Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indikator yang penting untuk melihat derajat kesehatan suatu negara

yaitu dilihat dari Angka Kematian Ibu (AKI). AKI merupakan kematian yang

terjadi pada wanita mulai dari hamil hingga 6 minggu setelah persalinan.

Penurunan AKI merupakan salah satu indikator yang telah ditetapkan dalam

SDGs tahun 2030 dengan targer 70/100.000 KH (Ifid, 2015).

AKI di Indonesia berdasarkan data Survey Demografi Kesehatan

Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan peningkatan AKI yang signifikan

yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan

hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 AKI kembali menujukkan

penurunan menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes

RI, 2017).

Pencegahan terjadinya kematian pada proses persalinan diantaranya

dilakukan tindakan Sectio Caesarea pada ibu hamil yang berisiko tinggi dan

persalinan dengan komplikasi yang tidak dapat melahirkan secara normal.

Tiga penyebab utama kematian ibu di Indonesia dalam bidang komplikasi

obstetrik yang merupakan faktor penyebab langsung kematian ibu yaitu

perdarahan 30,3%, hipertensi 27,1% dan infeksi nifas 7,3% (Kemenkes RI,

2015),

1
2

Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 tingkat pesalinan Sectio Caesarea di

Indonesia sudah melewati batas maksimal standar 5-15%. Tingkat persalinan

Sectio Caesarea di Indonesia 15,3% sampel dari 20.591 ibu yang melahirkan

dalam kurun waktu 5 tahun terakhir yang di survey dari 33 provinsi.

Gambaran adanya faktor risiko ibu saat melahirkan atau di operasi caesarea

adalah 13,4 % karena ketuban pecah dini, 5,49% karena preeklampsia, 5,14%

karena perdarahan, 4,40% Kelainan letak Janin, 4,25% karena jalan lahir

tertutup, 2,3% karena rahim sobek (Aprina, 2015).

Sectio Caesarea atas indikasi cefalopelvik disproporsi adalah persalinan

atau lahirnya janin dan plasenta melalui sayatan dinding abdomen dan uterus,

karena komplikasi kehamilan dan persalinan. Pada kasus sudah terjadi gawat

janin akibat terinfeksi, misalnya, kasus ketuban pecah dini (KPD) sehingga

bayi terendam cairan ketuban yang busuk. Bisa juga akibat ibu mengalami

eklamsia (keracunan kehamilan), sehingga bayi ikut terpengaruh akibat

penderitaan ibu. Kondisi bayi – bayi seperti ini termasuk gawat biasanya jika

dokter menilai denyut jantung bayi lebih cepat dari biasa termasuk jika terjadi

lilitan tali pusat pada leher bayi (Wiknjosastro, 2013).

Hasil penelitian Aprina (2015) diketahui bahwa sebagian besar

responden dengan tidak Sectio Caesarea, yaitu sebagian besar responden

dengan tidak PEB. Hasil uji statistik ada hubungan PEB dengan sectio

caesaria di RSUD Dr. H Abdul Moeloek Provinsi Lampung, PEB mempunyai

peluang 2,947 kali dilakukan SC dibandingkan tidak PEB karena PEB sangat
3

berisiko mengalami koplikasi persalinan jika persalinan dilakukan secara

normal.

Hasil penelitian Andayasari (2014), diperoleh data bahwa ibu bersalin

dengan KPD sebagian kecil mengalami seksio sesarea elektif dan sebagian

besar mengalami seksio sesarea emergensi. KPD berisiko 2,5 kali lebih besar

untuk terjadinya persalinan Seksio Sesarea dibandikang dengan tidak KPD.

Hasil penelitian Aprina (2015), terdapat hubungan kelainan letak janin

dengan Sectio Caesarea di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.

Kelainan letak janin mempunyai peluang 3,996 kali dilakukan SC

dibandingkan dengan tidak Kelainan Letak Janin (Normal) karena pada ibu

bersalin yang mengalami kelainan letak akan susah untuk melahirkan normal.

Berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi Bengkulu jumlah data AKI

2017 telah memperlihatkan percepatan penurunan yaitu 79/100.000 KH dari

137/100.000 KH pada tahun 2016 dan pada tahun 2015 AKI sebanyak

117/100.000 KH. Dari 10 Kabupaten Kota di Provinsi Bengkulu Kabupaten

Lebong menempati urutan tertinggi yaitu 217/100.000 KH.

Data Persalinan dengan Sectio Caesarea di 3 Rumah Sakit Kota Bengkulu

Tahun RS Bhayangkara RS Kota Bengkulu RSUD M. Yunus


2015 69,3% 38,6% 45,3%
2016 67,7% 42,1% 47,3%
2017 68,8% 40,6% 43%

Berdasarkan dari perbandingan data persalinan Sectio Caesarea di atas

RS Bhayangkara merupakan RS dengan persentasi kejadian persalinan Sectio

Caesarea tertingggi.
4

Survey awal yang dilakukan pada tanggal 5 November 2018 di dapatkan

10 orang ibu bersalin, 4 orang melahirkan normal. Dan 6 orang dilakukan

dengan tindakan sectio caesar dengan indikasi 2 KPD, 1 letak sungsang, 2

preeklampsia dan 1 partus lama. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan tindakan Sectio Caesarea pada ibu bersalin di RS

Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018.

B. Rumusan Masalah

Tingginya tindakan Sectio Caesarea di Rumah Sakit Bhayangkara Kota

Bengkulu, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah ápakah faktor-faktor

yang berhubungan dengan tindakan Sectio Caesarea pada ibu bersalin di RS

Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018?.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan Sectio

Caesarea pada ibu bersalin di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun

2018.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi tindakan Sectio Caesarea, usia, ketuban

pecah dini, preeklampsia, letak sungsang dan partus lama pada ibu

bersalin di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018.

b. Diketahui hubungan usia dengan tindakan Sectio Caesarea pada ibu

bersalin di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018.


5

c. Diketahui hubungan ketuban pecah dini dengan tindakan Sectio

Caesarea pada ibu bersalin di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun

2018.

d. Diketahui hubungan preeklampsia dengan tindakan Sectio Caesarea

pada ibu bersalin di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018.

e. Diketahui hubungan letak sungsang dengan tindakan Sectio Caesarea

pada ibu bersalin di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018.

f. Diketahui hubungan partus lama dengan tindakan Sectio Caesarea

pada ibu bersalin di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018.

g. Diketahui faktor yang dominan berhubungan dengan tindakan Sectio

Caesarea pada ibu bersalin di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun

2018.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Memberikan ilmu pengetahuan mengenai faktor-faktor yang berhubungan

dengan kejadian Sectio Caesarea.

2. Manfaat Praktisi

a. Bagi tenaga kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan agar bisa

meningkatkan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada

ibu bersalin khususnya pada ibu Sectio Caesarea.


6

b. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan yang

berkualitas dalam pelaksanaan kerja dibidang maternitas.

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data awal maupun

panduan untuk peneliti selanjutnya.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini adalah :

1. Sumelung, Veibymiaty (2014), dengan judul Faktor-faktor yang berperan

meningkatkan angka kejadian Sectio Caesarea di rumah sakit umum

Daerah Liun Kendage Tahuna. Hasil penelitian didapatkan 4 faktor yang

paling berperan dalam peningkatan angka kejadian Sectio Caesarea di

RSUD Liun Kendage Tahuna, yaitu gawat janin 31,14%, persalinan tidak

maju 27,55%, pre eklampsi 24,55% dan panggul sempit 16,76%.

Berdasarkan hasil penelitian indikasi yang paling berperan dalam

peningkatan angka kejadian Sectio Caesarea yaitu gawat janin dan yang

paling terendah yaitu panggul sempit.

2. Andayasari,L , dkk (2015) dengan judul Proporsi Seksio Sesarea dan

Faktor yang berhubungan dengan Seksio Sesaria di Jakarta. Hasil

Penelitian terdapat hubungan umur, KPD, Letak Sungsang dan

preeklampsia dengan persalinan seksio sesaria.

3. Mulyawati, dkk. (2011) dengan judul Faktor Tindakan Persalinan Operasi

Sectio Caesarea di Rumah Sakit Islam YAKSSI Gemolong Kabupaten


7

Sragen Tahun 2010. Hasil Penelitian terdapat hubungan antara usia

dengan tindakan persalianan operasi Sectio Caesarea.

4. Aprina & Anita Puri (2016) dengan judul Faktor-Faktor yang

berhubungan dengan persalinan Sectio Caesarea di RSUD Dr. H Abdul

Moeloek Provinsi Lampung. Hasil penelitian ada hubungan PEB, kelainan

letak, dan partus tak maju dengan persalianan Sectio Caesarea.

5. Umadah, N & Arief Wibowo (2014) dengan judul Pengaruh Faktor Risiko

Ibu dan Janun Terhadap Persalinan Cesarean Section. Hasil Penelitian

terdapat pengaruh ketuban pecah premature dengan persalinan Caesarean

Section.

6. Sihombing, Novianti, dkk (2017) dengan judul Determinan Persalinan

Sectio Caesarea di Indonesia. Hasil penelitian faktor pendorong terjadinya

operasi sesar adalah karakteristik ibu dan komplikasi kehamilan dan

persalinan.

7. Yulidasari (2016) dengan judul Hubungan Antara Usia Ibu Pada Saat

Hamil dan Status Anemia dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR). Hasil penelitian terdapat hubungan usia ibu dengan kejadian

BBLR.

8. Prosser SJ, et al. (2014) dengan judul Why ”down under” is a cut above :
a comparison of rates of and reasons for caesarean section in England
and Australia. Hasil penelitian menunjukkan salah satu penyebab
dilakukan operasi sesar adalah penyulit pada saat persalinan seperti partus
lama (macet), prematuritas dan fetal distress.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sectio Caesarea

1. Definisi Sectio Caesarea

Sectio Caesarea atas indikasi cefalopelvik disproporsi adalah

persalinan atau lahirnya janin dan plasenta melalui sayatan dinding

abdomen dan uterus, karena disebabkan antara ukuran kepala dan panggul

atau ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala

janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami

(Wiknjosastro, 2013).

Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan

membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau

vagina (Moctar, atau Sectio Caesarea adalah suatu histerektomia untuk

melahirkan janin dari dalam rahim; sectio adalah pembedahan untuk

melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus

(Prawirohardjo, 2014).

Sectio Caesarea adalah persalinan untuk melahirkan janin dengan

berat 500 gram atau lebih, melalui pembedahan diperut dengan menyayat

dinding rahim. Sectio Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan

janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus untuk

menyelamatkan kehidupan ibu dan janinnya (Kasdu, 2013).

8
9

2. Indikasi Sectio Caesarea

Menurut Wiknjosastro (2013), indikasi sectio cesarea dapat

dibedakan menjadi beberapa indikasi diantaranya sebagai beriku:

a. Indikasi Medis

Dalam proses persalinan terdapat tiga faktor penentu yaitu power

(tenaga mengejan dan kontraksi dinding otot perut dan dinding rahim),

passageway (keadaan jalan lahir), dan passanger (janin yang

dilahirkan). Mula–mula indikasi sectio sesaria hanya karena ada

kelainan passageway, misalnya sempitnya panggul, dugaan akan

terjadinya trauma persalina serius pada jalan lahir atau pada anak, dan

adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa menular kepada anak,

sehingga kelahiran tidak bisa melalui jalan yang benar yaitu melalui

vagina. Namun, akhirnya merambat ke faktor power dan passanger.

Kelainan power yang memungkinkan dilakukannya sectio sesaria,

misalnya mengejan lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit

menahun lain yang mempengaruhi tenaga. Sedangkan kelainan

passanger diantaranya anak terlalu besar, anaka dengan kelainan letak

jantung, primigravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak

tertekan terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal

distress syndrome (denyut jantung janin kacau dan melemah).

Secara terperinci ada tujuh indikasi medis seorang ibu yang

harus menjualani Sectio Caesarea, yaitu (Syaifuddin, 2012):


10

1) Jika panggul sempit, sehingga besar anak tidak proporsional

dengan ukuran panggul ibu (disporsi). Oleh karena itu, penting

untuk melakukan pengukuran panggul pada waktu pemeriksaan

kehamilan awal dengan tujuan dapat memperkirakan apakah

panggul ibu masih dalam batas normal atau tergolong sempit untuk

dilalui bayi nantinya.

2) Pada kasus sudah terjadi gawat janin akibat terinfeksi, misalnya,

kasus ketuban pecah dini (KPD) sehingga bayi terendam cairan

ketuban yang busuk, atau bayi ikut memikul demam tinggi. Bisa

juga akibat ibu mengalami eklamsia (keracunan kehamilan),

sehingga bayi ikut terpengaruh akibat penderitaan ibu. Kondisi

bayi – bayi seperti ini termasuk gawat biasanya jika dokter menilai

denyut jantung bayi lebih cepat dari biasa termasuk jika terjadi

lilitan tali pusat pada leher bayi.

3) Pada kasus plasenta terletak di bawah (plasenta previa). Biasanya

plasenta melekat di bagian tengah rahim. Akan tetapi pada kasus

plasenta previa letak plasma dibagian bawah sehingga menutupi

liang rahim dan akhirnya bayi tidak bisa keluar normal melalui

liang rahim ibu.

4) Pada kasus kalainan letak. Jika posisi anak dalam kandungan

letaknya melintang dan terlambat dikoreksi selagi kehamilan

belum tua (letak lintang kasep). Dalam situasi ini, persalinan


11

normal sudah tidak mungkin dilakukan lagi, baik kepala atau kaki

yang turun lebih dahulu.

5) Jika terjadi kontraksi yang lemah dan tidak terkoordinasi. Hal ini

menyebabkan tidak ada lagi kekuatan untuk mendorong bayi

keluar dari rahim (incoordinate uterine-action).

6) Jika ibu menderita preeklamsia, yaitu jika selama kehamilan

muncul gejala darah tinggi, ada protein dalam air seni, penglihatan

kabur dan juga melihat bayangan ganda. Pada eklamsia timbul

gejala yang lebih berat lagi, yakni selain gejala preeklamsia

tersebut ibu mulai kejang- kejang tak sadarkan diri.

7) Jika yang pernah di Sectio Caesarea sebelumnya maka pada

persalinan berikut umumnya juga harus di sectio karena takut

terjadi robekan rahim. Namun sekarang, teknik sectio adalah

dilakukan sayatan dibagian bawah rahim sehingga potongan pada

otot rahim tidak membujur lagi. Dengan demikian bahaya rahim

robek akan lebih kecil dibandingkan teknik sectio dulu yang

sayatannya dibagian tengah rahim dengan potongan yang bukan

melintang. Persalinan lewat vagina pada ibu yang pernah di sectio

dapat dilakukan dengan catatan: persalianan harus dilakukan di

rumah sakit ibu sudah dirawat beberapa hari sebelum hari

persalinan (harapan partus), persalinan kala II, yakni setelah mulas-

mules timbul, yang berarti otot rahim berkonsentrasi dan tidak

boleh berlangsung lama.


12

b. Indikasi social

Selain indikasi medis terdapat indikasi non medis untuk

melakukan sectio sesaria yang indikasi sosial. Persalinan Sectio

Caesarea karena indikasi sosial timbul karena adanya permintaan

pasien walaupun tidak ada masalah atau kesulitan untuk melakukan

persalinan normal. Indikasi sosial biasanya sudah direncanakan

terlebih dahulu untuk dilakukan tindakan Sectio Caesarea atau disebut

dengan Sectio Caesarea elektif (Kasdu, 2013).

3. Kontra Indikasi Sectio Caesarea

Mengenai kontra indikasi, perlu diketahui bahwa sectio sesaria

dilakukan baik untuk kepentingan ibu maupun untuk kepentingan anak,

oleh sebab itu, Sectio Caesarea tidak dilakukan kecuali dalam keadaan

terpaksa. Sectio sesaria tidak boleh dilakukan pada kasus-kasus seperti di

bawah ini: Anak sudah mati dalam kandungan. Dalam hal ini, dokter

menilai apabila denyut jantung anak sudah tidak ada, ibu sudah tidak

merasakan adanya gerakan anak dan pencitraan ultrasonografi (USG), atau

Doppler, dan tidak ada lagi tanda- tanda kehidupan dari anak tersebut.

1) Jika anak terlalu kecil untuk mampu hidup diluar rahim ibu.

2) Jika anak dikandungan ibu terbukti cacat, misalnya kepala anak besar

(hydrocepalus), atau anak tanpa kepala (anencepalus).

3) Terjadi infeksi dalam kehamilan (Fauzi, D.A, 2013).


13

4. Klasifikasi Bedah Caesarea

Menurut Wiknjosastro (2013), bedah sesar dapat dibedakan

menjadi beberapa jenis diantaranya sebagai berikut:

a. Jenis klasik

Yaitu dengan melakukan sayatan vertikal sehingga memungkinkan

ruangan yang lebih besar untuk jalan keluar bayi. Jenis ini sudah

jarang dilakukan karena sangat berisiko terhadap terjadinya

komplikasi.

b. Sayatan mendatar di bagian atas dari kandung kemih

Metode ini sangat umum dilakukan karena meminimalkan risiko

terjadiya pendarahan dan penyembuhan yang lebih cepat.

c. Histerektomi Caesar

Yaitu bedah sesar diikuti dengan pengangkatan rahim. Hal ini

dilakukan dalam kasus-kasus dimana pendarahan sulit tertangani atau

ketika plasenta tidak dapat dipisahkan dari rahim.

d. Bedah sesar ekstraperitoneal

e. Bedah sesar berulang

Bedah ini dilakukan ketika pasien sebelumnya telah pernah menjalani

bedah sesar. Umumnya sayatan dilakukan pada bekas luka operasi

sebelumnya.

5. Komplikasi Sectio Caesarea

Menurut Wiknjosastro (2013), komplikasi yang mungkin akan

ditemukan pada post Sectio Caesarea diantaranya :


14

a. Infeksi Puerperal (nifas)

1) Ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa

nifas.

2) Sedang; dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi

dan perut sedikit kembung.

3) Berat, seperti peritonitis dan sepsis.

b. Perdarahan disebabkan karena banyak pembuluh darah yang terputus

dan terbuka atau atonia uteri (kurangnya tonus otot pada dinding uteri).

c. Luka kandung kemih dan embolisme paru-paru.

d. Rupture uteri.

Apabila persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dibiarkan

berlangsung sendiri tanpa ada tindakan yang tepat, dapat timbul bahaya

bagi ibu dan janin.

a. Bahaya bagi ibu dapat menyebabkan partus lama yang sering kali

disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil sehingga

menimbulkan dehidrasi, asidosis dan infeksi intrapartum, rupture uteri,

persalinan tidak maju dan mengalami tekanan lebih lama dapat

menimbulkan gangguan sirkulasi akibatnya terjadi iskemia dan

nekrosis.

b. Janin dapat menyebabkan partus lama dapat meningkatkan kematian,

moulase kepala janin, terjadi robekan tentorium dan perdarahan

intracranial.
15

6. Penatalaksanaan Post Sectio Caesarea

Menurut Cunningham (2013), penatalaksanaan untuk klien post

Sectio Caesarea meliputi :

a. Analgesik

Untuk wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat suntik 75 mg

meperidin IM setiap 3 jam sekali bila perlu untuk mengatasi rasa sakit

atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10-15 mg morfin sulfat. Obat-

obatan antiemetik, misalnya prometasin 25 mg biasanya diberikan

bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.

b. Tanda-tanda Vital

Setelah dipindahkan ke ruang rawat, maka tanda-tanda vital pasien

harus di evaluasi setiap 4 jam sekali. Jumlah urin dan jumlah darah

yang hilang serta keadaan fundus uteri harus diperiksa, adanya

abnormalitas harus dilaporkan. Selain itu suhu juga perlu diukur.

c. Terapi cairan dan diet

Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan, termasuk Ringer

Laktat, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam

pertama berikutnya. Meskipun demikian, jika output urin di bawah 30

ml perjam, pasien harus dievaluasi kembali. Bila tidak ada manipulasi

intra abdomen yang ekstensif atau sepsis, pasien seharusnya sudah

dapat menerima cairan per oral satu hati setelah pembedahan. Jika

tidak, pemberian infuse boleh diteruskan. Paling lambat pada hari


16

kedua setelah operasi, sebagian besar pasien sudah dapat menerima

makanan biasa.

d. Vesika urinaria dan usus

Kateter sudah dapat dilepas dari vesika urinaria setelah 12 sampai 24

jam post operasi. Kemampuan mengosongkan urinaria harus dipantau

sebelum terjadi distensi. Gejala kembung dan nyeri akibat inkoordinasi

gerak usus dapat menjadi gangguan pada hari ke-2 dan ke-3 post

operasi. Pemberian supositoria rectal akan diikuti dengan defekasi atau

jika gagal, pemberian enema dapat meringankan keluhan pasien.

e. Ambulasi

Pada hari pertama post operasi, pasien dengan bantuan perawat dapat

bangun dari tempat tidur sebentar sekurang-kurangnya sebanyak 2 kali.

Ambulasi dapat ditentuka waktunya sedemikian rupa sehingga preparat

analgesik yang baru saja diberikan akan mengurangi rasa nyeri. Pada

hari kedua, pasien dapat berjalan ke kamar mandi dengan pertolongan.

Dengan ambulasi dini, trombosit vena dan emboli pulmoner jarang

terjadi.

f. Perawatan luka

Luka insisi diinspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang relative

ringan tampak banyak plester sangat menguntungkan. Secara normal

jahitan kulit diangkat pada hari ke empat setelah pembedahan. Paling

lambat pada hari ke tiga post partum, pasien sudah dapat mandi tanpa

membahayakan luka insisi.


17

g. Laboratorium

Secara rutin Ht diukur pada pagi hari setelah operasi, Ht harus segera

dicek kembali bila terdapat kehilangan darah atau bila terdapat oliguri

atau keadaan lain yang menunjukan hipovolemia. Jika Ht stabil, pasien

dapat melakukan ambulasi tanpa kesulitan apapun dan kemungkinan

kecil jika terjadi kehilangan darah lebih lanjut.

B. Faktor Penyebab Tindakan Sectio Caesarea

1. Usia Ibu

Menurut Dorlan (2013), mengartikan usia sebagai lamanya

kehidupan seseorang dalam beberapa waktu yang telah dijalani sejak lahir

sampai sekarang. Usia adalah usia yang dimiliki seseorang sejak lahir

sampai meninggal dunia.

Menurut Prawirohardjo (2014), Dalam masa reproduksi sehat dikenal

bawah usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun.

Kematian pada wanita hamil dan melahirkan pada usia <20 tahun dan >35

tahun.

Menurut Fauziyah (2014), faktor risiko kehamilan berdasarkan umur

untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Wanita pada umur

kurang dari 20 tahun mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami

plasenta previa karena endometrium masih belum matang dan kejadian

plasenta previa juga sering terjadi pada ibu yang berumur diatas 35 tahun

pertumbuhan endometrium sudah mengalami penurunan kesuburan.


18

Kehamilan pada usia diatas 35 tahun tidak menjadi masalah karena

persepsi masyarakat setempat yang lebih pada kemampuan fisik wanita

tersebut dalam menentukan kelayakan untuk hamil, tanpa memperhatikan

risikonya. Wanita umur dibawah 20 tahun masih berada dalam tahap

pertumbuhan dan perkembangan sehingga kondisi hamil akan membuat

dirinya harus berbagi dengan janin yang sedang dikandung untuk

memenuhi kebutuhan gizinya. Sebaliknya ibu yang berumur lebih dari 35

tahun mulai menunjukan pengaruh proses penuaannya, seperti sering

muncul penyakit seperti hipertensi dan diabetes melitus yang dapat

menghambat masuknya makanan janin melalui plasenta (Yulidasari,

2016).

2. Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

mulai persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu. Sebagian

besar ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan aterm lebih dari 37

minggu, sedangkan kurang dari 36 minggu tidak terlalu banyak. Ketuban

pecah dini merupakan kontroversi obstetri (Manuaba, 2013).

KPD merupakan masalah yang harus segera ditangani pada

persalinan karena dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal.

Penyebab KPD belum diketahui secara jelas sehingga usaha preventif

tidak dapat dilakukan kecuali dengan cara menekan terjadinya infeksi.

Namun, diperkirakan KPD terjadi karena berkurangnya kekuatan

membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor


19

tersebut. Kekuatan membran berkurang oleh karena adanya infeksi yang

berasal dari vagina dan serviks. KPD merupakan salah satu faktor

penyebab asfiksia neonatorum. Beberapa faktor pencetus terjadinya

asfiksia yaitu eklamsi, gawat janin, KPD, dan keadaan gawat ibu dan janin

sehingga perlu dilakukan Sectio Caesarea untuk menyelamatkan bayi.

Seksio sesar dilakukan pada ibu hamil dengan robeknya kantung

ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera

dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes ke luar sehingga

tinggal sedikit atau habis. Air ketuban (amnion) adalah cairan yang

mengelilingi janin dalam rahim (Kasdu, 2013).

Risiko terjadinya persalinan sesarea pada ibu yang mengalami

ketuban pecah dini (KPD) sebesar 4,6 kali dan oligohidramnion berisiko

sebesar 2,1 kali. Sedangkan panggul sempit dan riwayat bekas persalinan

sesarea tidak terlihat adanya perbedaan risiko dibandingkan dengan yang

tidak ada indikasi (Andayasari, 2014).

3. Preeklampsia

Pre eklampsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema,

dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya

terjadi dalam triwulan ke-3 kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya,

misalnya pada mola hidatidosa (Wiknjosastro, 2013).

Preeklamsi adalah peningkatan tekanan darah yang terjadi pada

perempuan hamil. Biasanya terjadi setelah usia kehamilan mencapai 20

minggu yang disertai dengan peningkatan berat badan ibu sehingga tubuh
20

membengkak (edema), dan proteinuria. Sedang eklamsi adalah preeklamsi

yang disertai dengan kejang atau koma. Dari hasil penelitian ini diketahui

proporsi preeklamsi/eklamsi pada persalinan Sectio Caesarea sebesar

11,8% (Andayasari, 2014).

Menurut Mochtar (2014), ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul

konvulsi yang dapat diikuti oleh koma. Mencegah timbulnya eklamsi jauh

lebih penting dari mengobatinya, karena sekali ibu mendapat serangan,

maka prognosa akan jauh lebih buruk. Penatalaksanaan eklamsi bertujuan

untuk menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri

kehamilan secepatnya dengan melakukan Sectio Caesarea yang aman agar

mengurangi trauma pada janin seminimal mungkin.

4. Partus Lama

Partus lama merupakan persalinan yang berlangsung lebih dari 24

jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multi. Partus lama merupakan

suatu masalah di Indonesia karena kita ketahui bahwa 80% dari persalinan

masih ditolong oleh dukun. Insiden partus lama rata-rata di dunia

menyebabkan kematian ibu sebesar 8% dan di Indonesia sebesar 9%

(Mochtar, 2014)

Menurut Fatmawati (2013), bahwa partus tak maju adalah fase laten

lebih dari 8 jam. Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih, bayi

belum lahir. Dilatasi serviks di kanan garis waspada persalinan fase aktif

(Prawirohardjo, 2014). Partus tak maju adalah ketiadaan kemajuan dalam

dilatasi serviks, atau penurunan dari bagian yang masuk selama persalinan
21

aktif sehingga harus dilakukan tindakan operatif untuk menyelamatkan ibu

dan bayi (Mochtar, 2013)

Partus tak maju merupakan fase dari suatu partus yang macet dan

berlangsung terlalu lama sehingga menimbulkan gejala-gejala seperti

dehidrasi, infeksi, kelelahan, serta, asfiksia dan kematian dalam

kandungan. Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dindingperut dan dinding syaraf rahim

dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Winkjosastro,

2013). Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi

dengan berat di atas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus.

5. Letak Sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana bokong janin atau kaki

berada di bagian bawah kavum uteri (rongga rahim). Sebagian besar

selama kehamilan, fetus (janin) yang sedang berkembang sangat bebas

untuk bergerak di dalam uterus (rahim). Antara umur kehamilan 32-36

minggu, fetus bertambah besar sehingga pergerakannya terbatas. Sangat

sulit bagi fetus untuk turn over, jadi apapun posisi yang dicapai pada saat

ini biasanya sama dengan posisi saat persalinan akan dimulai (Manuaba,

2013).

Berdasarkan indikasi bayi diketahui lebih dari separuh (52,3%)

persalinan sesarea elektif dilakukan karena letak sungsang/ malposisi

sedangkan pada sesarea emergensi lebih dari sepertiga responden (37,8%).


22

Keadaan gawat janin berkontribusi sebesar 22,6% dilakukan persalinan

sesar emergensi sedangkan sesar elektif hanya 4,1% (Andayasari, 2014).

Menurut (Prawirohardjo, 2014), letak sungsang merupakan keadaan

dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan

bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak

sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna,

presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki. Indikasi

kelainan letak bayi dapat mengakibatkan tindakan bedah caesar.

C. Faktor yang Berhubungan dengan Tindakan Sectio Caesarea

1. Hubungan KPD dengan Tindakan Sectio Caesarea

Seksio sesar dilakukan pada ibu hamil dengan robeknya kantung

ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera

dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes ke luar sehingga

tinggal sedikit atau habis. Air ketuban (amnion) adalah cairan yang

mengelilingi janin dalam rahim (Kasdu, 2013).

Hasil penelitian Andayasari (2014), tentang proporsi Sectio

Caesarea dan faktor yang berhubungan dengan Sectio Caesarea di

Jakarta, diperoleh hasil bahwa risiko terjadinya persalinan sesarea pada ibu

yang mengalami ketuban pecah dini sebesar 4,6 kali. Sedangkan panggul

sempit dan riwayat bekas persalinan caesarea tidak terlihat adanya

perbedaan risiko dibandingkan dengan yang tidak ada indikasi.


23

Hasil penelitian Wulandari (2013), tentang hubungan beberapa

faktor medis dengan jenis persalinan di RSUD dr. Soehadi Prijonagoro

Sragen, diperoleh hasil bahwa ada hubungan ketuban pecah dini dengan

persalinan seksio sesar. Ketuban pecah dini mempunyai resioko 9,333 kali

lipat dilakukan persalinan seksio sesar dibandingakan dengan yang tidak

mengalami ketuban pecah dini.

2. Hubungan Preeklampsia dengan Tindakan Sectio Caesarea

Ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti

oleh koma. Penatalaksanaan eklamsi bertujuan untuk menghentikan

berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya

dengan melakukan Sectio Caesarea yang aman agar mengurangi trauma

pada janin (Mochtar, 2014).

Hasil penelitian Sumelung (2014), tentang faktor-faktor yang

berperan meningkatnya angka kejadian Sectio Caesarea di Rumah Sakit

Umum Daerah Liun Kendage Tahuna, menunjukkan bahwa pre eklampsia

adalah indikasi terbesar ke tiga dilakukan tindakan sectio caesar dari 167

responden sebanyak 41 responden (24,55%) mengalami pre eklampsia.

Hasil penelitian Aprina (2015), tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan Sectio Caesarea di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek

Provinsi Lampung, dapat disimpulkan terdapat hubungan PEB dengan

sectio caesaria dengan Odds Ratio (OR)= 2,947 yang berarti Responden

yang PEB mempunyai peluang 2,947 kali untuk kejadian SC dibandingkan

dengan yang tidak PEB untuk di SC.


24

3. Hubungan Letak Sungsang dengan Tindakan Sectio Caesarea

Memperhatikan komplikasi persalinan letak sungsang melalui

pervaginam, maka sebagian besar pertolongan persalinan letak sungsang

dilakukan dengan seksio sesarea. Padasaat ini seksio sesarea menduduki

tempat yang sangat penting dalam menghadapi persalinan letak sungsang.

Seksio sesarea direkomendasikan pada presentasi kaki ganda dan panggul

sempit (Prawirohardjo, 2014)

Hasil penelitian Aprina (2015), terdapat hubungan kelainan letak

janin dengan Sectio Caesarea di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi

Lampung. Kelainan letak janin mempunyai peluang 3,996 kali dilakukan

SC dibandingkan dengan tidak Kelainan Letak Janin (Normal) karena

pada ibu bersalin yang mengalami kelainan letak akan susah untuk

melahirkan normal.

Hasil penelitian Andayasari (2015), menunjukkan bahwa indikasi

bayi diketahui lebih dari separuh (52,3%) persalinan sesarea elektif

dilakukan karena letak sungsang/ malposisi sedangkan pada sesarea

emergensi lebih dari sepertiga responden (37,8%). Ada hubungan antara

letak sungsang dengan tindakan seksio sesarea di Jakarta.


25

D. Kerangka Teori

Faktor Risiko Terjadinya SC

Indikasi Medis Indikasi Sosial

Usia KPD Kelainan Partus Preeklamsia


Letak Lama

< 20 bayi Posisi bayi Partus


> 35 Ibu
terend menutupi tidak
jalan lahir mengal
am maju
Masih ami
Penua cairan
dalam darah
an
tumbuh bayi tidak Dehidrasi tinggi,
kembang bisa lahir protein
Infeksi
normal uria
Meng
Kelelahan dan
alami Permin
Reprod edema
Komp Kekuatan taan
uksi Ibu likasi Sendiri
Membran
belum penya Bayi dapat Kejang atau
Meningk
siap kit mengalami sudah
at
Asfiksi dan direnca
Kematian Tidak nakan
Risiko
Komplikasi gawat sadar
Meningkat janin

Sectio Caesarea

Sumber Modifikasi (Wiknjosastro 2013, Saifuddin 2012 dan Kasdu 2013)

Bagan 2.1 Kerangka Teori


26

E. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel dependen

Faktor Risiko SC
1. Indikasi Mesis
Power
Passageway
Passanger
Usia Tindakan Sectio
Preeklampsia Caesarea
Letak
Sungsang
KPD Bagan 2.2
Partus Lama Kerangka Konseptual
2. Indikasi Sosial
Permintaan
Sendiri

F. Hipotesis

1. Ada hubungan usia dengan tindakan Sectio Caesarea di RS Bhayangkara

Kota Bengkulu Tahun 2018.

2. Ada hubungan KPD dengan tindakan Sectio Caesarea di RS Bhayangkara

Kota Bengkulu Tahun 2018.

3. Ada hubungan preeklampsia dengan tindakan Sectio Caesarea di RS

Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018.

4. Ada hubungan letak sungsang dengan tindakan Sectio Caesarea di RS

Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018.

5. Ada hubungan partus lama dengan tindakan Sectio Caesarea di RS

Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan metode survey analitik dengan

pendekatan rancangan studi case control dimana peneliti melakukan

pengukuran pada variabel dependen terlebih dahulu, sedangkan variabel

independen ditelusuri secara retrospektif untuk menentukan ada tidaknya

faktor yang berperan (Notoatmodjo, 2014).


Berisiko
Usia
Tidak Berisiko

Ya
KPD
Tidak

Ya
Preeklampsia Kasus
Tidak

Ya
Letak Sungsang
Tidak

Ya Partus Lama
Tidak Sectio
Berisiko Caesarea
Usia
Tidak Berisiko

Ya
KPD
Tidak

Ya Kontrol
Preeklampsia
Tidak

Ya Letak Sungsang
Tidak
Ya Partus Lama
Tidak

Bagan 3.1 Desain penelitian

27
28

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang

hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2012). Variabel

bebas (Independen) dalam penelitian ini adalah KPD, preeklampsia dan letak

sungsang sedangkan variabel terikat (Dependen) adalah kejadian Sectio

Caesarea.

Variabel Independen Variabel Dependen

Usia

Preeklampsi

Letak Sungsang Tindakan Sectio


Caesarea
KPD

Partus Lama

Bagan 3.1 Variabel penelitian


29

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1
Definisi Operasional

Cara Alat Sekala


No Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur
Ukur Ukur Ukur
1 Dep
ende persalinan atau Melihat Format 0 : SC Nominal
n lahirnya janin dan Register Pengump 1 : Tidak
Secti plasenta melalui ulan Data SC
o sayatan dinding
Caes abdomen dan uterus
area sesuai indikasi dokter
dan tercatat diregister
2 Inde
pend kehidupan seseorang Melihat Format 0: Berisiko (usia Nominal
en dari dia lahir sampai Register Pengump < 20 atau > 35
Usia sekarang yang tercatat ulan Data Tahun)
di register 1 : Tidak
Berisiko (usia
20-35 Tahun)
3 KPD pecahnya ketuban Melihat Format 0: Ya jika KPD Nominal
sebelum terdapat Register Pengump 1 : Tidak jika
tanda-tanda persalinan ulan Data tidak KPD
mulai dan ditunggu
satu jam belum terjadi
inpartu yang
terdiagnosa dokter dan
tercatat di register
4 Preeklampsia penyakit dengan tanda- Melihat Format 0: Ya jika Nominal
tanda hipertensi ≥ Register Pengump preeklampsia
140/90 mmhg, ulan Data 1 : Tidak jika
proteinuria dan edema tidak
yang timbul karena preeklampsia
kehamilan yang
terdiagnosa dokter dan
tercatat di register
5 Letak Letak dimana posisi Melihat Format 0: Ya jika letak Nominal
Sungsang janin selain letak Register Pengump sungsang
kepala yang ulan Data 1 : Tidak jika
terdiagnosa dokter dan tidak letak
tercatat di register sungsang
6 Partus Lama Partus lama merupakan Melihat Format 0: Ya jika partus Nominal
persalinan pada ibu Register Pengump lama
bersalin yang ulan Data 1 : Tidak jika
berlangsung lebih dari tidak partus
24 jam pada primi dan lama
lebih dari 18 jam pada
multi
30

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin di RS

Bhayangkara Kota Bengkulu bulan Januari-Desember 2018 sebanyak 981

ibu.

2. Sampel

Sampel case dalam penelitian ini adalah ibu bersalin dengan

tindakan Sectio Caesarea yang dihitung dengan rumus besar sampel

Lemeshow dengan perhitungan sebagai berikut :

(Z1-α/2)2 PN
n=
d (N-1) + ((Z1-α/2)2 P
2

(1,96)2 x 0,5 x 981


n=
(0,1) 2 (981-1) + ((1,96)2 x 0,5

n = 161

Keterangan :

P = Proporsi 50% (0,5)

d = Tingkat presisi 10% (0,1)

Z = Tingkat Kepercayaan 95% = 1,96

n = Jumlah sampel 161

N= Populasi 981

Sampel kontrol dalam penelitian ini adalah ibu bersalin yang tidak

melakukan tindakan Sectio Caesarea, karena menggunakan desain case

control jadi pengambilan sampel kontrol harus berbanding 1:1 dengan


31

sampel kasus sehingga sampel kontrol diambil sama dengan jumlah

sampel kasus dengan interval sebagai berikut:

597
Kasusi= =4
161
384
Kontroli= =2
161

jadi sampel kasus dalam penelitian ini diambil interval 4 dari 597

populasi SC hingga diperoleh 161 orang dan sampel kontrol penelitian ini

diambil kelipatan 2 dari 384 populasi tidak SC hingga diperoleh sebanyak

161 orang, sehingga jumlah keseluruhan sampel adalah 322 orang.

E. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di RS Bhayangkara Kota Bengkulu,

survey awal dilakukan pada bulan Desember 2018 dan penelitian dilakukan

pada bulan Februari 2019.

F. Teknik Pengumpulan, Pegolahan dan Analisis Data

1. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder

melalui register pasien bersalin Sectio Caesarea di RS Bhayangkara Kota

Bengkulu Tahun 2018.

2. Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data penelitian ini adalah sebagai

berikut ini:

1. Editing dilakukan untuk melihat kembali apakah data KPD,

Preeklampsia, Letak Sungsang dan Sectio Caesar sudah sesuai dengan

data yang diharapkan sebelum diberi kode.


32

2. Coding yaitu memberikan kode untuk variabel Sectio Caesarea dengan

kode (0): SC dan (1) tidak SC, Usia (0) : Berisiko dan (1): Tidak

Berisiko, KPD (0): Ya dan (1): Tidak, Preeklampsia dengan kode (0):

Ya dan (1): Tidak, Letak sungsang dengan kode (0); Ya dan (1) Tidak,

Partus Lama (0): Ya dan (1) : Tidak, kemudian di tabulasi.

3. Entry Data (Pemasukan Data) yaitu data variabel independen KPD,

Preeklampsia, Letak Sungsang dan variabel dependen Sectio Caesarea

yang telah diberi kode dimasukkan kedalam komputer.

4. Tabulating yaitu data yang telah di beri kode dari variabel dependen

Sectio Caesarea dan variabel independen KPD, Preeklampsia dan

Letak Sungsang yang telah dientri disusun dalam bentuk tabel.

5. Cleaning yaitu data yang telah di beri kode dari variabel dependen

Sectio Caesarea dan variabel independen KPD, Preeklampsia dan

Letak Sungsang yang telah dimasukkan dalam bentuk tabel di cek

kembali sebalum di analisi menggunakan program SPSS.

3. Teknik Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisis univariat ini dimaksudkan untuk mendiskripsikan

distribusi frekuensi variabel yang diteliti dengan statistik deskriptif dan

disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui proporsi masing-

masing variabel.

Rentang analisis hasil terbagi atas :

0% : tidak satupun kejadian


33

1-25% : sebagian kecil dari kejadian

26-49% : hampir sebagian besar

50% : sebagian

51-75% : sebagian besar

75-99% : hampir seluruh kejadian

100% : seluruh kejadian

Sumber : Arikunto (2010)

b. Analisis Bivariat

Uji statistic yang digunakan untuk melihat hubungan KPD,

preeklampsia dan letak sungsang dengan tindakan Sectio Caesarea

dengan menggunakan uji statistik Chi-Square (χ2), dengan derajat

kepercayaan 95% dengan α : 0.05 dengan keputusan :

a. Jika p ≤ 0.05, maka Ha diterima dan HO ditolak

b. Jika p > 0.05, maka Ha ditolak atau HO diterima

c. Analisis Multivariat

Uji multivariat menggunakan regresi logistik digunakan untuk

memprediksi besarnya variabel tergantung/variabel luar yang

merupakan variabel biner dengan menggunakan bebas berskala

interval yang sudah diketahui besarnya. Variable yang diikutkan dalam

seleksi kandidat multivariat yaitu variable dengan nilai p value

multivariat lebih kecil dari 0.25.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jalannya Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 s/d 28 Februari 2019 dengan

tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan

Sectio Caesarea di RS Bhayangkara Kota Bengkulu tahun 2018. Kegiatan

pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data sekunder, yaitu dengan

melihat dokumentasi pasien yang dijadikan sampel penelitian di RS

Bhayangkara Kota Bengkulu. Sampel diambil sebanyak 322 yang terdiri dari

161 sampel kasus diambil interval 4 dari 597 populasi SC dan sampel kontrol

penelitian ini diambil kelipatan 2 dari 384 populasi tidak SC hingga diperoleh

sebanyak 161 orang.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengisi lembar checklist

sesuai dengan data yang ada dalam buku register. Setelah data dikumpulkan

data diperiksa kembali kemudian dilakukan pengkodean, diproses secara

komputerisasi. Selanjutnya data dianalisis secara univariat, bivariat dan

multivariat, serta disajikan dalam tabel.

B. Hasil

1. Analisis Univariat

Hasil analisis univariat dilakukan untuk memperoleh distribusi

frekuensi Usia , Ketuban Pecah Dini, Preeklampsia, Letak Sungsang,

Partus Lama dan Sectio Caesarea di RS Bhayangkara Bengkulu. Hasil

analisis ini dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:

34
35

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi Faktor-Faktor yang berhubungan


dengan Tindakan Sectio Caesarea di RS Bhayangkara Kota
Bengkulu Tahun 2018

Tidak Sectio
Sectio Caesarea Jumlah
No Variabel Caesarea
n=161 % n=161 % n=322 %
1 Usia
<20 atau >35 tahun 87 54 19 11,8 106 32,9
20-35 tahun 74 46 142 88,2 216 67,1
2 KPD
Ya 80 49,7 22 13,7 102 31,7
Tidak 81 50,3 139 86,3 220 68,3
3 Preeklampsia
Ya 80 49,7 16 9,9 96 29,8
Tidak 81 50,3 145 90,1 226 70,2
4 Letak Sungsang
Ya 85 52,8 25 15,5 110 34,2
Tidak 76 47,2 136 84,5 212 65,8
5 Partus Lama
Ya 79 49,1 22 13,7 101 31,4
Tidak 82 50,9 139 86,3 221 68,6

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar (54%) ibu usia

berisiko melakukan tindakan Sectio Caesarea, hampir sebagian besar

(49,7%) ibu yang mengalami KPD melakukan tindakan Sectio Caesarea,

hampir sebagian (49,7%) ibu yang mengalami Preeklampsia melakukan

tindakan Sectio Caesarea, sebagian besar (52,8%) ibu yang mengalami

letak sungsang melakukan tindakan Sectio Caesarea, hampir sebagian

besar (49,1%) ibu yang mengalami partus lama melakukan tindakan Sectio

Caesarea.
36

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan tindakan Sectio Caesarea pada ibu bersalin di RS

Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018. Perbedaan tersebut dapat dilihat

dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil uji statistik tersebut dapat

dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.2 Hasil Analisis hubungan Usia dengan Tindakan Sectio


Caesarea di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018

Sectio Caesarea
Total P OR
Usia SC Tidak SC
Value 95%
N % n % N %
Berisiko 87 54 19 11,8 106 32,9
Tidak Berisiko 74 46 142 88,2 216 67,1 0,000 8,787
Total 161 100 161 100 322 100

Berdasarkan hasil analisis tabel 4.2 diperoleh data bahwa dari 161

responden Sectio Caesarea sebagian besar (54%) dengan usia berisiko <20

tahun atau >35 tahun dan hampir sebagian besar (46%) dengan usia tidak

berisik. 161 responden Tidak Sectio Caesarea sebagian kecil (11,8%)

dengan usia berisiko dan hampir seluruh (88,2%) dengan usia tidak

berisiko. Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,000 yang berarti bahwa

ada hubungan usia dengan tindakan Sectio Caesarea pada ibu bersalin di

RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018 dengan nilai OR = 8,787,

yang berarti bahwa responden dengan usia berisiko berpeluang Sectio


37

Caesarea sebesar 8,787 kali lipat dibandingkan dengan responden usia

tidak berisiko.

Tabel 4.3 Hasil Analisis hubungan KPD dengan Tindakan Sectio


Caesarea di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018

Sectio Caesarea
Total P OR
KPD SC Tidak SC
Value 95%
N % n % n %
Ya 80 49,7 22 13,7 102 31,7
Tidak 81 50,3 139 86,3 220 68,3 0,000 6,240
Total 161 100 161 100 322 100

Berdasarkan hasil analisis tabel 4.3 diperoleh data bahwa dari 161

responden yang melakukan Sectio Caesarea hampir sebagian besar

(49,7%) mengalami KPD dan sebagian (50,3%) tidak mengalami KPD.

161 responden Tidak Sectio Caesarea sebagian kecil (13,7%) mengalami

KPD dan hampir seluruh (86,3%) tidak mengalami KPD. Hasil uji Chi-

Square diperoleh nilai p = 0,000 yang berarti bahwa ada hubungan KPD

dengan tindakan Sectio Caesarea pada ibu bersalin di RS Bhayangkara

Kota Bengkulu Tahun 2018 dengan nilai OR = 6,240, yang berarti bahwa

responden dengan KPD berisiko berpeluang Sectio Caesarea sebesar

6,240 kali lipat dibandingkan dengan responden yang tidak KPD

Tabel 4.4 Hasil Analisis hubungan Preeklampsia dengan Tindakan


Sectio Caesarea di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun
2018

Preeklampsia Sectio Caesarea Total P OR


SC Tidak SC Value 95%
38

N % n % n %
Ya 80 49,7 16 9,9 96 29,8
Tidak 81 50,3 145 90,1 226 70,2 0,000 8,951
Total 161 100 161 100 322 100
Berdasarkan hasil analisis tabel 4.4 diperoleh data bahwa dari 161

responden yang melakukan Sectio Caesarea hampir sebagian besar

(49,7%) dengan Preeklampsia dan sebagian (50,3%) tidak mengalami

Preeklampsia. Dari 161 responden Tidak Sectio Caesarea sebagian kecil

(9,9 %) dengan Preeklampsia dan hampir seluruh (90,1%) tidak

mengalami Preeklampsia. Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,000

yang berarti bahwa ada hubungan Preeklampsia dengan tindakan Sectio

Caesarea pada ibu bersalin di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun

2018 dengan nilai OR=8,951, yang berarti bahwa responden dengan

Preeklampsia berisiko berpeluang Sectio Caesarea sebesar 8,951 kali lipat

dibandingkan dengan responden yang tidak Preeklampsia.

Tabel 4.5 Hasil Analisis hubungan Letak Sungsang dengan Tindakan


Sectio Caesarea di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun
2018

Sectio Caesarea
Total P OR
Letak Sungsang SC Tidak SC
Value 95%
n % n % n %
Ya 85 52,8 25 15,5 110 34,2
Tidak 76 47,2 136 84,5 212 65,8 0,000 6,084
Total 161 100 161 100 322 100

Berdasarkan hasil analisis tabel 4.5 diperoleh data bahwa dari 161

responden Sectio Caesarea sebagian besar (52,8%) mengalami Letak


39

Sungsang dan hampir sebagian (47,2%) tidak mengalami letak sungsang.

Dari 161 responden Tidak Sectio Caesarea sebagian kecil (15,5%)

mengalami Letak Sungsang dan hampir seluruh (84,5%) tidak mengalami

letak sungsang. Hasil uji Chi-Square diperoleh nilai p = 0,000 yang berarti

bahwa ada hubungan Letak Sungsang dengan tindakan Sectio Caesarea

pada ibu bersalin di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018 dengan

nilai OR = 6,084, yang berarti bahwa responden dengan Letak Sungsang

berisiko berpeluang Sectio Caesarea sebesar 6,084 kali lipat dibandingkan

dengan responden yang tidak Letak Sungsang.

Tabel 4.6 Hasil Analisis hubungan Partus Lama dengan Tindakan


Sectio Caesarea di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun
2018

Sectio Caesarea
Total P OR
Partus Lama SC Tidak SC
Value 95%
n % n % n %
Ya 79 49,1 22 13,7 101 31,4
Tidak 82 50,9 139 86,3 221 68,4 0,000 6,087
Total 161 100 161 100 322 100

Berdasarkan hasil analisis tabel 4.6 diperoleh data bahwa dari 161

responden Sectio Caesarea hampir sebagian besar (49,1%) mengalami

Partus Lama dan sebagian (50,9%) tidak mengalami partus lama. Dari 161

responden Tidak Sectio Caesarea sebagian kecil (13,7%) dengan Partus

Lama dan hampir seluruh (86,3%) tidak mengalami partus lama. Hasil uji

Chi-Square diperoleh nilai p = 0,000 yang berarti bahwa ada hubungan


40

Partus Lama dengan tindakan Sectio Caesarea pada ibu bersalin di RS

Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018 dengan nilai OR = 6,087, yang

berarti bahwa responden dengan Partus Lama berisiko berpeluang Sectio

Caesarea sebesar 6,087 kali lipat dibandingkan dengan responden yang

tidak partus lama.

3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel

independen yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen dengan

menggunakan uji regresi logistik. Pemilihan kandidat variabel yang akan

diuji multivariat setelah dilakukan seleksi merupakan variabel dengan nilai

p<0,25 yakni usia (p=0,000), KPD (p=0,000), Preeklampsia (p=0,000),

Letak sungsang (p=0,000) dan partus lama (p=0,000). Hasil analisis dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.7 Faktor paling dominan yang berhubungan dengan


tindakan Sectio Caesarea di RS Bhayangkara Kota
Bengkulu Tahun 2018

Pemodelan I

Variabel P Exp (B) 95% CI for Exp (B)


Usia 0,034 2,360 1,069 – 5,208
KPD 0,124 1,900 0,839 – 4,304
Preeklampsia 0,000 3,707 1,796 – 7,650
Letak Sungsang 0,314 1,562 0,656 – 3,718
Partus Lama 0,757 1,138 0,500 – 2, 590

Pemodelan II

Variabel P Exp (B) 95% CI for Exp (B)


Usia 0,025 2,423 1,118 – 5,252
41

KPD 0,101 1,951 0,877 – 4,341


Preeklampsia 0,000 3,801 1,872 – 7,717
Letak Sungsang 0,245 1,630 0,715 – 3,715

Pemodelan Akhir

Variabel P Exp (B) 95% CI for Exp (B)


Usia 0,004 2,863 1,388 – 5,902
KPD 0,005 2,565 1,335 – 4,929
Preeklampsia 0,000 3,738 1,843 – 7,581

Berdasarkan hasil tabel 4.7 berdasarkan pemodelan akhir diketahui

bahwa preeklamapsia merupakan faktor yang paling dominan terhadap

tindakan Sectio Caesarea di RS Bhayangkara Kota Bengkulu karean

memiliki niliai p value sebesar 0,000 < 0,005 dan memiliki nilai OR

tertinggi yaitu 3,738 yang artinya preeklampsia berpeluang 3,738 kali lipat

mengalami Sectio Caesarea dibandingkan variabel yang lain.

C. Pembahasan

1. Hubungan Usia dengan tindakan Sectio Caesarea

Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa hampir sebagian

besar (32.9%) responden dengan usia berisiko <20 tahun atau >35 tahun

dan dari 161 responden Sectio Caesarea sebagian besar (54%) dengan

usia berisiko. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Fauziyah

(2014), bahwa faktor risiko kehamilan berdasarkan umur kehamilan dan

persalinan adalah <20 atau >35 tahun. Wanita pada umur kurang dari 20

tahun mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami plasenta previa


42

karena endometrium masih belum matang dan kejadian plasenta previa

juga sering terjadi pada ibu yang berumur diatas 35 tahun karena

pertumbuhan endometrium mengalami penurunan kesuburan sehingga

berisiko komplikasi dan dilakukan tindakan Sectio Caesarea.

Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan usia

dengan tindakn Sectio Caesarea pada ibu bersalin di RS Bhayangkara

Kora Bengkulu. Responden dengan usia berisiko berpeluang Sectio

Caesarea sebesar 8,787 kali dibandingkan denga responden usia tidak

berisiko. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Mulyawati, dkk (2011) tentang Faktor Tindakan Persalinan Operasi

Sectio Caesarea, dimana terdapat hubungan usia dengan tindakan Sectio

Caearea. Kehamilan dan persalinan pada usia diatas 35 tahun

mempunyai risiko yang lebih besar pada kesehatan ibu dan bayinya.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sihombing, dkk (2017) dimana

ibu yang berusia diatas 35 tahun berisiko untuk mendapatkan persalinan

dengan bantuan karena kekuatan fisik ibu seperti kekuatan untuk

mengejan sudah berkurang.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hampir sebagian besar

(46%) ibu dengan usia tidak beresiko melakukan tindakan Sectio

Caesarea. Hal ini disebabkan karena ibu mengalami komplikasi pada

persalinan yang dapat menyebabkan kesakitan atau kematian ibu dan

bayinya. Komplikasi yang mungkin timbul saat kehamilan juga dapat


43

mempengaruhi jalannya persalinan sehingga Sectio Caesarea dianggap

sebagai cara terbaik untuk melahirkan janin.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian kecil

ibu dengan usia berisiko (11,8%) tidak Sectio Caesaera, menurut

peneliti karena permintaan dari ibu dan keluarga sendiri untuk tidak

melakukan Sectio Caesarea, tidak ada komplikasi kehamilan maupun

persalianan yang dialami ibu dan ibu merasa mampu untuk melahirkan

secara normal. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yulidasari

(2016), bahwa kehamilan pada usia diatas 35 tahun tidak menjadi

masalah karena presepsi masyarakat setempat yang lebih pada

kemampuan fisik wanita tersebut dalam menentukan kelayakan untuk

hamil, tanpa memperhatikan risikonya. Wanita umur dibawah 20 tahun

masih berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan sehingga

kondisi hamil akan membuat dirinya harus berbagi dengan janin yang

sedang dikandung untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Sebaliknya ibu

yang berumur lebih dari 35 tahun mulai menunjukkan pengaruh prose

penuaannya, seperti sering muncul penyakit seperti hipertensi dan

diabetes melitus yang dapat menghambat masuknya makanan janin

melalui plasenta.

Berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa kelompok kasus ibu

yang bersalin dengan tindakan SC ibu yang usia tidak beresiko dan tidak

mengalami komplikasi lain yang diteliti yakni, KPD, Preeklampsia,

letak sungsang dan partus lama melakukan persalinan dengan tindakan


44

Sectio Caesarea. Peneliti menduga hal tersebut terjadi karena

permintaan ibu dan keluarga untuk dilakukan persalinan SC atau sering

disebut indikasi sosial. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Nugroho (2010), tentang Persalinan Sectio Caesarea dengan

indikasi Non Medis di Kota Surabaya, dimana persalinan SC sudah

menjadi gaya hidup bagi masyarakat ekonomi kelas menengah keatas,

selain itu juga pendapat dengan memilih persalinan SC terbebas dari

rasa sakit dan proses yang lama dari proses persalinan normal dan

pendapat biaya yang mahal akan mendapatkan keselamatan dan

kenyamanan yang lebih dalam melahirkan dan juga dapat menjaga

bentuk tubuh ibu tetap menarik.

Hasil penelitian juga menunjukkan dalam kelompok kontrol ibu

memiliki usia berisiko dan atau mengalami satu atau lebih komplikasi

seperti KPD, Preeklampsia, letak sungsang dan partus lama tetapi tidak

dilakukan tindakan Sectio Caesarea. Peneliti menduga hal ini

disebabkan karena masih bisa dilakukannya persalinan secara normal

tanpa perlu dilakukan tindakan SC dan dari permintaan ibu dan keluarga

sendiri yang meminta untuk tidak dilakukan persalinan dengan SC. Hal

ini sejalan dengan Pendapat Handoko (2006), Sectio Caesarea tidak

dianjurkan bagi ibu yang masih dapat melahirkn secara normal. Alasan

ibu hamil memilih SC daripada sevara normal agar terhindar dari rasa

sakit sewaktu persalinan, tidaklah tepat. Melahirkan secara normal lebih

ringan risikonya dibandingkan dengan SC.


45

Hal ini juga sejalan dengan pendapat Kasdu (2003), banyak ibu

yang beranggapan salah bahwa dengan SC ibu tidak akan mengalami

rasa sakit seperti halnya persalinan alami. Hal ini terjadi karena

kekhawatiran atau kecemasan menghadapi rasa sakit yang akan terjadi

pada proses persalinan normal. Akibatnya untuk mengjilangkan ini

semua ibu berpikir melahirkan dengan cara Sectio Caesarea.

2. Hubungan Ketuban Pecah dini dengan tindakan Sectio Caesarea

Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa hampir sebagian

besar (31,7%) ibu mengalami Ketuban pecah dini dan dari 161

responden Sectio Caesarea hampir sebagian besar (49,7%) mengalami

KPD. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Manuaba (2013),

bahwa ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat

tanda mulai persalinan dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu.

KPD merupakan masalah yang harus segera ditangani pada persalinan

karena dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan

infeksi pada ibu.

Hal ini sejalan dengan pendapat Kasdu (2013), bahwa Sectio

Caesarea dilakukan pada ibu hamil dengan robeknya kantung ketuban

sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan.

Kondisi ini membuat air ketuban merembes keluar sehingga tinggal

sedikit atau habis. Penyebab KPD belum diketahui secara jelas sehingga

usaha preventif tidak dapat dilakukan kecuali dengan cara menekan

terjdinya infeksi. Namun diperkirkan KPD terjadi karena berkurangnya


46

kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh

kedua faktor tersebut. Kekuatan membran berkurang oleh karena adanya

infeksi yang berasal vagina dan serviks. KPD merupakan salah satu

faktor penyebab asfiksia neonaturum.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian

(50,3%) ibu yang tidak mengalami KPD melakukan Sectio Caesarea.

Hal ini karena berdasarkan penelitian ibu yang tidak mengalami KPD

melakukan SC karena mengalami komplikasi lain seperti preeklampsia,

letak sungsang, partus lama, gawat janin, usia risiko untuk melahirkan

secara normal, dan juga riwayat persalinan Sectio Caesarea sebelumnya.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mulyawati, dkk

(2011), bahwa risiko KPD pada ibu hamil bukan saja terjadi

korioamnionitis, tetapi juga kemungkinan gagalnya induksi yang

disebabkan oleh serviks yang tidak baik sehingga mengakibatkan

persalinan SC.

Hasil analisa bivariat menunjukkan terdapat hubungan KPD

dengan tindakan Sectio Caesaerea pada ibu bersalin di RS Bhayangkara

Kota Bengkulu. Responden dengan KPD berpeluang Sectio Caesarea

sebesar 6,240 kali dibandingkan dengan responden yang tidak KPD. Hal

ini sejalan dengan pendapat Syaifuddin (2012) bahwa salah satu indikasi

dilakukan tindakan Sectio Caesarea adalah ibu yang mengalami ketuban

pecah dini, yang mana dapat menyebabkan gawat janin. Hasil penelitian

ini sejalan dengan penelitian Umadah (2014) dimana terdapat hubungan


47

ketuban pecah prematur dengan persalinan Caesarea Section. Ketuban

pecah premature dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal,

korionamnionitis, persalinan prematur dan hipoksia. Oleh karena itu,

penatalaksanaannya adalah dengan terminasi kehamilan. Apabila

persalinan tidak terjadi dalam 24 jam yang akan terjadi risiko infeksi

intrauterine sehingga harus dilakukan persalinan Caesarea Section.

Hasil penelitian juga menunjukkan sebagian kecil (13,7%) ibu

yang KPD tidak SC. Hal ini disebakan karena ibu yang mengalami KPD

bisa melahirkan secara normal dan tidak terjadi gawat janin sehingga

tidak ada indikasi untuk melakukan tindakan persalinan dengan Sectio

Caesarea.

3. Hubungan Preeklampsia dengan tindakan Sectio Caesarea

Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa hampir sebagian

besar (29,8%) mengalami Preeklampsia dan dari 161 responden Sectio

Caesarea hampir sebagian besar (49,7%) mengalami Preeklampsia.

Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Andayasari (2014), bahwa

Preeklampsia biasanya terjadi setelah usia kehamilan mencapai 20

minggu yang disertai dengan peningkatan berat badan ibu sehingga

tubuh membengkak (edema) dan proteinuria. Hal ini sejalan dengan

penelitian Sihombing (2017), dimana terdapat pengaruh komplikasi

kehamilan seperti preeklampsia. Penelitian yang dilakukan Gonzales

(2013) di Peru menujukkan bahwa ibu dengan preeklampsia lebih


48

mungkin melahrikan dengan secara operasi dibandingkan persalinan

pervaginam.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian

(50,3%) ibu yang tidak Preeklampsia melakukan SC. Hal ini disebabkan

karena ibu mengalami komplikasi lain seperti ketuban pecah dini, letak

sungsang, partus lama, gawat janin, usia risiko untuk melahirkan secara

normal, dan juga riwayat persalinan Sectio Caesarea sebelumnya. Selain

itu juga hal ini dapat terjadi karena indikasi sosial,yakni permintaan

sendiri pasien untuk dilakukan Sectio Caesarea.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian kecil (9,9%)

ibu yang mengalami preeklampsia tidak melakukan Sectio Caesarea.

Pada ibu yang mengalami preeklampsia dapat dilakukan persalinan

normal karena selama persalinan dari pemantauan tekanan darah ibu

normal dan stabil, dan tidak terjadi gawat janin sehingga memungkinkan

untuk dilakukan persalinan normal.

Hasil analisa bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan

preeklampsia dengan tindakan Sectio Caesarea pada ibu bersalin di RS

Bhayangkara Kota Bengkulu. Responden dengan preeklampsia

berpeluang Sectio Caesarea sebesar 8,951 kali dibandingkan dengan

responden yang tidak preeklampsia. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Sumeleung (2014), tentang faktor-faktor yang berperan

meningkatkannya angka kejadian Sectio Caesarea di Rumah Sakit


49

Umum Darah Liun Kendage Tahuna, menunjukkan bahwa prekelampsia

adalah indikasi terbesar ketiga dilakukan tindakan Sectio Caesarea.

Berdasarkan hasil analisa multivariat didapatkan hasil bahwa

faktor dominan yang berpengaruh dengan tindakan Sectio Caesarea di

RS Bhayangkara Kota Bengkulu adalah Preeklampsia, dimana

preeklampsia berpeluang 3,738 kali lipat mengalami Sectio Caesarea

dibandingkan denga variabel yang lain. Hal ini sejalan dengan penelitian

Aprina & Anita Puri (2016), dimana menurut peneliti Sectio Caesarea

disebabkan karena beberapa faktor, salah satunya adalah Preeklampsia.

Preeklampsia merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil,

bersalin dan masa nifas yang terdiri dari trias, yakni hipertensi,

proteinurin dan edema. Pada PEB dalam kehamilan memiliki indikasi

untuk melakukan persalinan Sectio Caesarea. Pada ibu penderita

Preeklampsia berat timbul konvulsi yang dapat diikuti koma.

Penatalaksanaan preeklmapsia bertujuan untuk menghentikan

berulangnya serangan konvulsi dan mengakahiri kehamilan secepatnya

dengan melakukan Sectio Caesarea yang aman agar mengurangi trauma

pada janin seminimal mungkin (Mochtar,2014). Selain itu juga

berdasarkan pendapat Manuba (2010), preeklampsia berat dan

eklampsia dapat menyebabkan komplikasi kematian ibu dan janin, untuk

mencegah hal tersebut maka upaya yang dilakukan adalah dengan segera

mengakhiri kehamilan , untuk menjamin keselamatan ibu dan janin

melalui sectio Caesarea menjadi indikasi untuk mengakhiri kehamilan.


50

4. Hubungan Letak Sungsang dengan tindakan Sectio Caesarea

Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa hampir sebagian

besar (34,2%) responden mengalami kehamilan letak sungsang dan dari

161 responden Sectio Caesarea sebagian besar (52,8%) mengalami letak

sungsang. Memperhatikan komplikasi persalinan letak sungsang melalui

pervaginam, maka sebagian besar pertolongan persalinan letak sungsang

dilakukan dengan Sectio Caesarea. Pada saat ini SC menduduki tempat

yang sangat penting dalam menghadapi persalinan letak sungsang

(Prawirohardjo,2014).

Hasil penelitian menunjukkan hampir sebagian (47,2%) ibu yang

tidak mengalami letak sungsang melakukan persalinan dengan tindakan

Sectio Caesarea, hal ini karena ibu mengalami komplikasi lain seperti

preeklamspia berat, eklampsia, ketuban pecah dini, gawat janin, plasenta

previa dan riwayat SC sebelumnya, sehingga mengharuskan ibu untuk

melahirkan dengan tindakan Sectio Caesarea.

Berdasarkan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian

kecil (15,5%) ibu yang mengalami letak sungsang tidak dilakukan

tindakan Sectio Caesarea, karena berat janin yang tidak besar yang

memungkinkan persalinan dilakukan tanpa melakukan tindakan SC .

Hasil analisa bivariat menunjukkan ada hubungan letak sungsang

dengan tindakan Sectio Caesarea pada ibu bersalin di RS Bhayangkara

Kota Bengkulu. Responden dengan letak sungsang berpeluang SC

sebesar 6,089 kali dibandingkan dengan responden yang tidak letak


51

sungsang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Aprina (2016),

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan Sectio Caesarea di

RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung, dapat disimpulkan

terdapat hubungan letak sungsang dengan Sectio Caesarea.

Letak sungsang merupakan keadaaan dimana janin terletak

memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada dibagia

bawah kavum uteri, indikasi kelainan letak bayi dapat mengakibatkan

tindakan SC (Prawirohardjo, 2014). Hal ini sejalan dengan penelitian

Andayasari (2015) menunjukkan bahwa ada hubungan letak sungsang

dengan tindakan Sectio Caesarea di Jakarta, diketahui lebih dari separuh

(52,3%) persalinan sesarea elektif dilakukan karena letak

sungsang/malposisi.

5. Hubungan Partus Lama dengan tindakan Sectio Caesarea

Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa hampir sebagian

besar (31,4%) responden mengalami partus lama dan dari 161

responden Sectio Caesarea hampir sebagian besar (49,1%) mengalami

partus lama. Menurut Fatmawati (2013), bahwa partus tak maju adalah

fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau

lebih bayi belum lahir, dilatasi serviks dikanan garis waspada persalinan

fase aktif. Sedangkan menurut Mochtar (2014), menjelaskan bahwa

partus tak maju adalah ketiadaan kemajuan dalam dilatasi serviks atau

penurunan dari bagian yang masuk selama persalinan aktif sehingga

harus dilakukan tindakan operatif untuk menyelamatkan ibu dan bayi.


52

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian kecil

(13,7%) ibu yang mengalami partus lama tidak melakukan tindakan SC,

karena ibu dan keluarga tidak menyetujui untuk dilakukan tindakan

Sectio Caesarea. Selain itu juga, prinsip penanganan partus lama adalah

menilai keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda vital dan tingkat

hidrasi, pemeriksaan DJJ jika terdapat gawat janin lakukan SC.

Hasil analisa bivariat menunjukkan ada hubungan partus lama

dengan tindakan Sectio Caesarea pada ibu bersalin di RS Bhayangkara

Kota Bengkulu. Responden dengan partus lama berpeluang Sectio

Caesarea sebesar 6,087 kali dibandingkan dengan responden yang tidak

partus lama. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Winkjosastro

(2013), bahwa partus tak maju merupakan fase dari suatu partus yang

macet dan berlangsung lama sehingga menimbulkan gejala-gejala

seperti dehidrasi, infeksi, asfiksia dan kematian dalam kandungan.

Partus lama memberikan dampak yang berbahaya bagi ibu maupun

janin, risiko tersebut naik dengan cepat setelah waktu 24 jam, terjadi

atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan dan syok pada ibu.

Pada janin akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas karena asfiksia,

trauma kepala akibat penekanan kepala janin.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Aprina

(2016) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan Sectio Caesarea

di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung, dimana terdapat

hubungan partus tak maju dengan Sectio Caesarea. Partus tak maju yang
53

macet dan berlangsyng terlalu lama sehingga menimbulkan gejala-gejala

seperti dehidrasi, infeksi, kelelahan, asfiksia dan kematian dalam

kandungan. Dalam keadaan ini ibu hamil memiliki indikasi untuk

persalinan Sectio Caesarea, dikarenakan akan mengakibatkan risiko

kematian janin apabila tidak ditangani dengan benar.

Berdasarkan hasil penelitian sejalan dengan penelitian Prosser SJ,

dkk (2014) penelitian di Inggris dan Australia menunjukkan bahwa salah

satu penyebab dilakukan operasi sesar adalah penyulit saat persalinan

seperti partus lama (macet), prematuritas dan Fetal distress. Penyulit

persalinan akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu dan janin

jika tidak ditangani secara tepat.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan

Sectio Caesarea pada ibu bersalin di RS Bhayangkara Kota Bengkulu tahun

2018 disimpulkan bahwa :

1. Hampir sebagian besar responden mempunyai usia berisiko <20 atau >35

tahun, hampir sebagian responden mengalami KPD, hampir sebagian

responden mengalami preeklampsia, hampir sebagian responden

mengalami letak sungsang dan hampir sebagian responden mengalami

partus lama.

2. Ada hubungan usia dengan tindakan Sectio Caesarea pada ibu bersalin di

RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018.

3. Ada hubungan KPD dengan tindakan Sectio Caesarea pada ibu bersalin di

RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018.

4. Ada hubungan Preeklampsia dengan tindakan Sectio Caesarea pada ibu

bersalin di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018.

5. Ada hubungan Letak Sungsang dengan tindakan Sectio Caesarea pada ibu

bersalin di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018.

6. Ada hubungan Partus Lama dengan tindakan Sectio Caesarea pada ibu

bersalin di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun 2018.

54
55

7. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan tindakan Sectio

Caesarea pada ibu bersalin di RS Bhayangkara Kota Bengkulu Tahun

2018 adalah Preklampsia.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di RS

Bhayangkara Kota Bengkulu, maka peneliti memberikan saran kepada

beberapa pihak terkait :

1. Bagi Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian mengharapkan tenaga kesehatan terkhusus bidan untuk

memberikan konseling pada ibu hamil tentang pencegahan komplikasi

selama kehamilan dan persalinan sejak dini untuk mencegah persalinan

dengan tindakan Sectio Caesarea.

2. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan khususnya bagi bidan dalam memberikan pertolongan

persalinan dan melakukan layanan ANC dapat meningkatkan pengetahuan

melalui literatur terbaru dan memberikan edukasi secara langsung pada ibu

hamil tentang pencegahan komplikasi kehamilan dan persalinan agar tidak

menyebabkan persalinan dengan tindakan Sectio Caesarea.

3. Bagi Peneliti Lain

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan atau bahan

perbandingan bagi peneliti-peneliti selanjutnya dan penelitian lain dapat

mengembangkan penelitian ini dengan variabel lain yang berbeda

diantaranya faktor paritas, panggul sempit dan penyakit pada ibu hamil.
DAFTAR PUSTAKA

Andayasari, L, dkk. 2015. Proporsi Seksio Sesarea dan Faktor yang Berhubungan
dengan Seksio Sesarea di Jakarta. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol. 43(2)
: 105-116

Aprina & Anita Puri. 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Persalinan
Sectio Caesarea di RSUD DR. H Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
Jurnal Kesehatan Volume 7 (1) : 91-96

Arikunto. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Renika Cipta

Cuninngham. F.G. dkk, 2013. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik


Gestasional Obstetri Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC. Jakarta.

Dorlan (2013). Kamus Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Fatmawati, S. 2013.Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogjakarta: Nuha Medika

Fauzi D.A. 2013. Seksio Caesaria. Jakarta: EGC

Fauziyah, Y. 2014. Obstetri Patologi Edisi Revisi. Yogyakarta: Nuha Medika

Gonzales, GF, et all. (2013). Pregnancy outcomes associated with Caesarean


deliveries in Peruvian public health facilities. International Journal
Womens Health Vol 5 :637-645

Handoko. 2006. Sembilan Bulan Yang Menajubkan ,Seri Ayah Bunda Dan Bayi.
Jakarta :Gaya Favorit

Kasdu, D. 2003. Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. Jakarta: .Puspa Sehat

________ 2013. Anak cerdas. Jakarta: .Puspa Swara, Anggota IKAPL

Manuaba, I.B.G. 2013. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarata: ECC

Muchtar, R. 2014. Sinopsis Obstetri, Edisi revisi. Jakarta: EGC

Mulyawati, dkk. 2011. Faktor Tindakan Persalinan Operasi Sectio Caesarea di


Rumah Sakit Islam YAKSSI Gemolong Kabupaten Sragen Tahun 2010 .
Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 7 (1): 14-21

56
57

Notoatdmojo. 2012. Metodologi penelitian kesehatan edisi revisi. Jakarta: RIneka


Cipta

Nugroho, Prasetyo. 2010. Persalinan Seksio Sesarea dengan Indikasi Non Medis
di Kota Surabaya. Skripsi. S1- Fisipol.Departemen Antropologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universiyas Airlangga, Surabaya.

Prosser SJ, et al. 2014. Why ”down under” is a cut above : a comparison of rates
of and reasons for caesarean section in England and Australia. BMC
Preganancy Chlidbirth, Vol 14 (1) : 149

RS Bhayangkara. 2018. Data Operasi Seksio Caesaria dan Seluruh Persalinan


Tahun 2015-2017. RS Bhayangkara Kota Bengkulu

RSUD Dr. M Yunus. Data Operasi Seksio Caesaria dan Seluruh Persalinan
Tahun 2015-2017. RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

RS Kota Bengkulu. Data Operasi Seksio Caesaria dan Seluruh Persalinan Tahun
2015-2017. Rumah Sakit Kota Bengkulu

Saifuddin, A.B. 2014. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Sihombing, Novianti, dkk. (2017). Determinan Persalinan Sectio Caesarea di


Indoensia. Jurnal Kesehatan Reproduksi Volume 8 (1) : 63-75

Sumelung, V. (2014). Faktor-Faktor yang Berperan Meningkatnya Angka


Kejadian Sectio Caesarea di Rumah Sakit Umum Daerah Liun Kendage
Tahuna. Ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 2 (1) : 1-7

Umadah, N & Arief Wibowo. (2014). Pengaruh Faktor Risiko Ibu dan Janin
Terhadap Persalinan Caesarean Section. Jurnal Biometrika dan
Kependudukan, Vol 3 (1) : 59-65.

Wiknjosastro, H. 2013. Ilmu Kebidanan Edisi ketiga Cetakan kedelapan. Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Yulidasari. (2016). Hubungan Antara Usia Ibu Pada Saat Hamil dan Status
Anemia dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Jurnal
Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Vol. 3 No. 1

Anda mungkin juga menyukai