PENEGAKAN HUKUM
Disusun Oleh:
Vina Rostiana E.0106.21.002
Siti Mutoharoh E.0106.21.003
Fathimah Azzahra E.0106.21.004
Ai Ais Sanatunnisa E.0106.21.006
Claudia Eki Somantri E.0106.21.007
Desy Putri W.N E.0106.21.008
Eli Sania E.0106.21.010
Rohimah E.0106.20.013
Susanti Febriani E.0106.20.018
Widya Ayu Meilanie E.0106.20.021
Bismillahirrahmaanirrahim….
Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan
karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penegakan
Hukum”. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada baginda alam kita
sesosok tokoh yang pembawa dari zaman jahiliyah ke zaman yang lebih modern
nabi besar kita Nabi Muhammad SAW. Tak lupa kepada para sahabatnya, tabi’in
dan tabi’atnya, dan semoga sampai kepada kita selaku umatnya diakhir zaman.
Tujuan saya mengerjakan makalah ini, untuk memenuhi salah satu syarat
tugas mata kuliah Kewarganegaraan.
Dengan terselesaikannya tugas makalah ini saya ucapkan terimakasih
kepada Dosen Pengampu Bapak Ofa Chaerul Pudin M,Pd yang telah membantu
sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 20
B. Saran ................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-
keinginan dalam hukum agar menjadi kenyataan dan ditaati oleh masyarakat.
Masyarakat Indonesia makin hari makin mendambakan tegaknya hukum yang
berwibawa, memenuhi rasa keadilan dan ketentraman yang menyejukkan hati.
Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia merujuk pada pendekatan
norma hukum yang bersifat menghukum sehingga memberikan efek jera.
Tanpa perasaan tentram dan adil maka hasil-hasil pembangunan negara yang
menyangkut berbagai permasalahan akan terasa ada hambatan untuk mencapai
kemajuan yang maksimal karena itu untuk menegakan hukum dan menjaga
kententraman masyarakat diperlukan suatu organ yang disebut Polisi.
Sejak lama masyarakat menghendaki Kepolisan Negara Republik
Indonesia (Polri) dalam menjalankan tugasnya tidak bersifat militaristik yakni
menggunakan senjata melawan musuh masyarakat, tetapi yang diinginkan
masyarakat adalah Polri bisa lebih berperan sebagai sosok hukum yang hidup
yang bertugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta
bertindak berdasarkan hukum yang berlaku. Di dalam hukum positif
Indonesia, telah terdapat jaminan adanya kepastian hukum. (Siswantoro
Sumarso, 2004, Penegakan Hukum Psikotropika, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, Hal. 7.2), (Pudi Rahardi, 2007, Hukum Kepolisian), (Profesionalisme
Dan Reformasi Polri), (Surabaya: Laksbang Mediatama, hal. 1.12 pidana).
B. Rumusan Masalah
1. Teori negara kesejahteraan.
2. Kekuasaan kehakiman.
3. Alasan pentingnya hukum.
4. Asas penegakan hukum.
5. Lembaga penegak hukum.
6. Jenis-jenis peradilan.
1
C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu teori negara kesejahteraan.
2. Mengetahui kekuasaan kehakiman.
3. Mengetahui alasan pentingnya hukum.
4. Mengetahui asas penegakan hukum.
5. Mengetahui lembaga penegak hukum.
6. Mengetahui jenis-jenis peradilan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
mempromosikan gagasan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk
menjamin the greatest happiness (welfare) of the greatest number of their
citizenz. Bentham menggunakan istilah “utility‟ atau kegunaan untuk
menjelaskan konsep kebahagiaan atau kesejahteraan. Berdasarkan prinsip
utilitarianisme yang ia kembangkan, Bentham berpendapat bahwa sesuatu
yang dapat menimbulkan kebahagiaan ekstra adalah sesuatu yang baik, dan
sebaliknya, sesuatu yang menimbulkan sakit adalah buruk. Menurutnya, aksi-
aksi pemerintah harus selalu diarahkan untuk meningkatkan kebahagian
sebanyak mungkin orang.
Dari pandangan Esping Anderson (1990), bahwa Negara kesejahteraan
bukanlah satu konsep dengan pendekatan baku. Negara kesejahteraan lebih
sering ditengarai dari atribut-atribut kebijakan pelayanan dan transfer sosial
yang disediakan oleh Negara (pemerintah) kepada warganya, seperti
pelayanan pendidikan, transfer pendapatan, pengurangan kemiskinan,
sehingga keduanya (Negara kesejahteraan dan kebijakan sosial) sering
diidentikan. Negara kesejahteraan, pada dasarnya, mengacu pada peran
Negara yang aktif dalam mengelola dan mengorganisasi perekonomian yang
di dalamnya mencakup tanggung jawab Negara untuk menjamin ketersediaan
pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya.
Negara kesejahteraan berusaha membebaskan warganya dari
ketergantungan pada mekanisme pasar untuk mendapatkan kesejahteraan
(dekomodifikasi) dengan menjadikannya sebagai hak setiap warga yang dapat
diperoleh melalui perangkat kebijakan sosial yang disediakan oleh Negara.
B. Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan kehakiman, dalam konteks negara Indonesia, adalah kekuasaan
negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara
Hukum Republik Indonesia.
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan dalam
kehidupan ketatanegaraan. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa
kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh:
4
1. Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.
2. Mahkamah Konstitusi Selain itu terdapat pula Peradilan Syariah Islam di
Provinsi Aceh, yang merupakan pengadilan khusus dalam Lingkungan
Peradilan Agama (sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan
peradilan agama) dan Lingkungan Peradilan Umum (sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum).
Di samping perubahan mengenai penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman, UUD 1945 juga memperkenalkan suatu lembaga baru yang
berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu Komisi
Yudisial. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku
hakim.
5
tersebut terus dijaga. Dengan adanya hukum, orang tidak akan sesuka hati
melanggar hak orang lain.
3. Memberikan rasa keadilan bagi warga negara
Hukum juga berperan untuk memberikan rasa keadilan bagi warga negara.
Hukum tidak hanya menciptakan ketertiban dan ketenteraman, namun juga
keadilan bagi warga negara. Keadilan dapat diartikan sebagai dalam
keadaan yang sama tiap orang harus menerima bagian yang sama pula.
Juga berarti seseorang menerima sesuai dengan hak dan kewajibannya.
4. Menciptakan ketertiban dan ketentraman
Pada akhirnya, hukum menjadi sangat penting karena hukum bisa
menciptakan ketertiban dan keterteraman. Masyarakat akan tertib dan
teratur apabila terdapat hukum dalam masyarakat yang ditaati oleh
warganya. Akan sulit terbayangkan, masyarakat tanpa hukum maka yang
terjadi adalah ketidaktertiban dan kehancuran.
6
4. Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi
a. Ganti Kerugian
Pasal 1 angka 22 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHP:
“Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan
atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena
ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai
orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.”
1) Pasal 95
7
mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili
perkara pidana yang bersangkutan.
2) Pasal 96
8
tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim
praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77.
9
sedang yang dimaksud dengan kerugian bagi orang lain adalah termasuk
kerugian pihak korban. Gugatan ganti kerugian yang dimaksud dalam
Pasal 183 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 adalah suatu
gugatan ganti kerugian yang timbul akibat dilakukannya suatu tindak
pidana.
10
6. Asas Unifikasi
11
dimaksud dengan “aparat penegak hukum lain”, antara lain aparat penegak
hukum dari Kepolisian, Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman,
dan Kejaksaan Agung.
F. Jenis-jenis Peradilan
Peradilan adalah suatu proses yang dilakukan oleh Lembaga yang diberi
kewenangan untuk memeriksa, memutus, mengadili hingga menyelesaikan
perkara yang dilakukan dengan tata cara tertentu dengan menggunakan
prosedural hukum formal yang diatur dalam hukum acara demi tegaknya
hukum dan keadilan.Lembaga atau badan atau instansi yang melaksanakan
sistem peradilan yang dimaksud disini adalah merupakan lembaga Pengadilan.
Bentuk sistem peradilan yang dilaksanakan di pengadilan adalah sebuah
forum publik yang resmi dan dilakukan berdasarkan hukum acara yang
berlaku di Indonesia.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa peradilan merupakan
proses menerapkan dan mengakkan hukum demi keadilan, sedangkan
12
pengadilan adalah tempat berlangsungnya proses peradilan tersebut.Peradilan
di Indonesia memiliki banyak jenis dengan jenis peradilan yang berbeda-beda
pula. Berikut adalah jenis-jenis peradilan yang terdapat di Indonesia.
1. Peradilan Umum
Peradilan umum menangani perkara pidana dan perdata secara
umum. Badan pengadilan yang menjalankannnya adalah Pengadilan
Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi sebagai
pengadilan tingkat bandingnya. Pengadilan Negeri berkedudukan di
Ibukota Kabupaten/Kota yang menjadi wilayah kewenangannya.
Sedangkan Pengadilan Tinggi berkedudukan di Ibukota Provinsi dengan
kewenangan meliputi wilayah Provinsi tersebut. Peradilan ini diatur
dengan UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum jo. UU No. 8
Tahun 2004 jo. UU No. 49 Tahun 2009 jo. Putusan MK Nomor 37/PUU-
X/2012. Terdapat 6 pengadilan khusus di lingkungan peradilan umum:
a) Pengadilan Anak, merupakan pengadilan yang melakukan proses
peradilan atas perkara yang dilakukan oleh pada anak berumur 12-17
tahun yang diduga melakukan suatu tindak pidana.
b) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, merupakan pengadilan yang
melakukan proses peradilan atas perkara tindak pidana korupsi,
dimana pekara yang diperkarakan adalah pekara yang tuntutannya
diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
c) Pengadilan Perikanan, merupakan pengadilan yang melakukan proses
peradilan yang berhubungan dengan tindak pidana di bidang
perikanan.
d) Pengadilan HAM, merupakan pengadilan yang melakukan proses
peradilan yang berkaitan dengan pelanggaran HAM berat meliputi
kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
e) Pengadilan Niaga, merupakan pengadilan yang melakukan proses
peradilan atas perkara pailit dan penundaan kewajibann pembayaran
utang, kekayaan intelektual, dan likuidasi.
f) Pengadilan Hubungan Industrial, merupakan pengadilan yang
melakukan proses peradilan atas perkara perselisihan hubungan
13
industrial meliputi hak, kepentingan, PHK, dan perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh dalam satup perusahaan.
2. Peradilan Agama
Peradilan agama ini adalah peradilan yang khusus menangani perkara
perdata tertentu bagi masyarakat beragama Islam. Yang sangat umum
diperkarakan adalah perkara perdata seperti perceraian dan waris secara
Islam. Badan yang menjalankannya terdiri dari Pengadilan Agama sebagai
pengadilan tingkat pertama yang berada di ibukota dan Pengadilan Tinggi
Agama sebagai pengadilan tingkat banding yang terletak di ibukota
provinsi. Khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dibentuk
pengadilan agama dengan nama Mahkamah Syar’iyah agama nya dibentuk
dengan nama Mahkamah Syar’iah dan pengadilan tinggi agama dengan
nama Mahkamah Syar’iyah Aceh. Dasar hukum peradilan ini adalah
berdasrakan UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. UU No.3
Tahun 2006 jo. UU No.50 Tahun 2009 jo. Putusan MK Nomor 37/PUU-
X/2012.
3. Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan ini khusus menangani perkara gugatan terhadap pejabat
administrasi negara akibat penetapan tertulis yang dibuatnya merugikan
seseorang atau badan hukum tertentu. Pengadilan ini terdiri dari
pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara di
ibukota provinsi. (UU No 5 Th 1986 dan perubahannya Jo. Putusan MK
Nomor 37/PUU-X/2012) dan terdapat pengadilan turunan dari pengadilan
tata usaha negara yang menangani masalah pajak yaitu Pengadilan Pajak.
(UU No 14 Th 2002). Ada satu pengadilan khusus dibawah lingkungan
peradilan tata usaha yaitu PengadilanPajak yang menangani perkara
sengketa pajak. Dasar hukum peradilan ini adalah berdasarkan UU No.5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. UU No.9 Tahun
2004 jo. UU No.51 Tahun 2009 jo. Putusan MK Nomor 37/PUU-X/2012.
14
4. Peradilan Militer
Peradilan militer hanya menangani perkara pidana dan sengketa
tata usaha bagi kalangan militer. Badan yang menjalankan terdiri dari
Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer
Utama. Pengadilan Militer adalah pengadilan tingkat pertama bagi perkara
pidana yang terdakwanya berpangkat Kapten atau di bawahnya.
Pengadilan Militer Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding untuk
putusan Pengadilan Militer, sekaligus pengadilan tingkat pertama untuk
perkara pidana dengan terdakwa berpangkat Mayor atau di atasnya.
Pengadilan Militer Tinggi juga pengadilan tingkat pertama bagi
sengketa tata usaha angkatan bersenjata. Sedangkan Pengadilan Militer
Utama ialah pengadilan tingkat banding atas putusan Pengadilan Militer
Tinggi.Dasar hukum peradilan ini adalah berdasarkan UU No.31 Tahun
1997 tentang Peradilan Militer.
5. Peradilan Konstitusi
Menangani pengujian kesesuaian isi undang-undang dengan
Undang-Undang Dasar 1945 dan kewenangan lain yang diatur dalam
UUD 1945. Dasar hukum peradilan ini adalah berdasarkan UUD 1945 dan
UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi jo. UU No.8 Tahun
2011 jo. UU No.4 Tahun 2014.
15
Jurnal 1: Indonesia dalam Menjawab Konsep Negara Welfare State dan
Tantangannya, V. Hadiyono, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.
Negara Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan sistem welfare
state dengan model minimalis tetap memberikan tunjangan yang sangat menimal
juga bagi warga negaranya. Dengan demikian, sudah semestinya masyarakat tidak
terus menerus mengandalkan bantuan dan tergantung pada pemerintah.
Tanggungjawab kesejahteraan pribadi terletak pada masing-masing pribadi
itu sendiri, tanpa mengandalkan bantuan pemerintahan yang masih dirongrong
adanya perbuatan-perbuatan korup. Sebenarnya jika Pemerintah itu tidak hanya
terfokus dan mengutamakan sistem jaminan sosial nasional pada kesehatan saja
yang nyatanya masih keteteran, pemerintah mestinya juga memfokuskan serta
mengefektifkan perbaikan kualitas sumber daya manusia terlebih dulu yaitu
dengan memperbaiki dan membangun aspek moral dan mental manusianya.
Oleh sebab itu kualitas sumber daya manusia diupayakan peningkatannya
melalui jenjang pendidikan dan ini mestinya harus diperhatikan dan diprioritaskan
menjadi fokus yang utama pemerintah. Karena dari dunia pendidikan inilah moral,
mental dan akhlak manusia dibentuk, sehingga menghasilkan manusia-manusia
yang terdidik dan mempunyai idealisme tinggi serta anti korupsi.
Melihat pada ketidak berdayaan pemerintah ini, memberi sinyal bahwa
negara dalam menjawab dan mengejawantahkan konsep negara kesejahteraan
(welfare state) walaupun dengan model yang minimal sekalipun, belumlah begitu
siap. Ketidak siapan negara justru pada sumber daya manusianya yang bermental
korup dan masih mengunakan kebijakan-kebijakan jaminan sosial untuk
kepentingan politik semata.
Jurnal 2: Gagasan Pengaturan Kodifikasi dan Unifikasi Peraturan Perubahan dan
Peraturan Omnibus Law, Edy Sujendro, Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah,
Semarang
Pengaturan kodifikasi dan unifikasi peraturan perubahan dan peraturan
menggunakan metode omnibus law, sangat dibutuhkan untuk memenuhi
komponen substansi peraturan yang dapat dengan mudah dipahami oleh
masyarakat dengan menggunakan penghimpunan “Dalam 1 (satu) Naskah”.
Dengan demikian peraturan akan lebih mudah dipahami masyarakat.
16
Bentuk Pengaturan kodifikasi dan unifikasi peraturan perubahan dan
peraturan menggunakan metode omnibus law dapatmenggunakan Peraturan
Presiden sebagai dukungan penyebarluasan peraturan yangtelah disusun. Hal ini
sesuai dengan kewenangan yang diberikan dalam Pasal 64 UU 12/2011 yang
merubah lampiran II dengan menggunakan Peraturan Presiden.
Jurnal 3: Penegakan Hukum Di Indonesia Menurut Aspek Kepastian Hukum,
Keadilan dan Kemanfaatan, Hasaziduhu Moho.
Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara
yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.
Secara umum, dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum terdapat
tiga prinsip dasar, yaitu supremasi hukum (supremacy of law), kesetaraan
dihadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dengan cara
yang tidak bertentangan dengan hukum (due process of law).
Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide
keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi
penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide. Penegakan
hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-
norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau
hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-
konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum
merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal (Shant,1988 : 32).
Terdapat kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam penegakan hukum di
Indonesia. Sejak lama para pencari keadilan/masyarakat mendambakan penegakan
hukum yang adil. Namun, dalam praktik penegakan hukum yang sedang
berlangsung saat ini, pengutamaan nilai kepastian hukum lebih menonjol
dibandingkan dengan rasa keadilan masyarakat.
Berbagai putusan pengadilan, misalnya dalam kasus nenek Minah dan Aal
pencuri sandal, sepertinya menggambarkan penegakan hukum cenderung
perpandangan bahwa hukum adalah undang-undang, dan menimbulkan
kekecewaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia.
17
Jurnal 4: Penegakan Hukum Dalam Masyarakat, Zainab Ompu Jainah.
18
memerlukan cara-cara yang luar biasa (penegakan hukum progresif) artinya
bekerja dengan determinasi yang jelas tidak sama dengan menghalalkan segala
macam cara. Penegakan hukum progresif adalah menjalankan hukum tidak
sekedar menurut kata-kata hitam putih dari peraturan (according to the letter) dan
Undang-Undang atau hukum.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan
keinginankeinginan dalam hukum agar menjadi kenyataan dan ditaati oleh
masyarakat. Masyarakat Indonesia makin hari makin mendambakan tegaknya
hukum yang berwibawa, memenuhi rasa keadilan dan ketentraman yang
menyejukkan hati. Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia merujuk
pada pendekatan norma hukum yang bersifat menghukum sehingga
memberikan efek jera.
B. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan
makalah diatas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah
itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa
membangun dari para pembaca.
20
DAFTAR PUSTAKA
(online),(https://www.dilmiltama.go.id/home/ejournal/PENGGABUNGA
N_PERKARA.pdf, diakses 14 Maret 2022)
Hadiyono, v. 2020. Indonesia dalam Menjawab Konsep Negara Welfare State dan
Tantangannya.
(online), (http://repository.unika.ac.id/21846/1/2672-7719-2-PB.pdf,
diakses 13 Maret 2022)
(online), (https://www.hukumonline.com/klinik/a/apa-saja-lembaga
penegak-hukum-di-indonesia-lt502201cc74649, diakses 14 Maret 2022)
(online), (https://indonesiare.co.id/id/article/jenis-jenis-peradila-di-
indonesia, diakses 14 Maret 2022)
(online),(https://spada.uns.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=109154#:~:text
=Alasan%20pentingnya%20penegakan%20hukum%20yang,ketertiban%2
C%20dan%20ketenteraman%20warga%20negara, diakses 14 Maret 2022)
(online),(https://journals.usm.ac.id/index.php/julr/article/download/2727/1
821, diakses 14 Maret 2022)
UU. 2009. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman.
(online), (https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2009_48.pdf,
diakses 13 Maret 2022)
(online),(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan_kehakiman_di_Indon
esia, diakses 14 Maret 2022)