Anda di halaman 1dari 9

Dinamika Kesehatan, Vol 9 N0. 1 Juli 2018 Yuliana et al Hubungan Frekuensi Pemberian..

HUBUNGAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN IKTERUS


PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSARI SALEH
BANJARMASIN TAHUN 2017

Fitri Yuliana1*, Nurul Hidayah2, Sri Wahyuni1


1
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sari Mulia
2
Akademi Kebidanan Sari Mulia Banjarmasin
*Korespondensi Penulis: Telp: 0813-4970-2168, e-mail: yuliana_fitri34@yahoo.co.id

ABSTRAK

Latar Belakang: Bayi yang diberi minum ASI lebih awal dengan efektif dan pemberian kolostrum
diyakini dapat mengurangi kejadian hiperbilirubinemia fisiologis. Salah satu faktor utama yang
mempengaruhi AKB di Indonesia yaitu ikterus pada bayi baru lahir (5%), di RSUD dr. H. Moch
Ansari Saleh Banjarmasin pada tahun 2016, menunjukan 205 (7,7%) bayi mengalami ikterus.
Tujuan: Menganalisis Hubungan Frekuensi Pemberian ASI dengan Kejadian Ikterus pada Bayi
Baru Lahir di RSUD dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2017.
Metode: Penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian Cross Sectional. Populasi penelitian ini
adalah ibu yang memiliki bayi dan dilakukan rawat gabung diruang nifas RSUD dr. H. Moch
Ansari Saleh sebanyak 243 orang. Sampel berjumlah 71 orang dengan teknik Accidental Sampling.
Data dianalisis menggunakan uji chi-square.
Hasil: Dari 71 responden yang diteliti, frekuensi pemberian ASI yang tidak sering sebesar 63,3%
mengalami ikterus, dan 36,7% yang tidak mengalami ikterus. frekuensi pemberian ASI yang sering
sebesar 68,3% bayi tidak mengalami ikterus, dan 31,7% mengalami ikterus. Adapun hubungan
antara frekuensi pemberian ASI dengan Kejadian Ikterus pada bayi baru lahir di RSUD dr. H. Moch
Ansari Saleh Banjarmasin (ρ=0,016  =0,05)
Simpulan: Ada hubungan yang signifikan antara frekuensi pemberian ASI dengan kejadian ikterus
pada bayi baru lahir.

Kata Kunci: Bayi baru lahir, Frekuensi pemberian ASI, Ikterus

1
THE CORRELATION FREQUENCY OF BREASTFEEDING
WITH INCIDENCE OF NEONATAL JAUNDICE
AT DR. H. MOCH ANSARI SALEH HOSPITAL BANJARMASIN

Fitri Yuliana1*, Nurul Hidayah2, Sri Wahyuni1


1
Department of Diploma IV Midwifery Major in Teaching, STIKES Sari Mulia, Banjarmasin
Indonesia
2
Sari Mulia Midwifery Academy of Banjarmasin Indonesia
*Correspondence author: Phone: 0813-4970-2168, e-mail: yuliana_fitri34@yahoo.co.id

ABSTRACT

Introduction: Breastfed infants fed early with effective and giving colostrum is believed to reduce
the incidence of physiological hyperbilirubinemia. One of the main factors that affect the IMR in
Indonesia, namely jaundice in newborns (5%), at dr. H. Moch Ansari Saleh hospital of Banjarmasin
in 2016, showed 205 (7.7%) babies have jaundice.
Objective: This research is aimed to analyze about the correlation Frequency of Breastfeeding with
Incidence of Jaundice in Newborns at dr. H. Moch Ansari Saleh hospital of Banjarmasin in 2017.
Method: Quantitative research with cross sectional study design. Population in this research is 243
mother who have babies and conducted rooming-in postpartum room in Hospital dr. H. Moch
Ansari Saleh. The sample is 71 people, in this research with Accidental Sampling technique. The
data were analyzed using chi-square test.
Results: Of 71 respondents studied, frequent breastfeeding frequencies of not often 63.3% had
jaundice, and 36.7% had no jaundice. Frequent breastfeeding frequency of 68.3% of infants did not
have jaundice, and 31.7% had jaundice. The correlation between the frequency of breastfeeding
with the incidence of jaundice in newborns at dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin Hospital
(ρ=0.016   = 0.05).
Conclusion: There is a significant correlation between the frequency of breastfeeding and the
incidence of jaundice in newborns.

Key words: Frequency of breastfeeding, Jaundice, Newborn baby


PENDAHULUAN secara klinis dalam minggu pertama
Ikterus Neonatorum merupakan salah kehidupannya (Boback, 2006).
satu masalah yang sering terjadi pada bayi Untuk mengendalikan kadar bilirubin pada
baru lahir yaitu suatu kondisi kadar bilirubin bayi baru lahir dapat dilakukan pemberian
> 10 mg%. Ikterus adalah diskolorisasi minum sedini mungkin dengan jumlah cairan
kuning pada kulit atau organ lain akibat dan kalori yang mencukupi. Pemberian minum
penumpukan bilirubin. Banyak bayi baru sedini mungkin akan meningkatkan motilitas
lahir, terutama bayi kecil (bayi dengan berat usus dan juga menyebabkan bakteri introduksi
lahir < 2500 gram atau usia gestasi < 37 ke usus. Bakteri dapat mengubah bilirubin direk
minggu) mengalami ikterus pada minggu menjadi urobilin yang tidak dapat diabsorpsi
pertama kehidupannya. Data epidemiologi kembali. Dengan demikian, kadar bilirubin
menunjukkan bahwa lebih dari 50% bayi baru serum akan turun. Pemberian minum yang
lahir menderita ikterus yang dapat dideteksi cukup dapat membantu pemenuhan kebutuhan
glukosa pada neonatus (Muslihatun, 2008). mengalami penurunan yaitu 22,23 per 1000
Berdasarkan Data World Health kelahiran hidup yang artinya sudah hampir
Organization (WHO) tahun 2012 disebutkan mencapai target MDGs 2015 yaitu sebesar 23
bahwa Angka Kematian Bayi (AKB) di Dunia per 1000 kelahiran hidup. Meski mengalami
tahun 2012 sebesar 49 per 1000 kelahiran penurunan dari tahun sebelumnya, jumlah
hidup, sedangkan menurut Profil Kesehatan tersebut masih terbilang cukup tinggi.
Indonesia tahun 2015, AKB di Indonesia Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2012, menunjukkan
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia
disebabkan oleh asfiksia (37%), prematuritas
(34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), ikterus
(5%), post matur (3%), dan kelainan
kongenital (1%) (Kementerian Kesehatan RI,
2012).
Berdasarkan data Rekam Medik pada
tahun 2014 di RSUD Dr. H. Moch Ansari
Saleh Banjarmasin dari 1713 bayi yang
dilahirkan terdapat 109 bayi (6,3%) yang
mengalami ikterus neonatorum, kemudian
menurun pada tahun 2015 yaitu dari 2070
bayi yang dilahirkan terdapat 99 bayi (4,7%)
yang mengalami ikterus neonatorum, akan
tetapi pada tahun 2016 mengalami
peningkatan yaitu dari 2653 bayi yang
dilahirkan terdapat 205 bayi (7,7%) yang
mengalami Ikterus neonatorum.

BAHAN DAN METODE


Metode penelitian ini menggunakan
Deskriptif Analitik dengan pendekatan Cross
Sectional. Populasi dalam penelitian ini
adalah ibu yang memiliki bayi dan dilakukan
rawat gabung diruang nifas RSUD Dr. H.
Moch Ansari Saleh Banjarmasin pada bulan
Februari 2017 sebanyak 243 orang. Sampel
penelitian ini diambil menggunakan teknik (45,1%) dan responden yang tidak ikterus
Accidental Sampling yaitu pengambilan sebanyak 39 bayi (54,9%).
sampel didasarkan pada kenyataan bahwa Analisis Bivariat
mereka kebetulan muncul, dari populasi 1. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI
sampel dalam penelitian ini sebanyak 71 dengan Kejadian Ikterus Neonatorum
orang. Tabel 3 Hubungan antara Frekuensi Pemberian
ASI dengan Kejadian Ikterus pada Bayi Baru Lahir
di RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin
HASIL
Tahun 2017
Analisis Univariat Frekuensi Ikterus Neonatorum Jumlah p
pemberian Ikterus Tidak
1. Frekuensi Pemberian ASI ASI Ikterus
f % f % f %
Tabel 1 Distribusi frekuensi Pemberian ASI di Tidak
19 63,3 11 36,7 30 100
sering 0,016
RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin sering 13 31,7 28 68,3 41 100
Jumlah 32 45,1 39 54,9 71 100
Tahun 2017
Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan
Kategori Frekuensi
N %
Pemberian ASI bahwa frekuensi pemberian ASI yang
1. Tidak 30 42.3% tidak sering yaitu sebesar 63,3%
2. Sering 41 57,7%
Sering mengalami ikterus, dan sebesar 36,7%
Jumlah 71 100%
yang tidak mengalami ikterus. frekuensi
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan
pemberian ASI yang sering yaitu sebesar
distribusi frekuensi pemberian ASI dari
68,3% bayi tidak mengalami ikterus, dan
71 responden yang diteliti, jumlah
sebesar 31,7% mengalami ikterus.
responden pemberian ASI yang tidak
Berdasarkan hasil uji statistik dengan
sering sebanyak 30 orang (42,3%) dan
menggunakan uji Chi-Square diperoleh
pemberian ASI yang sering sebanyak 41
nilai ρ=0,016  =0,05 maka ρ < α,
orang (57,7%).
sehingga Ho ditolak dan Ha diterima,
2. Ikterus pada bayi baru lahir
Tabel 2 Distribusi frekuensi Kejadian Ikterus di
artinya terdapat hubungan yang
RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin signifikan antara frekuensi pemberian
Tahun 2017 ASI dengan kejadian ikterus pada bayi
Ikterus Neonatorum N % baru di RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh
1. Ikterus 32 45.1% Banjarmasin Tahun 2017.
2. Tidak 39 54,9%
Ikterus
Jumlah 71 100%
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan PEMBAHASAN

distribusi frekuensi kejadian ikterus dari 71 1. Frekuensi Pemberian ASI


responden yang diteliti, jumlah responden Berdasarkan hasil penelitian yang
yang mengalami ikterus sebanyak 32 bayi telah dilakukan di RSUD Dr. H. Moch
Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2017

didapatkan pemberian ASI tidak sering dengan frekuensi kurang dari 8 kali
perhari (setiap > 4 jam) sebanyak 30 sebanyak 32 bayi (45,1%) dan yang tidak
orang (42,3%) dan ibu yang memberikan ikterus sebanyak 39 bayi (54,9%).
ASI pada bayinya dengan frekuensi Ikterus ialah warna kuning yang
sering yakni 8 sampai 12 kali perhari dapat terlihat pada sklera, selaput lendir,
(setiap per 2,5-4 jam) sebanyak 41 orang kulit atau organ lain akibat penumpukan
(57,7%). bilirubin (Marmi, 2012). Ikterus
Prasetyono (2012) mengatakan fisiologis adalah ikterus dengan kadar
bahwa ASI merupakan makanan alami bilirubin <10 mg% timbul pada hari
pertama dan utama selama tahun pertama kedua dan ketiga yang tidak memiliki
bayi dan menjadi makanan penting dasar patologis dan tidak memilki potensi
selama tahun kedua. ASI juga untuk terjadi kern-ikterus serta tidak
dikondisikan untuk memenuhi kebutuhan menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
bayi, mengandung nutrisi dan Pada bayi normal, kadar bilirubin akan
kemampuan biologis tinggi untuk meningkat mulai hari ke 2-3, mencapai
pertumbuhan. puncaknya pada hari ke 5-7 dan menurun
Sebagian besar bayi yang baru lahir kembali sampai hari ke 10-14. Kulit
akan menyusu ASI sebanyak 8-12 jam biasanya nampak kuning bila kadar
sehari atau setiap 2-3 jam sekali dengan bilirubin mencapai 5-7 mg% mulai dari
lama 5-7 menit, karena umumnya perut muka, leher, kemudian turun ke badan
bayi akan kosong kembali dalam waktu dan ekstremitas (Maryunani, 2008).
tersebut. Ikterus pada bayi baru lahir yang
Faktor pertumbuhan dan nutrisi yang terjadi pada hari ke 2-3 dikarena organ
terdapat dalam ASI sangat menentukan hati pada bayi baru lahir belum matang
proses pertumbuhan dan perkembangan dengan sempurna, sehingga
bayi. Oleh karena itu sangat diperlukan mengakibatkan kuning pada kulit atau
perhatian dalam frekuensi pemberian organ lain karena penumpukan bilirubin.
ASI, bayi yang sehat akan menyusu 8 Marmi (2012) mengatakan bahwa
hingga 12 kali per hari (Arif 2009). Ikterus dapat disebabkan karena hati
2. Ikterus pada bayi baru lahir dalam bayi tersebut belum matang atau
Berdasarkan hasil penelitian yang disebabkan kadar penguraian sel darah
telah dilakukan di RSUD Dr. H. Moch merah yang cepat. Dalam kadar tinggi
Ansari Saleh Banjarmasin Tahun 2017 bilirubin bebas ini bersifat racun dan sulit
didapatkan bayi yang mengalami ikterus larut dalam air. Beberapa organ bayi baru
lahir belum dapat berfungsi secara
optimal dalam mengeluarkan bilirubin
karena masa matang organ hati pada bagi bayi, Pemberian ASI juga dapat
setiap hati berbeda-beda, namun meningkatkan dan mengeratkan jalinan
umumnya pada hari ketujuh organ hati kasih sayang antara ibu dengan bayi serta
mulai melakukan fungsinya dengan baik. meningkatkan kekebalan tubuh bagi bayi
Menurut Yang et al, (2013), itu sendiri. Ikterus merupakan penyakit
penyebab ikterus pada bayi baru lahir yang sangat rentang terjadi pada bayi
dapat berdiri sendiri maupun disebabkan baru lahir, terutama dalam 24 jam setelah
oleh beberapa faktor. Menurut adanya kelahiran, dengan pemberian ASI yang
peningkatan kadar bilirubin pada ikterus sering bilirubin yang dapat menyebabkan
dapat disebabkan peningkatan pemecahan terjadinya ikterus akan dihancurkan dan
sel darah merah atau heme, fungsi hepar dikeluarkan melalui feses bayi. Oleh
yang belum sempurna, peningkatan sebab itu, pemberian ASI sangat baik dan
sirkulasi enterohepatik pada bilirubin, dianjurkan guna mencegah terjadinya
dan intake nutrisi yang tidak adekuat. ikterus pada bayi baru lahir.
3. Hubungan Frekuensi Pemberian ASI Rentang frekuensi menyusui yang
dengan Kejadian Ikterus pada bayi baru optimal adalah antara 8 hingga 12 kali
lahir setiap hari, salah satu manfaat pemberian
Hasil penelitian yang telah dilakukan ASI bagi bayi adalah menjadikan bayi
di RSUD Dr.H.Moch Ansari Saleh yang diberi ASI lebih mampu
Banjarmasin, dapat diketahui bahwa ibu menghadapi efek penyakit kuning
yang menyusui bayinya tidak sering (ikterus). Jumlah bilirubin dalam darah
sebesar 63,3% bayi mengalami ikterus, bayi banyak berkurang seiring
dan sebesar 36,7% yang tidak mengalami diberikannya kolostrum yang dapat
ikterus, frekuensi pemberian ASI yang mengatasi kekuningan, asalkan bayi
sering yaitu sebesar 68,3% bayi tidak tersebut disusui sesering mungkin dan
mengalami ikterus, dan sebesar 31,7% tidak diberi pengganti ASI (Sunar 2009).
mengalami ikterus. Berdasarkan hasil uji Prasetyono, (2012) juga
statistik nilai ρ=0,016  =0,05 maka menyebutkan bahwa kolostrum yang
dapat disimpulkan ada hubungan yang terdapat saat ASI keluar pertama kali
signifikan antara frekuensi pemberian memiliki efek laktasif yang dapat
ASI dengan kejadian ikterus pada bayi membantu bayi baru lahir untuk
baru lahir. mengeluarkan mekonium dari usus.
ASI merupakan sumber makanan Bersamaan dengan keluarnya mekonium,
terbaik bagi bayi selain mengandung dikeluarkan pula kelebihan bilirubin,
komposisi yang cukup sebagai nutrisi

sehingga akan mencegah terjadinya ikterus pada bayi baru lahir.


Yang, et al, (2013) mengatakan dilakukan Cadwell (2007), bilirubin ini
bahwa ASI memberikan manfaat yang akan dengan mudah berikatan dengan
besar bagi bayi baru lahir. Namun bila asam glukoronat membentuk bilirubin
pemberian tidak adekuat, maka hal itu glukorosida atau hepatobilirubin. Dari
dapat menyebabkan penurunan berat hati bilirubin ini masuk kesaluran
badan bayi dan berhubungan dengan empedu dan dieksresikan ke usus. Di
kejadian ikterus. Sejalan dengan dalam usus, flora usus akan
penelitian yang telah dilakukan oleh mengubahnya menjadi urobilirubin untuk
Tazami, et al, (2013) mengenai gambaran kemudian di buang keluar dari tubuh
faktor resiko ikterus neonatorum melalui urin dan feses. Bilirubin direk
didapatkan bahwa faktor maternal yakni bersifat larut dalam air. Cadwell (2007)
frekuensi pemberian ASI yang kurang 8 juga menyebutkan terdapat beberapa
kali sehari meningkatkan resiko faktor yang berperan dalam menentukan
terjadinya ikterus neonatorum. kisaran frekuensi pemberian ASI untuk
Adapun bayi yang tidak sering diberi bayi yang sedang menyusu. Ibu memiliki
ASI pada penelitian ini sebesar 36,7% kapasitas jumlah penyimpanan ASI yang
tidak mengalami ikterus, ASI itu terdiri berbeda dalam payudara mereka.
dari cairan Foremilk dan Hindmilk. Kapasitas penyimpanan ASI ini adalah
Foremilk (ASI depan) adalah cairan yang jumlah ASI yang dapat terakumulasi
pertama kali keluar dari payudara, sebelum memberikan sel-sel suatu pesan
warnanya agak bening dan encer. untuk mengurangi jumlah ASI. Seorang
Kandungan dari Foremilk itu adalah ibu dapat memiliki kapasitas
protein dan rendah lemak, Sedangkan penyimpanan yang memungkinkan
Hindmilk (ASI belakang) adalah ASI payudara menyimpan ASI lebih lama
yang kaya akan lemak, warnanya lebih atau lebih singkat bahkan lebih banyak
putih dan lebih kental. Preer dan Philipp atau lebih sedikit dibandingkan dengan
(2011), menyebutkan bahwa foremilk ibu yang lain.
lebih cair (tinggi kandungan air) dan Peneliti juga menemukan sebesar
warnanya kehijauan atau kebiruan, 31,7% bayi yang diberi ASI masih
mengandung karbohidrat, protein dan mengalami ikterus, hal ini disebut dengan
vitamin, sehingga akan memudahkan Breastmilk Jaundice atau kuning yang
pengeluaran bilirubin melalui feses. disebabkan oleh ASI. Breastmilk
Sejalan dengan hasil penelitian yang jaundice disebabkan karena bilirubin yg
telah diolah susu terserap kembali oleh
tubuh. Sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan Preer dan Philipp (2011), DAFTAR PUSTAKA
Breastmilk jaundice biasanya timbul
setelah bayi berusia sekitar 1 minggu dan Arif, N. 2009. Panduan Ibu Cerdas ASI dan
memuncak pada hari ke-10 sampai ke-21 Tumbuh Kembang. Yogyakarta:
Media Pressindo.
hal ini disebabkan ketika Bilirubin yang
telah larut dalam air (water soluble) Bobak , L. 2004. Keperawatan Maternitas.
masuk ke dalam usus untuk dibuang Jakarta : EGC.

melalui BAB, ternyata ada sebagian yang


Cadwell, K. 2007. Latching-On And Suckling
akan terserap kembali oleh tubuh, oleh Of The Healthy Term Neonate:
dinding usus diubah lagi komposisinya Breastfeeding Assessment. J
Midwifery Womens Health. 52(6):
menjadi larut dalam lemak (fat soluble). 638-642.
Belum diketahui secara pasti apa yang
menyebaban kondisi ini, namun kalangan Kementrian Kesehatan RI. 2016. Pusat Data
Dan Informasi Profil Kesehatan
medis mencurigai bahwa Beta Indonesia 2015. Kemenkes RI:
Glucuronidase yang terkandung dalam Jakarta.
ASI sebagai penyebab Breastmilk
---------- .2013. Survei Demografi dan
jaundice. Breastmilk jaundice merupakan Kesehatan Indonesia 2012.
sesuatu yang normal dan tidak harus Kemenkes RI: Jakarta.
menghentikan pemberian ASI. Sudah
Marmi, Rahardjo Kukuh. 2012. Asuhan
jelas, cara terbaik untuk mencegah sakit Neonatus Bayi, Balita dan Anak
kuning karena ASI adalah dengan mulai Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
menyusui dengan benar dan adekuat.
Moerschel et al (2011) mengatakan Maryunani, Anik. 2008. Asuhan
bahwa petugas kesehatan seharusnya Kegawatdaruratan dan Penyulit Pada
Neonatus. Penerbit Buku Kesehatan:
memberikan nasehat agar ibu menyusui Jakarta.
bayinya minimal 8 sampai 12 kali sehari
selama beberapa hari setelah melahirkan Moerschel et al. 2011. A Practical Approach
to Neonatal Jaundice’. Am Fam
agar intake nutrisi yang didapatkan oleh Physician. 77(9): 1255-1262.
bayi secara adekuat sehingga
meminimalisir resiko terjadinya ikterus Prasetyono. 2012. Buku Pintar ASI Eksklusif.
Yogyakarta : Diva Press.
pada bayi.

Preer GL, Philipp BL. 2011. Understanding


and Managing Breast Milk
Jaundice. Arch Dis Child Fetal
Neonatal. 96(6): F461-466.
RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh. 2014.
Rekam Medik. Banjarmasin: RSUD
Dr. H. Moch. Ansari Saleh.

--------. 2015. Rekam Medik. Banjarmasin:


RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh.

--------. 2016. Rekam Medik. Banjarmasin:


RSUD Dr. H. Moch. Ansari Saleh

Muslihatun, Nur, Wafi. 2008. Asuhan


neonatus bayi dan balita.
Yogyakarta: Fitramaya.

Sunar, Prasetyono Dwi. 2009. ASI Ekslusif.


Jogjakarta : Diva Press.

Tazami et al. 2013. Gambaran Faktor Risiko


Ikterus Neonatorum Pada Neonatus
Di Ruang Perinatologi Rsud Raden
Mattaher Jambi [Skripsi]. Jambi :
Universitas Jambi

Yang et al. 2013. Bodyweight Loss In


Predicting
Neonatal
Hyperbilirubinemia 72 Hours After
Birth In Term Newborn Infants
[internet]. [diakses 2017 Agust 01].
Tersedia pada :
http://www.biomedcentral.com/1471
-2431/13/145

Anda mungkin juga menyukai