PENDAHULUAN
(totalitas) pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antar
tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sedangkan perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Berdasarkan
pernyataan tersebut, maka perawat yang memiliki pengetahuan yang tinggi tentang
komplikasi. Perawat dalam terapi infus terutama dalam melakukan tugas delegasi,
dapat bertindak sebagai care giver, dimana mereka harus memiliki pengetahuan
perencanaan, implementasi, dan evaluasi dalam perawatan terapi infus. Terapi infus
diinstruksikan oleh dokter tetapi perawatlah yang bertanggung jawab pada pemberian
serta mempertahankan terapi tersebut pada pasien. Peran perawat dalam terapi
infus bukan hanya untuk pemberian agen medikasi, tetapi lebih luas meliputi
pemasangan alat akses IV, perawatan, monitoring, dan yang paling penting adalah
pencegahan infeksi.
1
2
Terapi infus termasuk kedalam salah satu tindakaan invasif,oleh karena itu
perawat harus cukup terampil saat melakukan pemasangan infus. Ketika seorang
perawat diberi tugas untuk memberikan terapi infus, satu-satunya kemampuan yang
diperlukan adalah melakukan pemasangan dengan benar dan terampil. Perawat juga
harus memiliki komitmen untuk memberikan terapi infus yang aman, efektif dalam
pembiayaan, serta melakukan infus yang berkualitas. Terapi infus adalah salah satu
teknologi yang paling sering digunakan dalam pelayanan kesehatan di seluruh dunia.
Lebih dari 60% pasien yang masuk rumah sakit mendapat terapi infus
memberikan cairan pada pasien yang tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau
syok. Dimana menurut WHO terapi infus ini menyebabkan timbulnya infeksi berupa
kejadian phlebitis 1,4 juta setiap hari diseluruh dunia. Terapi infus merupakan salah
satu tindakan yang paling sering diberikan pada pasien yang menjalani rawat inap
sebagai jalur terapi infus (IV), pemberian obat, cairan, dan pemberian produk darah,
atau sampling darah (Alexander, Corigan, Gorski, Hankins, & Perucca, 2010).
phlebitis, mungkin disebabkan penelitian yang berkaitan dengan terapi infus dan
Indonesia dari hasil suvei point prevalensi dari 11 Rumah Sakit di DKI Jakarta yang
dilakukan oleh Perdalin Jaya dan Rumah Sakit Penyakit infeksi Prof.Dr.Sulianti
Berdasarkan data dari Tim Standar Pelayanan Mutu (SPM) Rumah Sakit di
Jawa Timur diketahui bahwa kejadian plebitis masih dijumpai di beberapa Rumah
Sakit. Dari hasil audit Tim SPMRS tahun 2014 tersebut diperoleh data bahwa
kejadian plebitis di Ruang Rawat Inap RSUD Saiful Anwar Malang pada bulan
Januari 2014 sampai dengan Juni 2014 sebanyak 6,3 %, Sedangkan kasus plebitis di
RSUD Dr Soetomo Surabaya sebanyak 8,23% kasus. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
sesuai dengan standar operasional prosedur. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
oleh petugas Infection Prevention and Control Nurse (IPCN) RSUD Blambangan
Banyuwangi bulan januari sampai dengan juni 2015 yang lakukan diruang NICU
Tabel 1.1 Jumlah kejadian phlebitis diruang NICU RSUD Blambangan Banyuwangi
laporan bulanan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi RS (PPIRS)
tahun 2015
Mei
38 3 7,8%
Juni
42 2 4,7%
Terapi infus memberikan banyak manfaat bagi sebagian besar pasien. Namun
akibat pengetahuan perawat tentang prosedur pemasangan yang kurang tepat, posisi
yang salah, serta kegagalan dalam menembus vena dapat menimbulkan komplikasi,
baik komplikassi lokal maupun sistemik. Komplikasi lokal terdiri dari phlebitis,
infiltrasi, dan ekstravasasi: sementara komplikasi sistemik antara lain emboli udara,
mendapatkan terapi infus. Phlebitis adalah inflamasi lapisan vena yang disebabkan
disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab phlebitis yang paling sering adalah
ketidaksesuaian ukuran kateter dan pemilihan vena, jenis cairan (pH dan osmolaritas),
kurangnya teknik aseptik saat pemasangan, dan waktu kanulasi yang lama
(Alexander,et all.,2010).
jumlah pasien yang mendapat terapi infus (Ditjen Bina Yanmed Depkes RI &
5
Nurses Society (INS) adalah 5% atau kurang. Dan jika ditemukan angka kejadian
plebitis lebih dari 5%, maka data harus dianalisis kembali terhadap derajat phlebitis
Akibat yang ditimbulkan dari komplikasi phlebitis adalah meningkatkan lama rawat
di rumah sakit atau length of stay (LOS), menambah lama terapi, dan meningkatkan
tanggung jawab perawat, serta dapat menyebabkan pasien mendapat resiko masalah
tanggung jawab dalam mencegah terjadinya komplikasi phlebitis, oleh karena itu
perawat harus memiliki kompetensi klinik dari semua aspek terapi infus. Royal
College of Nursing (RCN) memberikan standar tentang teori dan praktek terapi infus
yang harus dikuasai oleh perawat meliputi aspek legal dan profesional terapi infus:
anatomi fisiologi akses vasculer: farmakologi cairan dan obat infus: prosedur
dan ketrampilan spesifik dalam menginersi alat akses vaskular pada pasien
prosedur infus, kemampuan pertama yang harus dimiliki oleh perawat adalah mampu
menentukan ukuran kanula dan lokasi vena yang akan di insersi berdasarkan terapi
antara lain ditentukan oleh jenis larutan yang akan diberikan, lamanya terapi infus
dimiliki oleh perawat adalah pengetahuan tentang keselamatan pasien (patien safety).
pasien selama pengobatan dan perawatan. Salah satu tindakan patien safety dalam
Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang terapi infus dan
pengetahuan perawat tentang terapi infus (infus) dengan kejadian phlebitis pada
pengetahuan dan sikap perawat tentang terapi infus dengan kejadian phlebitis pada
pengetahuan dan sikap perawat tentang terapi infus dengan kejadian phlebitis pada
kejadian phlebitis.
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang konsep atau teori
yang harus dimiliki oleh perawat dalam konteks pemberian terapi infus,
terjadinya phlebitis.
Disamping itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bagi penelitian