Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENEGAKAN HUKUM

Tugas Pada Mata Kuliah Kewarganegaraan


Tingkat 1 dan 2
Dosen Pengampu: Ofa Chaerul Pudin M.Pd

Disusun Oleh:
Vina Rostiana E.0106.21.002
Siti Mutoharoh E.0106.21.003
Fathimah Azzahra E.0106.21.004
Ai Ais Sanatunnisa E.0106.21.006
Claudia Eki Somantri E.0106.21.007
Desy Putri W.N E.0106.21.008
Eli Sania E.0106.21.010
Rohimah E.0106.20.013
Susanti Febriani E.0106.20.018
Widya Ayu Meilanie E.0106.20.021

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR


CIMAHI
Jl. Kerkof No 243 Leuwi Gajah Kode Pos 40532 Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat,
Indonesia.
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim….
Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan
karuniaNya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Penegakan
Hukum”. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada baginda alam kita
sesosok tokoh yang pembawa dari zaman jahiliyah ke zaman yang lebih modern
nabi besar kita Nabi Muhammad SAW. Tak lupa kepada para sahabatnya, tabi’in
dan tabi’atnya, dan semoga sampai kepada kita selaku umatnya diakhir zaman.
Tujuan saya mengerjakan makalah ini, untuk memenuhi salah satu syarat
tugas mata kuliah Kewarganegaraan.
Dengan terselesaikannya tugas makalah ini saya ucapkan terimakasih
kepada Dosen Pengampu Bapak Ofa Chaerul Pudin M,Pd yang telah membantu
sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan.

Cimahi, 13 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 3

A. Teori Negara Kesejahteraan................................................................................. 3


B. Kekuasaan Kehakiman ........................................................................................ 4
C. Alasan Pentingnya Hukum .................................................................................. 5
D. Asas Penegakan Hukum ...................................................................................... 6
E. Lembaga Penegak Hukum ................................................................................... 11
F. Jenis-jenis Peradilan ............................................................................................ 12

BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 20

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 20
B. Saran ................................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-
keinginan dalam hukum agar menjadi kenyataan dan ditaati oleh masyarakat.
Masyarakat Indonesia makin hari makin mendambakan tegaknya hukum yang
berwibawa, memenuhi rasa keadilan dan ketentraman yang menyejukkan hati.
Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia merujuk pada pendekatan
norma hukum yang bersifat menghukum sehingga memberikan efek jera.
Tanpa perasaan tentram dan adil maka hasil-hasil pembangunan negara yang
menyangkut berbagai permasalahan akan terasa ada hambatan untuk mencapai
kemajuan yang maksimal karena itu untuk menegakan hukum dan menjaga
kententraman masyarakat diperlukan suatu organ yang disebut Polisi.
Sejak lama masyarakat menghendaki Kepolisan Negara Republik
Indonesia (Polri) dalam menjalankan tugasnya tidak bersifat militaristik yakni
menggunakan senjata melawan musuh masyarakat, tetapi yang diinginkan
masyarakat adalah Polri bisa lebih berperan sebagai sosok hukum yang hidup
yang bertugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta
bertindak berdasarkan hukum yang berlaku. Di dalam hukum positif
Indonesia, telah terdapat jaminan adanya kepastian hukum. (Siswantoro
Sumarso, 2004, Penegakan Hukum Psikotropika, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, Hal. 7.2), (Pudi Rahardi, 2007, Hukum Kepolisian), (Profesionalisme
Dan Reformasi Polri), (Surabaya: Laksbang Mediatama, hal. 1.12 pidana).

B. Rumusan Masalah
1. Teori negara kesejahteraan.
2. Kekuasaan kehakiman.
3. Alasan pentingnya hukum.
4. Asas penegakan hukum.
5. Lembaga penegak hukum.
6. Jenis-jenis peradilan.

1
C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu teori negara kesejahteraan.
2. Mengetahui kekuasaan kehakiman.
3. Mengetahui alasan pentingnya hukum.
4. Mengetahui asas penegakan hukum.
5. Mengetahui lembaga penegak hukum.
6. Mengetahui jenis-jenis peradilan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Negara Kesejahteraan


Dalam garis besar, negara kesejahteraan menunjuk pada sebuah model
ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui
pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam memberikan
pelayanan social secara universal dan komprehensif kepada warganya. Karena
Negara merupakan organisasi tertinggi di antara satu kelompok atas beberapa
kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu hidup di dalam
daerah tertentu, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat dan
kesejahteraan merupakan kesejahteraan masyarakat dan perorangan.
Kesejahteraan masyarakat adalah kesejahteraan semua perorangan
secara keseluruhan anggota masyarakat. Dalam hal ini kesejahteraan yang
dimaksudkan adalah kesejahteraan masyarakat. Dan kesejahteraan perorangan
adalah kesejahteraan yang menyangkut kejiwaan (state of mind). Perorangan
yang diakibatkan oleh pendapatan kemakmuran dan faktor-faktor ekonomi
lainnya.
Dari Negara bagian barat seperti di Negara Inggris, konsep Welfare
state dipahami sebagai alternatif terhadap the Poor Law yang kerap
menimbulkan stigma, karena hanya ditujukan untuk memberi bantuan bagi
orang-orang miskin. Berbeda dengan sistem dalam the Poor Law, Negara
kesejahteraan difokuskan pada penyelenggaraan sistem perlindungan sosial
yang melembaga bagi setiap orang sebagai cerminan dari adanya hak
kewarganegaraan (right of citizenship), di satu pihak, dan kewajiban Negara
(state obligation), di pihak lain. Negara kesejahteraan ditujukan orang tua dan
anak-anak, pria dan wanita, kaya dan miskin, sebaik dan sedapat mungkin. Ia
berupaya untuk mengintegrasikan sistem sumber dan menyelenggarakan
jaringan pelayanan yang dapat memelihara dan meningkatkan kesejahteraan
(well-being) warga Negara secara adil dan berkelanjutan.
Menurut Bessant, Watts, Dalton dan Smith, ide dasar Negara
kesejahteraan beranjak dari abad ke-18 ketika Jeremy Bentham (1748- 1832)

3
mempromosikan gagasan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk
menjamin the greatest happiness (welfare) of the greatest number of their
citizenz. Bentham menggunakan istilah “utility‟ atau kegunaan untuk
menjelaskan konsep kebahagiaan atau kesejahteraan. Berdasarkan prinsip
utilitarianisme yang ia kembangkan, Bentham berpendapat bahwa sesuatu
yang dapat menimbulkan kebahagiaan ekstra adalah sesuatu yang baik, dan
sebaliknya, sesuatu yang menimbulkan sakit adalah buruk. Menurutnya, aksi-
aksi pemerintah harus selalu diarahkan untuk meningkatkan kebahagian
sebanyak mungkin orang.
Dari pandangan Esping Anderson (1990), bahwa Negara kesejahteraan
bukanlah satu konsep dengan pendekatan baku. Negara kesejahteraan lebih
sering ditengarai dari atribut-atribut kebijakan pelayanan dan transfer sosial
yang disediakan oleh Negara (pemerintah) kepada warganya, seperti
pelayanan pendidikan, transfer pendapatan, pengurangan kemiskinan,
sehingga keduanya (Negara kesejahteraan dan kebijakan sosial) sering
diidentikan. Negara kesejahteraan, pada dasarnya, mengacu pada peran
Negara yang aktif dalam mengelola dan mengorganisasi perekonomian yang
di dalamnya mencakup tanggung jawab Negara untuk menjamin ketersediaan
pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkat tertentu bagi warganya.
Negara kesejahteraan berusaha membebaskan warganya dari
ketergantungan pada mekanisme pasar untuk mendapatkan kesejahteraan
(dekomodifikasi) dengan menjadikannya sebagai hak setiap warga yang dapat
diperoleh melalui perangkat kebijakan sosial yang disediakan oleh Negara.

B. Kekuasaan Kehakiman
Kekuasaan kehakiman, dalam konteks negara Indonesia, adalah kekuasaan
negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara
Hukum Republik Indonesia.
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan dalam
kehidupan ketatanegaraan. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa
kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh:

4
1. Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara.
2. Mahkamah Konstitusi Selain itu terdapat pula Peradilan Syariah Islam di
Provinsi Aceh, yang merupakan pengadilan khusus dalam Lingkungan
Peradilan Agama (sepanjang kewenangannya menyangkut kewenangan
peradilan agama) dan Lingkungan Peradilan Umum (sepanjang
kewenangannya menyangkut kewenangan peradilan umum).
Di samping perubahan mengenai penyelenggaraan kekuasaan
kehakiman, UUD 1945 juga memperkenalkan suatu lembaga baru yang
berkaitan dengan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yaitu Komisi
Yudisial. Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku
hakim.

C. Alasan Pentingnya Hukum


Alasan pentingnya penegakan hukum yang berkeadilan adalah dengan
adanya keadilan dalam penegakan hukum diharapkan hukum dapat tertib dan
tidak merendahkan martabat warga negara, dengan kata lain hukum selalu
melayani kepentingan, keadilan, ketertiban, ketertiban, dan ketenteraman
warga negara. Dan hukum harus diterapkan konsisten agar teciptanya
perdamaian dan kesejahteraan warga negara. Berikut adalah 4 alasan
pentingnya hukum:
1. Memberikan kepastian hukum bagi warga negara
Sebuah peraturan berfungsi untuk memberikan kepastian hukum bagi
warga negara. Sebuah negara yang tidak memiliki kepastian hukum sudah
pasti akan kacau.
2. Melindungi dan mengayomi hak-hak warga negara
Peraturan hukum juga berfungsi mengayomi dan melindungi hak-hak
warga negara. Hakasetiap orang secara kodrati sudah melekat pada diri
manusia sebagai anugerah Tuhan. Hukum dibuat untuk menjamin agar hak

5
tersebut terus dijaga. Dengan adanya hukum, orang tidak akan sesuka hati
melanggar hak orang lain.
3. Memberikan rasa keadilan bagi warga negara
Hukum juga berperan untuk memberikan rasa keadilan bagi warga negara.
Hukum tidak hanya menciptakan ketertiban dan ketenteraman, namun juga
keadilan bagi warga negara. Keadilan dapat diartikan sebagai dalam
keadaan yang sama tiap orang harus menerima bagian yang sama pula.
Juga berarti seseorang menerima sesuai dengan hak dan kewajibannya.
4. Menciptakan ketertiban dan ketentraman
Pada akhirnya, hukum menjadi sangat penting karena hukum bisa
menciptakan ketertiban dan keterteraman. Masyarakat akan tertib dan
teratur apabila terdapat hukum dalam masyarakat yang ditaati oleh
warganya. Akan sulit terbayangkan, masyarakat tanpa hukum maka yang
terjadi adalah ketidaktertiban dan kehancuran.

D. Asas Penegakan Hukum


1. Asas Legalitas
Adalah asas tentang sumber hukum, khususnya di bidang hukum
pidana, yang menyatakan sumber hukum pidana adalah Undang-Undang.
Rumusan formulasi asas legalitas bila dilihat dari sistem hukum nasional
maka jelas tidak sesuai maupun harmonis.
2. Asas Keseimbangan
Adalah suatu asas yang menghendaki pertukaran hak dan
kewajiban sesuai proporsi para pihak yang membuat perjanjian.
3. Asas Praduga tak bersalah
Dalam proses perkara pidana, asas praduga tidak bersalah diartikan
sebagai ketentuan yang menganggap seseorang yang menjalani proses
pemidanaan tetap tidak bersalah sehingga harus dihormati hak-haknya
sebagai warga negara sampai ada putusan pengadilan negeri yang
menyatakan kesalahannya.

6
4. Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi
a. Ganti Kerugian
Pasal 1 angka 22 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHP:
“Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan
atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena
ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai
orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.”

1) Pasal 95

Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti


kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau
dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan
undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang diterapkan.

Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya


atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa
alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan
mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke
pengadilan negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77.

Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat


(1) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli
warisnya kepada pengadilan yang berwenang mengadili
perkara yang bersangkutan.

Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti


kerugian tersebut pada ayat (1) ketua pengadilan sejauh

7
mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili
perkara pidana yang bersangkutan.

Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut


pada ayat (4) mengikuti acara praperadilan.

2) Pasal 96

Putusan pemberian ganti kerugian berbentuk penetapan.


Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat
dengan lengkap semua hal yang dipertimbangkan sebagai
alasan bagi putusan tersebut.

b. Rehabilitasi Ganti Rugi


Pasal 1 angka 23 UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHP:
“Rehabilitasi adalah hak seorang untuk mendapat pemulihan
haknya dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya
yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan atau peradilan
karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai
orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang KUHP.”
1. Pasal 97

Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh


pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan
hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus


dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat.(1).

Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan


atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau
kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya

8
tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim
praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77.

Seseorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh


pengadilan diputuskan bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan
hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Rehabilitasi karena terdakwa dibebaskan, atau lepas dari


segala tuntutan hukum dalam putusan wajib dicantumkan
rehabilitasi dengan rumusan sebagai berikut : "Memulihkan hak
terdakwa dalam kemampuan kedudukan dan harkat serta
martabatnya."

5. Penggabungan Pidana dengan Tuntutan Ganti Rugi

Tuntutan ganti rugi dalam perkara Pidana diatur dalam Undang-


undang Nomor 8 Tahun 1981 yaitu Pasal 95 dan 96 yaitu terkait karena
ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain tanpa
alasan yang berdasarkan Undang undang atau karena kekeliruan mengenai
orangnya atau hukuman yang ditetapkan, yang tuntutannya melalu
Praperadilan, sedangkan dalam Undang Undang Nomor 31 Tahun 1997
tidak mengaturnya. Sedangkan mengenai Penggabungan Perkara gugatan
ganti rugi diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Pasal 98
sampai dengan Pasal 101 dan diatur pula dalam Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1997 Pasal 183 sampai dengan Pasal 187.

Dalam Pasal 183 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997


disebutkan “Apabila suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di
dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh Pengadilan Militer/
Pengadilan Militer Tinggi menimbulkan kerugian bagi orang lain, Hakim
Ketua atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan
perkara gugatan ganti rugi kepada perkara pidana itu. Dari penjelasan
Pasal tersebut dapat diketahui bahwa maksud penggabungan perkara
adalah supaya perkara gugatan tersebut pada suatu ketika yang sama
diperiksa serta diputus sekaligus dengan perkara pidana yang bersangkutan

9
sedang yang dimaksud dengan kerugian bagi orang lain adalah termasuk
kerugian pihak korban. Gugatan ganti kerugian yang dimaksud dalam
Pasal 183 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 adalah suatu
gugatan ganti kerugian yang timbul akibat dilakukannya suatu tindak
pidana.

Penggabungan pemeriksaan dan putusan ganti kerugian dengan


perkara pidana sekaligus, sesuai dengan “asas keseimbangan“ yang tidak
hanya mementingkan perlindungan hak dan martabat Terdakwa saja, tetapi
juga memberi perlindungan kepada kepentingan orang lain, dalam hal ini
kepentingan orang yang telah menderita kerugian yang diakibatkan oleh
tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa.

Disini terlihat adanya perhatian terhadap korban tindak pidana


berupa mempercepat proses untuk memperoleh ganti kerugian yang
dideritanya sebagai akibat perbuatan Terdakwa dengan menggabungkan
perkara pidananya dengan perkara gugatan ganti kerugian, yang pada
hakikatnya merupakan perkara perdata. Bahwa tuntutannya yang diajukan
terbatas pada tuntutan ganti kerugian yang bersifat materiil atau kerugian
nyata, yaitu seperti pendapat M. Yahya Harahap, pemisahan antara ganti
kerugian yang bersifat materiil dan immaterial barangkali didasarkan
pada pemikiran bahwa ganti kerugian materiil adalah sedemikian
mudahnya untuk diperiksa dan dibuktikan. Lain halnya dengan kerugian
yang immaterial, pemeriksaan dan pembuktiannya ialah sangat sulit
sehingga diperkirakan akan menghambat kelancaran pemeriksaan gugatan
ganti kerugian yang digabungkan dengan perkara pidananya.

Kerugian materil yaitu kerugian yang bisa dihitung dengan uang,


kerugian kekayaan yang biasanya berbentuk uang, mencakup kerugian
yang diderita dan sudah nyata-nyata ia derita. Sedangkan kerugian
immaterial/kerugian idiil atau kerugian moril, yaitu kerugian yang tidak
bisa dinilai dalam jumlah yang pasti. Misalnya rasa ketakutan, kehilangan
kesenangan atau cacat anggota tubuh dan lain sebagainya.

10
6. Asas Unifikasi

Unifikasi adalah penyatuan hukum yang berlaku secara nasional


atau penyatuan pemberlakuan hukum secara nasional. Contohnya unifikasi
adalah dilakukan pembentukan Undang Undang Perkawinan yang dimana
berguna sebagai sebuah bentuk penyatuan dan jugaa penyeragaman dari
berbagai macam hukum yang dimana akan diberlakukan di negara
Indonesia sebagai sebuah bentuk hukum nasional yang dimana akan
mengatur tentang perkawinan.

7. Asas Diferensiasi Fungsional

Asas ini menyatakan setiap aparat penegak hukum dalam sistem


peradilan pidana memiliki tugas dan fungsinya sendiri yang terpisah antara
satu dengan yang lain.

E. Lembaga Penegak Hukum


Lembaga penegak hukum di Indonesia adalah organisasi dari petugas-
petugas yang berhubungan dengan masalah peradilan. Lembaga penegak
hukum di Indonesia menurut undang-undang.

Selain frasa “penegak hukum” seperti dalam UU Advokat, terdapat pula


istilah lain yang masih memiliki hubungan dengan istilah “penegak hukum”.
Lembaga penegak hukum dan tugasnya dapat ditemui, antara lain dalam
peraturan-peraturan berikut.

Pasal 2 UU 2/2002 menyatakan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu


fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat.

Pasal 101 ayat (6) UU 8/1995 menerangkan bahwa dalam rangka


pelaksanaan kewenangan penyidikan, Bapepam (Badan Pengawas Pasar
Modal) dapat meminta bantuan aparat penegak hukum Terkait hal ini, yang

11
dimaksud dengan “aparat penegak hukum lain”, antara lain aparat penegak
hukum dari Kepolisian, Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman,
dan Kejaksaan Agung.

Pasal 49 ayat (3) huruf i UU OJK menerangkan bahwa Penyidik Pegawai


Negeri Sipil di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan berwenang meminta
bantuan aparat penegak hukum Kemudian, yang dimaksud dengan "penegak
hukum lain” yakni kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan.

Pasal 2 UU Mahkamah Konstitusi menerangkan bahwa Mahkamah


Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan
kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan.

Pasal 1 angka 2 PP 16/2018 menerangkan bahwa Polisi Pamong Praja (Pol


PP) adalah anggota Satpol PP sebagai aparat Pemerintah Daerah yang
diduduki oleh pegawai negeri sipil dan diberi tugas, tanggung jawab, dan
wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam penegakan
Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, penyelenggaraan ketertiban
umum dan ketentraman serta perlindungan masyarakat.

F. Jenis-jenis Peradilan
Peradilan adalah suatu proses yang dilakukan oleh Lembaga yang diberi
kewenangan untuk memeriksa, memutus, mengadili hingga menyelesaikan
perkara yang dilakukan dengan tata cara tertentu dengan menggunakan
prosedural hukum formal yang diatur dalam hukum acara demi tegaknya
hukum dan keadilan.Lembaga atau badan atau instansi yang melaksanakan
sistem peradilan yang dimaksud disini adalah merupakan lembaga Pengadilan.
Bentuk sistem peradilan yang dilaksanakan di pengadilan adalah sebuah
forum publik yang resmi dan dilakukan berdasarkan hukum acara yang
berlaku di Indonesia.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa peradilan merupakan
proses menerapkan dan mengakkan hukum demi keadilan, sedangkan

12
pengadilan adalah tempat berlangsungnya proses peradilan tersebut.Peradilan
di Indonesia memiliki banyak jenis dengan jenis peradilan yang berbeda-beda
pula. Berikut adalah jenis-jenis peradilan yang terdapat di Indonesia.
1. Peradilan Umum
Peradilan umum menangani perkara pidana dan perdata secara
umum. Badan pengadilan yang menjalankannnya adalah Pengadilan
Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi sebagai
pengadilan tingkat bandingnya. Pengadilan Negeri berkedudukan di
Ibukota Kabupaten/Kota yang menjadi wilayah kewenangannya.
Sedangkan Pengadilan Tinggi berkedudukan di Ibukota Provinsi dengan
kewenangan meliputi wilayah Provinsi tersebut. Peradilan ini diatur
dengan UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum jo. UU No. 8
Tahun 2004 jo. UU No. 49 Tahun 2009 jo. Putusan MK Nomor 37/PUU-
X/2012. Terdapat 6 pengadilan khusus di lingkungan peradilan umum:
a) Pengadilan Anak, merupakan pengadilan yang melakukan proses
peradilan atas perkara yang dilakukan oleh pada anak berumur 12-17
tahun yang diduga melakukan suatu tindak pidana.
b) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, merupakan pengadilan yang
melakukan proses peradilan atas perkara tindak pidana korupsi,
dimana pekara yang diperkarakan adalah pekara yang tuntutannya
diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
c) Pengadilan Perikanan, merupakan pengadilan yang melakukan proses
peradilan yang berhubungan dengan tindak pidana di bidang
perikanan.
d) Pengadilan HAM, merupakan pengadilan yang melakukan proses
peradilan yang berkaitan dengan pelanggaran HAM berat meliputi
kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
e) Pengadilan Niaga, merupakan pengadilan yang melakukan proses
peradilan atas perkara pailit dan penundaan kewajibann pembayaran
utang, kekayaan intelektual, dan likuidasi.
f) Pengadilan Hubungan Industrial, merupakan pengadilan yang
melakukan proses peradilan atas perkara perselisihan hubungan

13
industrial meliputi hak, kepentingan, PHK, dan perselisihan antar
serikat pekerja/serikat buruh dalam satup perusahaan.
2. Peradilan Agama
Peradilan agama ini adalah peradilan yang khusus menangani perkara
perdata tertentu bagi masyarakat beragama Islam. Yang sangat umum
diperkarakan adalah perkara perdata seperti perceraian dan waris secara
Islam. Badan yang menjalankannya terdiri dari Pengadilan Agama sebagai
pengadilan tingkat pertama yang berada di ibukota dan Pengadilan Tinggi
Agama sebagai pengadilan tingkat banding yang terletak di ibukota
provinsi. Khusus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dibentuk
pengadilan agama dengan nama Mahkamah Syar’iyah agama nya dibentuk
dengan nama Mahkamah Syar’iah dan pengadilan tinggi agama dengan
nama Mahkamah Syar’iyah Aceh. Dasar hukum peradilan ini adalah
berdasrakan UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo. UU No.3
Tahun 2006 jo. UU No.50 Tahun 2009 jo. Putusan MK Nomor 37/PUU-
X/2012.
3. Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan ini khusus menangani perkara gugatan terhadap pejabat
administrasi negara akibat penetapan tertulis yang dibuatnya merugikan
seseorang atau badan hukum tertentu. Pengadilan ini terdiri dari
pengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara di
ibukota provinsi. (UU No 5 Th 1986 dan perubahannya Jo. Putusan MK
Nomor 37/PUU-X/2012) dan terdapat pengadilan turunan dari pengadilan
tata usaha negara yang menangani masalah pajak yaitu Pengadilan Pajak.
(UU No 14 Th 2002). Ada satu pengadilan khusus dibawah lingkungan
peradilan tata usaha yaitu PengadilanPajak yang menangani perkara
sengketa pajak. Dasar hukum peradilan ini adalah berdasarkan UU No.5
Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. UU No.9 Tahun
2004 jo. UU No.51 Tahun 2009 jo. Putusan MK Nomor 37/PUU-X/2012.

14
4. Peradilan Militer
Peradilan militer hanya menangani perkara pidana dan sengketa
tata usaha bagi kalangan militer. Badan yang menjalankan terdiri dari
Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi dan Pengadilan Militer
Utama. Pengadilan Militer adalah pengadilan tingkat pertama bagi perkara
pidana yang terdakwanya berpangkat Kapten atau di bawahnya.
Pengadilan Militer Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding untuk
putusan Pengadilan Militer, sekaligus pengadilan tingkat pertama untuk
perkara pidana dengan terdakwa berpangkat Mayor atau di atasnya.
Pengadilan Militer Tinggi juga pengadilan tingkat pertama bagi
sengketa tata usaha angkatan bersenjata. Sedangkan Pengadilan Militer
Utama ialah pengadilan tingkat banding atas putusan Pengadilan Militer
Tinggi.Dasar hukum peradilan ini adalah berdasarkan UU No.31 Tahun
1997 tentang Peradilan Militer.
5. Peradilan Konstitusi
Menangani pengujian kesesuaian isi undang-undang dengan
Undang-Undang Dasar 1945 dan kewenangan lain yang diatur dalam
UUD 1945. Dasar hukum peradilan ini adalah berdasarkan UUD 1945 dan
UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi jo. UU No.8 Tahun
2011 jo. UU No.4 Tahun 2014.

15
Jurnal 1: Indonesia dalam Menjawab Konsep Negara Welfare State dan
Tantangannya, V. Hadiyono, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang.
Negara Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan sistem welfare
state dengan model minimalis tetap memberikan tunjangan yang sangat menimal
juga bagi warga negaranya. Dengan demikian, sudah semestinya masyarakat tidak
terus menerus mengandalkan bantuan dan tergantung pada pemerintah.
Tanggungjawab kesejahteraan pribadi terletak pada masing-masing pribadi
itu sendiri, tanpa mengandalkan bantuan pemerintahan yang masih dirongrong
adanya perbuatan-perbuatan korup. Sebenarnya jika Pemerintah itu tidak hanya
terfokus dan mengutamakan sistem jaminan sosial nasional pada kesehatan saja
yang nyatanya masih keteteran, pemerintah mestinya juga memfokuskan serta
mengefektifkan perbaikan kualitas sumber daya manusia terlebih dulu yaitu
dengan memperbaiki dan membangun aspek moral dan mental manusianya.
Oleh sebab itu kualitas sumber daya manusia diupayakan peningkatannya
melalui jenjang pendidikan dan ini mestinya harus diperhatikan dan diprioritaskan
menjadi fokus yang utama pemerintah. Karena dari dunia pendidikan inilah moral,
mental dan akhlak manusia dibentuk, sehingga menghasilkan manusia-manusia
yang terdidik dan mempunyai idealisme tinggi serta anti korupsi.
Melihat pada ketidak berdayaan pemerintah ini, memberi sinyal bahwa
negara dalam menjawab dan mengejawantahkan konsep negara kesejahteraan
(welfare state) walaupun dengan model yang minimal sekalipun, belumlah begitu
siap. Ketidak siapan negara justru pada sumber daya manusianya yang bermental
korup dan masih mengunakan kebijakan-kebijakan jaminan sosial untuk
kepentingan politik semata.
Jurnal 2: Gagasan Pengaturan Kodifikasi dan Unifikasi Peraturan Perubahan dan
Peraturan Omnibus Law, Edy Sujendro, Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah,
Semarang
Pengaturan kodifikasi dan unifikasi peraturan perubahan dan peraturan
menggunakan metode omnibus law, sangat dibutuhkan untuk memenuhi
komponen substansi peraturan yang dapat dengan mudah dipahami oleh
masyarakat dengan menggunakan penghimpunan “Dalam 1 (satu) Naskah”.
Dengan demikian peraturan akan lebih mudah dipahami masyarakat.

16
Bentuk Pengaturan kodifikasi dan unifikasi peraturan perubahan dan
peraturan menggunakan metode omnibus law dapatmenggunakan Peraturan
Presiden sebagai dukungan penyebarluasan peraturan yangtelah disusun. Hal ini
sesuai dengan kewenangan yang diberikan dalam Pasal 64 UU 12/2011 yang
merubah lampiran II dengan menggunakan Peraturan Presiden.
Jurnal 3: Penegakan Hukum Di Indonesia Menurut Aspek Kepastian Hukum,
Keadilan dan Kemanfaatan, Hasaziduhu Moho.
Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara
yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.
Secara umum, dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum terdapat
tiga prinsip dasar, yaitu supremasi hukum (supremacy of law), kesetaraan
dihadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dengan cara
yang tidak bertentangan dengan hukum (due process of law).
Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide
keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi
penegakan hukum pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide. Penegakan
hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-
norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau
hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-
konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum
merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal (Shant,1988 : 32).
Terdapat kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam penegakan hukum di
Indonesia. Sejak lama para pencari keadilan/masyarakat mendambakan penegakan
hukum yang adil. Namun, dalam praktik penegakan hukum yang sedang
berlangsung saat ini, pengutamaan nilai kepastian hukum lebih menonjol
dibandingkan dengan rasa keadilan masyarakat.
Berbagai putusan pengadilan, misalnya dalam kasus nenek Minah dan Aal
pencuri sandal, sepertinya menggambarkan penegakan hukum cenderung
perpandangan bahwa hukum adalah undang-undang, dan menimbulkan
kekecewaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Indonesia.

17
Jurnal 4: Penegakan Hukum Dalam Masyarakat, Zainab Ompu Jainah.

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan


konsep konsep menjadi kenyataan. Penegakan hukum adalah suatu proses untuk
mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Yang disebut
keinginan-keinginan hukum disini tidak lain adalah pikiran-pikiran pembuatan
undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan hukum itu. Pembicaraan
mengenai proses penegakan hukum ini menjangkau pula sampai kepada
pembuatan hukum.

Perumusan pikiran pembuat undang-undang hukum yang dituangkan


dalam peraturan hukum akan turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu
dijalankan, sedangkan hukum yang baik dibentuk dengan mempertimbangkan
berbagai kepentingan yang ada dalam masyarakat baik kepentingan umum
(termasuk yang utama adalah kepentingan negara), kepentingan individu dan
kepentingan pribadi.

Dengan demikian pembentukan hukum harus berupaya menyeimbangkan


berbagai kepentingan tersebut. Kepentingan umum yang terutama adalah
kepentingan negara untuk melindungi eksistensi dan hakikat negara dan
kepentingan untuk mengawasi dan memajukan kesejahteraan sosial. Pembentukan
hukum harus memperhatikan hukum yang hidup. Terdapat perimbangan antara
hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Perkembangan hukum sangat
dipengaruhi oleh kondisi ideologi, politik, sosial, dan budaya. Jadi, tidak hanya
sekedar keinginan pemerintah.

Jurnal 5: Penegakan Hukum Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik,


H. Asep Suparman.

Satjipto Rahardjo, mengatakan bahwa penegakan hukum selalu melibatkan


manusia dan tingkah laku manusia. Hukum tidak dapat tegak dengan sendirinya,
yakni hukum tidak mampu mewujudkan sendiri janji-janji serta kehendak-
kehendak yang tercantum dalam (peraturan-peraturan) hukum. Upaya
mewujudkan penegakan hukum pelayanan publik, aparatur penyelenggara
pelayanan publik, harus menghindari cara-cara biasa atau konvensional, tetapi

18
memerlukan cara-cara yang luar biasa (penegakan hukum progresif) artinya
bekerja dengan determinasi yang jelas tidak sama dengan menghalalkan segala
macam cara. Penegakan hukum progresif adalah menjalankan hukum tidak
sekedar menurut kata-kata hitam putih dari peraturan (according to the letter) dan
Undang-Undang atau hukum.

Namun hasil penelitian dari Lembaga Governance and Decentralization


Survey yang mengatakan bahwa masih buruknya pelayanan publik hal ini ditandai
dengan masih besarnya diskriminasi pelayanan, tidak adanya kepastian pelayanan,
rendahnya tingkat kepuasan masyarakat bahkan pelayanan cenderung menjadi
komoditas.

Lawrence M Friedman mengungkapkan tiga faktor yang menentukan


proses penegakan hukum, yaitu komponen substansi, struktur, dan kultural dan
ketiga komponen tersebut merupakan suatu sistem, artinya komponen-komponen
itu akan sangat menentukan proses penegakan hukum dalam masyarakat dan tidak
dapat dinafikan satu dengan yang lainnya, karena kegagalan pada salah satu
komponen akan berimbas pada faktor lainnya.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan
keinginankeinginan dalam hukum agar menjadi kenyataan dan ditaati oleh
masyarakat. Masyarakat Indonesia makin hari makin mendambakan tegaknya
hukum yang berwibawa, memenuhi rasa keadilan dan ketentraman yang
menyejukkan hati. Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia merujuk
pada pendekatan norma hukum yang bersifat menghukum sehingga
memberikan efek jera.

B. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan
makalah diatas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna.
Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah
itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa
membangun dari para pembaca.

20
DAFTAR PUSTAKA

E-Journal. 2014. Pengadilan Militer.

(online),(https://www.dilmiltama.go.id/home/ejournal/PENGGABUNGA
N_PERKARA.pdf, diakses 14 Maret 2022)

Hadiyono, v. 2020. Indonesia dalam Menjawab Konsep Negara Welfare State dan
Tantangannya.

(online), (http://repository.unika.ac.id/21846/1/2672-7719-2-PB.pdf,
diakses 13 Maret 2022)

Hukum Online. 2012. Lembaga Penegak Hukum.

(online), (https://www.hukumonline.com/klinik/a/apa-saja-lembaga
penegak-hukum-di-indonesia-lt502201cc74649, diakses 14 Maret 2022)

Indonesia Re. 2021. Jenis-jenis Peradilan di Indonesia.

(online), (https://indonesiare.co.id/id/article/jenis-jenis-peradila-di-
indonesia, diakses 14 Maret 2022)

Portal Spada. 2021. Kewarganegaraan Tahun 2021.

(online),(https://spada.uns.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=109154#:~:text
=Alasan%20pentingnya%20penegakan%20hukum%20yang,ketertiban%2
C%20dan%20ketenteraman%20warga%20negara, diakses 14 Maret 2022)

Sujendro, Edy. 2020. Gagasan Pengaturan Kodifikasi dan Unifikasi Peraturan


Perubahan dan Peraturan Omnibus Law.

(online),(https://journals.usm.ac.id/index.php/julr/article/download/2727/1
821, diakses 14 Maret 2022)
UU. 2009. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman.

(online), (https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2009_48.pdf,
diakses 13 Maret 2022)

Wikipedia. 2021. Kekuasaan Kehakiman di Indonesia.

(online),(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan_kehakiman_di_Indon
esia, diakses 14 Maret 2022)

Anda mungkin juga menyukai