Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL PENELITIAN

4.1.1. Gambaran Lokasi Penelitian

Wilayah kerja Puskesmas Nimasi meliputi keseluruhan wilayah

Kecamatan Bikomi Tengah, yang juga merupakan salah satu kecamatan di

Kabupaten Timor Tengah Utara dengan Batas-batas wilayah administrative.

Berdasarkan peraturan daerah puskesmas Nimasi jumlah desa di puskesmas

Nimasi adalah 9 desa secara geografis Puskesmas Nimasi terletak antara batas –

batas wilayah administrative sebagai berikut :

Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Kota Kefamenanu

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Bikomi Nilulat

Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Bikomi Utara

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Miomafo Tengah

Secara administrative wilayah kerja Secara administratif wilayah kerja

layanan Puskesmas Nimasi terdiri dari 9 Desa yaitu Desa Buk, Desa Kuanek,

Desa Nimasi, Desa Oenenu, Desa Oenenu Selatan, Desa Oenenu Utara, Desa

Oelbonak, Desa Sontoi dan Desa Oenino. Dan menjalankan beberapa program

kesehatan diantaranya meliputi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), KB,

Gizi, Imunisasi, Promosi Kesehatan, Kesehatan Lingkungan (Kesling),

Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (P2M), UKS/UKGS dan

Kesehatan Lanjut usia.


Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari proses pengambilan data pada

tanggal 01 April sampai 05 April 2022 dilakukan dengan cara kunjungan rumah

warga sebelum penelitian dengan melakukan informed consent, mengisi dan

menandatangani lembar persetujuan responden dan mengisi data karakteristik

responden yaitu berupa kuisioner dan memberikan lembar ceklist. Selanjutnya

dilaksanakan penelitian selama 5 minggu pada tanggal 09 April sampai 13 April

2022 di Wilayah Kerja Puskesmas Nimasi Kabupaten Timor Tengah Utara.

4.1.2. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk melihat karakteristik responden dan rata-

rata skor ibu menyusui sebelum dan sesudah diberikan sayur daun pepaya.

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Ibu Menyusui Di Wilayah Kerja

Puskesmas Nimasi Tahun 2022

Variabel Mean SD Minimal-maksimal 95 % Ci


umur 27,33 6,64 17-40 23,6-31
Sumber: Data Primer 2022

Berdasarkan tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa umur ibu yang menyusui

adalah rata-rata 27,33 (hasil statistic) dengan standar deviasi 6,64 (hasil statistic),

umur termuda ibu menyusui adalah 17 tahun dan umur yang tertua yaitu 40 tahun.

Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata umur ibu

menyusi berada diantara 23 – 31 tahun.


Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Paritas Ibu Menyusui Di Wilayah Kerja

Puskesmas Nimasi Tahun 2022.

Variabel Frekuensi Persentase

Primipara 11 73,3
Multipara 4 26,7
Total 15 100,0
Sumber: Data Primer 2022

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa ibu yang primipara yaitu

berjumlah 11 orang dengan persentase ( 73,3% ) sedangkan ibu yang multipara

yaitu berjumlah 4 orang dengan persentase (26,7%).

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Jumlah Ibu Nifas Di Puskesmas Nimasi Tahun

2022

Variabel Mean SD Minimal-maksimal 95 % Ci


Nifas 3 3,5 1-10 1,96-5,90
Sumber: Data Primer 2022

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa ibu nifas yaitu rata-rata 3 (hasil

statistic), dengan standar deviasi 3,5 (hasil statistic), minimal ibu nifas yaitu 1

(hasil statistic) dan maksimal ibu nifas yaitu 10 (hasil statistic). Hasil analisis

dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata ibu sesuai dengan hasil

statistic berada diantara 1 sampai 5.

4.1.3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ibu

menyusui sebelum dan sesudah diberikan intervensi sayur daun pepaya.

Pemberian sayur daun pepaya ini diberikan hanya dua kali dalam sehari selama 5
hari berturut-turut. Pengambilan data sesudah intervensi Post-Test dilakukan

setelah 5 hari diberikan intervensi pemberian sayur daun pepaya.

Tabel 4.4 Intervensi Jumlah Pemberian Daun Pepaya Pada Ibu Menyusui Di

Puskesmas Nimasi 2022

Pemberian sayur daun Mean SD P value


pepaya
Intervensi 1 6,73 0,45
Intervensi 2 8,0 0,37 0,000
Intervensi 3 9,3 0,61
Intervensi 4 10,6 0,48
Sumber: Data Primer 2022

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan kelancaran ASI setelah dilakukan

intervensi pemberian sayur daun pepaya pada hari pertama rata – rata 6,73%

artinya ada perbuahan pada intervensi hari pertama, pemberian sayur daun pepaya

pada intervensi kedua diapatkan rata-rata 8,0% artinya ada perubahan pemberian

sayur daun pepaya pada intervensi hari pertama ke intervensi hari kedua.

Intervensi hari ketiga dilakukan pemberian sayur daun pepaya didapatkan rata-rata

9,3% artinya ada perubahan pemberian sayur daun pepaya pada intervensi hari

kedua ke intervensi hari ketiga, pada hari keempat pemberian sayur daun pepaya

didapatkan rata-rata 10,0% yang artinya ada perubahan pemberian sayur daun

pepaya pada intervensi hari ketiga ke intervensi hari keempat. Postest hari kelima

dilakukan pemberian sayur daun pepaya didapatkan rata-rata 12,0% artinya ada

perubahan pemberian sayur daun pepaya dari intervensi hari keempat ke postest

hari kelima. Hasil intervensi diperoleh p value 0,000 artinya secara statistik ada

perbedaan yang signifikan antara pemberian sayur daun pepaya sebelum dan

sesudah pada ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Nimasi tahun 2022.
Tabel. 4.5 Analisis Pemberian Sayur Daun Pepaya Terhadap Kelancaran Asi

Sebelum Dan Sesudah Di Wilayah Kerja Puskesmas Nimasi

Tahun 2022.

Pemberian sayur daun Mean SD P value


pepaya
Pretest 5,33 1,11 0,000
Postest 5 12,0 0,00
Sumber: Data Primer 2022

Bahwa pemberian sayur daun pepaya dapat meningkatkan frekuensi

kelancaran ASI pada ibu menyusui pada postest sebesar 6,67 yaitu dari 5,33

(sebelum diberikan sayur daun pepaya) menjadi meningkat sebesar 12,0 (sesudah

pemberian sayur daun pepaya). Hasil uji T diperoleh p value 0,000 artinya secara

statistik ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah pemberian

sayur daun pepaya terhadap kelancaran ASI pada ibu menyusui.

4.2. PEMBAHASAN

4.2.1. Gambaran Karakteristik Ibu Menyusui Di Puskesmas Nimasi

Usia produktif adalah usia 20-35 tahun, dimana usia dapat mempengaruhi

cara berpikir, bertindak, dan emosi seseorang. Biasanya usia ibu juga akan

mempengaruhi kesiapan ibu dalam memberikan asi bagi bayinya (Hurlock,2017).

Hasil penelitian ini diketahui bahwa umur ibu yang menyusui adalah 27,33 (hasil

statistic), dengan standar deviasi 6,64 (hasil statistic), umur termuda ibu menyusui

adalah 17 tahun dan yang tertua yaitu 40 tahun. Hasil analisis dapat disimpulkan

bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata umur ibu menyusui berada diantara 23,6

sampai 31 tahun. Penelitian ini sesuai dengan teori Jannah (2016) yang

menjelaskan bahwa usia yang matang/lebih dewasa pada umurnya mempunyai


kontrol emosi yang lebih baik jika dibandingkan dengan usia yang lebih muda.

Usia ibu menyusui yang terlalu muda juga dapat mengakibatkan kondisi fisiologis

dan psikologis ibu belum siap ( Jannah, 2018).

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nurusalam (2021) yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia ibu

dengan pemberian ASI dapat dijelaskan karena usia bukan merupakan faktor

langsung yang dapat dipengaruhi pemberian ASI eksklusif. Usia seringkali

berkaitan dengan kondisi kematangan emosional sesorang untuk berpikir dan

berprilaku. Kemungkinan lainnya karena responden mendapatkan pengalaman

atau informasi dari keluarga atau kader (Nursalam, 2021).

Variabel paritas menunjukkan bahwa ibu nifas di Puskesmas Nimasi lebih

banyak ibu yang primipara yaitu berjumlah 11 responden (73,3%). Menurut

penelitian Luh Putu Sukma Pratiwi (2020) menjelaskan bahwa ibu multiparitas

memiliki pengalaman dari laktasi sebelumnya. Hal ini membuat ibu menjadi lebih

siap dalam menyusui ketika memiliki bayi lagi sehingga pemberian ASI menjadi

lebih efektif. Pengalaman laktasi sebelumnya juga membantu ibu meredakan

kecemassan dalam memberikan ASI pada bayinya. Pada ibu multiparitas dengan

usia yang lebih tua (>35 tahun) memiliki resiko penurunan fungsi anatomi dan

hormon yang terganggu. Menurunnya kadar hormon mempengaruhi proses

pengeluaran ASI sehingga dapat menyebabakan ibu mengalami onset laktasi yang

lama. Ibu yang primiparitas tidak memiliki pengalaman laktasi sebelumnya

sehingga dapat menyebabkan stres. Stres yang dialami ibu primiparitas dapat

meningkatkan kadar hormon kortisol dalam darah. Peningkatan hormon kortisol


ini akan menyebabkan penurunan kadar hormon oksitosin yang mengakibatkan

keterlambatan onset laktasi ( Mododahi J, dkk, 2018)

Periode masa nifas (puerperium) ialah masa enam minggu sejak bayi lahir

sampai organ-organ reproduksi kembali kekeadaan normal sebelum hamil (Widia,

2015). Masa nifas adalah masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selasai

sampai alat kandungan kembali seperti prhamil. Lama masa nifas yaitu 6-8

minggu. (Mochtar, 2016). Masa ini penting sekali untuk dipantau karena masa

nifas merupakan masa pembersihan rahim, sama halnya seperti masa haid (Saleha

2013).

Berdasarkan tabel 4.3 penelitian ini diketahui bahwa ibu nifas yaitu rata-

rata 3 (hasil statistic), dengan standar deviasi 3,5 (hasil statistic), minimal ibu

nifas yaitu 1 (hasil statistic) dan maksimal ibu nifas yaitu 10 (hasil statistic). Hasil

analisis dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini bahwa rata-rata ibu sesuai dengan

hasil statistic berada diantara 1 sampai 5.

Menurut Roito, produksi ASI berkisar antara 600 cc-1 liter sehari, dengan

demikian ibu dapat menyusui bayi secara eksklusif sampai 6 bulan, dan

pemberian ASI tetap dilanjutkan disertai makanan lain sampai anak berusia 2

tahun. Bila kemudian bayi disapih, refleks prolaktin akan terhenti sehingga sekresi

ASI juga terhenti akan mengakibatkan alveoli yang mengalami apoptosis

(kehancuran). Selama berlangsung siklus menstruasi, dengan setrogen dan

progesteron yang mulai berperan, alveoli akan terbentuk kembali (Roito, 2013).
4.2.2. Gambaran Pemberian Daun Pepaya Pada Ibu Menyusui Di Wilayah

Kerja Puskesmas Nimasi Tahun 2022.

Daun Pepaya yang merupakan tanaman yang mengandung vitamin A 1850

SI, vitamin BI 0,15 mg, vitamin C 140 mg, kalori 79 kalori, protein 8,0 gram,

lemak 2 gram, hidrat arang 11,9 gram, kalsium 353 mg, fosfor 63 mg, besi 0,8

mg, air 75,4 gram, carposide, papayotin, karpai, karposit, laktogogum, dan

vitamin yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi dan kesehatan ibu, sehingga

dapat menjadi sumber gizi yang sangat potensial. Kandungan protein tinggi,lemak

tinggi, vitamin, kalsium (Ca), dan zatbesi (Fe) dalam daun pepaya berfungsi untuk

pembentukan hemoglobin dalam darah meningkat, diharapkan O2 dalam darah

meningkat, metabolisme juga meningkat sehingga sel otak berfungsi dengan baik

(Turlina, 2014).

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan kelancaran ASI setelah dilakukan

intervensi pemberian sayur daun pepaya pada hari pertama rata – rata 6,73%

artinya ada perbuahan pada intervensi hari pertama, pemberian sayur daun pepaya

pada intervensi kedua diapatkan rata-rata 8,0% artinya ada perubahan pemberian

sayur daun pepaya pada intervensi hari pertama ke intervensi hari kedua.

Intervensi hari ketiga dilakukan pemberian sayur daun pepaya didapatkan rata-rata

9,3% artinya ada perubahan pemberian sayur daun pepaya pada intervensi hari

kedua ke intervensi hari ketiga, pada hari keempat pemberian sayur daun pepaya

didapatkan rata-rata 10,0% yang artinya ada perubahan pemberian sayur daun

pepaya pada intervensi hari ketiga ke intervensi hari keempat. Postest hari kelima

dilakukan pemberian sayur daun pepaya didapatkan rata-rata 12,0% artinya ada
perubahan pemberian sayur daun pepaya dari intervensi hari keempat ke postest

hari kelima.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian sayur daun pepaya

dapat meningkatkan frekuensi kelancaran ASI pada ibu menyusui pada postest

sebesar 6,67 yaitu dari 5,33 (sebelum diberikan sayur daun pepaya) menjadi

meningkat sebesar 12,0 (sesudah pemberian sayur daun pepaya). Hasil uji T

diperoleh p value 0,000 artinya secara statistik ada perbedaan yang signifikan

antara sebelum dan sesudah pemberian sayur daun pepaya terhadap kelancaran

ASI pada ibu menyusui. Penelitian didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Reni Aprilia, dkk (2020) Hasil uji ststistik didapat nilai p-value 0.000 (<0.05)

yang artinya terdapat pengaruh pemberian sayur daun pepayaterhadap kelancaran

ASI pada ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kotabumi II Kabupaten

Lampung Utara Tahun 2019. Sejalan juga dengan penelitian yang dilakukan oleh

Nara Lintan, dkk (2021) yang menunjukkan hasil analisis ρ value 0,001 < 0,05

yang artinya ada pengaruh pemberian daun pepaya terhadap kelancaran produksi

ASI pada ibu nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Wilayah Selatan Kota

Kediri. Diharapkan dengan hasil penelitian ini pemberian daun pepaya terhadap

kelancaran produksi ASI dapat menjadi alternatif menangani ASI tidak ancar.

Sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Fikawati (2015). ASI adalah

makanan yang terbaik bagi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya. Semua

kebutuhan nutrisi yaitu protein, kabohidrat, lemak , vitamin, dan mineral sudah

tercukupi dari ASI. ASI awal mengandung zat kekebalan tubuh dari ibu yang

dapat melindungi bayi dari penyakit penyebab kematian bayi diseluruh dunia
seperti diare, ISPA dan radang paru-paru. Dimasa dewasa terbukti bahwa bayi

yang diberi ASI memiliki resiko lebih rendah terkena penyakit degenerative,

seperti darah tinggi, diabetes type 2, dan obesitas. Sehingga WHO sejak 2001

merekomendasikan agar bayi mendapat ASI eksklusif sampai umur 6 bulan.

Keberhasilan ibu menyusui sangat ditentukan oleh pola makan, baik di

masa hamil maupun setelah melahirkan. Agar ASI ibu terjamin kualitas maupun

kuantitasnya, makanan bergizi tinggi dan seimbang perlu dikonsumsi setiap

harinya. Artinya, ibu harus menambah konsumsi karbohidrat, lemak, vitamin,

mineral dan air dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh selama

menyusui. Bila kebutuhan ini tidak terpenuhi, selain mutu ASI dan kesehatan ibu

terganggu, juga akan mempengaruhi jangka waktu ibu dalam memproduksi ASI

(Fikawati dkk, 2015).

Laktagogum merupakan obat yang dapat meningkatkan atau memperlancar

pengeluaran air susu. Laktagogum sintetis tidak banyak dikenal dan relatif

mahal. Hal ini menyebabkan perlu dicarinya obat laktagogum alternatif. Upaya

dalam peningkatan produksi ASI bisa dilakukan dengan cara melakukan

perawatan payudara sejak dini dan rutin, memperbaiki teknik menyusui, atau

dengan mengkonsumsi makanan yang dapat mempengaruhi produksi ASI. Pepaya

sebagai salah satu buah yang mengandung laktagogum merupakan buah tropis

yang dikenal dengan sebutan Caricapapaya (Istiqoma, 2015).

Penelitian yang sama dilakukan oleh Lestari Puji Astuti (2015) tentang

pengaruh ekstrak daun pepaya terhadap kecukupan ASI pada ibu nifas di wilayah

kerja Puskesmas Gondang, Kabupaten Sragen diperoleh hasil penelitian bahwa


ada pengaruh ekstrak daun papaya terhadap kecukupan ASI (p =0,038, α=0,05).

Penelitian sejalan yang dilakukan oleh oeh Reni Aprilia (2020) yang menjelaskan

pada penelitiannya bahwa terjadi kenaikan yang signifikan dari produksi ASI

ssebelum dan ASI sesudah, peningkatan antara 2-3 poin pada hasil sebelum

dilakukan intervensi, kenaikan setelah konsumsi sayur daun papaya ini

membuktikan bahwa daun papaya yang diolah dan dijadikan menu makanan bagi

ibu menyusui dapat meningkatkan kelancaran ASI, senyawa lactogagum pada

daun papaya yang membantu memperlancar produksi ASI ibu, selain itu frekuensi

pemberian ASI pada bayi juga berpengaruh pada kelancaran ASI, karena ketika

bayi menyusu pada ibu, secara otomatis hormone oksitosin juga akan ikut

terangsang, dan menimbulkan reflek oksitosin sehingga ASI dapat keluar.

Menurut asumsi peneliti masalah kesehatan merupakan salah satu aspek

penting yang harus diperhatikan, salah satunya adalah pemberian ASI eksklusif

pada bayi. Dengan memberikan ASI eksklusif pada bayi dapat memberikan

pertahanan tubuh yang kuat dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan ASI,

selain itu ASI juga membentuk jaringan otak karena mengandung omega 3 untuk

pematangan sel-sel otak. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI adalah

makanan ibu. Makanan yang dikonsumsi seorang ibu yang sedang menyusui tidak

secara langsung mempengaruhi mutu ataupun jumlah air susu yang dihasilkan.

4.3. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini, peneliti masih menemukan keterbatasan seperti

ada beberapa responden yang tidak mau dikunjungi ke rumah setiap harinya

karena masa pandemi covid-19 jadi peneliti melakukan pemantauan melalui


whatshapp dan peneliti melakukan kunjungan rumah, dan ada beberapa responden

yang kurang mengerti bahasa yang disampaikan dan peneliti juga kurang

memahami bahasa daerah sehingga harus didampingi bidan senior untuk

menerjemahkan bahasa Indonesia ke bahasa daerah (Bahasa Dawan).

Anda mungkin juga menyukai