Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

ISPA adalah singkatan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang merupakan

infeksi akut yang melibatkan organ saluran pernapasan bagian atas dan

saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi ISPA disebabkan oleh virus, jamur

dan bakteri. ISPA akan menyerang host apabila ketahanan tubuh

(immunologi) menurun. Anak usia di bawah lima tahun adalah kelompok

yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai

penyakit (Probowo, 2012).

World Health Organization (WHO) memperkirakan 13 juta balita di dunia

meninggal setiap tahun, dimana ISPA menjadi salah satu penyebab utama

kematian dengan membunuh lebih kurang 4 juta balita. Menurut WHO pada

tahun 2015 jumlah balita meninggal dunia lebih kurang sebanyak 6 juta

balita, dimana 16% dari jumlah kematian tersebut disebabkan oleh ISPA yang

merupakan pembunuh nomor satu balita di dunia. Kematian balita tersebut

banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia (World Health

Statistic, 2016)

1
2

Menurut Riskesdas (2018), angka kejadian ISPA pada tahun 2018 di

Indonesia berjumlah 1.017.290 kasus ISPA. Dimana kejadian ISPA tertinggi

terjadi pada usia balita 1-4 tahun dengan persentasi sebanyak 17,9 %,

kemudian dilanjutkan dengan usia, kemudian dilanjutkan dengan usia 15-24

tahun dengan persentasi 16,2 % dan kejadian terendah pada usia <1 tahun

dengan persentasi 1,8%. Untuk prevalensi ISPA pada balita, Kalimantan

Selatan berada diurutan ke 15 dengan persentasi 7,2 %.

Data kejadian ISPA di Kalimantan selatan dari 1 tahun terakhir, yaitu tahun

2018 tercatat bahwa ada 376.589 angka kejadian ISPA yang terjadi di

Kalimantan Selatan. Dimana angka kejadian tertingi terdapat di Kota

Banjarmasin dengan persentasi yaitu 19,6% kejadian ISPA. (DINKES

Provinsi Kalimantan Selatan, 2019).

Data dari Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin (2019), didapatkan bahwa

angka kejadian ISPA pada balita yang tertinggi yaitu terletak diwilayah kerja

puskesmas Kelayan Timur. Dimana angka kejadian dalam 2 tahun terakhir

yaitu dari tahun 2018 hingga November 2019 tercatat kejadian ISPA pada

balita sebanyak 3.739 kasus ISPA pada balita.

Menurut Notoatmojo (2012), ada 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya

ISPA, yaitu faktor keturunan, faktor pelayanan kesehatan, faktor perilaku,

serta faktor lingkungan. Didalam faktor lingkungan dijelaskan bahwa


3

pengetahuan dan sikap berpengaruh dalam status kesehatan anak . Dimana

semakin baik pengetahuan dan sikap orang tua, maka semakin baik juga

respon orang tua dalam menghadapi penyakit ISPA pada anak.

Menurut Indah (2018) bahwa tingginya angka penyakit ISPA pada balita,

tidak hanya disebabkan karena kondisi kesehatan anak secara kongenital dan

faktor lingkungan yang tidak sehat, faktor yang juga dapat mempengaruhi

yaitu kurangnya pengetahuan dari keluarga terutama orang tua. Pengetahuan

merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan, penciuman, rasa,

dan raba. Orang tua yang memiliki pengetahuan yang baik tentang ISPA akan

membawa dampak positif bagi kesehatan anak karena resiko kejadian ISPA

pada anak dapat dieliminasi seminimal mungkin.

Pengetahuan adalah hal yang diketahui oleh orang atau responden terkait

dengan sehat dan sakit atau kesehatan, misal: tentang penyakit (penyebab,

cara penularan, cara pencegahan), gizi, sanitasi, pelayanan kesehatan,

kesehatan lingkungan, keluarga berencana, dan sebagainya (Notoatmodjo,

2012).

Pengetahuan sangat penting dalam menghadapi kejadian ISPA pada anak,

dimana pengetahuan yang diperlukan dalam menghadapi ISPA pada anak

meliputi pengetahuan bagaimana pencegahan dan perawatan ISPA itu sendiri.


4

Pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan menghindari faktor-faktor yang

dapat menyebabkan ISPA serta mengenali tanda dan gejalanya. Sedangkan

perawatan dilakukan saat gejala-gejala ISPA sudah muncul, dilihat dari

bagaimana cara orang tua menangani penyakit ISPA itu. Hal ini sejalan

dengan penelitian Ferry Muhammad, dkk pada tahun 2017. Dimana hasil

penelitian ini menyebutkan bahwa pengetahuan ibu yang baik tentang

perawatan berpengaruh terhadap bagaimana ibu merawat anaknya dengan p

value yaitu 0,007. Dimana ibu yang pengetahuannya baik tentang perawatan

ISPA maka berpeluang 3,782 kali lebih baik dalam merawat anaknya yang

terkena ISPA. Penelitian lain oleh Ana Mariza dkk pada tahun 2015

menyebutkan bahwa pengetahuan orang tua dalam mencegah ISPA memiliki

hubungan dengan kejadian ISPA pada anak dengan p value 0.038. Dimana

responden yang memiliki pengetahuan kurang berpeluang 4,160 kali terkena

ISPA.

Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa, sikap adalah bagaimana pendapat

atau penilaian orang atau responden terhadap hal yang terkait dengan

kesehatan, sehat-sakit dan faktor yang terkait dengan faktor risiko kesehatan.

Selain itu, Notoatmodjo (2010: 140) dalam Mariaty D, dkk (2016), sikap

merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap

stimulus atau objek dan manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat

tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan


5

predisposisi tindakan suatu perilaku. Jadi, semakin baik sikap seseorang

terhadap suatu hal, maka semakin baik juga setiap orang dalam menghadapi

masalah kesehatan.

Menurut Ayu (2013) sikap merupakan respon terhadap suatu yang hasilnya

bisa positif atau negatif. Dimana sikap terhadap ISPA yaitu respon yang

didasari oleh penilaian dan kecendrungan untuk bertindak dalam mencegah

dan penanganan anak dengan ISPA. Dimana semakin positif sikap seseorang

dalam menghadapi ISPA maka semakin baik juga penanganan dan

pencegahan ISPA pada anak dilakukan. Hal ini sejalan dengan penelitian

Adolfina Gamaresa dkk tahun 2017 dengan judul Perilaku Orang Tua Balita

Tentang Penyakit ISPA di Puskesmas Nggaha Ori Angu Kabupaten Sumba

Timur, dimana hasil penelitian didapatkan bahwa orang tua balita memiliki

sikap yang cukup dan kurang terbukti dengan kejadian ISPA yang cukup

tinggi. Menurut pendapat peneliti bahwa sikap yang cukup dan kurang

responden tentang penyakit ISPA dipengaruhi pendidikan dan sosial budaya.

Dari hasil wawancara terhadap orang tua yang memiliki anak balita,

didapatkan bahwa masih banyak yang belum mengetahui dengan baik tentang

ISPA. Dimana dari 15 orang tua yang diwawancara, ada 9 orang tua (60%)

yang belum memahami dengan baik tentang ISPA dan terbukti bahwa anak

nya sering terkena ISPA. Sedangkan 6 orang tua (40%) lainnya lumayan

memahami tentang ISPA terbukti dengan anaknya jarang terkena ISPA.


6

Selain itu, dari hasil wawancara, didapatkan juga dari 15 orang tua ada 8

orang tua (53%) yang sikapnya negatif dalam menghadapi ISPA pada

anaknya, dan 7 orang (47%) lainnya bersikap positif dalam menghadapi ISPA

pada anaknya.

Dari uraian latar belakang, fenomena serta fakta dilapangan tersebut, maka

peneliti berniat untuk meneliti tentang “Hubungan Pengetahuan dan Sikap

Orang Tua Dengan Angka Kejadian ISPA pada Anak Usia Balita”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka peneliti mendapatkan rumusan masalah,

yaitu “ Apakah ada hubungan pengetahuan dan sikap orang tua dengan angka

kejadian ISPA pada anak usia balita?”

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap orang tua dengan

angka kejadian ISPA pada anak usia balita.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui tingkat pengetahuan orang tua tentang ISPA

pada anak usia balita

1.3.2.2 Untuk mengetahui sikap orang tua terhadap kejadian ISPA

pada anak usia balita


7

1.3.2.3 Untuk mengetahui kejadian ISPA pada anak usia balita

1.3.2.4 Untuk mengidentifikasi adanya hubungan pengetahuan orang

tua dengan kejadian ISPA pada anak usia balita

1.3.2.5 Untuk mengidentifikasi adanya hubungan sikap orang tua

dengan kejadian ISPA pada anak usia balita

1.4 Manfaat Penelitan

1.4.1 Bagi Peneliti

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan peneliti mendapat ilmu

pengetahuan baru dalam bidang pengetahuan tentang sistem pernafasan

terutama penyakit ISPA.

1.4.2 Bagi Orang Tua

Diharapkan dengan adanya penelitian ini, orang tua yang memiliki anak

balita dapat memahami pentingnya pengetahuan dan sikap dalam

menghadapi penyakit ISPA pada anak.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil dari penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat terhadap

perkembangan ilmu pengetahuan di institusi pendidikan dan menambah


8

wawasan tentang hunungan pengetahuan orang tua dengan kejadian

ISPA pada Anak Balita.

1.4.4 Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadikan acuan dalam

penanganan ISPA pada Balita oleh pihak puskesmas.

1.5 Penelitian Terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Indah Wulaningsih, Witri

Hastuti, Alfian Indra Pradana dengan judul Hubungan Pengetahuan Orang

Tua Tentang Ispa dengan Kejadian Ispa pada Balita, dengan metode

penelitian kuantitatif, rancangan penelitian deskriptif korelatif dengan desain

cross-secctional. Sampel pada penelitian ini adalah 72 orang tua yang

memiliki balita usia 1-5 tahun di Desa Dawung Sari dengan teknik

pengambilan sampel purposive sampling. Data penelitian diperoleh dari

kuesioner yang kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Analisis data

penelitian menggunakan uji chi square, diperoleh nilai ρ value 0,031 (<0,05).

Sehingga ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan orang tua tentang

ISPA dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Dawungsari Kecamatan

Pegandon Kabupaten Kendal.

Adapun perbedaan penelitian terkait dengan penelitian ini yaitu terletak pada

tempat penelitian, dimana tempat penelitian terkait ini yaitu terletak di Desa
9

Dawungsari Kecamatan Pegadon Kabupaten Kendal, perbedaan lainnya juga

terlihat dari waktu, dimana penelitian terkait dilakukan pada tahun 2018.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Adolfina Gamaresa, Johana

Babang Atameha, Yosephina Elizabeth Sumartini Gunawan dengan judul

Perilaku Orang Tua Balita Tentang Penyakit ISPA di Puskesmas Nggaha Ori

Angu Kabupaten Sumba Timur. Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif. Sampel yang diambil menggunakan teknik non-probability

sampling yaitu sebanyak 40 orang tua yang membawa anaknya berobat ke

Puskesmas Nggaha Ori Angu. Metode penelitian ini yaitu dengan metode

consecutive sampling dengan instrument penelitian ini berupa kuesioner.

Hasil dari penelitian ini didapatkan yaitu pengetahuan orang tua terhadap

ISPA cukup baik sebanyak 57,5 %, pengetahuan kurang sebanyak 42,5 %,

sikap cukup 55%, sikap kurang 45%, tindakan cukup 70% dan tindakan

kurang 30%.

Adapun perbedaan penelitian terkait dengan penelitian ini yaitu terletak pada

tempat penelitian, dimana tempat penelitian terkait ini yaitu terletak di

Puskesmas Nggaha Ori Angu Kabupaten Sumba Timur, perbedaan lainnya

juga terlihat dari waktu, dimana penelitian terkait dilakukan pada tahun 2017,

juga dari variabel yang digunakan penelitian terkait ini yaitu perilaku.
10

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Riskayati, dengan judul

Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Ibu Terhadap Balita Berpenyakit

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Di Puskesmas Tinggede. Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita yang

datang berobat pada saat penelitian di Puskesmas Tinggede dengan total

Populasi 874 ibu mempunyai anak balita. Sampel penelitian ini adalah 90 ibu

yang mempunyai anak balita. Pengambilan sampel dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan metode accidental sampling. Metode penelitian

yang dilakukan yaitu menggunkan kuesioner dan survei analitik. Dimana

hasil dari penelitian ini didaptkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan

antara pengetahuan dan sikap ibu terhadap kejadian ISPA pada anak dengan

p.value 0,936 > 0,05.

Adapun perbedaan penelitian terkait dengan penelitian ini yaitu terletak pada

tempat penelitian, dimana tempat penelitian terkait ini yaitu terletak di

Puskesmas Tinggede, perbedaan lainnya juga terlihat dari waktu, dimana

penelitian terkait dilakukan pada tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai