Anda di halaman 1dari 3

RUMAH SAKIT CITRA HUSADA

Jl. Dharma Bakti No. 45C


Telp ( 0568 ) 22355 – Fax ( 0568 ) 21645
Email : rscitrahusadangp@gmail.com
NANGA PINOH – MELAWI
LAPORAN AUDIT PHLEBITIS BULAN JUNI SAMPAI DENGAN
NOVEMBER 2017
DI RUMAH SAKIT CITRA HUSADA

A. PENDAHULUAN
Infus intravena adalah salah satu metode umum pemberian cairan, nutrisi, dan
pengobatan untuk pasien serta intravena solution merupakan satu-satunya sumber
makanan dan cairan untuk banyak pasien akut (Kozier & Erb, 1982). Pemberian terapi
intravena saat ini merupakan yang paling banyak digunakan untuk mengatasi berbagai
kondisi pasien. Data statistik menunjukkan terapi ini belum jelas, tetapi diperkirakan
sekitar 80% pasien akan diberikan terapi intravena ini. (Wilkinson, 1996 dikutip oleh
Workman, 1999) sedangkan menurut tim Bapelkes Cilandak (2000) setiap tahunnya
50% pasien yang dirawat di rumah sakit akan mendapat terapi intravena.
Hospital Acquired Infections(HAIs) yang biasanya sering terjadi pada
pemasangan infus adalah infeksi flebitis, Menurut Pearson (1998) resiko terjadinya
flebitis dikarenakan lokasi kateter infus dengan kejadian cairan lipid secara terus
menerus dan lamanya pasien dirumah sakit. Kontaminasi infus dapat juga terjadi
selama pemasangan infus sebagai akibat dari cara kerja yang tidak sesuai prosedur
serta pemakaian yang terlalu lama (Murder, 2001).
Plebitis merupakan salah satu komplikasi dari pemberian terapi intra vena.
Komplikasi dari pemberian terapi intravena bisa bersifat sistemik dan lokal.
Komplikasi sistemik lebih jarang terjadi, tetapi seringkali lebih serius dibanding
komplikasi lokal, seperti septikemia, reaksi alergi, overload sirkulasi dan emboli
udara. Komplikasi lokal selain phlebitis antara lain infiltrasi, trombophlebitis,
hematom, iritasi vena, trombosis, occlusion, spasme vena, reaksi vasovagal, dan
kerusakan saraf, tendon, ligamen (Potter dan Perry, 2005).
Hal ini menunjukkan jumlah presentase pasienyang mengalami infeksi lokal
yakni plebitis masih cukup besar, oleh karena masih di atas standart yang
direkomendasikan oleh INS (Intravenous Nurses Society) yaitu 5%. Kejadian infeksi
ini menyebabkan length of stay(LOS), mortalitas dan health care
costmeningkat.Transmisinya sendiri melalui 3 cara, yaitu: flora transien dan residen
dari kulit pasien itu sendiri, flora dari petugas kesehatan ke pasien, dan flora dari
lingkungan rumah sakit. Petugas kesehatan mempunyai peran besar dalam rantai
transmisi infeksi ini. Cuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk
memutuskan rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi HAIs dapat berkurang.
Pencegahan dan pengendalian HAIs di rumah sakit sangat penting dilakukan
karena kejadian infeksi nosokomial menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit.
Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi ,kegiatannya
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan , pendidikan dan pelatihan monitoring
dan evaluasi (Depkes RI, 2008).Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
RSCH yang diketuai oleh dr. Royke T, SP.PD dan memiiki perawat pengendali
infeksi (IPCN) bekerja bersama dengan seluruf staf dan manajemen dalam rangka
melakukan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit.

B. HASIL DAN ANALISA

DIAGRAM KEJADIAN PHLEBITIS DI RS CITRA


HUSADA BULAN JUNI s/d NOVEMBER 2017
JUNI JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER

14% 15%
12% 13%

8% 8% 9%
7% 7% 7% 7%
6%7%
4% 4% 5%
3% 4% 4% 4%
3% 2% 2%
0%0%0%0%0%0% 0%

PENYAKIT ANAK KEBIDANAN MATA BEDAH


DALAM

Gambaran diagram batang diatas menunjukan kejadian phlebitis setiap bulannya pada
setiap pelayanan Staf Medik Fungsional (SMF). Hal tersebut dikarenakan oleh
beberapa faktor diantaranya kepatuhan HH yang kurang pada waktu pemasangan IV
Line, lokasi pemasangan IV Line, cairan yang digunakan oleh setiap pasien dan
pemberian obat dengan osmolaritas yang terlalu tinggi/pekat, serta aktivitas yang
dilakukan oleh pasein terutama pada pasien anak dan pasien yang dapat dilihat dari
hasil presentase yang didapat setiap bulannya mengalami perubahan. Pada pasien
mata tidak ditemukan phlebitis. Kurang nya sarana uji kultur di RS menyebab kan
salah satu faktor yang mempengaruhi, dikarenakan tidak dapat mengetahuai penyebab
infeksi tersebut.
Dari beberapa penyebab yang sudah di analisa di atas maka perlu dilakukan rencana
tindak lanjut, seperti:
1. Sosialisasi ulang tentang cucitangan kepada petugas secara rutin.
2. Melatih tim auditor cuci tangan untuk meningkatkan kepatuhan petugas di unit
3. Audit kepatuhan cuci tangan terhadap staf
4. Sosialisas penggunaan Bundle HAIs debagai pedoman dalam pemasangan IV
Line.
5. Pelatihan pengambilan data surveilans kepada petugas terutama tentang
pemahaman tanda dan gejala phlebitis
6. Edukasi pasien dan pengunjung tentang cuci tangan di unit perawatan dan klinik,
dengan fasilitas leaflet dan handrub.
7. Memperhatikan kepekatan obat saat akan diberikan.
8. Sosialiasi kembali kepada petugas tentang prosedur penggantian selang infus dan
penyuntikan yang tidak menimbulkan resiko plebitis.
9. Menyediakan sarana pemeriksaan kultur di RS.

Melawi, Desember 2017


Mengetahui Sekretaris Komite PPI
Ketua Komite PPI

dr. Royke Thanos SP.PD Ns. Agatha Fitra Astyarini S.Kep

Anda mungkin juga menyukai