Anda di halaman 1dari 6

NAMA : Ayu Fuzi Lestari

NIM : E.0106.20.002

Prodi : D3 Kebidanan

TK/Semster : II/IV

ANALISA JURNAL

1. HUBUNGAN INISIASI MENYUSUI DINI TERHADAP KEJADIAN IKTERUS


NEONATORUM BAYI LAHIR KURANG 3 HARI DI RUMAH SAKIT KOTA
TANGERANG
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan suatu proses membiarkan bayi dengan
nalurinya sendiri untuk menyusu segera dalam satu jam pertama setelah lahir,
bersamaan dengan kontak antara kulit bayi dengan kulit ibu (Kemenkes, 2013). ASI
adalah antibodi, protein, karbohidrat, lemak dan vitamin. Sebagian bahan yang
terkandung dalam ASI yaitu beta glukoronidase akan memecah bilirubin menjadi
bentuk yang larut dalam lemak, sehingga bilirubin indirek akan meningkat dan
kemudian akan diabsorbsi oleh usus. Selain itu meletakkan bayi dibawah sinar matahari
selama 15-20 menit,dapat dilakukan setiap hari antara pukul 06.30-08.00 selama ikterus
masih terlihat, (Subekti et al., 2020)

Hasil penelitian menunjukan bahwa gambaran bayi yang diberikan IMD di


Rumah Sakit Aminah Kota Tangerang Tahun 2021, adalah dilakukan atau diberikan
sebanyak 62 orang (82,7%).Hasil penelitian menunjukan bahwa gambaran Kejadian
Ikterus Neonatorum setelah diberikan Inisiasi Menyusui Dini di Rumah Sakit Aminah
Kota Tangerang 2021, adalah negatif sebanyak 56 orang (74,7%). Pengunduran dalam
pemberian ASI pada neonatal atau late feeding, bisa mengakibatkan intensitas ikterus
meningkat yang merupakan salah satu penyebab terjadinya ikterus. Pada ibu yang
produksi ASInya masih tidak mencukupi ataupun ibu masih berada di ruangan yang
intensif yang menyebabkan bayi tidak memperoleh kolostrum di awal setelah kelahiran
di hari pertama kehidupannya. Bayi yang tidak memperoleh kolostrum berakibat pada
Bilirubin yang lebih didalam tubuh yang tidak bisa keluar sehingga di awal kelahiran
bayi bisa mengalami kulit yang berwarna kuning.
Hubungan Inisiasi Menyusui Dini Terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum Bayi
Lahir Kurang 3 Hari Di Rumah Sakit Aminah Kota Tangerang Tahun 2021
Berdasarkan hasil penelitian tentang Hubungan Inisiasi Menyusui Dini Terhadap
Kejadian Ikterus Neonatorum Bayi Lahir Kurang 3 Hari Di Rumah Sakit Aminah Kota
Tangerang Tahun 2021 terdapat hubungan yang signifikan antara Hubungan Inisiasi
Menyusui Dini Terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum Bayi Lahir Kurang 3 Hari Di
Rumah Sakit Aminah Kota Tangerang Tahun 2021 dengan nilai r = 0,267 yang berarti
terdapat hubungan yang signifikan atau rendah antara Hubungan Inisiasi Menyusui
Dini Terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum Bayi Lahir Kurang 3 Hari Di Rumah Sakit
Aminah Kota Tangerang Tahun 2021 . Pengunduran dalam pemberian ASI pada
neonatal atau late feeding, bisa mengakibatkan intensitas ikterus meningkat yang
merupakan salah satu penyebab terjadinya ikterus. Pada ibu yang produksi ASInya
masih tidak mencukupi ataupun ibu masih berada di ruangan yang intensif yang
menyebabkan bayi tidak memperoleh kolostrum di awal setelah kelahiran di hari
pertama kehidupannya. Bayi yang tidak memperoleh kolostrum berakibat pada
Bilirubin yang lebih didalam tubuh yang tidak bisa keluar sehingga di awal kelahiran
bayi bisa mengalami kulit yang berwarna kuning.
2. PENGARUH PEMBERIAN AIR SUSU IBU DAN FOTOTERAPI TERHADAP
IKTERUS NEONATORUM DI RUANG PERINATOLOGI RSUD PASAMAN
BARAT.
Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan
bayi baru lahir normal, khususnya di Asia, yaitu munculnya warna kuning pada kulit
dan sklera karena terjadinya hiperbilirubinemia sampai bayi usia 72 – 120 jam dan akan
kembali normal setelah 7 – 10 hari (Lin, Tsao, Hsieh, Chen, & Chou, 2008), (Pediatrics,
2004), (Smithermen, Stark, & Bhutani, 2006) dalam (Nursanti, 2011).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 41 responden hanya 13 orang (31,7%)
yang diberikan ASI, sedangkan 28 lainnya (68,7%) tidak diberikan ASI. Pemberian
ASI dilakukan pada bayi yang tidak diberikan fototerapi ataupun pada bayi yang kadar
bilirubinnya 5mg%. Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Martiza (2012) dengan hasil 31,9% responden menyatakan bahwa
tidak diberikan ASI. Menurut asumsi peneliti, pemberian ASI harus dilaksanakan
terutama bagi yang masih berusia 0-6 bulan untuk mencapai ASI eksklusif. Pemberian
ASI harus dilaksanakan sesering mungkin sebanyak yang diinginkan bayi. Sedangkan
Hasil penelitian mengenai fototerafi menyatakan dari 26 responden yang diberikan
fototerapi, sebanyak 24 responden (92,3%) tidak mengalami ikterus dan 2 responen
(7,7%) mengalami ikterus. Dari uji statistic didapatkan nilai p = 0,009. Artinya, p< 0,01,
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara fototerapi
dengan kejadian ikterus neonatorum. Nilai OR 13,714, sehingga dapat disimpulkan
bahwa responden yang difototerapi mengalami peluang 13,7 kali tidak ikterus
neonatorum dibandingkan yang tidak mengalami fototerapi.
3. PENGARUH PEMBERIAN BEDONG TERHADAP PERKEMBANGAN
MOTORIK BAYI USIA 3 BULAN
Aspek tumbuh kembang anak merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan
secara khusus pada anak, karena hal tersebut merupakan aspek yang menjelaskan
mengenai proses pembentukan seseorang baik secara fisik maupun psikososial.
Hasil distribusi data responden yang tampak diketahui bahwa responden yang
berjenis kelamin perempuan sebanyak 13 bayi atau sebesar 46,4% dari jumlah keselu
ruhan responden sebanyak 28 bayi, sedangkan sisanya adalah berjenis kelamin laki-laki
dengan jumlah sebanyak 15 bayi atau53,6%.
pada lama pemberian bedong 30 hari terdapat 5 bayi memiliki perkembangan
motorik normal dan untuk lama pemberian bedong45 hari terda pat 2 bayi memiliki
perkembangan motorik nor mal. Lama pemberian bedong 60 hari terdapat 6 bayi
memiliki perkembangan motorik normal dan 2 bayi memiliki perkembangan motorik
suspeck, kemudian pada lama pemberian bedong 75 hari semua bayi memiliki
perkembangan mototrik suspeck, sebanyak 5 bayi. Semua bayi yang dibedong selama
90 hari memiliki perkembangan motorik suspeck, sebanyak 6 bayi dan untuk lama
pemberian bedong 105 hari terdapat 2 bayi memiliki perkembangan motorik suspeck
juga
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan uji t diketahui bahwa
thitung lama pemberian bedong sebesar -6,232. Dengan membandingkan thitung dan
ttabel diketahui bahwa -6,232 < -2,056, maka hipotesis H0 ditolak dan Ha diterima
artinya bahwa lama bedong mempengaruhi perkembangan motorik bayi.
4. PEMBEDONGAN BERPENGARUH TERHADAP PENURUNAN TINGKAT
NYERI PADA BAYI YANG DILAKUKAN TINDAKAN INVASIF AMBIL
DARAH.
Selama periode neonatal, bayi baru lahir menyesuaikan diri dengan lingkungan
dengan perubahan biokimia dan fisiologis yang melibatkan semua sistem tubuh (Pappas
& Walker, 2010).
Hasil uji statistik dengan uji Mann-Whitney yang telah dilakukan didapatkan
hasil p-Value 0,000 (α=0,05) sehingga terdapat pengaruh pembedongan terhadap
penurunan tingkat nyeri pada bayi yang dilakukan tindakan invasif ambil darah.
Pembedongan sebagai salah satu intervensi nonfarmakologi yang efektif dan efisien
untuk mengurangi nyeri pada bayi saat dilakukan tindakan invasif ambil darah.
Salah satu upaya penatalaksanaan nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
yang dialami oleh bayi baru lahir adalah dengan memberikan tindakan keperawatan
yaitu dengan melakukan pembedongan (Erkutt & Yildiz, 2017). Bedong pada bayi
bermanfaat untuk peningkatan perasaan aman, menenangkan, mengurangi refleks kejut
dan meningkatkan jam tidur (Abdeyazdan et al., 2016). Pembedongan telah ditemukan
sebagai metode yang efektif dalam mengelola stres dan respons nyeri pada bayi baru
lahir saat dilakukan prosedur invasif (Mosiman & Pile, 2013).
5. MODEL NOMENKLATUR DIAGNOSA KEBIDANAN DALAM KEHAMILAN

Nomenklatur diagnosa kebidanan belum di jelaskan secara rinci oleh ikatan


profesi bidan. Dalam Keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia menyampaikan
tentang diagnosa kebidanan termasuk dalam standar II asuhan kebidanan kehamilan
yaitu bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian, menginterpretasikannya
secara akurat dan logis untuk menegakan diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat.
Salah satu kriteria perumusan diagnosa atau masalah dalam asuhan kebidanan adalah
diagnosa harus sesuai dengan nomenklatur kebidanan .
Hasil analisis Chi-square menyatakan bahwa semua model nomenklatur
diagnostik kebidanan pada kehamilan dapat diterapkan oleh bidan, tetapi tidak terdapat
hubungan yang signifikan (p> 0,05) antara model nomenklatur diagnostik kebidanan
pada kehamilan dengan pelaksanaan asuhan oleh bidan. Ada pengaruh antara tingkat
pendidikan dan lama kerja dengan hasil tersebut.
model nomenklatur yang dikembangkan oleh peneliti dapat ditulis sesuai dan
digunakan sebagai dasar penatalaksanaan pada kasus oleh sebagian besar responden,
walaupun hasil uji chisquare > 0,05 menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna diantaran keduanya. Sebagian besar responden (98%) berlatar pendidikan
terakhir Diploma III/ IV Kebidanan, sehingga Sebagian besar responden juga dapat
menulis dengan benar model nomenklatur diagnosa kebidanan dalam kehamilan
walaupun tidak ada pengaruh antara model nomenklatur diagnosa kebidanan dalam
kehamilan dengan penatalakasanaan oleh bidan karena model ini hanya bertujuan untuk
menyeragamkan penyebutan nomenklatur diagnosa. Kelompok I-IV model
nomenklatur diagnosa kebidanan dalam kehamilan di Kota Kupang dapat diterima oleh
bidan sebagai acuan dalam menuliskan diagnosa kebidanan dalam kehamilan

Anda mungkin juga menyukai