Anda di halaman 1dari 25

ETIKA PERAN PROMOSI KESEHATAN

OLEH TENAGA MEDIS

Disusun sebagai Tugas Mata Kuliah


ETIKA HUKUM KESEHATAN
Dosen : Prof. DR. Kholijah, SH, MH

Oleh :
Kelompok 12
Nama:
Fransiska
Yunus
Jeni Malista
Okta Susrawita
Dian Mayasari
Yesi Andriani

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS KADER BANGSA
PALEMBANG
2023

1
ABSTRAK

Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosialyang


memungkinkan setiap orang hidup produktifsecara sosial dan ekonomis.
Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan
kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk
kehamilan dan persalinan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis peran-peran
yang dapat dijalankan tenaga medis dalam kegiatan promosi kesehatan masyarakat.
Desain penelitian menggunakan literatur review. Promosi kesehatan adalah suatu
kegiatan penyampaian informasi kesehatan dan ilmu tentang kesehatan kepada
individu, kelompok, keluarga dan komunitas dengan tujuan dari tidak mampu
menjadi mampu merubah kebiasaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan
dalam berbagai aspek kehidupannya secara mandiri dan menerapkan sepanjang
hidupnya. Peran merupakan suatu kegiatan yang bermanfaat untuk mempelajari
interaksi antara individu sebagai pelaku (actors) yang menjalankan berbagai macam
peranan di dalam hidupnya, seperti dokter, perawat, bidan atau petugas kesehatan
lain yang mempunyai kewajiban untuk menjalankan tugas atau kegiatan
yang sesuai dengan peranannya masing-masing. Tenaga kesehatan juga
harus mengevaluasi pemahaman ibu tentang informasi yang
diberikan, dan juga memberikan pesan kepada ibu hamil apabila
terjadi efek samping yang tidak bisa ditanggulangi sendiri segera
datang kembali dan komunikasi ke tenaga kesehatan.

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Permasalahan kesehatan yang dihadapi sampai saat ini cukup kompleks,


karena upaya kesehatan belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 diketahui
penyebab kematian di Indonesia untuk semua umur, telah terjadi pergeseran dari
penyakit menular ke penyakit tidak menular, yaitu penyebab kematian pada
untuk usia > 5 tahun, penyebab kematian yang terbanyak adalah stroke, baik di
perkotaan maupun di pedesaan. Hasil Riskesdas 2007 juga menggambarkan
hubungan penyakit degeneratif seperti sindroma metabolik, stroke, hipertensi,
obesitas dan penyakit jantung dengan status sosial ekonomi masyarakat
(pendidikan, kemiskinan, dan lain-lain). Prevalensi gizi buruk yang berada di atas
rata-rata nasional (5,4%) ditemukan pada 21 provinsi dan 216 kabupaten/kota.
Sedangkan berdasarkan gabungan hasil pengukuran gizi buruk dan gizi kurang
Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa sebanyak 19 provinsi mempunyai
prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di atas prevalensi nasional sebesar 18,4%.
Namun demikian, target rencana pembangunan jangka menengah untuk
pencapaian program perbaikan gizi yang diproyeksikan sebesar 20%, dan target
Millenium Development Goals sebesar 18,5% pada 2015, telah dapat dicapai
pada 2007 (Badan Lit-Bang Kes Kemenkes RI, 2007).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 merupakan riset kedua yang
mengumpulkan data dasar dan indikator kesehatan setelah tahun 2007 yang
merepresentasikan gambaran wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Indikator yang dihasilkan antara lain status kesehatan dan faktor penentu
kesehatan yang bertumpu pada konsep Henrik Blum. Riskesdas menghasilkan
berbagai peta masalah kesehatan dan kecenderungannya, dari bayi lahir sampai
dewasa. Misalnya, prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2SD) memberikan
gambaran yang fluktuatif dari 18,4 persen (2007) menurun menjadi 17,9 persen
(2010) kemudian meningkat lagi menjadi 19,6 persen (tahun 2013). Beberapa
provinsi, seperti Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah,
Sulawesi Tengah menunjukkan kecenderungan menurun. Dua provinsi yang
prevalensinya sangat tinggi (>30%) adalah NTT diikuti Papua Barat, dan dua
provinsi yang prevalensinya <15 persen terjadi di Bali, dan DKI Jakarta. Masalah
stunting/pendek pada balita masih cukup serius, angka nasional 37,2 persen,
bervariasi dari yang terendah di Kepulauan Riau, DI Yogyakarta, DKI Jakarta,
dan Kalimantan Timur (<30%) sampai yang tertinggi (>50%) di Nusa Tenggara
Timur. Tidak berubahnya prevalensi status gizi, kemungkinan besar belum
meratanya pemantauan pertumbuhan, dan terlihat kecenderungan proporsi balita

3
yang tidak pernah ditimbang enam bulan terakhir semakin meningkat dari 25,5
persen (2007) menjadi 34,3 persen (2013) (Badan Lit-Bang Kes Kemenkes RI,
2013).
Hasil pemetaan penyakit menular yang mencolok adalah penurunan
angka period prevalence diare dari 9,0 persen tahun 2007 menjadi 3,5 persen
tahun 2013. Untuk menjadi catatan penurunan prevalensi diasumsikan tahun
2007 pengumpulan data tidak dilakukan secara serentak, sementara tahun 2013
pengumpulan data dilakukan bersamaan di bulan Mei-Juni. Terjadi juga
kecenderungan yang meningkat untuk period prevalence pneumonia semua umur
dari 2,1 persen (2007) menjadi 2,7 persen (2013). Prevalensi TB –paru masih di
posisi yang sama untuk tahun 2007 dan 2013 (0,4%). Terjadi peningkatan
prevalensi hepatitis semua umur dari 0,6 persen tahun 2007 menjadi 1,2 persen
tahun 2013. Penyakit tidak menular, terutama hipertensi terjadi penurunan dari
31,7 persen tahun 2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013. Asumsi terjadi
penurunan bisa bermacam-macam mulai dari alat pengukur tensi yang berbeda
sampai pada kemungkinan masyarakat sudah mulai datang berobat ke fasilitas
kesehatan. Terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara
(apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6 persen
tahun 2007 menjadi 9,5 persen tahun 2013. Hal yang sama untuk stroke
berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden yang pernah
didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi
12,1 per1000 (2013). Demikian juga untuk Diabetes melitus yang berdasarkan
wawancara juga terjadi peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,1 persen
(Ba Lit-Bang Kes Kemenkes RI, 2013).
Perilaku merokok penduduk 15 tahun keatas masih belum terjadi
penurunan dari 2007 ke 2013, cenderung meningkat dari 34,2 persen tahun 2007
menjadi 36,3 persen tahun 2013. Sebanyak 64,9 persen laki-laki dan 2,1 persen
perempuan masih menghisap rokok tahun 2013. Ditemukan 1,4 persen perokok
umur 10-14 tahun, 9,9 persen perokok pada kelompok tidak bekerja, dan 32,3
persen pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah. Sedangkan rerata
jumlah batang rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang, bervariasi dari yang
terendah 10 batang di DI Yogyakarta dan tertinggi di Bangka Belitung (18,3
batang). Untuk kesehatan lingkungan, ada kecenderungan meningkat untuk
rumah tangga yang bisa akses ke sumber air minum ‘improved’ 62,0 persen tahun
2007 menjadi 66,8 persen tahun 2013, dan variasi antar provinsi yang sangat
lebar dari yang terendah di Kep. Riau (24,0%) dan yang tertinggi Bali dan DI
Yogyakarta (>80%). Demikian halnya untuk rumah tangga yang memiliki akses
ke fasilitas sanitasi ‘improved’ juga meningkat dari 40,3 persen (2007) (Ba Lit-
Bang Kes Kemenkes RI, 2013).
Hasil Riskesdas diatas menunjukkan bahwa ada beberapa masalah
kesehatan yang meningkat dibanding tahun 2007, antara lain : prevalensi gizi

4
buruk, period prevalence pneumonia, prevalensi hepatitis dan prevalensi diabetes
mellitus. Terkait dengan perilaku kesehatan diketahui bahwa perilaku merokok
pada usia 15 tahun keatas juga meningkat sehingga resiko paparan penyakit-
penyakit akibat rokok juga akan meningkat. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah untuk mengendalikan peningkatan indikator-indikator diatas, tetapi
kenyataannya masih ada peningkatan dari tahun ke tahun. Tenaga Medis di
Puskesmas sebagai ujung tombak kegiatannya memiliki tanggung jawab besar
melakukan upaya-upaya kesehatan mengendalikan Karena itulah dalam makalah
ini, Penulis merasa tertarik melakukan analisis mengenai bagaimana peran etika
promosi kesehatan oleh tenaga medis.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mendeskripsikan peran-peran yang dapat dijalankan tenaga medis dalam
kegiatan promosi kesehatan masyarakat.

2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan peran-peran tenaga medis
b. Mendeskripsikan pelaksanaan kegiatan tenaga medis di Puskesmas
c. Mendeskripsikan pengintegrasian peran-peran tenaga medis di Puskesmas

C. Manfaat
1. Bagi Tenaga Medis
Dapat menjadi bahan masukan mengenai pelaksanaan kegiatan perkesmas
sehingga tenaga medis mampu mengembangkan diri dan keilmuannya.
2. Bagi Kepala Puskesmas
Dapat menjadi bahan masukan mengenai pengembangan upaya kesehatan
masyarakat di Puskesmas
3. Bagi Akademisi
Dapat menjadi bahan masukan mengenai pengembangan keilmuan,
khususnya tentang prmosi kesehatan.

D. Sistematika
Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan, manfaat dan sistematika
2. Bab II Tinjauan Teori berisi uraian mengenai peran-peran tenaga medis
dalam promosi kesehatan, perkesmas dan pengintegrasian peran tenaga medis
dalam perkesmas.
3. Bab III Pembahasan berisi analisis tentang teori yang sudah didapatkan,
peluang dan tantangan dalam menjalankan peran tenaga medis dalam
kegiatan perkesmas.

5
BAB II
METODELOGI

Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan metode


studi kepustakaan atau literatur review. Literatur review merupakan
ikhtisar komprehensif tentang penelitian yang sudah dilakukan mengenai
topik yang spesifik untuk menunjukkan kepada pembaca apa yang sudah
diketahui tentang topik tersebut dan apa yang belum diketahui, untuk
mencari rasional dari penelitian yang sudah dilakukan atau untuk ide
penelitian selanjutnya (Denney & Tewksbury, 2013). Studi literatur bisa
didapat dari berbagai sumber baik jurnal, buku, dokumentasi, internet dan
pustaka. Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan
mencatat, serta mengelolah bahan penulisan (Zed, 2008 dalam Nursalam,
2016). Jenis penulisan yang digunakan adalah studi literatur review yang
berfokus pada hasil penulisan yang berkaitan dengan topik atau variabel
penulisan.
Penulis melakukan studi literatur ini setelah menentukan topik
penulisan dan ditetapkannya rumusan masalah, sebelum terjun ke lapangan
untuk mengumpulkan data yang diperlukan (Darmadi, 2011 dalam
Nursalam, 2016).

B. Cara Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil-hasil
penelitian yang sudah dilakukan dan diterbitkan dalam jurnal online
nasional dan internasional. Dalam melakukan penelitian ini peneliti
melakukan pencarian jurnal penelitian yang dipublikasikan di internet
menggunakan seach engine ProQuest, PubMed, Research Gate, SagePub
dan Schoolar dengan kata kunci: self-directed learning, nursing student,
nursing education, competency, learning outcome.
Proses pengumpulan data dilakukan dengan penyaringan
berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh penulis dari setiap jurnal yang
diambil. Adapun kriteria pengumpulan jurnal sebagai berikut:
1. Tahun sumber literatur yang diambil mulai tahun 2013 sampai dengan
2018, kesesuaian keyword penulisan, keterkaitan hasil penulisan dan
pembahasan.
2. Strategi dalam pengumpulan jurnal berbagai literatur dengan
menggunakan situs jurnal yang sudah terakreditasi seperti ProQuest,
PubMed, Research Gate, SagePub dan Schoolar. Cara penulisan yang efektif untuk
setting jurnal dengan memasukkan
kata kunci sesuai judul penulisan dan melakukan penelusuran

6
berdasarkan advance search dengan penambahan notasi AND/OR atau
menambakan simbol +. Misalnya peneliti melakukan pencarian pada
mesin pencarian PubMed dengan mengetik kata “((Self-directed
learning) AND (Nursing Student) AND (Competency”. Atau dengan
mengetik ”self-directed learning“+”nursing sudent”, “self-directed
learning“+”learning outcome”, “self-directed learning”+“nursing
education”+”competency”.
4.Melakukan pencarian berdasarkan full text
5. Melakukan penilaian terhadap jurnal dari abstrak apakah berdasarkan
tujuan penelitian dan melakukan critical appraisal dengan tool yang ada

Literature review dimulai dengan materi hasil penulisan yang


secara sekuensi diperhatikan dari yang paling relevan, relevan, dan cukup
relevan. Kemudian membaca abstrak, setiap jurnal terlebih dahulu
untuk memberikan penilaian apakah permasalahan yang dibahas sesuai
dengan yang hendak dipecahkan dalam suatu jurnal. Mencatat poin-poin
penting dan relevansinya dengan permasalahan penelitian, Untuk menjaga
tidak terjebak dalam unsur plagiat, penulis hendaknya juga mencatat
sumber informasi dan mencantumkan daftar pustaka. Jika memang
informasi berasal dari ide atau hasil penulisan orang lain. Membuat catatan,
kutipan, atau informasi yang disusun secara sistematis sehingga penulisan
dengan mudah dapat mencari kembali jika sewaktu-waktu diperlukan
(Darmadi, 2011 dalam Nursalam, 2016)

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan adalah suatu kegiatan penyampaian informasi


kesehatan dan ilmu tentang kesehatan kepada individu, kelompok, keluarga dan
komunitas dengan tujuan dari tidak mampu menjadi mampu merubah kebiasaan
yang sesuai dengan prinsip-prinsip kesehatan dalam berbagai aspek
kehidupannya secara mandiri dan menerapkan sepanjang hidupnya.
Menurut Notoatmodjo (2005) yang mengutip pendapat Lawrence Green
(1984) merumuskan definisi sebagai berikut: “Promosi Kesehatan adalah segala
bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan
ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan
perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan”. Sedangkan Harahap
(2011) mengemukakan bahwa Promosi kesehatan juga merupakan proses
pendidikan yang tidak lepas dari proses belajar. Seseorang dapat dikatakan
belajar bila dalam dirinya terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari
tidak dapat mengerjakan sesuatu menjadi dapat mengerjakan sesuatu.
Program-program kesehatan, terutama yang terkait dengan perilaku sehat
perlu selalu disosialisasikan secara terus menerus, hal ini dikarena perubahan
tingkah laku kadang-kadang hanya dapat terjadi dalam kurun waktu yang relative
lama. Dari pengalaman bertahun-tahun pelaksanaan promosi kesehatan
masyarakat mengalami berbagai hambatan dalam rangka mencapai tujuannya,
yaitu mewujudkan perilaku hidup sehat bagi masyarakat. Dari penelitian-
penelitian yang ada terungkap meskipun kesadaran dan pengetahuan masyarakat
sudah tinggi tentang kesehatan, namun perilaku kesehatan masyarakat masih
rendah.
Dari berbagai aspek terkait dalam Promosi Kesehatan yang perlu
mendapatkan perhatian secara seksama adalah tentang metode dan alat peraga
yang digunakan dalam promosi kesehatan. Dengan metode yang benar dan
penggunaan alat peraga yang tepat sasaran, maka materi atau bahan isi yang perlu
dikomunikasikan dalam promosi kesehatan akan mudah diterima, dicerna dan
diserap oleh sasaran, sehingga kesadaran masyarakat akan kesehtan lebih mudah
terwujud.
Menurut Giffary (2012) umumnya ada empat faktor yang dapat
mempengaruhi masyarakat agar merubah perilakunya, antara lain : (1) Fasilitasi,
yaitu bila perilaku yang baru membuat hidup masyarakat yang melakukannya
menjadi lebih mudah, misalnya adanya sumber air bersih yang lebih dekat; (2)
Pengertian yaitu bila perilaku yang baru masuk akal bagi masyarakat dalam

8
konteks pengetahuan lokal, (3) Persetujuan, yaitu bila tokoh panutan (seperti
tokoh agama dan tokoh agama) setempat menyetujui dan mempraktekkan
perilaku yang di anjurkan dan (4) Kesanggupan untuk mengadakan perubahan
secara fisik misalnya kemampuan untuk membangun jamban dengan teknologi
murah namun tepat guna sesuai dengan potensi yang di miliki.
Program promosi menekankan aspek ”bersama masyarakat”. Maksudnya
adalah (1) bersama dengan masyarakat fasilitator mempelajari aspek-aspek
penting dalam kehidupan masyarakat untuk memahami apa yang mereka
kerjakan, perlukan dan inginkan, (2) bersama dengan masyarakat fasilitator
menyediakan alternatif yang menarik untuk perilaku yang beresiko misalnya
jamban keluarga sehingga buang air besar dapat di lakukan dengan aman dan
nyaman serta (3) bersama dengan masyarakat petugas merencanakan program
promosi kesehatan dan memantau dampaknya secara terus-menerus.
Metode-metode yang dapat dilaksanakan dalam melaksanakan upaya
promosi kesehatan dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Berdasarkan teknik komunikasi
a. Pendekatan langsung : kunjungan rumah, FGD, pertemuan di Balai Desa
b. Pendekatan tak langsung : publikasi media massa, pertunjukan film
2. Berdasarkan jumlah sasaran yang dicapai
a. Pendekatan perorangan : kunjungan rumah, komunikais per telepon
b. Pendekatan kelompok : diskusi, pertemuan, demonstrasi
c. Pendekatan massal : pertemuan umum, pemutaran film, poster
3. Berdasarkan indera penerima
a. Metode melihat dan memperhatikan : poster, gambar, film, poto
b. Metode mendengar : pidato, ceramah, penyuluhan di radio
c. Metode kombinasi : simulasi, demonstrasi cara

B. Peran Tenaga Kesehatan dalam Promosi Kesehatan

a.Pengertian
Peran adalah perilaku individu yang diharapkan sesuai dengan posisi
yang dimiliki. Peran yaitu suatu pola tingkah laku, kepercayaan, nilai,
dan sikap yang diharapkan dapat menggambarkan perilaku yang
seharusnya diperlihatkan oleh individu pemegang peran tersebut dalam
situasi yang umumnya terjadi (Sarwono, 2012). Peran merupakan suatu
kegiatan yang bermanfaat untuk mempelajari interaksi antara individu
sebagai pelaku (actors) yang menjalankan berbagai macam peranan di
dalam hidupnya, seperti dokter, perawat, bidan atau petugas kesehatan
lain yang mempunyai kewajiban untuk menjalankan tugas atau kegiatan
yang sesuai dengan peranannya masing-masing (Muzaham, 2007)
Tenaga kesehatan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia

9
Tentang Kesehatan No 36 tahun 2014 merupakan setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan untuk jenis
tertentu yang memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya
kesehatan. Tenaga kesehatan juga memiliki peranan penting untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada
masyarakat agar masyarakat mampu meningkatkan kesadaran, kemauan 12
dan kemampuan hidup sehat sehingga mampu mewujudkan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Tenaga
kesehatan memiliki beberapa petugas yang dalam kerjanya saling
berkaitan yaitu dokter, dokter gigi, perawat, bidan, dan ketenagaan medis
lainnya (Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1996).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2008)
perilaku tenaga kesehatan mempengaruhi kepatuhan ibu hamil dalam
mengkonsumsi tablet Fe. Kepatuhan ibu hamil dapat lebih ditingkatkan
lagi apabila petugas kesehatan mampu memberikan penyuluhan,
khususnya mengenai manfaat tablet besi dan kesehatan ibu selama
kehamilan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Susanti (2002), dengan
hasil terdapat hubungan bermakna antara faktor pelayanan petugas
kesehatan (seperti pemeriksaan kasus anemia, konseling dan pemberian
tablet Fe) dengan kepatuhan konsumsi tablet Fe. Selain memberikan
penyuluhan tenaga kesehatan juga memiliki berbagai macam peranan
penting lainnya di dalam proses meningkatkan derajat kesehatan.

b.Macam-macam peran tenaga kesehatan


Menurut Potter dan Perry (2007) macam-macam peran tenaga
kesehatan dibagi menjadi beberapa, yaitu :
1) Sebagai komunikator
Komunikator adalah orang yang memberikan informasi kepada
orang yang menerimanya. Menurut Mundakir (2006) komunikator
merupakan orang ataupun kelompok yang menyampaikan pesan atau
stimulus kepada orang atau pihak lain dan diharapkan pihak lain yang
menerima pesan (komunikan) tersebut memberikan respons terhadap
pesan yang diberikan. Proses dari interaksi antara komunikator ke
komunikan disebut juga dengan komunikasi. Selama proses
komunikasi, tenaga kesehatan secara fisik dan psikologis harus hadir
secara utuh, karna tidak cukup hanya dengan mengetahui teknik
komunikasi dan isi komunikasi saja tetapi juga sangat penting untuk
mengetahui sikap, perhatian, dan penampilan dalam berkomunikasi.
Sebagai seorang komunikator, tenaga kesehatan seharusnya

10
memberikan informasi secara jelas kepada pasien. Pemberian
informasi sangat diperlukan karena komunikasi bermanfaat untuk
memperbaiki kurangnya pengetahuan dan sikap masyarakat yang
salah terhadap kesehatan dan penyakit. Komunikasi dikatakan efektif
jika dari tenaga kesehatan mampu memberikan informasi secara jelas
kepada pasien, sehingga dalam penanganan anemia selama kehamilan
diharapkan tenaga kesehatan bersikap ramah dan sopan pada setiap
kunjungan ibu hamil (Notoatmodjo, 2007). Tenaga kesehatan juga
harus mengevaluasi pemahaman ibu tentang informasi yang
diberikan, dan juga memberikan pesan kepada ibu hamil apabila
terjadi efek samping yang tidak bisa ditanggulangi sendiri segera
datang kembali dan komunikasi ke tenaga kesehatan (Mandriwati,
2008).
Sebagai motivator
Motivator adalah orang yang memberikan motivasi kepada orang
lain. Sementara motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak
agar mencapai suatu tujuan tertentu dan hasil dari dorongan tersebut
diwujudkan dalam bentuk perilaku yang dilakukan (Notoatmodjo,
2007). Menurut Syaifudin (2006) motivasi adalah kemampuan
seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan motif adalah
kebutuhan, keinginan, dan dorongan untuk melakukan sesuatu.
Peran tenaga kesehatan sebagai motivator tidak kalah penting dari
peran lainnya. Seorang tenaga kesehatan harus mampu memberikan
motivasi, arahan, dan bimbingan dalam meningkatkan kesadaran
pihak yang dimotivasi agar tumbuh ke arah pencapaian tujuan yang
diinginkan (Mubarak, 2012). Tenaga kesehatan dalam melakukan
tugasnya sebagai motivator memiliki ciri-ciri yang perlu diketahui,
yaitu melakukan pendampingan, menyadarkan, dan mendorong
kelompok untuk mengenali masalah yang dihadapi, dan dapat
mengembangkan potensinya untuk memecahkan masalah tersebut
(Novita, 2011).
Tenaga kesehatan sudah seharusnya memberikan dorongan
kepada ibu hamil untuk patuh dalam mengkonsumsi tablet besi dan
menanyakan apakah ibu hamil sudah mengkonsumsi tablet besi sesuai
dengan aturan yang diberikan. Tenaga kesehatan juga harus
mendengarkan keluhan yang disampaikan ibu hamil dengan penuh minat, dan
yang perlu diingat adalah semua ibu hamil memerlukan
dukungan moril selama kehamilannya sehingga dorongan juga sangat
diperlukan dalam rangka meningkatkan tumbuhnya motivasi
(Notoatmodjo, 2007).
3) Sebagai fasilitator

11
Fasilitator adalah orang atau badan yang memberikan kemudahan
dalam menyediakan fasilitas bagi orang lain yang membutuhkan.
Tenaga kesehatan dilengkapi dengan buku pedoman pemberian tablet
zat besi dengan tujuan agar mampu melaksanakan pemberian tablet
zat besi tepat pada sasaran sebagai upaya dalam menurunkan angka
prevalensi anemia (Santoso, 2004). Tenaga kesehatan juga harus
membantu klien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal agar
sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Peran sebagai seorang fasilitator dalam pemberian tablet Fe
kepada ibu hamil juga harus dimiliki oleh setiap tenaga kesehatan
pada setiap kunjungan ke pusat kesehatan. Fasilitator harus terampil
mengintegritaskan tiga hal penting yakni optimalisasi fasilitasi, waktu
yang disediakan, dan optimalisasi partisipasi, sehingga pada saat
menjelang batas waktu yang sudah ditetapkan ibu hamil harus diberi
kesempatan agar siap melanjutkan program konsumsi tablet Fe secara
mandiri (Novita, 2011).
Tenaga kesehatan harus mampu menjadi seorang pendamping
dalam suatu forum dan memberikan kesempatan pada pasien untuk bertanya
mengenai penjelasan yang kurang dimengerti. Menjadi
seorang fasilitator tidak hanya di waktu pertemuan atau proses
penyuluhan saja, tetapi seorang tenaga kesehatan juga harus mampu
menjadi seorang fasilitator secara khusus, seperti menyediakan waktu dan
tempat ketika pasien ingin bertanya secara lebih mendalam dan
tertutup (Sardiman, 2007)
4) Sebagai konselor
Konselor adalah orang yang memberikan bantuan kepada orang
lain dalam membuat keputusan atau memecahkan suatu masalah
melalui pemahaman terhadap fakta-fakta, harapan, kebutuhan dan
perasaan-perasaan klien (Depkes RI, 2006). Proses dari pemberian
bantuan tersebut disebut juga konseling. Tujuan umum dari
pelaksanaan konseling adalah membantu ibu hamil agar mencapai
perkembangan yang optimal dalam menentukan batas-batas potensi
yang dimiliki, sedangkan secara khusus konseling bertujuan untuk
mengarahkan perilaku yang tidak sehat menjadi perilaku sehat,
membimbing ibu hamil belajar membuat keputusan dan membimbing
ibu hamil mencegah timbulnya masalah selama proses kehamilan
(Mandriwati, 2008).
Seorang konselor yang baik harus memiliki sifat peduli dan mau
mengajarkan melalui pengalaman, mampu menerima orang lain, mau
mendengarkan dengan sabar, optimis, terbuka terhadap pandangan
interaksi yang berbeda, tidak menghakimi, dapat menyimpan rahasia,

12
mendorong pengambilan keputusan, memberi dukungan, membentuk
dukungan atas dasar kepercayaan, mampu berkomunikasi, mengerti
perasaan dan kekhawatiran klien, serta mengerti keterbatasan yang
dimiliki oleh klien (Simatupang, 2008).
Konseling yang dilakukan antara tenaga kesehatan dan ibu hamil
memiliki beberapa unsur. Menurut Depkes RI (2008) proses dari
konseling terdiri dari empat unsur kegiatan yaitu pembinaan
hubungan baik antara tenaga kesehatan dengan ibu hamil, penggalian
informasi (identifikasi masalah, kebutuhan, perasaan, kekuatan diri,
dan sebagainya) dan pemberian informasi mengenai tablet Fe sesuai
kebutuhan, pengambilan keputusan mengenai konsumsi tablet Fe,
pemecahan masalah yang mungkin nantinya akan dialami, serta
perencanaan dalam menindak lanjuti pertemuan yang telah dilakukan
sebelumnya.

Menurut Bastable (2002) perawat sebagai pendidik memegang peranan


posisi yang strategis untuk mempromosikan gaya hidup sehat. Dengan
menggabungkan materi yang spesifik untuk disiplin keperawatan, pengetahuan
dari teori pendidikan dan model perilaku kesehatan dapat dilakukan suatu
pendekatan terintegrasi pada pembentukan perilaku kesehatan peserta didik. Sub-
peran perawat sebagai pendidik meliputi: 1) fasilitator perubahan; 2) kontraktor;
3) organisator; dan 4) evaluator.
1. Fasilitator perubahan
Tujuan perawat sebagai pendidik adalah mempromosikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan dna promosi kesehatan merupakan sesuatu yang
integral. Perawta sebagai pendidik secara bersamaan berfungsi sebagai
fasilitator perubahan. Jika upaya promosi kesehatan dipandang sebagai
sebuah intervensi, hal itu perlu dipertimbangkan dalam konteks intervensi
keperawatan yang akan mempengaruhi perubahan.
2. Kontraktor
Pembuatan kontrak merupakan cara yang populer untuk memfasilitasi
perubahan perilaku. Kontrak informal maupun formal dapat menggambarkan
dan mempromosikan sasaran promosi kesehatan. Kontrak dalam konteks
promosi kesehatan memerlukan pembentukan pernyataan tentang tujuan
bersama yang ingin dicapai , rencana tindakan yang disetujui, mengevaluasi
rencana dan mencari alternatif. Rencana tindakan harus spesifik dan
mencakup siapa, apa, kapan, dimana dan bagaimana proses kegiatan akan
dilaksanakan.
3. Organisator
Pengaturan sistem pelaksanaan upaya-upaya promosi kesehatan , termasuk
memanipulasi materi dan ruang, pengaturan bertahap pokok masalah yang

13
akan dipromosikan merupakan implementasi peran perawat dalam konteks
sebagai pendidik. Pengaturan materi yang akan dipromosikan dapat
membantu mengurangi hambatan terhadap upaya promosi itu sendiri. Karena
itu dalam menyelenggarakan upaya promosi kesehatan perawat perlu
menyusun organisasi yang baik. Bukan hanya organisasi penyelenggara tetapi
organisais program itu sendiri.
4. Evaluator
Promosi kesehatan, sebagaimana sebuah proyek harus dapat
dipertanggungjawabkan dan dipertanggunggugatkan pada pemegang
kebijakan dan klien sasaran (dalam hal ini adalah masyarakat). hal ini dapat
dipenuhi melalui evaluasi hasil, evaluasi diri, evaluasi sasaran kegiatan,
evaluasi organisasi serta evaluasi sejawat.

C. Keperawatan Kesehatan Masyarakat


Effendy (1998) mengutip dari Friedman (1960) dan WHO (1959)
mengemukakan bahwa keperawatan kesehatan masyarakat merupakan bidang
khusus (spesialisasi) dalam ilmu keperawatan yang merupakan gabungan dari
ilmu keperawatan, ilmu kesehatan masyarakat dan sosial. Dengan demikian ada 3
teori dasar dalam perawatan kesehatan masyarakat, yaitu ilmu keperawatan, ilmu
kesehatan masyarakat dan ilmu sosial (peran serta masyarakat). Dalam konteks
perkembangan keperawatan masa kini, keperawatan kesehatan masyarakat dapat
dipadankan dengan bidang spesialisasi keperawatan komunitas.
Upaya Perkesmas diterapkan oleh perawat Puskesmas bekerjasama
dengan tenaga kesehatan lainnya untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan
kepada masyarakat secara pro aktif yang berfokus kepada lingkup pemberdayaan
masyarakat, khususnya kemandirian keluarga. Kegiatan Pengembangan
Penerapan Perkesmas ini, terintegrasi dengan Pengembangan Manajemen
Kesehatan (PMK) yang dalam rangka revitalisasi perkesmas sebagai upaya
kesehatan wajib Puskesmas mengingat belum semua fasilitas pelayanan
kesehatan dasar (Puskesmas) telah melaksanakan upaya Perkesmas. Sebab
sasaran perkesmas untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar dapat mewujudkan peningkatan derajat
kesehatan yang setinggi tingginya dan sejalan dengan arah pembangunan
kesehatan saat ini merupakan issue strategis dalam pengembangan Puskesmas.
Dalam kegiatan Perkesmas, perawat dapat berperan aktif dalam upaya
Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas), yaitu sebagai tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan. Sasaran
Perkesmas meliputi: (a). individu yang mempunyai masalah kesehatan aktual,
resiko tinggi, termasuk dalam kelompok rawan kesehatan; (b). keluarga yang
memerlukan tindak lanjut pelayanan keperawatan, anggota resiko tinggi atau
rawan kesehatan serta belum memanfaatkan pelayanan kesehatan

14
masyarakat; (c). kelompok yang mempunyai kebutuhan dan masalah kesehatan
khusus serta rawan terhadap masalah kesehatan tertentu (Mubarak, 2010).
Bagi seorang perawat di Puskesmas, upaya yang dapat dilakukan dalam
memberikan Pelayanan Kesehatan, yang menyangkut ilmu dan kiat keperawatan,
bio-psiko-sosio-spiritual secara komprehensif yang ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok, masyarakat, baik sakit maupun sehat. Upaya ini Meliputi
promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif. Seluruh kegiatannya dapat
menggunakan pendekatan proses keperawatan (Mubarak, 2010).

D. Promosi Kesehatan
Promosi Kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui proses pembelajaran dari-oleh-untuk dan bersama masyarakat,
agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumber daya masyarakat, sesuai dengan kondisi social budaya setempat dan
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Menolong diri sendiri
artinya bahwa masyarakat mampu berperilaku mencegah timbulnya masalah-masalah
dan gangguan kesehatan, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan serta
mampu pula berperilaku mengatasi apabila masalah gangguan kesehatan tersebut
terlanjur terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Banyak masalah kesehatan yang ada di negeri kita Indonesia, termasuk timbulnya
Kejadian Luar Biasa (KLB) yang erat kaitannya dengan perilaku masyarakat itu
sendiri. Sebagai contoh KLB Diare dimana penyebab utamanya adalah rendahnya
perilaku hidup bersih dan sehat seperti kesadaran akan buang air besar yang belum
benar (tidak di jamban), cuci tangan pakai sabun masih sangat terbatas, minum air
yang tidak sehat, dan lain-lain. Promosi kesehatan bukan hanya proses penyadaran
masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan saja, tetapi juga disertai upaya-upaya menfasilitasi perubahan perilaku.
Dengan demikian promosi kesehatan adalah program-program kesehatan yang
dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan) baik di dalam masyarakat sendiri
maupun dalam organisasi dan lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, politik
dan sebagainya). Atau dengan kata lain promosi kesehatan tidak hanya mengaitkan
diri pada peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku kesehatan saja, tetapi juga
meningkatkan atau memperbaiki lingkungan (fisik dan non-fisik) dalam rangka
memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat.

15
E Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat dalam Pola Perilaku
Umumnya ada empat faktor yang dapat mempengaruhi masyarakat agar merubah
perilakunya, yaitu:
a. Fasilitasi, yaitu bila perilaku yang baru membuat hidup masyarakat yang
melakukannya menjadi lebih mudah, misalnya adanya sumber air bersih yang lebih
dekat;
b. Pengertian yaitu bila perilaku yang baru masuk akal bagi masyarakat dalam konteks
pengetahuan lokal,
c. Persetujuan, yaitu bila tokoh panutan (seperti tokoh agama dan tokoh agama)
setempat menyetujui dan mempraktekkan perilaku yang di anjurkan dan
d. Kesanggupan untuk mengadakan perubahan secara fisik misalnya kemampuan untuk
membangun jamban dengan teknologi murah namun tepat guna sesuai dengan
potensi yang di miliki.
Pendekatan program promosi menekankan aspek ”bersama masyarakat”, dalam
artian:
a. Bersama dengan masyarakat fasilitator mempelajari aspek-aspek penting dalam
kehidupan masyarakat untuk memahami apa yang mereka kerjakan, perlukan dan
inginkan,
b. Bersama dengan masyarakat fasilitator menyediakan alternatif yang menarik untuk
perilaku yang beresiko misalnya jamban keluarga sehingga buang air besar dapat di
lakukan dengan aman dan nyaman serta
c. Bersama dengan masyarakat petugas merencanakan program promosi kesehatan dan
memantau dampaknya secara terus-menerus, berkesinambunga

F. Strategi Promosi Kesehatan


Pembangunan sarana air bersih, sarana sanitasi dan program promosi kesehatan dapat
dilaksanakan secara terpadu dan berkesinambungan apabila :
 Program tersebut direncanakan sendiri oleh masyarakat berdasarkan atas identifikasi
dan analisis situasi yang dihadapi oleh masyarakat, dilaksanakan, dikelola dan
dimonitor sendiri oleh masyarakat.

16
 Ada pembinaan teknis terhadap pelaksanaan program tersebut oleh tim teknis pada
tingkat Kecamatan.
 Ada dukungan dan kemudahan pelaksanaan oleh tim lintas sektoral dan tim lintas
program di tingkat Kabupaten dan Propinsi.

G. Peran Berbagai Pihak dalam Promosi Kesehatan


Peran Tingkat Pusat
Ada 2 unit utama di tingkat Pusat yang terkait dalam Promosi Kesehatan, yaitu:
a. Pusat Promosi Kesehatan dan
b. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Pengelolaan promosi kesehatan khususnya terkait program Pamsimas di tingkat
Pusat perlu mengembangkan tugas dan juga tanggung jawab antara lain:
a. Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang terkait
dengan kegiatan promosi kesehatan secara nasional
b. Mengkaji metode dan teknik-teknik promosi kesehatan yang effektif untuk
pengembangan model promosi kesehatan di daerah
c. Mengkoordinasikan dan mengsinkronisasikan pengelolaan promosi kesehatan di
tingkat pusat
d. Menggalang kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan lain yang terkait
e. Melaksanakan kampanye kesehatan terkait Pamsimas secara nasional
f. Bimbingan teknis, fasilitasi, monitoring dan evaluasi
Peran Tingkat Propinsi
Sebagai unit yang berada dibawah secara sub-ordinasi Pusat, maka peran tingkat
Provinsi, khususnya kegiatan yang diselenggrakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi
antara lain sebagai berikut:
a. Menjabarkan kebijakan promosi kesehatan nasional menjadi kebijakan promosi
kesehatan local (provinsi) untuk mendukung penyelenggaraan promosi kesehatan
dalam wilayah kerja Pamsimas
b. Meningkatkan kemampuan Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan promosi
kesehatan, terutama dibidang penggerakan dan pemberdayaan masyarakat agar
mampu ber-PHBS.

17
c. Membangun suasana yang kondusif dalam upaya melakukan pemberdayaan
masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat pada level provinsi
d. Menggalang dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai pihak serta
mengintegrasikan penyelenggaraan promosi kesehatan dengan lintas program dan
lintas sektor terkait dalam pencapaian PHBS dalam level Provinsi
Peran Tingkat Kabupaten
Promosi Kesehatan yang diselenggarakan di tingkat Kabupaten, khususnya yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat mencakup hal-hal sebagai
berikut:
a. Meningkatkan kemampuan Puskesmas, dan sarana kesehatan lainnya dalam
penyelenggaraan promosi kesehatan, terutama dibidang penggerakan dan
pemberdayaan masyarakat agar mampu ber-PHBS.
b. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan yang
bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat
c. Membangun suasana yang kondusif dalam upaya melakukan pemberdayaan
masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
d. Menggalang dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai pihak serta
mengintegrasikan penyelenggaraan promosi kesehatan dengan lintas program dan
lintas sektor terkait dalam pencapaian PHBS.

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Puskesmas


menyebutkan bahwa Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat adalah
salah satu penyelenggara upaya pelayanan kesehatan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas
mendukung terwujudnya kecamatan sehat.
Menurut Cholisin (2011) masalah pembangunan (termasuk
pembangunan kesehatan) merupakan masalah yang kompleks. Kompleksitas itu
misalnya dari sisi manajemen berarti perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi. Dari sisi bidang yang yang harus dibangun juga
memiliki aspek kehidupan yang sangat luas. Aspek kehidupan itu mencakup
kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya serta pertahanan dan keamanan.
Dalam manajemen pemerintahan yang otoriter yang sentralistis, dalam realitas
masyarakat lebih diposisikan sebagai obyek pembangunan. Ketika kini
pemerintahan yang demokratis yang hendak dikembangkan, maka ada
perubahan posisi masyarakat yang semula lebih diposisikan sebagai obyek
pembangunan menjadi subyek pembangunan. Memposisikan masyarakat sebagai
subyek dalam pembangunan agar bersifat efektif perlu dicarikan berbagai
alternatif strategi pemberdayaan masyarakat. Pilihan strategi yang tepat
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat
melalui pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan /
meningkatkan kapasitas masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok,
dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup,
kemandirian, dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat adalah Upaya
menumbuhkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat untuk meningkatkan posisi
tawar (bargaining power), sehingga memiliki akses dan kemampuan untuk
mengambil keuntungan timbal balik dalam bidang ekonomi, politik, sosial,
kesehatan dan budaya.
Upaya pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan sedikitnya empat
unsur pokok yaitu: a) Aksesibilitas informasi, karena imformasi merupakan
faktor berharga kaitannya dengan peluang, layanan, penegakan hukum,
efektivitas negosiasi, dan akuntabilitas; b) Keterlibatan dan partisipasi, yang
menyangkut siapa yang dilibatkan dan bagaimana mereka terlibat dalam
keseluruhan proses pembangunan; c) Akuntabilitas, kaitannya dengan
pertanggung jawaban publik atas segala kegiatan yang dilakukan dengan

19
mengatas namakan rakyat; d) Kapasitas organisasi lokal, kegiatannya dengan
kemampuan bekerja sama, mengorganisasi warga masyarakat, serta
memobilitasi sumber daya untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka
hadapi (Mubarak, 2010).
Kemandirian masyarakat mengelola kesehatannya merupakan tujuan
akhir dari pemberdayaan masyarakat. Dalam perspektif upaya kesehatan, agar
masyarakat berubah dari ketidakmampuan menjadi mampu menunjukkan
perilaku pengeloaan kesehatan maka dibutuhkan promosi kesehatan. Dengan
demikian agar kemandirian tercapai, perawat harus mampu mempromosikan
gaya hidup sehat dan perilaku kesehatan kepada masyarakat dengan pendekatan
pemberdayaan. Bastable (2002) mengemukakan bahwa peran perawat sebagai
pendidik memegang peranan posisi yang strategis untuk mempromosikan gaya
hidup sehat.
Agar peran sebagai pendidik ini dapat dilaksanakan secara terstruktur
maka perlu diintegrasikan ke dalam program Keperawatan Kesehatan
Masyarakat yang merupakan salah satu upaya kesehatan esensial di Puskesmas.
Pengintegrasian ini akan menjamin bahwa sub-peran dari peran pendidik benar-
benar dilaksanakan dengan baik. Maka seorang penanggung jawab Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM) pengembangan perlu memposisikan promosi
kesehatan untuk pemberdayaan masyarakat sebagai strategi utama. Pemanfaatan
dana kapitasi BPJS pun harus di advokasi untuk kegiatan promosi, bukan hanya
kuratif saja untuk menurunkan prevalensi penyakit dan memperbaiki perilaku
sehat demi mencapai visi Kecamatan Sehat, Indonesia Sehat, dan tujuan MDGs.

20
BAB V
PENUTUP

Promosi Kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat


melalui proses pembelajaran dari-oleh-untuk dan bersama masyarakat, agar mereka
dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber
daya masyarakat, sesuai dengan kondisi social budaya setempat dan didukung oleh
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
·Menurut para ahli, etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia
dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang
buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata
Yunaniethosyang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran
bagi tingkah laku manusia yang baik.
·HUBUNGAN DENGAN KLIEN
Tenaga kesehatan masyarakat berhubungan erat dengan klien/masyarakat. Hal ini
ditunjukkan dengan pentingnya peran tenaga kesehatan masyarakat dalam merubah
perilaku masyarakat menuju hidup bersih dan sehat.
Program promosi perilaku hidup bersih dan sehat yang biasa dikenal PHBS/Promosi
Higiene merupakan pendekatan terencana untuk mencegah penyakit menular yang
lain melaui pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat luas. Program ini
dimulai dengan apa yang diketahui, diinginkan dan dilakukan masyarakat setempat
dan mengembangkan program berdasarkan informasi tersebut (Curtis V dkk, 1997;
UNICEF, WHO. Bersih, Sehat dan Sejahtera).
Program promosi PHBS harus dilakukan secara profesional oleh individu dan
kelompok yang mempunyai kemampuan dan komitmen terhadap kesehatan
masyarakat serta memahami tentang lingkungan dan mampu melaksanakan
komunikasi, edukasi dan menyampaikan informasi secara tepat dan benar yang
sekarang disebut dengan promosi kesehatan. Tenaga kesehatan masyarakat
diharapkan mampu mengambil bagian dalam promosi PHBS sehingga dapat
melakukan perubahan perilaku masyarakat untuk hidup berdasarkan PHBS. Tenaga
kesehatan masyarakat telah mempunyai bekal yang cukup untuk dikembangkan dan
pada waktunya disumbangkan kepada masyarakat dimana mereka bekerja.

21
·KEPEDULIAN DENGAN DETERMINAN SOSIAL DAN HUBUNGANNYA
DENGAN KESEHATAN
Perilaku adalah resultan antar stimulus (faktor eksternal) dengan respons (faktor
internal) dalam subjek atau orang yang berperilaku tersebut. Perilaku seseorang atau
subjek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor – faktor baik dari dalam maupun dari
luar subjek. Faktor yang menentukan atau membentuk perilaku ini disebut
determinan. Dalam bidang perilaku kesehatan ada 3 teori yang sering menjadi acuan
dalam penelitian – penelitian kesehatan yaitu :
Teori Lawrence Green
Ada 2 determinan masalah kesehatan tersebut yaitu Behavioral factor (faktor
perilaku) dan Non Behavioral factor (faktor non perilaku). Dan faktor tersebut
ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu :
Faktor – faktor predisposisi, yaitu faktor – faktor yang mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap,
keyakinan, kepercayaan, nilai – nilai, tradisi dan sebagainya.
Faktor – faktor pemungkin, yaitu faktor – faktor yang memungkinkan atau yang
memfasilitasi perilaku atau tindakan.
Faktor – faktor penguat, yaitu faktor- faktor yang mendorong atau memperkuat
terjadinya perilaku.
2. Teori Snehandu B.Karr
Mengidentifikasi adanya 5 determinan perilaku, yaitu :
a. Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek
atau stimulus diluar dirinya.
b. Adany dukungan dari masyarakat sekitar (social support)
c. Terjangkaunya informasi, yaitu tersedianya informasi – informasi terkait
dengan tindakan yang akan di ambil oleh seseorang
d. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan
e. Adanya kondisi dan situasi yang memuingkinkan
Teori WHO
Ada 4 determinan yaitu :

22
a. Pemikiran dan perasaan yaitu merupakan modal awal untuk bertindak
atau berperilaku
b. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang
dipercayai
c. Sumber daya yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya
perilaku seseorang atau masyarakat
d. Sosio budaya merupakan faktor eksternal untuk terbentuknya perilaku
seseorang

A. Kesimpulan
1. Peran utama tenaga kesehatan dalam promosi kesehatan adalah peran
pendidik. Peran ini memiliki sub-peran antara lain : fasilitator perubahan,
kontraktor, organisator, evaluator.
2. Pelaksanaan kegiatan Puskesmas saat ini merupakan salah satu Upaya
Kesehatan Esensial dan dapat dikembangkan dalam konteks asuhan
keperawatan komunitas.
3. Pengintegrasian Kesehatan Masyarakat di Puskesmas melalui Upaya
Kesehatan Masyarakat seharusnya dalam bentuk pemberdayaan masyarakat
untuk mewujudkan kemandirian masyarakat dalam mengelola kesehatannya.

B. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan
Pemberdayaan masyarakat harus dilaksanakan dalam konteks asuhan
keperawatan komunitas dengan melibatkan jejaring Puskesmas dan seluruh
support system yang ada di masyarakat
2. Bagi Kepala Puskesmas
Dukungan anggaran terhadap kegiatan promosi kesehatan serta
pengembangannya perlu diadvokasi, baik anggaran yang bersumber dari
APBD maupun anggaran yang bersumber dari Kapitasi BPJS.
3. Bagi Akademisi
Efektifitas pengintegrasian peran perawat dalam Upaya Kesehatan
Masyarakat dan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan itu perlu

23
diikuti, dianalisis dan diteliti terus menerus sebab dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, maka perawat
komunitas mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan peran dan
fungsinya. Hal ini harus terus diadvokasi sampai terbit peraturan
perundangan turunannya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, E T, Farlan, J Mc. Community as partner: theory and practice in


nursing. ISBN 979-448-742-2
Bastable, S. B. (2002) Perawat Sebagai Pendidik; prinsip-prinsip pengajaran dan
pembelajaran. Jakarta : EGC
Cholisin (2011) Pemberdayaan Masyarakat. Disampaikan Pada Gladi Manajemen
Pemerintahan Desa Bagi Kepala Bagian/Kepala Urusan Hasil Pengisian
Tahun 2011 Di Lingkungan Kabupaten Sleman, Tanggal 19-20
Desember 2011
Effendy, N. (1998) Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat; editor
Yasmin Asih. Edisi 2. Jakarta : EGC
Giffary, A. H. (2012). Konsep dasar dalam promosi kesehatan. Metode dan Teknik
dalam Promosi Kesehatan. Diakses dari
http://www.slideshare.net/ayawie/metode-dan-teknik-promosi-
kesehatan#
Harahap, Y.S. (2011) Efektivitas Metode Diskusi dan Ceramah Terhadap
Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam Membuang Limbah Medis Padat
di Puskesmas Kota Medan Tahun 2010. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27588/4/Chapter
%20II.pdf
Mubarak, WI (2010) Pengantar Keperawatan Komunitas, Jakarta : Penerbit Sagung
Seto
Notoatmodjo, S. (2005) Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Bandung : Rineka
Cipta. Diakses dari http://repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/5848.pdf

25

Anda mungkin juga menyukai