BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit hepatitis A merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang di dunia, termasuk di Indonesia (Kemenkes RI, 2014).
Menurut data WHO (2013) sebanyak 1,4 juta pasien di dunia mengalami
penyakit hepatitis A tiap tahunnya.
Data dari klinik asrama dan Biro Hukum, Promosi, dan Humas IPB
menyebutkan sebanyak 28 orang diduga menderita penyakit Hepatitis A.
Penderita adalah mahasiswa yang tinggal di asrama dan rumah kost di sekitar
kampus IPB Dramaga Bogor. Adapun gejala terbanyak yang diderita adalah
demam, mual, muntah, dan air kencing berwarna kuning seperti teh
(Kemenkes RI, 2015).
2
Jika Hepatitis A ini tidak segera ditangani dan diobati, maka dapat
menyebabkan peradangan pada hati yang bisa berujung pada kematian. Selain
itu Hepatitis A juga dapat menimbulkan kejadian luar biasa (KLB), status
kesehatan dan tingkat prestasi belajar menurun terutama dikalangan remaja
atau pelajar (Wijayanti, 2014).
Penerapan pola hidup bersih dan sehat di kalangan pelajar sangatlah sulit,
terkadang walaupun mengetahui arti hidup bersih dan sehat, tetapi mereka
tetap mengabaikannya, dan seolah-olah tidak tahu tentang arti hidup bersih
dan sehat. Misalnya, walaupun mereka tahu jajanan yang menurut kriteria
bersih tetapi mereka tetap membeli jajanan sembarang yang dainggap mereka
bahwa jajanan itu enak untuk dimakan. Padahal hal tersebut merupakan salah
satu faktor risiko untuk tertularnya penyakit Hepatitis A. Fakta tersebut
menggambarkan bahwa remaja di Indonesia kurang peduli terhadap perilaku
hidup bersih dan sehat sebagai cara pencegahan Hepatitis A (Wijayanti, 2014).
Hasil penelitian diperoleh lebih dari 50% memiliki perilaku yang baik
dalam upaya pencegahan hepatitis B. Hal tersebut dapat dikarenakan faktor-
faktor yang mendukung terjadinya perilaku tersebut. Faktor tersebut dapat
berupa pengetahuan tentang perilaku pencegahan hepatitis B yang mereka
peroleh saat perkuliahan atau informasi dari luar seperti buku-buku atau
internet dan pengalaman praktik yang sudah pernah dilakukan (Yanti, 2012).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan
masalah pada penelitian ini sebagai berikut: “adakah pengaruh faktor
predisposisi terhadap perilaku remaja dalam pencegahan hepatitis A di RW 09
Ciateul kecamatan Regol Bandung ?”.
7
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku
remaja terhadap pencegahan hepatitis A di RW 09 Ciateul Kecamatan
Regol Bandung.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran karakteristik remaja mencakup usia dan
pendidikan di RW 09 Ciateul.
b. Mengetahui pengaruh usia dalam perilaku remaja terhadap
pencegahan hepatitis A di RW 09 Ciateul.
c. Mengetahui pengaruh pendidikan dalam perilaku remaja terhadap
pencegahan hepatitis A di RW 09 Ciateul.
d. Mengetahui pengaruh pengetahuan dalam perilaku remaja terhadap
pencegahan hepatitis A di RW 09 Ciateul.
e. Mengetahui pengaruh sikap dalam perilaku remaja terhadap
pencegahan hepatitis A di RW 09 Ciateul.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
a. Manfaat penelitian bagi puskesmas Moch Ramdhan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
masukan bagi puskesmas untuk meningkatkan kebijakan dalam
mencegah terjadinya hepatitis A.
b. Manfaat penelitian bagi STIK Immanuel Bandung
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi tentang
pengetahuan kesehatan terutama tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku terhadap pencegahan hepatitis A.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan sebagai data awal dalam
melakukan penelitian selanjutnya serta dapat digunakan untuk
pengembangan dalam mengaplikasikan penelitian tentang faktor-
faktor yang memepengaruhi perilaku remaja terhadap pencegahan
hepatitis A.
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai pengembangan studi kesehatan
masyarakat dalam tema, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku remaja
terhadap pencegahan hepatitis A, serta menjadi pembelajaran dalam upaya
meningkatkan pelayanan promosi kesehatan di masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
A. Hepatitis
1. Pengertian hepatitis A
Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatis A dan
merupakan penyakit endemis di beberapa negara berkembang.
Hepatitis A merupakan jenis hepatitis yang ringan, bersifat akut,
sembuh spontan tanpa gejala sisa dan tidak menyebabkan infeksi
kronik ( Patogenis, 2013).
Hepatitis A merupakan infeksi virus hepatitis A (VHA) yang bersifat
akut. Secara global dan di Indonesia, hepatitis A merupakan penyakit
hati paling banyak dilaporkan (Kapita Selekta Kedokteran, 2014).
2. Penyebab hepatitis A
Penyebab penyakit hepatitis A adalah virus hepatitis A (Patofisiologi,
2013).
3. Cara penularan
Penyakit hepatitis A menular melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi virus hepatitis A (fecal-oral) (Patofisiologi, 2013).
4. Gejala penyakit hepatitis A
Gejala dapat berupa demam tiba-tiba, hilang napsu makan, mual, muntah,
penyakit kuning (kulit dan mata menjadi kuning), air kencing (urin)
berwarna tua, tinja pucat. Hepatitis A dapat dibagi menjadi 3 stadium,
yaitu:
a. Fase pre-ikterik
Dengan keluhan yang tidak khas ini, sering terjadi diduga sebagai
penderita influenza, gastritis maupun arthtitis.Terdapat gejala demam
ringan, nafsu makan hilang, mual-mual, nyeri dan rasa tidak enak di
perut. Diikuti urine berwarna9 gelap yang mengandung bilirubin
(biasanya tidak ada dalam urine), ikterus yang semakin meningkat dan
pembesaran hati ringan dan sering terasa nyeri.
b. Fase ikterik
10
B. Perilaku
1. Pengertian
Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Skinner dalam
Notoatmodjo (2005), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku itu
terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni : stimulus
merupakan faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal), dan
respons merupakan faktor dari dalam diri orang yang bersangkutan (faktor
internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik
lingkungan fisik , maupun non fisik dalam bentuk sosial budaya, ekonomi,
politik, dan sebagainya.
Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2005), bentuk respons terhadap
stimulus dalam perilaku dapat dibedakan menjadi 2 (Dua) bentuk, yaitu :
a. Perilaku tertutup (Covert Behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih
belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons
seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi,
pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk
Unobservable Behavior atau atau Covert Behavior yang dapat diukur
adalah pengetahuan dan sikap.
b. Perilaku terbuka (Overt Behavior) Perilaku terbuka ini terjadi bila
respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik
ini dapat diamati orang lain dari luar atau Observable Behavior.
2. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah respons seseorang terhadap stimulus atau objek
yang berkaitan dengan sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan,
makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dari batasan ini, perilaku
kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 (Dua) kelompok,
yakni :
13
a. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat adalah
perilaku-perilaku dalam mencegah atau menghindari dari penyakit dan
penyebab penyakit atau masalah atau penyebab masalah kesehatan
(perilaku preventif/pencegahan), dan perilaku dalam mengupayakan
meningkatnya kesehatan (perilaku promotif) (Notoatmodjo, 2010).
b. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk
memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya.
Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil seseorang atau
anaknya bila sakit atauterkena masalah kesehatan untuk memperoleh
kesembuhan atau terlepasnya dari masalah kesehatan tersebut
(Notoatmodjo, 2010).
satu respon yang berbeda dan beberapa stimulusyang berbeda dapat saja
menimbulkan satu respon yang sama.
Lewin (1951,dalam buku Azwar, 2007) merumuskan suatu model
hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku adalah fungsi
karakteristik individu dan lingkungan. Karakteristik individu meliputi
berbagai variabel seperti motif, nilai – nilai, sifat kpribadian dan sikap
yang saling berinteraksi pula dengan faktor – faktor lingkung dalam
menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan besar dalam
menentukan perilaku, bahkan kadang – kadang kekuatannya lebih besar
dari pada karakteristik individu. Hal inilah yang menjadikan prediksi
perilaku lebih kompleks. Teori tindakan beralasan mengatakan bahwa
sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan
yang teliti dan beralasan dan dampaknya terbatas hanya pada 3 hal yaitu :
a. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap
yang spesifik terhadap sesuatu.
b. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma –
norma subjektif (subjective norms)yaitu keyakinan kita mengenai apa
yang orang lain inginkan agar kita perbuat.
c. Sikap terhadapsuatu perilaku bersama norma–norma subjektif
membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu. Secara
sederhana, teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan
suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia
percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Dalam teori
perilaku terencana keyakinan–keyakinan berpengaruh pada sikap
terhadap perilaku tertentu, pada norma–norma subjektif dan pada
kontrol perilaku yang dia hayati. Ketiga komponen ini berinteraksi dan
menjadi determinan bagi intensi yang pada gilirannya akan
menentukan apakahperilaku yang bersangkutandilakukan atau tidak
(Azwar, 2007).
Menurut Leavel dan Clark yang disebut pencegahan adalah segala
kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak langsung untuk
17
C. Usia
1. Pengertian
Umur adalah bilangan tahun terhitung sejak lahir sampai dengan tahun
terakhir seseorang melakukan aktifitas. Umur seseorangdemikian besarnya
dalam mempengaruhi pengetahuan, sikap danperilaku. Semakin lanjut
20
umurnya semakin lebih bertanggung jawab, lebih tertib, lebih bermoral dan
lebih berbakti dari pada usia muda (Notoatmodjo, 2003).
D. Pendidikan
1. Pengertian
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Notoatmodjo,
2003). Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara
(UU No 20 Tahun 2003). Sedangkan menurut Notoatmodjo (2007)
pendidikan adalah ilmu yang mempelajari serta memproses perubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang. Usaha mendewasakan
manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan proses dan cara.
21
E. Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi bila seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
22
d. Analisa
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis
23
F. Sikap
1. Pengertian sikap
Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari sesorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung
dilihat, tetapi hanya dapat ditafsir terlebih dahulu dari perilaku yang
tertutup. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian
reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari merupakan
reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo,
2011).
Sikap adalah keteraturan dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi)
dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di
lingkungan sekitarnya. Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif.
Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu
stimulus yang menghendaki adanya reaksi indivdual. Respon evaluatif
26
Menurut Sarwono (1993, dalam Kholid, 2014) bahwa sikap tidaklah sama
dengan perilaku, sebab sering kali terjadi bahwa seseorang
memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap
seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang
objek tertentu.
2. Komponen pokok sikap
Dalam bagian lain Allport (1954, dalam Notoatmodjo, 2013) menjelaskan
bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu:
a) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
c) Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh.
Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinanan
emosi memegang peranan penting.
3. Tingkatan-tingkatan sikap
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkatan-tingkatan
berdasarkan intensitasnya, yakni:
a) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
b) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan yang diberikan adalah suatu
indikasi dari sikap.
c) Menghargai (valuing)
27
G. Konsep Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja berasal dari kata latin yaitu adolescentia yang berarti remaja
primitif. Istilah adolescense merupakan sebuah perkembangan menuju
dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual (Ardayani,
2012). Menurut WHO dalam Sarwono (2012), remaja adalah suatu usia
ketika individu mulai menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya
sampai mencapai kematangan seksual, mengalami perkembangan
psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, terjadi
peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi menuju keadaan yang relatif
lebih mandiri, menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, serta
individu tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang
lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar.
Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan
tidak mantap. Di samping itu, masa remaja adalah masa yang rawan oleh
pengaruh-pengaruh negatif. Masa remaja adalah masa yang baik untuk
mengembangkan potensi positif yang mereka miliki seperti bakat,
kemampuan dan minat. Selain itu, masa ini adalah masa pencarian nilai-
nilai hidup (Willis, 2014).
2. Usia dan tahap-tahap remaja
33
Sa’id (2015), membagi usia remaja menjadi tiga fase sesuai tingkatan
umur yang dilalui oleh remaja. Menurut Sa’id, setiap fase memiliki
keistimewaannya tersendiri. Ketiga fase tingkatan umur remaja tersebut
antara lain:
a. Remaja Awal (early adolescence)
Tingkatan usia remaja yang pertama adalah remaja awal. Pada tahap
ini, remaja berada pada rentang usia 12 hingga 15 tahun. Umumnya
remaja awal berada di masa sekolah menengah pertama (SMP).
Keistimewaan yang terjadi pada fase ini adalah remaja awal berubah
fisiknya dalam kurun waktu yang singkat. Remaja juga mulai tertarik
kepada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis.
b. Remaja Pertengahan (middle adolescence)
Tingkatan usia remaja selanjutnya yaitu remaja pertengahan, atau ada
pula yang menyebutnya dengan remaja madya. Pada tahap ini, remaja
berada pada rentang usia 15 hingga 18 tahun. Umumnya remaja tengah
berada pada masa sekolah menengah atas (SMA). Keistimewaan dari
fase ini adalah mulai sempurnanya perubahan fisik remaja, sehingga
fisiknya sudah menyerupai orang dewasa. Remaja yang masuk pada
tahap ini sangat mementingkan kehadiran teman dan remaja akan
senang jika banyak teman yang menyukainya.
a. Perubahan eksternal
1) Tinggi
Rata-rata anak perempuan mencapai tinggi yang matang antara
usia 17 dan 18 tahun, rata-rata anak laki-laki sesudahnya.
2) Berat
Perubahan berat badan mengikuti jadwal yang sama dengan
perubahan tinggi berat badan sekarang tersebar dibagian-bagian
tubuh yang tadinya hanya mengandung sedikit lemak atau tidak
mengandung lemak sama sekali.
3) Proporsi tubuh
Berbagai anggota tubuh, lambat laun mencapai perbandingan
tubuh yang baik misalnya badan melebar dan memanjang sehingga
anggota badan tidak lagi kelihatan terlalu panjang.
4) Organ seksual
Pada laki-laki dan perempuan, organ seksual mencapai ukuran
dewasa pada periode remaja akhir, namun fungsinya belum
matang sampai dengan beberapa tahun kemudian.
5) Karakteristik seks sekunder
Karakteristik seks sekunder utama mengalami perkembangan pada
level dewasa pada periode remaja akhir.
b. Perubahan internal
1) Sistem pencernaan
Perut lebih panjang dan tidak lagi berbentuk pipa, usus bertambah
panjang dan bertambah besar, otot-otot di perut dan dinding usus
menjadi lebih tebal dan kuat, hati bertambah berat dan
kerongkongan bertambah panjang.
2) Sistem peredaran darah
Jantung tubuh pesat selama masa remaja pasa usia 17 – 18 tahun
berat 12 kali lipat pada waktu lahir. Panjang dan tebal dinding
pembuluh darah meningkat dan mencapai tingkat kematangan
bilamana jantung sudah matang.
35
3) Sistem pernafasan
Kapasitas paru-paru anak perempuan hampir matang pada usia 17
tahun, anak laki-laki mencapai tingkat kematangan beberapa tahun
kemudian.
4) Sistem endokrin
Kegiatan gonad yang meningkat pada puber menyebabkan
ketidakseimbangan sementara dari seluruh sistem endokrin pada
awal masa puber.
5) Jaringan tubuh
Perkembangan kerangka berhenti rata-rata pada usia 18 tahun.
Jaringan selain tulang terus berkembang sampai akhir masa remaja
atau masa dewasa (Ardayani, 2012).
4. Tugas-tugas perkembangan remaja
Adapun tugas-tugas perkembangan remaja sebagai berikut:
a. Menerima keadaan dan penampilan diri, serta menggunakan tubuhnya
secara efektif
b. Belajar berperan sesuai jenis kelamin (sebagai pria dan wanita)
c. Mencapai relasi yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya,
baik sejenis maupun lawan jenis
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
e. Mencapai kemandirian secara emosional terhadap orang tua dan orang
dewasa lainnya
f. Mempersiapkan karir dan kemandirian secara ekonomis
g. Menyiapkan diri (fisik dan psikis) dalam menghadapi perkawinan dan
kehidupan keluarga
h. Mengembangkan kemampuan dan keterampilan intelektual untuk
hidup bermasyarakat dan untuk masa depan
i. Mencapai nilai kedewasaan (Ardayani, 2012).
5. Tujuan perkembangan remaja
a. Perkembangan pribadi
36
6. Permasalahan remaja
a. Masalah sosial pada remaja
Dengan dimulainya masa puber terjadilah perubahan-perubahan sikap
sosial, kemunduran minat terhadap aktivitas kelompok dan
kecenderungan untuk menyendiri. Pada masa puber kemajuan
perubahan meningkat, serta sikap dan perilaku sosial semakin
meningkat ke arah anti sosial, yaitu penolakan terhadap beberapa
karakteristik sosial (Hurlock, 2013). Perilaku anti sosial bergantung
pada faktor lingkungan. Karena anak sudah mulai dewasa, tidak hanya
ukuran tubuh tetapi juga bentuk tubuh, para orang tua beranggapan
sudah tiba saatnya bagi anak untuk membuang semua hal yang
kekanak-kanakan dan memikul tanggung jawab kedewasaan.
37
I. Kerangka Teori
Skema 2.1
Kerangka Teori PenelitianFaktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Perilaku Remaja Terhadap Pencegahan Hepatitis A
Predisposing factor:
-Umur
-Pendidikan
-Pengetahuan
-Sikap
Terhadap Pencegahan
-Fasilitas kesehatan
Hepatitis A
40
Reinforcing factor:
-Orang tua
-Tokoh Masyarakat
-Petugas kesehatan
Keterangan :
A. Defenisi Konseptual
1. Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatis A dan
merupakan penyakit endemis di beberapa negara berkembang. Hepatitis
A merupakan jenis hepatitis yang ringan, bersifat akut, sembuh spontan
tanpa gejala sisa dan tidak menyebabkan infeksi kronik ( Patogenis,
2013).
2. Skinner dalam Notoatmodjo (2005), merumuskan bahwa perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
RI (2012).
dari luar).
41
3. Umur adalah bilangan tahun terhitung sejak lahir sampai dengan tahun
terakhir seseorang melakukan aktifitas (Notoatmodjo, 2003).
4. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat
(Notoatmodjo, 2003).
5. Remaja berasal dari kata latin yaitu adolescentia yang berarti remaja
primitif. Istilah adolescense merupakan sebuah perkembangan menuju
dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual (Ardayani,
2012).
6. Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi bila seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, perabaan dan pengecapan. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga (Notoatmodjo S,
2011). 41
7. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari sesorang
B. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Penelitian
kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada
filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu. Analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk
42
Skema 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Predisposing factor:
-Umur Perilaku Remaja Terhadap
-Pendidikan Pencegahan Hepatitis A
-Pengetahuan
-Sikap
D. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas (independent variable)
Menurut Sugiyono (2014), variabel bebas adalah merupakan variabel
yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau
timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah umur, pendidikan, pengetahuan dan sikap remaja.
2. Variabel terikat (dependent variable) menurut Sugiyono (2014) adalah
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku
remaja terhadap pencegahan hepatitis A.
E. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2017). Hipotesis dari penelitian ini adalah:
43
F. Defenisi Operasional
Tabel 3.1
Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
Variabel
Independent:
1. Umur Umur Kuesioner Remaja awal: Ordinal
responden 12-15 tahun.
merupakan
usia
responden Remaja
dari awal
44
Ordinal
Pengetahuan Kemampuan Kuesioner 1) Baik bila
3. responden hasilnya lebih
dalam dari 75%
menjawab 2) Cukup baik
pertanyaan bila hasilnya
dengan benar. 56-75%
3) Kurang baik
bila hasilnya
kurang dari
56%.
Ordinal
Sikap Respon positif Kuesioner 1) Sangat baik
4. atau negatif bila hasilnya
sebagai 76-100%
perilaku yang 2) Baik bila
disetujui. hasilnya 51-
75%
45
3) Tidak baik
bila hasilnya
26-50%.
Variabel 1)
Dependent: 2)
1.P Perilaku Respon atau Kuesioner 1) Baik: skor Ordinal
remaja reaksi jawaban x≥
terhadap responden (µ+1.0σ)
pencegahan terhadap 2) Cukup: skor
hepatitis A pencegahan jawaban
P hepatitis A. (µ+1.0σ)≤x<
(µ+1.0σ)
3) Kurang: skor
jawaban x<
(µ+1.0σ)
ceklis (√) pada kolom yang telah disediakan. Yang termasuk dalam
kategori sikap adalah hasil ukur sangat tidak setuju (0 – 25 %), tidak
setuju (26 – 50%), setuju (51 – 75%), sangat setuju (76–100%) (Hidayat,
2009).
Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai standar
adalah alat ukur yang telah melalui uji validitas dan uji reliabilitas
(Hidayat, 2009).
a. Uji validitas
Uji validitas adalah ketepatan atau kecermatan pengukuran. Valid
artinya alat tersebut mengukur apa yang ingin diukur. Kuisioner
dikatakan valid apabila pertanyaan pada suatu kuisioner mampu
mengungkap sesuatu yang akan diukur oleh kuisioner tersebut
(Riyanto, 2011).
Uji validitas dilakukan pada remaja di RW 08 Ciateul kecamatan
Regol Bandung dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Peneliti
melakukan uji validitas di RW 08 karena memiliki karakteristik
penderita hepatitis A terbanyak yaitu pada remaja.
Uji validitas pada penelitian ini menggunakan rumus “peason product
moment”.Untuk mengetahui apakah nilai korelasi tiap-tiap pertanyaan
tersebut signifikan, maka perlu dilihat r tabel dan r hitung. Dikatakan
valid apabila r hitung ≥ r tabel (0,361) dan dikatakan tidak valid jika r
hitung ≤ r tabel (0,361) dengan tingkat kemaknaan 5 % (0,05).
(Riyanto,2011).
Rumus Pearson Product Moment :
Keterangan :
𝑟𝑥𝑦 : Koefisien Korelasi
∑𝑋 : Jumlah skor item
48
b. Uji reliabilitas
Uji reliabilitas artinya kestabilan pengukuran, alat yang dilakukan
reliable jika digunakan berulang-ulang nilai sama. Sedangkan
pertanyaan dikatakan reliable jika jawaban seseorang terhadap
pertanyaan konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Bila terdapat
pertanyaan yang tidak reliabilitas maka pertanyaan tersebut akan diedit
(diperbaiki) dan dipakai untuk penelitian (Riyanto, 2011).
Rumus uji reliabilitas yaitu dengan menggunakan rumus Cronbah’s
Alpha sebagai berikut:
rii= k Ʃσ b 2
1-
k–1 σ2 t
Keterangan:
rii = Reliabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
Ʃσ b 2 = Jumlah varian butir
σ2 t = Jumlah varian total
Uji keputusan
Bila nilai Cronbah’s Alpa ≥ konstanta (0,6), maka pertanyaan reliabel
Bila nilai Cronbah’s Alpa < konstanta (0,6), maka pertanyaan reliabel
(Riyanto, 2011).
Data adalah bentuk jamak dari datum yaitu keterangan atau informasi yang
1. Data primer
a. Usia
Data tentang usia diperoleh melalui pengisian informed consent
kuesioner.
b. Pendidikan
Data tentang pendidikan diperoleh melalui pengisian informed
consent kuesioner.
c. Pengetahuan
Data pengetahuan diperoleh dari hasil pengukuran kuesioner.
d. Sikap
Data pengetahuan diperoleh dari hasil pengukuran kuesioner.
2. Data sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data usia
remaja yang diperoleh dari RT 1-4 pada RW O9 Ciateul Kecamatan
Regol Badung.
b. Coding data
Merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka) terhadap data
yang terdiri atas beberapa kategori.Pemberian kode ini sangat penting
bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.Biasanya
dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu
buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti
suatu kode dari suatu variabel.
c. Entry data
Setelah data terisi penuh dan benar serta sudah melewati
pengkodean, langkah selanjutnya adalah peneliti memperoses data
agar yang sudah dientry dapat dianalisis. Pemerosesan dilakukan
dengan cara mengentri data dari lembar cheklis ke program
komputer.
d. Cleaning data
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya
kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya,
kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
e. Tabulasi data
Tabulasi data adalah penyusunan data sedemikian rupa sehingga
memudahkan dalam penjumlahan data dan disajikan dalam bentuk
tulisan (Notoatmodjo, 2012).
2. Analisa Data
Analisi data ini menggunakan program SPSS 17,0. Analisis yang
dilakukan adalah sebagai berikut
a. Analisa univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2014). Analisis
dalam penelitian ini adalah variabel independent (bebas) yaitu umur,
pendidikan, pengetahuan dan sikap remaja serta variabel dependent
(terikat) yaitu perilaku remaja terhadap pencegahan hepatitis A. Untuk
51
K. Prosedur Penelitian
Menurut Riyanto (2013), prosedur penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Menemukan tempat dan masalah yang akan diteliti
b. Membuat judul berdasarkan masalah
c. Mengirimkan surat kepada RW untuk meminta izin mendapatkan data
d. Melakukan studi pendahuluan dengan wawancara
e. Membuat rancangan terhadap proposal penelitian
f. Menyusun proposal dan mengikuti bimbingan atau konsultasi.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Meminta perizinan puskesmas Moch Ramdhan sebagai puskesmas
yang memiliki wilayah pelayanan kesehatan terhadap kelurahan
Ciateul
b. Melaksanakan penelitian
c. Melaksanakan pengolahan data dan anilisis data yang terkumpul
d. Membuat kesimpulan dan saran
3. Tahap Akhir
a. Penyusunan laporan penelitian
b. Penyajian hasil penelitian
52
c. Perbaikan penelitian.
L. Etika Penelitian
1. Persetujuan (Informed Consent)
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan subjek penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi subjek
penelitian yang diberikan sebelum penelitian dilakukan. Tujuan
informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian serta mengetahui dampaknya.
2. Tanpa nama (Anonimity)
Peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden dalam instrument
pengumpulan data yang diisi oleh responden. Lembaran tersebut
hanya akan diberi nomor atau kode tertentu.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Merupakan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi
maupun masalah - masalah lainnya. Semua informasi yang telah
dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok
data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
4. Perlakuan adil (Fair Treatment)
Merupakan jaminan yang diberikan kepada subjek agar diperlakukan
secara adil baik sebelum, selama dan sesudah keikut sertaannya dalam
penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak
bersedia sebagai responden atau responden boleh mengundurkan diri.
Penelitian ini mulai dilakukan pada bulan Juli - Agustus 2017. Untuk
penjelasan waktu penelitian yang lebih lengkap dapat dilihat pada tabel
3.6.