Anda di halaman 1dari 8

WELLNESS AND HEALTHY MAGAZINE

Volume 4, Nomor 1, February 2022, p. 77–84


ISSN 2655-9951 (print), ISSN 2656-0062 (online)

Hubungan Paritas Dengan Keberhasilan Induksi DRIP Oksitosin pada


Kehamilan Posterm di RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat
Nurlathifah N.Yusuf1*); Nurannisa Fitria Aprianti1; Siti Naili Ilmiyani1; Ni Made Adriyani1
1
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hamzar Memben

ARTICLE INFO ABSTRACT


Kehamilan posterm menyumbang kematian neonatal lebih besar
Keyword: dibandingkan kehamilan 40 minggu, inilah yang menjadi dasar dilakukannya
Paritas induksi persalinan. Di RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat, pada tahun
Drip Oksitosin 2019 terdapat 74 kasus kehamilan posterm dengan tindakan induksi drip
Post term oksitosin tidak berhasil dan terjadi pada nulipara sebanyak 39 kasus (52,7%).
Tahun 2020 terjadi peningkatan 92 kasus kehamilan posterm dengan induksi
*) corresponding author tidak berhasil dan terjadi pada nulipara sebanyak 50 kasus (54,3%). Untuk
mengetahui hubungan paritas dengan keberhasilan induksi drip oksitosin
Nurlathifah N.Yusuf pada kehamilan posterm di RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat. Jenis
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hamzar penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan desain cross
Memben sectional. Jumlah sampel sebanyak 48 ibu hamil posterm tanpa tanda
persalinan dengan tindakan induksi drip oksitosin yang diambil dengan
Email: nurlathifahyusuf@gmail.com tekhnik pengambilan sampel total sampling. Analisis yang digunakan adalah
DOI: 10.30604/well.220412022 analisis univariat dan bivariat dengan uji statistik contingency coefficient.
Hasil uji contingency coefficient diperoleh p-value 0,001. Oleh karena p-
value 0,001 < 0,05 (batas kritis) berarti bahwa ada hubungan yang signifikan
antara paritas ibu dengan keberhasilan induksi drip oksitosin pada kehamilan
posterm di RSUD Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok Barat.

This is an open access article under the CC–BY-SA license.

PENDAHULUAN

Persalinan normal saat ini masih menjadi pilihan pertama metode ibu, akan tetapi tidak semua ibu
hamil bisa melahirkan secara normal. Ada beberapa kondisi tertentu yang membuat persalinan harus
dilakukan dengan jalan lain. Apalagi jika kondisi tersebut berisiko membahayakan kesehatan atau
keselamatan ibu, bayi, atau keduanya. Dalam kondisi darurat akan dipertimbangkan cara persalinan
yang lain diantaranya persalinan dengan buatan seperti seperti Sectio Cesaria, Ekstraksi Vacum atau
persalinan anjuran dengan merangsang timbulnya inpartu /induksi persalinan. Sekitar 20-30% persalinan
dilakukan melalui proses induksi (Chen, et al, 2014 dalam Fayakun,dkk, 2020).
Salah satu keadaan patologi atau kondisi beresiko dalam kehamilan adalah kehamilan lewat waktu
atau kehamilan posterm. Postterm pregnancy menurut definisi internasional dari American College of
Obstetricians and Gynecologist (2014) adalah kehamilan usia 42 minggu lengkap (294 hari). Selain itu
kehamilan posterm menyumbang kematian neonatal lebih besar dibandingkan kehamilan 40 minggu.

http://wellness.journalpress.id/wellness/ Email: wellness.buletin@gmail.com


Wellness and Healthy Magazine, 4(1), February 2022, – 78
Nurlathifah N.Yusuf; Nurannisa Fitria Aprianti; Siti Naili Ilmiyani; Ni Made Adriyani

Hal inilah yang menjadi dasar dilakukannya induksi persalinan pada kehamilan posterm ( Divon dan
Feldman Leidner, 2008 dalam Maudy dkk 2016).
Menurut data dari World Health Organization (WHO), tahun 2012 terdapat 500.000 ibu hamil,
dimana didapatkan sebanyak 200.000 (40%) ibu hamil yang melakukan induksi pada saat saat persalinan
diseluruh dunia, sedangkan 300.000 (60%) lain melakukan persalinan dengan section caesarea. Induksi
persalinan pada kehamilan banyak terjadi di negara berkembang seperti di Indonesia yang menyebabkan
peningkatan kejadian section caesarea 2-3 kali lipat. Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012 mencatat sebanyak 250 (12,5%) kasus ibu hamil perbulan dilakukan induksi pada
saat persalinannya, yang didapat dari hasil penelitian yang dilakukan disejumlah rumah sakit umum di
Indonesia (Sumarni, 2013 dalam Ridayanti, 2016).
Manuaba (2016) menyatakan keberhasilan induksi dipengaruhi oleh kondisi serviks saat awal
induksi. Kondisi serviks dipengaruhi oleh jumlah paritas atau banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai
seorang wanita dan faktor lain yaitu umur ibu. Multipara pada kehamilan aterm mempunyai konsistensi
serviks yang berbeda daripada nulipara sedangkan ibu dengan primigravida tua lebih banyak
memberikan permasalahan, karena adanya kekakuan pada serviks (Manuaba, 2016).
Menurut penelitian Gouri (2016) menyatakan bahwa paritas dan panjang serviks bisa mendukung
keberhasilan induksi persalinan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari 100 ibu hamil, 57
ibu primigravida mengalami rata-rata waktu interval menuju persalinan yaitu 17 jam 18 menit dari
dimulainya induksi sedangkan ibu multigravida memiliki rata-rata waktu interval menuju persalinan
selama 11 jam 45 menit (Gouri, 2016).
Penelitian lain menyebutkan bahwa keberhasilan induksi pada ibu multipara adalah 86,67% dan
kegagalan 13,33% sedangkan pada nulipara keberhasilan induksi mencapai 60% dan kegagalan 40%.
Tidak hanya paritas, karakteristik lain juga dapat mempengaruhi keberhasilan induksi, seperti usia ibu,
skor bishop, umur kehamilan, berat badan ibu dan tinggi badan ibu ( Ferry Fay, 2011 dalam Maudy dkk,
2017).
Berdasarkan studi pendahuluan di ruang bersalin RSUD Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok
Barat, pada tahun 2019 terdapat 179 kasus kehamilan posterm dengan tindakan induksi drip oksitosin
dan mengalami gagal induksi sebanyak 74 kasus. Dari 74 kasus gagal induksi, terjadi pada nulipara
sebanyak 39 kasus (52,7%). Pada tahun 2020 terjadi peningkatan 203 kasus kehamilan posterm dengan
tindakan induksi drip oksitosin dan mengalami gagal induksi sebanyak 92 kasus. Dari 92 kasus gagal
induksi tersebut, nulipara yang mengalami gagal induksi sebanyak 50 kasus (54,3%) (Data RSUD Patut
Patuh Patju Lombok Barat, 2020).
Berdasarkan data tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
hubungan paritas dengan keberhasilan induksi drip oksitosin pada kehamilan posterm Di RSUD Patut
Patuh Patju Lombok Barat.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan rancangan cross sectional.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu hamil posterm tanpa tanda persalinan yang dilakukan
tindakan induksi drip oksitosin di RSUD Patut Patuh Patju pada bulan Januari sampai Maret tahun 2021
sebanyak 48 orang.
Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara total sampling. Total sampling adalah
teknik pengambilan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Sehingga sampel

Wellness and Healthy Magazine P-ISSN 2655-9951, E-ISSN 2656-0062


Wellness and Healthy Magazine, 4(1), February 2022, – 79
Nurlathifah N.Yusuf; Nurannisa Fitria Aprianti; Siti Naili Ilmiyani; Ni Made Adriyani

dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil posterm tanpa tanda persalinan yang dilakukan tindakan
induksi drip oksitosin di RSUD Patut Patuh Patju sebanyak 48 orang.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Desember tahun 2021 di RSUD Patut
Patuh Patju Lombok Barat. Adapun instrumen dalam pengumpulan data pada penelitian ini
menggunakan form ekstraksi. Data yang diambil adalah data sekunder dari register pasien di ruang
bersalin dan rekam medis pasien di RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis data kuantitatif yang terdiri dari
analisis univariat menggunakan persentase untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi paritas dan
distribusi frekuensi kejadian keberhasilan induksi drip oksitosin serta analisis bivariat menggunakan uji
Contingency Coefficient untuk menilai hubungan paritas dengan keberhasilan induksi drip oksitosin
pada kehamilan posterm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis Univariat dalam penelitian ini menggambarkan distribusi frekuensi, dan nilai median
dari variabel paritas dan keberhasilan drip oksitosin yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 1 Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Paritas, dan dari 48 ibu hamil posterm dengan tindakan
keberhasilan induksi DRIP Oksitosin Ibu Hamil Posterm
induksi drip oksitosin di RSUD Patut Patuh
Variabel Frekuensi Persentase (%) Patju Kabupaten Lombok Barat, jumlah ibu
Paritas Nulipara sebanyak 17 orang (35,4%) dan ibu
Nulipara 17 35,4 Multipara sebanyak 31 orang (64,6%).
Multipara 31 64,6
Jumlah 48 100,0 Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa
Keberhasilan Induksi dari 48 ibu hamil posterm dengan induksi drip
Berhasil 29 60,4 oksitosin, ibu hamil posterm multipara sebagian
Tidak Berhasil 19 39,6 besar mengalami tindakan induksi drip oksitosin
Jumlah 48 100,0
yang berhasil yaitu sejumlah 24 orang (50,0%),
sedangkan ibu hamil posterm nulipara sebagian besar mengalami tindakan induksi drip oksitosin yang
tidak berhasil, yaitu sejumlah 12 orang (25,0%). Hasil uji contingency coefficient diperoleh nilai p-value
0,001. Oleh karena nilai p-value 0,001 < 0,05 (batas kritis) maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti
bahwa ada hubungan yang signifikan antara paritas ibu dengan keberhasilan induksi drip oksitosin pada
kehamilan posterm di RSUD Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok Barat.

Tabel 2
Hubungan Paritas Dengan Keberhasilan Induksi Drip Oksitosin Pada Ibu Hamil Posterm

Paritas Keberhasilan Induksi Drip Oksitosin Total Nilai sig


Berhasil Tidak Berhasil (p value)
f % f % f %
Nulipara 5 10,4 12 25 17 35,4
0,001
Multipara 24 50 7 14,6 31 64,6
Total 29 60,4 19 39,6 48 100

Hubungan Paritas Dengan Keberhasilan Induksi DRIP Oksitosin pada Kehamilan Posterm di RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat
Wellness and Healthy Magazine, 4(1), February 2022, – 80
Nurlathifah N.Yusuf; Nurannisa Fitria Aprianti; Siti Naili Ilmiyani; Ni Made Adriyani

PEMBAHASAN

Gambaran Paritas Pada Kehamilan Posterm di RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat

Dari tabel 4.3 didapatkan bahwa dari 48 ibu hamil posterm dengan tindakan induksi drip oksitosin
di RSUD Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok Barat, jumlah ibu Nulipara sebanyak 17 orang (35,4%)
dan ibu Multipara sebanyak 31 orang (64,6%).
Paritas adalah seorang wanita yang sudah pernah melahirkan bayi yang dapat hidup atau viabel
(Saifuddin, 2014). Sedangkan menurut Bobak (2012), paritas adalah jumlah kehamilan yang
menghasilkan janin hidup, bukan jumlah janin yang dilahirkan. Janin yang lahir hidup atau mati setelah
viabilitas dicapai, tidak mempengaruhi paritas (Bobak, 2012).
Menurut Sarwono (2012), nulipara adalah wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang
mampu hidup. Sedangkan multipara adalah wanita yang telah melahirkan lebih dari 1 kali bayi yang
mampu hidup (Sarwono, 2012). Paritas merupakan salah satu penyebab kelainan his yang dapat
menyebabkan partus lama terutama ditemukan pada primigravida tua sedangkan pada multipara banyak
ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri. Paritas dikatakan tinggi bila seorang wanita melahirkan
anak ke empat atau lebih. Seorang wanita yang sudah mempunyai tiga orang anak dan terjadi kehamilan
lagi keadaan kesehatannya akan mulai menurun. Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman
ditinjau dari kematian ibu. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian ibu yang lebih
tinggi (Mochtar, 2013).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Psiari (2017) bahwa paritas mempengaruhi
kejadian perdarahan pasca persalinan dengan OR 4,264 yang berarti bahwa paritas ibu beresiko 4,2 kali
untuk mengalami perdarahan pasca persalinan dibandingkan ibu dengan paritas tidak beresiko (Psiari,
2017).
Penelitian lain oleh Rositawati (2019) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan paritas dengan
kejadian partus lama. Ibu bersalin dengan paritas beresiko memiliki proporsi kejadian partus lama
sebesar 56% dan OR 1,661 (Rositawati, 2019).
Menurut analisa peneliti, kemungkinan paritas ibu mempengaruhi keberhasilan proses persalinan
karena kontraksi uterus lebih besar dan lebih kuat serta dasar panggul yang lebih rileks sehingga bayi
lebih mudah melalui jalan lahir pada multipara. Namun pada nulipara dengan serat otot uterus yang
kurang elastis dan grandemultipara yang mengalami kekendoran dinding rahim menyebabkan kurang
baiknya kontraksi uterus pada persalinan.

Gambaran Keberhasilan Induksi Drip Oksitosin Pada Kehamilan Posterm di RSUD Patut Patuh
Patju Lombok Barat

Dari tabel 4.4 didapatkan bahwa dari 48 ibu hamil posterm dengan tindakan induksi drip oksitosin
di RSUD Patut Patuh Patju Kabupaten Lombok Barat, jumlah induksi yang berhasil sebanyak 29 orang
(60,4%) dan tidak berhasil sebanyak 19 orang (39,6%).
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara
operatif maupun mekanikal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan.
Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan, di mana pada akselerasi persalinan tindakan-
tindakan tersebut dikerjakan pada wanita hamil yang sudah inpartu (Cuningham, 2013).
Menurut Crisdiono (2011), induksi persalinan adalah usaha agar persalinan mulai berlangsung
sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his atau suatu
tindakan untuk memulai persalinan, baik secara mekanik ataupun secara kimiawi. Induksi drip oksitosin
diberikan secara titrasi larutan 5 IU dalam larutan kristaloid intravena, dengan kecepatan tetesan dimulai

Wellness and Healthy Magazine P-ISSN 2655-9951, E-ISSN 2656-0062


Wellness and Healthy Magazine, 4(1), February 2022, – 81
Nurlathifah N.Yusuf; Nurannisa Fitria Aprianti; Siti Naili Ilmiyani; Ni Made Adriyani

8 tetes/menit dan ditingkatkan setiap 30 menit dengan 4 tetes/menit, sampai maksimal 40 tetes/menit
(Crisdiono, 2011).
Induksi diindikasikan jika manfaat bagi ibu dan janin melebihi manfaat jika kehamilan dilanjutkan.
Salah satu yang menjadi indikasi induksi persalinan adalah kehamilan posterm. Kehamilan posterm
adalah adalah kehamilan yang melewati 42 minggu lengkap (294 hari) atau lebih terhitung dari hari
pertama haid terakhir. Pertimbangan tindakan induksi persalinan pada kehamilan posterm karena terjadi
penurunan fungsi plasenta pada kehamilan diatas 42 minggu. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan
dengan peningkatan kejadian gawat darurat janin dengan risiko lebih besar (Maudy dkk, 2017). Indikasi
yang lain meliputi kondisi segera, seperti ruptur membran disertai korioamnionitis, atau preeklampsia
berat. Indikasi yang lebih sering meliputi ruptur membran tanpa persalinan, hipertensi, dan kondisi
medis ibu seperti diabetes melitus (Cunningham, 2013).
Induksi persalinan tidak selamanya berhasil mengeluarkan onset persalinan secara pervaginam.
Kadang kala dapat pula berakhir dengan kegagalan sehingga resiko terjadi persalinan operatif meningkat
secara positif dibandingkan dengan persalinan spontan (Gommers et al, 2017).
Menurut Manuaba (2016) keberhasilan induksi persalinan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu
kedudukan bagian terendah, penempatan (presentasi), kondisi serviks, paritas, umur ibu dan umur anak
terkecil serta usia kehamilan. Sedangkan kriteria induksi gagal adalah ketidakmampuan untuk
membentuk pola persalinan yang konsisten dan gagal dalam mempengaruhi pembukaan, penipisan
serviks atau penurunan bagian terendah janin (Manuaba, 2016). Sedangkan menurut WHO (2014) dalam
Shinta, dkk (2019), kesuksesan induksi persalinan dapat dipengaruhi beberapa hal yaitu tingkat
kematangan serviks, paritas, BMI, usia ibu, perkiraan berat janin, dan diabetes (Shinta, dkk 2019).
Namun, pemberian induksi oksitosin perlu mendapat pengawasan ketat agar mampu menimbulkan
kontraksi uterus yang adekuat (mampu menyebabkan perubahan serviks) tanpa terjadinya hiperstimulasi
uterus. Tanda terjadinya hiperstimulasi adalah kontraksi >60 detik, kontraksi muncul lebih dari 5x/10
menit atau 7x/15 menit, atau timbulnya pola djj yang meragukan (Crisdiono, 2011). Bila selama
pemberian infus oksitosin terjadi penyulit/komplikasi baik pada ibu maupun janin, maka infus oksitosin
harus segera dihentikan dan kehamilan/persalinan dikelola sesuai dengan penyulit/komplikasi yang
terjadi (Manuaba, 2016).
Menurut penelitian Salmarini (2017), sebanyak 13,8% persalinan dengan induksi mengalami
kegagalan dan sekitar 50% persalinan dengan kegagalan induksi berakhir dengan tindakan sectio
caesaria (Salmarini, 2016). Menurut studi lain di Tanzania prevalensi persalinan dengan sectio caesaria
sebesar 26,75% pada ibu yang sebelumnya dilakukan induksi persalinan (Tarimo, 2020).
Induksi drip oksitosin merupakan metode induksi yang populer dilakukan karena tingkat
keberhasilan yang tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitan yang dilakukan Fayakun, dkk (2020) bahwa
sebanyak 81% induksi dilakukan dengan pemberian oksitosin dengan keberhasilan sebesar 68%
(Fayakun, 2020). Penelitian Kusminarti (2017) juga menunjukkan bahwa cara induksi yang paling
banyak adalah memberikan infus oksitosin (84,2%) dibandingkan cara induksi dengan prostaglandin dan
teknik lainnya dikarenakan pemberian oksitosin diperkirakan obat mencukupi kontraksi rahim dengan
cepat (Kusminarti, 2017).
Menurut analisa peneliti, kemungkinan keberhasilan induksi persalinan lebih banyak pada paritas
multipara karena kematangan serviks dan kesiapan panggul untuk proses persalinan lebih baik pada ibu
dengan paritas multipara dibandingkan nulipara. Pada multipara dimana ibu yang sebelumnya pernah
mengalami persalinan akan lebih mempersiapkan diri untuk menghadapi persalinan selanjutnya dan
mampu mengatasi rasa nyeri selama proses persalinan dibandingkan ibu nulipara.

Hubungan Paritas Dengan Keberhasilan Induksi DRIP Oksitosin pada Kehamilan Posterm di RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat
Wellness and Healthy Magazine, 4(1), February 2022, – 82
Nurlathifah N.Yusuf; Nurannisa Fitria Aprianti; Siti Naili Ilmiyani; Ni Made Adriyani

Hubungan Paritas Dengan Keberhasilan Induksi Drip Oksitosin Pada Kehamilan Posterm di
RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat

Hasil uji Contingency Coefficient diperoleh nilai p-value 0,001. Oleh karena nilai p-value 0,001 <
0,05 (batas kritis) maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti bahwa ada hubungan secara signifikan
antara paritas ibu dengan keberhasilan induksi drip oksitosin pada kehamilan posterm di RSUD Patut
Patuh Patju Kabupaten Lombok Barat.
Menurut Manuaba (2016) keberhasilan induksi dipengaruhi oleh kondisi serviks saat awal induksi.
Kondisi servik dipengaruhi oleh jumlah paritas atau banyaknya kelahiran hidup yang dipunyai seorang
wanita. Multipara pada kehamilan aterm mempunyai konsistensi serviks yang berbeda daripada nulipara
sedangkan ibu dengan primigravida tua lebih banyak memberikan permasalahan, karena adanya
kekakuan pada serviks (Manuaba, 2016).
Secara fisiologi serviks uteri pada wanita dapat menghasilkan pelepasan nitrit oxide (NO) yang
merupakan suatu gas radikal bebas dengan paruh waktu yang pendek. Pelepasan NO distimulasi baik
secara fisiologis maupun farmakologis pada wanita hamil. NO mengaktivasi Metalloproteinase (MMPs)
yang berpengaruh pada proses pematangan serviks. Aktiftas Matrix Metalloproteinase (MMP) pada
membran desidua menyebabkan peningkatan produksi siklo oksigenase, prostaglandin, dan atau
perubahan pada serviks serta pecahnya selaput ketuban. Pada wanita yang sudah melahirkan memiliki
kandungan NO metabolit (NOx) lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang belum pernah
melahirkan (Salmarini, 2016).
Dilatasi serviks terkait dengan pemendekan dan penipisan serviks (effacement). Wanita nulipara
tingkat dilatasi serviks dalam persalinan secara signifikan dikaitkan dengan pencapaian 100%
pembukaan serviks. Pada nulipara ostium uteri interna akan membuka lebih dahulu, kemudian serviks
akan mendatar dan menipis selanjutnya terjadi pembukaan ostium uteri eksterna. Sedangkan pada
multipara ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri interna dan eksterna serta penipisan
dan pendataran serviks terjadi secara bersamaan (Rohmah, 2018).
Hal ini sejalan dengan penelitian Gouri (2016) yang menyatakan bahwa paritas dan panjang
serviks bisa mendukung keberhasilan induksi persalinan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
dari 100 ibu hamil, 57 ibu primigravida mengalami rata-rata waktu interval menuju persalinan yaitu 17
jam 18 menit dari dimulainya induksi sedangkan ibu multigravida memiliki rata-rata waktu interval
menuju persalinan selama 11 j am 45 menit (Gouri, 2016).
Maudy (2017) menyatakan bahwa berdasarkan paritas proporsi kegagalan induksi persalinan lebih
besar pada ibu dengan paritas nulipara dari proporsi kegagalan induksi persalinan pada ibu dengan
paritas multipara. Hal ini senada dengan penelitian Tarimo (2020) bahwa ibu nulipara meningkat
resikonya sebesar 40% untuk mengalami kegagalan dalam induksi dan dilakukan sectio caesaria
dibandingkan dengan ibu multipara. Salmarini (2016) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa secara
statistik didapatan nilai OR 3,841 dapat dikatakan bahwa ibu bersalin paritas nulipara beresiko
mengalami kegagalan induksi persalinan 3,841 kali dari ibu bersalin paritas multipara.
Menurut penelitian Rohmah (2018), ibu yang nulipara berisiko 3-4 kali mengalami kegagalan
induksi persalinan dibandingkan pada ibu multipara. Fase laten persalinan pada nulipara sekitar 20 jam
dan 14 jam pada multipara (Rohmah, 2018).
Penelitian serupa mengenai paritas bisa mendukung keberhasilan induksi persalinan dilakukan
oleh Ferry (2017) yang menyatakan bahwa keberhasilan induksi oksitosin pada ibu hamil posterm
multipara sebesar 84,62% dan nullipara sebesar 69,23%. Induksi oksitosin pada kehamilan posterm
multipara lebih berhasil 1,222 kali daripada kehamilan posterm nulipara (Ferry, 2017).

Wellness and Healthy Magazine P-ISSN 2655-9951, E-ISSN 2656-0062


Wellness and Healthy Magazine, 4(1), February 2022, – 83
Nurlathifah N.Yusuf; Nurannisa Fitria Aprianti; Siti Naili Ilmiyani; Ni Made Adriyani

Penelitian lain yang telah dilakukan oleh Abenezer, et al (2020) mengenai analisis global variabel
yang berpengaruh pada kegagalan induksi persalinan oksitosin di Etiopia menyatakan bahwa bahwa
nulipara mempengaruhi kegagalan induksi dengan OR sebesar 3,04 (Abenezer et al , 2020).
Menurut analisa peneliti, paritas ibu mempengaruhi keberhasilan induksi drip oksitosin. Pada ibu
multipara lebih berhasil dari nulipara karena Pada nulipara terjadi penipisan servik lebih terdahulu
sebelum terjadi pembukaan, sedangkan pada multipara servik telah lunak akibat persalinan sebelumnya,
sehingga langsung terjadi proses penipisan dan pembukaan. Namun ada faktor lain yang memperngaruhi
keberhasilan induksi persalinan seperti bagian terendah sudah masuk pintu atas panggul atau tidak,
faktor umur kehamilan, faktor umur ibu, dan lain-lain.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
paritas ibu dengan keberhasilan induksi drip oksitosin pada kehamilan posterm di RSUD Patut Patuh
Patju Kabupaten Lombok Barat dengan p-value 0,001.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan kepada petugas kesehatan di rumah sakit
khususnya bidan agar dapat meminimalisir kegagalan induksi drip oksitosin dengan mempertimbangkan
karakteristik ibu yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan induksi persalinan yaitu paritas ibu dan
bagi masyarakat khususnya ibu hamil dapat lebih memperhatikan kesehatan kehamilan terutama pada
ibu dengan paritas pertama, sehingga dapat meminimalisir resiko komplikasi kehamilan seperti
kegagalan induksi persalinan yang berakhir dengan secio cesarea. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan
dapat melakukan penelitian dengan memperbesar sample size serta meneliti faktor lain yang belum
diteliti oleh penulis yang dapat mempengaruhi keberhasilan induksi persalinan drip oksitosin.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, dkk. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Cunningham, Gary, et al. (2013). Williams Obstetrics,23 rd Ed. United State of America: MC Graw Hill
Companies Inc.
Fayakun, dkk. (2020).Faktor -Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberhasilan Induksi Persalinan.
Jurnal Kesehatan Delima Pelamonia
Ferry, Fay (2017). Efektifitas Balon Foley Dalam Induksi Persalinan Menggunakan Oksitosin pada
Kehamilan Lewat Waktu. Skripsi niversitas Negeri Surakarta
Gouri, et al. (2015). The Effect of Parity, Bishop Score, and Cervical Length By Tranvaginal Ultrasound
In Prediction Of Induction To Delivery Interval. Wiley Inter Sciene JORNAL Sacta Obstetriciaet
Gynecologica Scandinavica
Kusminarti, A., Erwita, Y. (2012). Karakteristik Ibu Bersalin Dengan Tindakan Induksi di Rsud
Cibinong 2011. Jurnal Informatika Kedokteran. 1 (2)
Manuaba, IB (2016). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta:
EGC

Hubungan Paritas Dengan Keberhasilan Induksi DRIP Oksitosin pada Kehamilan Posterm di RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat
Wellness and Healthy Magazine, 4(1), February 2022, – 84
Nurlathifah N.Yusuf; Nurannisa Fitria Aprianti; Siti Naili Ilmiyani; Ni Made Adriyani

Maudy, dkk. (2017). Hubungan Paritas Dengan Keberhasilan Induksi Folley-OksitosinPada Kehamilan
Postterm. Jurnal Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Mochtar, Rustam. (2013). Sinopsis Obstetric. Jakarta: EGC
Wardani, P. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Perdarahan Pasca Persalinan. Jurnal
Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, 2(1), 51-60. doi:https://doi.org/10.30604/jika.v2i1.32
Rohmah, Nur. (2018). Keberhasilan Induksi Persalinan Berdasarkan Paritas. Journal of University
Research Colloqium (URECOL)
RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat. (2019a). Data Ponek RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat
Tahun 2019. Gerung: Tidak Dipublikasikan
RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat. (2020). Data Ponek RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat
Tahun 2020. Gerung: Tidak Dipublikasikan
RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat. (2020). Profil RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat tahun
2020. Gerung: RSUD Patut Patuh Patju Lombok Barat
Salmarini, dkk. (2016). Faktor-faktor yangberhubungan dengan kegagalan induksi persalinan. PROFESI
(Profesional Islam): Media Publikasi Penelitian
Sarwono, Prawirohardjo. (2012).Ilmu Kebidanan. Jakarta: YayasanBina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Shinta, Melyana. (2019). Analisis Aktivitas Kontraksi Uterus Dan Perinatal Outcome Pada Ibu Bersalin
Dengan Induksi. Jurnal Keperawatan Silampari
Tarimo, C.S., Mahande, M.J. & Obure, J. (2020). Prevalence and risk factors for caesarean delivery
following labor induction at a tertiary hospital in North Tanzania: a retrospective cohort study
(2000–2015). BMC Pregnancy Childbirth. 20. 173

Wellness and Healthy Magazine P-ISSN 2655-9951, E-ISSN 2656-0062

Anda mungkin juga menyukai