunan kesadaran dan gangguan mobilitas, dan menjaga lantai kamar
mandi agar tidak licin.

Penutup

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan suatu bagian dari Standar Akreditasi Rumah Sakit
yang harus dapat diterapkan di rumah sakit yang berguna dalam meningkatkan pelayanan
kesehatan yang berkualitas. Tenaga kesehatan baik dokter dan perawat memiliki pengetahuan
yang kurang baik tentang sasaran keamanan pasien di rumah sakit, yang menunjukkan bahwa
identifikasi pasien, komunikasi efektif, keamanan obat, kepastian tepat lokasi, prosedur,
pasien operasi, pengendalian infeksi, pencegahan pasien jatuh belum dipahami oleh tenaga
kesehatan yaitu perawat dan dokter. bagi rumah sakit dapat mengadakan seminar dan
pelatihan secara berkala tentang Sasaran Keselamatan Pasien dan melakukan pengawasan
secara optimal bagi perawat dan dokter untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Daftar Pustaka

Anna, A, F.2018.Analisis Penerapan Upaya Pencapaian Standar Sasaran


Keselamatan Pasien Bagi Profesi Pemberi Asuhan Dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Di
Rawat Inap RSUP Dr.M.Jamil Padang.Jurnal Universitas Andalas.Vol,5(2).

Arruum, D.,Salbiah.,Manik, M.2015.Pengetahuam Tenaga kesehatan Dalam Sasaran


Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Sumatera Utara.Idea Nursing Journal.Vol,6(2).

Bachrun, E.2017.Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Patient Safety


Terhadap Penerapan Sasaran V (Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan
Kesehatan).Jurnal Kesehatan Masyarakat.Vol,5(1).

Dwitasari, A.,Rosa, E, M.2016.Evaluasi Pelaksanaan Penandaan Operasi di Ruang


OperasI RS PKU Muhammadiyah Unit II Yogyakarta.Jurnal Asosiasi Dosen Muhammadiyah
Magister Administrasi Rumah Sakit Vol,2(2).

Insani, T, H, N.,Sundari, S.2018.Analisis Pelaksanaan Keselamatan Pasien Oleh


Perawat.Journal Of Health Studies.Vol,2(1).

Iswati.2011.Penerapan Sasaran Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit.Journal Of


Nursing.Scholaeship,42:2,156-165.

Keles, A, W.,Kandou, G, D.,Tilaar, C, R.2015.Analisis Pelaksanaan Standar Sasaran


Keselamatan Pasien Di Unit Gawat Darurat RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano Sesuai
Dengan Akreditasi Rumas Sakit Versi 2012.JIKMU.Vol,5(2).

Neri, R, A.,Lestari, Y.,Yetti, H.2018.Analisis Pelaksanaan Sasaran Keselamatan


Pasien Di Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Padang Pariaman.Jurnal Kesehatan
Andalas.7(suplement 5).

Rasam, R, A.2017.Analisis Tatakelola Sasaran Keselamatan Pasien Pada Alur


Pelayanan Penyakit Sepsis Di Rumah Sakit Tebet 2015.Jurnal ARSI.Vol,3(2).

Setiyani, M, D.,Zuhrotunida.,Syahridal.2016.Implementasi Sasaran Keselamatan


Pasien Di Ruang Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang.JKFT.Edisi No.2.
Simamora, R. H. (2018). Buku ajar keselamatan pasien melalui timbang terima
pasien berbasis komunikasi efektif: SBAR. Medan: USUpress.

Simamora, R. H. (2020). Learning of Patient Identification in Patient Safety


Programs Through Clinical Preceptor Models.  Medico Legal Update, 20(3), 553-556

Syagitta, M.,Sriati, A.,Fitri, S.2017.Persepsi Perawat Terhadap Pelaksanaan


Komunikasi Efektif Di IRJ Al-Islam Bandung.Jurnal Keperawatan BSI,Vol,5(2).

Zakaria, F, M.2017.Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Sasaran Keselamatan Pasien


Terhadap Kepuasan Pasien Rumah Sakit Prima Husada Malang.JIMMU,Vol,2(2).

Anda mungkin juga menyukai