Oleh :
Kelompok 12
Nama:
Fransiska
Yunus
Jeni Malista
Okta Susrawita
Dian Mayasari
Yesi Andriani
1
ABSTRAK
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
3
yang tidak pernah ditimbang enam bulan terakhir semakin meningkat dari 25,5
persen (2007) menjadi 34,3 persen (2013) (Badan Lit-Bang Kes Kemenkes RI,
2013).
Hasil pemetaan penyakit menular yang mencolok adalah penurunan
angka period prevalence diare dari 9,0 persen tahun 2007 menjadi 3,5 persen
tahun 2013. Untuk menjadi catatan penurunan prevalensi diasumsikan tahun
2007 pengumpulan data tidak dilakukan secara serentak, sementara tahun 2013
pengumpulan data dilakukan bersamaan di bulan Mei-Juni. Terjadi juga
kecenderungan yang meningkat untuk period prevalence pneumonia semua umur
dari 2,1 persen (2007) menjadi 2,7 persen (2013). Prevalensi TB –paru masih di
posisi yang sama untuk tahun 2007 dan 2013 (0,4%). Terjadi peningkatan
prevalensi hepatitis semua umur dari 0,6 persen tahun 2007 menjadi 1,2 persen
tahun 2013. Penyakit tidak menular, terutama hipertensi terjadi penurunan dari
31,7 persen tahun 2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013. Asumsi terjadi
penurunan bisa bermacam-macam mulai dari alat pengukur tensi yang berbeda
sampai pada kemungkinan masyarakat sudah mulai datang berobat ke fasilitas
kesehatan. Terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara
(apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6 persen
tahun 2007 menjadi 9,5 persen tahun 2013. Hal yang sama untuk stroke
berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden yang pernah
didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi
12,1 per1000 (2013). Demikian juga untuk Diabetes melitus yang berdasarkan
wawancara juga terjadi peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen
(Ba Lit-Bang Kes Kemenkes RI, 2013).
Perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas masih belum terjadi
penurunan dari 2007 ke 2013, cenderung meningkat dari 34,2 persen tahun 2007
menjadi 36,3 persen tahun 2013. Sebanyak 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen
perempuan masih menghisap rokok tahun 2013. Ditemukan 1,4 persen perokok
umur 10-14 tahun, 9,9 persen perokok pada kelompok tidak bekerja, dan 32,3
persen pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah. Sedangkan rerata
jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang, bervariasi dari yang
terendah 10 batang di DI Yogyakarta dan tertinggi di Bangka Belitung (18,3
batang). Untuk kesehatan lingkungan, ada kecenderungan meningkat untuk
rumah tangga yang bisa akses ke sumber air minum ‘improved’ 62,0 persen tahun
2007 menjadi 66,8 persen tahun 2013, dan variasi antar provinsi yang sangat
lebar dari yang terendah di Kep. Riau (24,0%) dan yang tertinggi Bali dan DI
Yogyakarta (>80%). Demikian halnya untuk rumah tangga yang memiliki akses
ke fasilitas sanitasi ‘improved’ juga meningkat dari 40,3 persen (2007) (Ba Lit-
Bang Kes Kemenkes RI, 2013).
Hasil Riskesdas diatas menunjukkan bahwa ada beberapa masalah
kesehatan yang meningkat dibanding tahun 2007, antara lain : prevalensi gizi
4
buruk, period prevalence pneumonia, prevalensi hepatitis dan prevalensi diabetes
mellitus. Terkait dengan perilaku kesehatan diketahui bahwa perilaku merokok
pada usia 15 tahun keatas juga meningkat sehingga resiko paparan penyakit-
penyakit akibat rokok juga akan meningkat. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah untuk mengendalikan peningkatan indikator-indikator diatas, tetapi
kenyataannya masih ada peningkatan dari tahun ke tahun. Tenaga Medis di
Puskesmas sebagai ujung tombak kegiatannya memiliki tanggung jawab besar
melakukan upaya-upaya kesehatan mengendalikan Karena itulah dalam makalah
ini, Penulis merasa tertarik melakukan analisis mengenai bagaimana peran etika
promosi kesehatan oleh tenaga medis.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mendeskripsikan peran-peran yang dapat dijalankan tenaga medis dalam
kegiatan promosi kesehatan masyarakat.
2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan peran-peran tenaga medis
b. Mendeskripsikan pelaksanaan kegiatan tenaga medis di Puskesmas
c. Mendeskripsikan pengintegrasian peran-peran tenaga medis di Puskesmas
C. Manfaat
1. Bagi Tenaga Medis
Dapat menjadi bahan masukan mengenai pelaksanaan kegiatan perkesmas
sehingga tenaga medis mampu mengembangkan diri dan keilmuannya.
2. Bagi Kepala Puskesmas
Dapat menjadi bahan masukan mengenai pengembangan upaya kesehatan
masyarakat di Puskesmas
3. Bagi Akademisi
Dapat menjadi bahan masukan mengenai pengembangan keilmuan,
khususnya tentang prmosi kesehatan.
D. Sistematika
Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, manfaat dan sistematika
2. Bab II Tinjauan Teori berisi uraian mengenai peran-peran tenaga medis
dalam promosi kesehatan, perkesmas dan pengintegrasian peran tenaga medis
dalam perkesmas.
3. Bab III Pembahasan berisi analisis tentang teori yang sudah didapatkan,
peluang dan tantangan dalam menjalankan peran tenaga medis dalam
kegiatan perkesmas.
5
BAB II
METODELOGI
6
berdasarkan advance search dengan penambahan notasi AND/OR atau
menambakan simbol +. Misalnya peneliti melakukan pencarian pada
mesin pencarian PubMed dengan mengetik kata “((Self-directed
learning) AND (Nursing Student) AND (Competency”. Atau dengan
mengetik ”self-directed learning“+”nursing sudent”, “self-directed
learning“+”learning outcome”, “self-directed learning”+“nursing
education”+”competency”.
4.Melakukan pencarian berdasarkan full text
5. Melakukan penilaian terhadap jurnal dari abstrak apakah berdasarkan
tujuan penelitian dan melakukan critical appraisal dengan tool yang ada
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Promosi Kesehatan
8
konteks pengetahuan lokal, (3) Persetujuan, yaitu bila tokoh panutan (seperti
tokoh agama dan tokoh agama) setempat menyetujui dan mempraktekkan
perilaku yang di anjurkan dan (4) Kesanggupan untuk mengadakan perubahan
secara fisik misalnya kemampuan untuk membangun jamban dengan teknologi
murah namun tepat guna sesuai dengan potensi yang di miliki.
Program promosi menekankan aspek ”bersama masyarakat”. Maksudnya
adalah (1) bersama dengan masyarakat fasilitator mempelajari aspek-aspek
penting dalam kehidupan masyarakat untuk memahami apa yang mereka
kerjakan, perlukan dan inginkan, (2) bersama dengan masyarakat fasilitator
menyediakan alternatif yang menarik untuk perilaku yang beresiko misalnya
jamban keluarga sehingga buang air besar dapat di lakukan dengan aman dan
nyaman serta (3) bersama dengan masyarakat petugas merencanakan program
promosi kesehatan dan memantau dampaknya secara terus-menerus.
Metode-metode yang dapat dilaksanakan dalam melaksanakan upaya
promosi kesehatan dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Berdasarkan teknik komunikasi
a. Pendekatan langsung : kunjungan rumah, FGD, pertemuan di Balai Desa
b. Pendekatan tak langsung : publikasi media massa, pertunjukan film
2. Berdasarkan jumlah sasaran yang dicapai
a. Pendekatan perorangan : kunjungan rumah, komunikais per telepon
b. Pendekatan kelompok : diskusi, pertemuan, demonstrasi
c. Pendekatan massal : pertemuan umum, pemutaran film, poster
3. Berdasarkan indera penerima
a. Metode melihat dan memperhatikan : poster, gambar, film, poto
b. Metode mendengar : pidato, ceramah, penyuluhan di radio
c. Metode kombinasi : simulasi, demonstrasi cara
a.Pengertian
Peran adalah perilaku individu yang diharapkan sesuai dengan posisi
yang dimiliki. Peran yaitu suatu pola tingkah laku, kepercayaan, nilai,
dan sikap yang diharapkan dapat menggambarkan perilaku yang
seharusnya diperlihatkan oleh individu pemegang peran tersebut dalam
situasi yang umumnya terjadi (Sarwono, 2012). Peran merupakan suatu
kegiatan yang bermanfaat untuk mempelajari interaksi antara individu
sebagai pelaku (actors) yang menjalankan berbagai macam peranan di
dalam hidupnya, seperti dokter, perawat, bidan atau petugas kesehatan
lain yang mempunyai kewajiban untuk menjalankan tugas atau kegiatan
yang sesuai dengan peranannya masing-masing (Muzaham, 2007)
Tenaga kesehatan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia
9
Tentang Kesehatan No 36 tahun 2014 merupakan setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis
tertentu yang memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya
kesehatan. Tenaga kesehatan juga memiliki peranan penting untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada
masyarakat agar masyarakat mampu meningkatkan kesadaran, kemauan 12
dan kemampuan hidup sehat sehingga mampu mewujudkan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Tenaga
kesehatan memiliki beberapa petugas yang dalam kerjanya saling
berkaitan yaitu dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan ketenagaan medis
lainnya (Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1996).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2008)
perilaku tenaga kesehatan mempengaruhi kepatuhan ibu hamil dalam
mengkonsumsi tablet Fe. Kepatuhan ibu hamil dapat lebih ditingkatkan
lagi apabila petugas kesehatan mampu memberikan penyuluhan,
khususnya mengenai manfaat tablet besi dan kesehatan ibu selama
kehamilan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Susanti (2002), dengan
hasil terdapat hubungan bermakna antara faktor pelayanan petugas
kesehatan (seperti pemeriksaan kasus anemia, konseling dan pemberian
tablet Fe) dengan kepatuhan konsumsi tablet Fe. Selain memberikan
penyuluhan tenaga kesehatan juga memiliki berbagai macam peranan
penting lainnya di dalam proses meningkatkan derajat kesehatan.
10
memberikan informasi secara jelas kepada pasien. Pemberian
informasi sangat diperlukan karena komunikasi bermanfaat untuk
memperbaiki kurangnya pengetahuan dan sikap masyarakat yang
salah terhadap kesehatan dan penyakit. Komunikasi dikatakan efektif
jika dari tenaga kesehatan mampu memberikan informasi secara jelas
kepada pasien, sehingga dalam penanganan anemia selama kehamilan
diharapkan tenaga kesehatan bersikap ramah dan sopan pada setiap
kunjungan ibu hamil (Notoatmodjo, 2007). Tenaga kesehatan juga
harus mengevaluasi pemahaman ibu tentang informasi yang
diberikan, dan juga memberikan pesan kepada ibu hamil apabila
terjadi efek samping yang tidak bisa ditanggulangi sendiri segera
datang kembali dan komunikasi ke tenaga kesehatan (Mandriwati,
2008).
Sebagai motivator
Motivator adalah orang yang memberikan motivasi kepada orang
lain. Sementara motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak
agar mencapai suatu tujuan tertentu dan hasil dari dorongan tersebut
diwujudkan dalam bentuk perilaku yang dilakukan (Notoatmodjo,
2007). Menurut Syaifudin (2006) motivasi adalah kemampuan
seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan motif adalah
kebutuhan, keinginan, dan dorongan untuk melakukan sesuatu.
Peran tenaga kesehatan sebagai motivator tidak kalah penting dari
peran lainnya. Seorang tenaga kesehatan harus mampu memberikan
motivasi, arahan, dan bimbingan dalam meningkatkan kesadaran
pihak yang dimotivasi agar tumbuh ke arah pencapaian tujuan yang
diinginkan (Mubarak, 2012). Tenaga kesehatan dalam melakukan
tugasnya sebagai motivator memiliki ciri-ciri yang perlu diketahui,
yaitu melakukan pendampingan, menyadarkan, dan mendorong
kelompok untuk mengenali masalah yang dihadapi, dan dapat
mengembangkan potensinya untuk memecahkan masalah tersebut
(Novita, 2011).
Tenaga kesehatan sudah seharusnya memberikan dorongan
kepada ibu hamil untuk patuh dalam mengkonsumsi tablet besi dan
menanyakan apakah ibu hamil sudah mengkonsumsi tablet besi sesuai
dengan aturan yang diberikan. Tenaga kesehatan juga harus
mendengarkan keluhan yang disampaikan ibu hamil dengan penuh minat, dan
yang perlu diingat adalah semua ibu hamil memerlukan
dukungan moril selama kehamilannya sehingga dorongan juga sangat
diperlukan dalam rangka meningkatkan tumbuhnya motivasi
(Notoatmodjo, 2007).
3) Sebagai fasilitator
11
Fasilitator adalah orang atau badan yang memberikan kemudahan
dalam menyediakan fasilitas bagi orang lain yang membutuhkan.
Tenaga kesehatan dilengkapi dengan buku pedoman pemberian tablet
zat besi dengan tujuan agar mampu melaksanakan pemberian tablet
zat besi tepat pada sasaran sebagai upaya dalam menurunkan angka
prevalensi anemia (Santoso, 2004). Tenaga kesehatan juga harus
membantu klien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal agar
sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Peran sebagai seorang fasilitator dalam pemberian tablet Fe
kepada ibu hamil juga harus dimiliki oleh setiap tenaga kesehatan
pada setiap kunjungan ke pusat kesehatan. Fasilitator harus terampil
mengintegritaskan tiga hal penting yakni optimalisasi fasilitasi, waktu
yang disediakan, dan optimalisasi partisipasi, sehingga pada saat
menjelang batas waktu yang sudah ditetapkan ibu hamil harus diberi
kesempatan agar siap melanjutkan program konsumsi tablet Fe secara
mandiri (Novita, 2011).
Tenaga kesehatan harus mampu menjadi seorang pendamping
dalam suatu forum dan memberikan kesempatan pada pasien untuk bertanya
mengenai penjelasan yang kurang dimengerti. Menjadi
seorang fasilitator tidak hanya di waktu pertemuan atau proses
penyuluhan saja, tetapi seorang tenaga kesehatan juga harus mampu
menjadi seorang fasilitator secara khusus, seperti menyediakan waktu dan
tempat ketika pasien ingin bertanya secara lebih mendalam dan
tertutup (Sardiman, 2007)
4) Sebagai konselor
Konselor adalah orang yang memberikan bantuan kepada orang
lain dalam membuat keputusan atau memecahkan suatu masalah
melalui pemahaman terhadap fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan
perasaan-perasaan klien (Depkes RI, 2006). Proses dari pemberian
bantuan tersebut disebut juga konseling. Tujuan umum dari
pelaksanaan konseling adalah membantu ibu hamil agar mencapai
perkembangan yang optimal dalam menentukan batas-batas potensi
yang dimiliki, sedangkan secara khusus konseling bertujuan untuk
mengarahkan perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku sehat,
membimbing ibu hamil belajar membuat keputusan dan membimbing
ibu hamil mencegah timbulnya masalah selama proses kehamilan
(Mandriwati, 2008).
Seorang konselor yang baik harus memiliki sifat peduli dan mau
mengajarkan melalui pengalaman, mampu menerima orang lain, mau
mendengarkan dengan sabar, optimis, terbuka terhadap pandangan
interaksi yang berbeda, tidak menghakimi, dapat menyimpan rahasia,
12
mendorong pengambilan keputusan, memberi dukungan, membentuk
dukungan atas dasar kepercayaan, mampu berkomunikasi, mengerti
perasaan dan kekhawatiran klien, serta mengerti keterbatasan yang
dimiliki oleh klien (Simatupang, 2008).
Konseling yang dilakukan antara tenaga kesehatan dan ibu hamil
memiliki beberapa unsur. Menurut Depkes RI (2008) proses dari
konseling terdiri dari empat unsur kegiatan yaitu pembinaan
hubungan baik antara tenaga kesehatan dengan ibu hamil, penggalian
informasi (identifikasi masalah, kebutuhan, perasaan, kekuatan diri,
dan sebagainya) dan pemberian informasi mengenai tablet Fe sesuai
kebutuhan, pengambilan keputusan mengenai konsumsi tablet Fe,
pemecahan masalah yang mungkin nantinya akan dialami, serta
perencanaan dalam menindak lanjuti pertemuan yang telah dilakukan
sebelumnya.
13
akan dipromosikan merupakan implementasi peran perawat dalam konteks
sebagai pendidik. Pengaturan materi yang akan dipromosikan dapat
membantu mengurangi hambatan terhadap upaya promosi itu sendiri. Karena
itu dalam menyelenggarakan upaya promosi kesehatan perawat perlu
menyusun organisasi yang baik. Bukan hanya organisasi penyelenggara tetapi
organisais program itu sendiri.
4. Evaluator
Promosi kesehatan, sebagaimana sebuah proyek harus dapat
dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan pada pemegang
kebijakan dan klien sasaran (dalam hal ini adalah masyarakat). hal ini dapat
dipenuhi melalui evaluasi hasil, evaluasi diri, evaluasi sasaran kegiatan,
evaluasi organisasi serta evaluasi sejawat.
14
masyarakat; (c). kelompok yang mempunyai kebutuhan dan masalah kesehatan
khusus serta rawan terhadap masalah kesehatan tertentu (Mubarak, 2010).
Bagi seorang perawat di Puskesmas, upaya yang dapat dilakukan dalam
memberikan Pelayanan Kesehatan, yang menyangkut ilmu dan kiat keperawatan,
bio-psiko-sosio-spiritual secara komprehensif yang ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok, masyarakat, baik sakit maupun sehat. Upaya ini Meliputi
promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif. Seluruh kegiatannya dapat
menggunakan pendekatan proses keperawatan (Mubarak, 2010).
D. Promosi Kesehatan
Promosi Kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui proses pembelajaran dari-oleh-untuk dan bersama masyarakat,
agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumber daya masyarakat, sesuai dengan kondisi social budaya setempat dan
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Menolong diri sendiri
artinya bahwa masyarakat mampu berperilaku mencegah timbulnya masalah-masalah
dan gangguan kesehatan, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan serta
mampu pula berperilaku mengatasi apabila masalah gangguan kesehatan tersebut
terlanjur terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Banyak masalah kesehatan yang ada di negeri kita Indonesia, termasuk timbulnya
Kejadian Luar Biasa (KLB) yang erat kaitannya dengan perilaku masyarakat itu
sendiri. Sebagai contoh KLB Diare dimana penyebab utamanya adalah rendahnya
perilaku hidup bersih dan sehat seperti kesadaran akan buang air besar yang belum
benar (tidak di jamban), cuci tangan pakai sabun masih sangat terbatas, minum air
yang tidak sehat, dan lain-lain. Promosi kesehatan bukan hanya proses penyadaran
masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan saja, tetapi juga disertai upaya-upaya menfasilitasi perubahan perilaku.
Dengan demikian promosi kesehatan adalah program-program kesehatan yang
dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan) baik di dalam masyarakat sendiri
maupun dalam organisasi dan lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, politik
dan sebagainya). Atau dengan kata lain promosi kesehatan tidak hanya mengaitkan
diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan saja, tetapi juga
meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (fisik dan non-fisik) dalam rangka
memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
15
E Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat dalam Pola Perilaku
Umumnya ada empat faktor yang dapat mempengaruhi masyarakat agar merubah
perilakunya, yaitu:
a. Fasilitasi, yaitu bila perilaku yang baru membuat hidup masyarakat yang
melakukannya menjadi lebih mudah, misalnya adanya sumber air bersih yang lebih
dekat;
b. Pengertian yaitu bila perilaku yang baru masuk akal bagi masyarakat dalam konteks
pengetahuan lokal,
c. Persetujuan, yaitu bila tokoh panutan (seperti tokoh agama dan tokoh agama)
setempat menyetujui dan mempraktekkan perilaku yang di anjurkan dan
d. Kesanggupan untuk mengadakan perubahan secara fisik misalnya kemampuan untuk
membangun jamban dengan teknologi murah namun tepat guna sesuai dengan
potensi yang di miliki.
Pendekatan program promosi menekankan aspek ”bersama masyarakat”, dalam
artian:
a. Bersama dengan masyarakat fasilitator mempelajari aspek-aspek penting dalam
kehidupan masyarakat untuk memahami apa yang mereka kerjakan, perlukan dan
inginkan,
b. Bersama dengan masyarakat fasilitator menyediakan alternatif yang menarik untuk
perilaku yang beresiko misalnya jamban keluarga sehingga buang air besar dapat di
lakukan dengan aman dan nyaman serta
c. Bersama dengan masyarakat petugas merencanakan program promosi kesehatan dan
memantau dampaknya secara terus-menerus, berkesinambunga
16
Ada pembinaan teknis terhadap pelaksanaan program tersebut oleh tim teknis pada
tingkat Kecamatan.
Ada dukungan dan kemudahan pelaksanaan oleh tim lintas sektoral dan tim lintas
program di tingkat Kabupaten dan Propinsi.
17
c. Membangun suasana yang kondusif dalam upaya melakukan pemberdayaan
masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat pada level provinsi
d. Menggalang dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai pihak serta
mengintegrasikan penyelenggaraan promosi kesehatan dengan lintas program dan
lintas sektor terkait dalam pencapaian PHBS dalam level Provinsi
Peran Tingkat Kabupaten
Promosi Kesehatan yang diselenggarakan di tingkat Kabupaten, khususnya yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat mencakup hal-hal sebagai
berikut:
a. Meningkatkan kemampuan Puskesmas, dan sarana kesehatan lainnya dalam
penyelenggaraan promosi kesehatan, terutama dibidang penggerakan dan
pemberdayaan masyarakat agar mampu ber-PHBS.
b. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan yang
bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat
c. Membangun suasana yang kondusif dalam upaya melakukan pemberdayaan
masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
d. Menggalang dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai pihak serta
mengintegrasikan penyelenggaraan promosi kesehatan dengan lintas program dan
lintas sektor terkait dalam pencapaian PHBS.
18
BAB IV
PEMBAHASAN
19
mengatas namakan rakyat; d) Kapasitas organisasi lokal, kegiatannya dengan
kemampuan bekerja sama, mengorganisasi warga masyarakat, serta
memobilitasi sumber daya untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka
hadapi (Mubarak, 2010).
Kemandirian masyarakat mengelola kesehatannya merupakan tujuan
akhir dari pemberdayaan masyarakat. Dalam perspektif upaya kesehatan, agar
masyarakat berubah dari ketidakmampuan menjadi mampu menunjukkan
perilaku pengeloaan kesehatan maka dibutuhkan promosi kesehatan. Dengan
demikian agar kemandirian tercapai, perawat harus mampu mempromosikan
gaya hidup sehat dan perilaku kesehatan kepada masyarakat dengan pendekatan
pemberdayaan. Bastable (2002) mengemukakan bahwa peran perawat sebagai
pendidik memegang peranan posisi yang strategis untuk mempromosikan gaya
hidup sehat.
Agar peran sebagai pendidik ini dapat dilaksanakan secara terstruktur
maka perlu diintegrasikan ke dalam program Keperawatan Kesehatan
Masyarakat yang merupakan salah satu upaya kesehatan esensial di Puskesmas.
Pengintegrasian ini akan menjamin bahwa sub-peran dari peran pendidik benar-
benar dilaksanakan dengan baik. Maka seorang penanggung jawab Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) pengembangan perlu memposisikan promosi
kesehatan untuk pemberdayaan masyarakat sebagai strategi utama. Pemanfaatan
dana kapitasi BPJS pun harus di advokasi untuk kegiatan promosi, bukan hanya
kuratif saja untuk menurunkan prevalensi penyakit dan memperbaiki perilaku
sehat demi mencapai visi Kecamatan Sehat, Indonesia Sehat, dan tujuan MDGs.
20
BAB V
PENUTUP
21
·KEPEDULIAN DENGAN DETERMINAN SOSIAL DAN HUBUNGANNYA
DENGAN KESEHATAN
Perilaku adalah resultan antar stimulus (faktor eksternal) dengan respons (faktor
internal) dalam subjek atau orang yang berperilaku tersebut. Perilaku seseorang atau
subjek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor – faktor baik dari dalam maupun dari
luar subjek. Faktor yang menentukan atau membentuk perilaku ini disebut
determinan. Dalam bidang perilaku kesehatan ada 3 teori yang sering menjadi acuan
dalam penelitian – penelitian kesehatan yaitu :
Teori Lawrence Green
Ada 2 determinan masalah kesehatan tersebut yaitu Behavioral factor (faktor
perilaku) dan Non Behavioral factor (faktor non perilaku). Dan faktor tersebut
ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu :
Faktor – faktor predisposisi, yaitu faktor – faktor yang mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap,
keyakinan, kepercayaan, nilai – nilai, tradisi dan sebagainya.
Faktor – faktor pemungkin, yaitu faktor – faktor yang memungkinkan atau yang
memfasilitasi perilaku atau tindakan.
Faktor – faktor penguat, yaitu faktor- faktor yang mendorong atau memperkuat
terjadinya perilaku.
2. Teori Snehandu B.Karr
Mengidentifikasi adanya 5 determinan perilaku, yaitu :
a. Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek
atau stimulus diluar dirinya.
b. Adany dukungan dari masyarakat sekitar (social support)
c. Terjangkaunya informasi, yaitu tersedianya informasi – informasi terkait
dengan tindakan yang akan di ambil oleh seseorang
d. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan
e. Adanya kondisi dan situasi yang memuingkinkan
Teori WHO
Ada 4 determinan yaitu :
22
a. Pemikiran dan perasaan yaitu merupakan modal awal untuk bertindak
atau berperilaku
b. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang
dipercayai
c. Sumber daya yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya
perilaku seseorang atau masyarakat
d. Sosio budaya merupakan faktor eksternal untuk terbentuknya perilaku
seseorang
A. Kesimpulan
1. Peran utama tenaga kesehatan dalam promosi kesehatan adalah peran
pendidik. Peran ini memiliki sub-peran antara lain : fasilitator perubahan,
kontraktor, organisator, evaluator.
2. Pelaksanaan kegiatan Puskesmas saat ini merupakan salah satu Upaya
Kesehatan Esensial dan dapat dikembangkan dalam konteks asuhan
keperawatan komunitas.
3. Pengintegrasian Kesehatan Masyarakat di Puskesmas melalui Upaya
Kesehatan Masyarakat seharusnya dalam bentuk pemberdayaan masyarakat
untuk mewujudkan kemandirian masyarakat dalam mengelola kesehatannya.
B. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan
Pemberdayaan masyarakat harus dilaksanakan dalam konteks asuhan
keperawatan komunitas dengan melibatkan jejaring Puskesmas dan seluruh
support system yang ada di masyarakat
2. Bagi Kepala Puskesmas
Dukungan anggaran terhadap kegiatan promosi kesehatan serta
pengembangannya perlu diadvokasi, baik anggaran yang bersumber dari
APBD maupun anggaran yang bersumber dari Kapitasi BPJS.
3. Bagi Akademisi
Efektifitas pengintegrasian peran perawat dalam Upaya Kesehatan
Masyarakat dan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan itu perlu
23
diikuti, dianalisis dan diteliti terus menerus sebab dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, maka perawat
komunitas mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan peran dan
fungsinya. Hal ini harus terus diadvokasi sampai terbit peraturan
perundangan turunannya.
24
DAFTAR PUSTAKA
25