Anda di halaman 1dari 8

UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

PROGRAM MAGISTER TERAPAN PROGRAM


PASCASARJANA POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

Hari, Tanggal : Waktu :


SKS : 2 SKS Dosen : Dr. Rr. Sri Endang Pujiastuti,
SKM, MNS
Prodi : Magister Terapan Kesehatan Mata Kuliah : Hukum dan Etika Profesi
Terapis Gigi dan Mulut
Semester :I Kode MK : MTGM05
Tahun : 2020/2021

Soal:
1. Make your resume from the evidence based practice about ethics and health law in pandemic covid 19
( mimimum 3 Journals) in your area (TID, TGM, Nursing, Midwifery).
2. Describe your opinion and write discussion related to dillemma ethics during pandemic covid 19.
3. Write 3 stories ( realita kasus) ( look for 3 cases ) in your experiences during pandemic covid 19 :
a. Usia
b. Pendidikan terakhir
c. Pekerjaan
d. Awal dinyatakan diagnosis covid positif
e. Kemungkinan / kecurigaan penularan
f. Tempat Isolasi
g. Masalah psikologis saat dinyatakan positif
h. Koping mekanisme/cara mengatasi masalah yang dirasakan

Ketik jawaban saudara pada halaman kertas A4, spasi 1, dengan font 12 huruf Arial Narrow.
Kirim hasil saudara ke sipen kelas masing masing dengan format file =
PRODI_KELAS_NOABSEN_NAMA. Sipen kelas mengirim hanya 1 folder ke
magisterterapan@poltekkes-smg.ac.id paling lambat tanggal 8 Januari 2021 pukul 09.00 wib.

Disiapkan oleh Diperiksa oleh Disahkan oleh


Koordinator Mata Kuliah Asisten 1 Ketua Program Pascasarjana
Poltekkes Kemenkes Semarang

Dr. Rr. Sri Endang Pujiastuti, SKM, Dr. dr. Ari Suwondo, MPH Prof. Dr. dr. Suharyo Hadisaputro, Sp.PD-KPTI
MNS NIP. NIK. 194503100183
NIP. 197006291992032002 195709291986032001
UJIAN AKHIR SEMESTER

Etika dan Hukum Kesehatan

Dosen : Dr. Rr. Sri Endang Pujiastuti, SKM, MNS

Disusun Oleh :
Miranda Gita Wahyuningtyas
P1337425320014

PASCASARJANA TERAPIS GIGI DAN MULUT

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

2021
1. The evidence based practice about ethics and health law in pandemic covid 19
Wabah penyakit menular adalah masalah bagi semua manusia. Virus corona,
epidemi yang merebak luas di Wuhan Cina daratan semenjak desember 2019 dan Hingga
saat ini jumlah kasus terus bertambah ,Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), secara resmi
telah menyatakan virus corona, atau COVID-19, sebagai pandemi. Pandemi adalah
sebutan penyakit menular yang menyebar di wilayah yang lebih luas, bahkan hampir di
seluruh dunia. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebutkan
jumlah kasus di luar China telah meningkat 13 kali lipat dalam dua minggu terakhir.
Pengumuman WHO disampaikan setelah laporan tingkat kematian di Italia negara yang
terdampak paling parah di luar cina yang mencapai 6 persen dari pasien terjangkit COVID-
19. Sementara tingkat kematian akibat virus corona secara global rata-rata 3,6 persen.
Sampai saat ini sudah lebih dari 4031 orang di Italia yang meninggal sementara ratusan
lainnya masih dirawat di unit-unit perawatan intensif rumah sakit Data WHO Saat ini jumlah
infeksi sudah lebih dari 47201 kasus di 114 negara. Tercatat sudah 4.291 orang
meninggal, dan jumlahnya diperkirakan akan naik (Rahman, 2020). Pandemi Covid 19
merupakan “kawah candradimuka” bagi profesi Dokter dan tenaga medis untuk disiplin
mematuhi standar dalam melaksanakan profesinya. Tentunya, upaya menegakkan disiplin
profesi ini juga harus didukung oleh para pihak baik Pemerintah, Swasta, maupun
Masyarakat. Wujud dukungan ini misalnya adalah menyediakan sarana dan prasarana
kesehatan yang memadai bagi Dokter, termasuk juga dengan mewujudkan lingkungan
kerja yang kondusif. Dalam mengemban profesinya, Dokter harus mempertimbangkan
sarana upaya yang sebanding atau proporsional dengan tujuan konkret tindakan atau
perbuatan medis tersebut. Artinya, dalam melaksanakan tindakan medis kepada pasien,
dituntut upaya maksimal dari Dokter sesuai dengan standar keilmuan dan pengalaman
dalam bidang medis.
Permasalahan terbesar yang muncul saat ini adalah mengenai klaster virus Covid-
19 yang masih sangat sulit untuk terditeksi penyebarannya atau biasa disebut contact
tracing pasien. Tidak terbacanya tracing pasien positive disuatu daerah sangat berbahaya
karena akan terus memunculkan kasus klaster terbaru khususnya dari orang-orang yang
masuk katagori Pasien Dalam Pengawasan (PDP) ataupun Orang Tanpa gejala (OTG).
Untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 di Indonesia pemerintah harus secara serius
menangani proses penyebarannya salah satunya dengan cara mencaritau riwayat
perjalanan atau contact tracing dari pasien yang telah dinyatakan positive terpapar virus
Covid-19 hal ini sangat penting karena selama ini masyarakat dibuat ketakutan karena
tidak jelasnya informasi mengenai siapa pasien yang telah dinyatakan positive sehingga
dengan tidak diketahuinya nama pasien maka makin menyulitkan pemerintah sendiri
dalam upaya menghentikan penyebaran virus Covid-19, disisi lain masyarakat mulai
banyak yang acuh dengan penyebaran virus Covid-19 karena simpang siurnya informasi
sehingga makin memperah keadaan seperti yang terjadi saat ini . Dalam etika hukum
kesehatan perlindungan mengenai kerahasian pasien merupakan hal yang paling utama
untuk dijaga, hal ini sejalan dengan prinsip itikad baik dalam menjalin hubungan hukum
perjanjian yang mengakibatkan lahirnya hubungan partnership antara pasien dan pemberi
pelayanan kesehatan. Kerahasiaan tersebut menyangkut semua bentuk tindakan yang
diambil oleh pelayan kesehatan (Jafar,2020)
Menurut Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 74 Tahun 2020 Tentang
Kewenangan Klinis Dan Praktik Kedokteran melalui telemedicine pada masa pandemi
corona virus disease 2019 (covid-19) di indonesia Dokter dan Dokter Gigi yang melakukan
Praktik Kedokteran melalui Telemedicine wajib membuat rekam medis. (2) Rekam medis
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa rekam medis manual dalam bentuk
tulisan atau rekam medis elektronik dalam bentuk transkrip untuk setiap pasien dan
disimpan di Fasyankes sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasien sebagai penerima jasa kesehatan mempunya hak yang harus dilindungi
yatitu, hak atas persetujuan yang dilakukan untuk tubuhnya, hak atas informasi
kesehatannya serta perlindungan hak atas kerahasiaan informasi mengenai
kesehatannya. Kerahasian informasi pasien diatur dalam Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan (yang selanjutnya disebut UU Kesehatan) pasal 57 ayat
(1) yang menyatakan Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang
telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan. Sejalan dengan itu
Peraturan Menteri Kesehatan Repbublik Indonesia Nomor 269/MENKES/PER/III/2008
tentang Rekam Medis yang termuat dalam Pasal 10 menyatakan informasi mengenai
identitas diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien
harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas
pengelola dan pimpinan pelaksana layanan kesehatan (Jafar, 2020). Untuk itu perawat gigi
pun juga harus betul betul  memahami etika dan hukum yang mengatur hal tersebut.
Karena kalau tidak, akan menimbulkan resiko, adanya tuntutan hukum dari pihak lain atau
pasien.
Informasi tentang kasus wabah penyakit menular dalam hal ini pemerintah
menyampaikan informasi mengenai kasus COVID-19 adalah informasi publik yang wajib
disampaikan kepada masyarakat secara serta merta karena berkaitan dengan
kepentingan umum. Namun Informasi rekam medis yaitu identitas, riwayat penyakit,
riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien adalah bersifat rahasia. Untuk
pembukaan data rekam medis kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan,
penyembuhan, perawatan pasien, dan keperluan administrasi, pembayaran asuransi atau
jaminan pembiayaan kesehatan harus melalui persetujuan pasien. Pembukaan data
rahasia kedokteran/rekam medis dalam rangka kepentingan umum diantaranya ancaman
kejadian luar biasa / wabah penyakit menular, dilakukan tanpa melalui persetujuan pasien,
dan informasi terbatas sesuai dengan kebutuhan. Pembukaan rahasia kedokteran dalam
rangka kepentingan umum sebagaimana dilakukan dengan tanpa membuka identitas
pasien. Identitas pasien dapat dibuka terbatas kepada institusi atau pihak yang berwenang
untuk melakukan tindak lanjut penanggulangan penyakit menular. Maka apa yang
dilakukan pemerintah dengan menyamarkan data identitas pasien sudah benar sesuai
dengan perundang-undangan.
Sumber:
Faisal Herisetiawan Jafar, (2020). Aspek Hukum Keterbukaan Informasi Identitas Pasien
Covid-19. Jurnal Hukum, Vol 2 No. 1, e-issn: 2716-0815
Ferry Fadzlul Rahman, (2020). Dilema Etik Dan Hukum Rahasia Kedokteran Saat
Pandemi Covid. Jurnal Hukum, Vol 2 No.1
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 74 Tahun 2020
2. Permasalahan terbesar yang muncul saat ini adalah mengenai klaster virus Covid-19 yang
masih sangat sulit untuk terditeksi penyebarannya atau biasa disebut contact tracing
pasien. Tidak terbacanya tracing pasien positive disuatu daerah sangat berbahaya karena
akan terus memunculkan kasus klaster terbaru khususnya dari orang-orang yang masuk
katagori Pasien Dalam Pengawasan (PDP) ataupun Orang Tanpa gejala (OTG). Dalam
etika hukum kesehatan perlindungan mengenai kerahasian pasien merupakan hal yang
paling utama untuk dijaga, hal ini sejalan dengan prinsip itikad baik dalam menjalin
hubungan hukum perjanjian yang mengakibatkan lahirnya hubungan partnership antara
pasien dan pemberi pelayanan kesehatan. Kerahasiaan tersebut menyangkut semua
bentuk tindakan yang diambil oleh pelayan kesehatan
Medical records yang berisi data pasien merupakan hak pasien dan menjadi
kewajiban dokter untuk membuatnya. Data pasien yang dituangkan dalam medical records
merupakan informasi yang berisikan data yang mengandung kerahasiaan, sehingga
provider wajib mengelola data tersebut dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, rekam
medis yang berisi data pribadi pasien sifatnya rahasia dan dikecualikan dalam ketentuan
keterbukaan informasi publik. Hal tersebut dikarenakan informasi yang tercatat dalam
rekam medis merupakan data seseorang (personal); bersifat rahasia; hak pribadi dan
terkait rahasia jabatan. Jaminan perlindungan atas kerahasiaan medis ini dirumuskan juga
dalam Pasal 79 huruf c UU Praktik Kedokteran bahwa: “dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang: dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf c” sebagaimana telah diuraikan di atas.
Ketentuan tentang informasi medis dan rahasia medis juga diatur secara jelas dalam UU
Rumah Sakit. Pasal 32 huruf b UU Rumah Sakit bahwa, “Setiap pasien mempunyai hak
untuk memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;” sedangkan pada Pasal
32 huruf i disebutkan bahwa,”setiap pasien berhak mendapatkan privasi dan kerahasiaan
penyakit yang diderita termasuk datadata medisnya”.
Hal ini membuat petugas kesehatan dilema karena harus memihak hak pasien
atau kepentingan negara. Sehingga ditetapkan bahwa informasi tentang kasus wabah
penyakit menular dalam hal ini pemerintah menyampaikan informasi mengenai kasus
COVID-19 adalah informasi publik yang wajib disampaikan kepada masyarakat secara
serta merta karena berkaitan dengan kepentingan umum. Namun Informasi rekam medis
yaitu identitas, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan pasien
adalah bersifat rahasia. Untuk pembukaan data rekam medis kepentingan pemeliharaan
kesehatan, pengobatan, penyembuhan, perawatan pasien, dan keperluan administrasi,
pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan kesehatan harus melalui persetujuan
pasien.
3. Kasus 1:
Seorang laki-laki berinisial A berusia 43 tahun dengan background pendidikan
sarjana hukum yang saat ini bekerja di Dinduk Capil di kota B melakukan perjalanan dinas
di kota Solo untuk mengikuti rapat bulanan oleh kantor. Rapat dilaksanakan selama 3 hari
berturut-turut lalu kembali ke kota asal.
Selama perjalanan A merasa tubuhnya lemas letih lesu, sakit kepala dan memiliki
gangguan pencernaan. Setibanya di kota B, A melakukan test rapid dan ternyata hasilnya
reaktif. Lalu dianjurkan oleh keluarga untuk melakukan test SWAB agar bisa mengetahui
pastinya apakah covid atau bukan. Setelah dilakukan test SWAB ternyata A hasilnya
adalah positif covid. Berdasarkan tracking riwayat A kuat dugaan bahwa A tertular ketika
berada di kota S dan bertemu dengan orang-orang yang dari kota lain (yang kita tidak tahu
apakah orang tersebut membawa virus atau tidak).
Setelah pemberitahuan hasil tersebut A dianjurkan untuk isolasi mandiri oleh
dokter khusus penangan covid di kota B selama 2 minggu. A melakukan isolasi dengan
SWAB per-tiap minggu 1x. Selama isolasi A berusaha untuk selalu berpikir positif, makan-
makanan bergizi, melakukan hal-hal yang ia sukai agar membuat tubuhnya tidak down dan
stress. Pada saat 1 minggu pertama isolasi A dilakukan SWAB kembali dan ternyata
hasilnya sudah berubah menjadi negatif, walau seperti itu A tetap melakukan anjuran
dokter untuk isolasi mandiri selama 2 minggu berturut-turut.
Setelah 2 minggu, A dilakukan test SWAB kembali dan hasilnya sudah negatif.
Sejak saat itu A merubah perilakunya untuk lebih menjaga kesehatan tubuhnya dan patuh
menggunakan masker, cuci tangan dengan sabun/handsanitizer dan sebaiknya tidak
berpergian jauh terlebih dahulu.
Kasus 2:
Seorang nenek bernama A berusia 65 tahun dengan pendidikan terakhir yaitu
SMP dan kini menjadi seorang ibu rumah tangga dan memiliki 7 orang anak yang saat ini
sudah bekerja semua. Nenek A tidak sedang berpergian selama kurang lebih 3 bulan
terakhir. Akan tetapi nenek A jatuh sakit hingga akhirnya pada malam hari nenek A
dilarikan ke Rumah Sakit Daerah setempat. Setelah diperiksa oleh dokter dan tenaga
medis nenek A diduga covid dikarenakan hasil rapid testnya reaktif.
Nenek A yang saat itu sudah lemas akibat merasa kesakitan akhirnya di opname
di Rumah Sakit tersebut. Keesokan harinya nenek tersebut dilakukan test SWAB dan hasil
tersebut menujukkan bahwa nenek A positif covid-19. Nenek A selama ini jarang keluar
rumah atau berpergian jauh, hanya saja jika dilakukan tracking ternyata ada salah satu
anaknya yang cukup sering datang kerumah nenek A. Anak tersebut seorang laki-laki
yang berumur 43 tahun dan pekerjaannya adalah seorang wiraswasta reseller snack atau
makanan kering. Anak tersebut mengaku bahwa ia masih aktif bekerja dan menjualkan
dagangannya e beberapa tempat di area Jawa Timur.
Diduga kuat bahwa anak tanpa sadar ia adalah awal mula nenek A bisa tertular.
Nenek A memiliki riwayat kesehatan yaitu maagh akut dan kekurangan glukosa. Setelah
adanya hal itu kondisi nenek A sedikit membaik akan tetapi nenek A masih susah dan
tidak mau makan. Karena nenek A positif covid-19 dan beliau adalah lansia yang rentan
maka diisolasi dan dilakukan perawatan di Rumah Sakit Daerah. Sudah hampir 2 minggu
kondisi nenek A sudah semakin membaik akan dan sudah mulai makan sedikit demi
sedikit. Nenek A yang dirawat di Rumah Sakit mengaku kurang nyaman dirawat di Rumah
Sakit dan ingin dirawat dirumah saja. Pada saat itu sebenarnya dokter ragu untuk
mengizinkan nenek A dirawat dirumah mengingat kondisi nenek A yg masih ada sisa 30%
covid. Karena dokter mempertimbangkan kondisi psikologi dll akhirnya dokter tsb
mengizinkan dengan catatan harus rutin dilakukan pengecekan ke Rumah Sakit.
Sesampainya dirumah nenek A merasa bahagia. Setelah kurang lebih seminggu
nenek A keluar dari Rumah Sakit, tiba-tiba nenek A jatuh sakit kembali dan kali ini
kondisinya lebih parah dari sebelumnya. Akhirnya anak laki-laki nenek A dan suami dari
nenek A ke Rumah Sakit kembali. Dokter dan tenaga medis yang lain telah melakukan
segala macam cara akan tetapi rupanya nyawa nenek tersebut tidak bisa diselamatkan.
Pada akhirnya nenek A meninggal akibat covid-19 yang disertai riwayat penyakit maagh
akut dan kekurangan glukosa. Setelah itu kini keluarga tersebut lebih memperhatikan
kembali tentang protokol kesehatan dan menjaga kesehatan.
Kasus 3
Seorang wanita berusia 40 tahun dengan latar belakang pendidikan yaitu D3
kesehatan diduga postif covid dan telah menularkan ke anggota keluarganya yang lain.
Wanita tersebut bekerja di Dinas Kesehatan kota B. Wanita ini mengaku bahwa ia sering
sarapan pagi di warung pecel langganannya. Wanita tersebut selalu menggunakan masker
dan jaga jarak akan tetapi tanpa ia sadari ternyata penjual makanan nasi pecel tersebut
positif covid-19.
Wanita tersebut melakukan test SWAB dan hasilnya positif covid. Dikarenakan hasilnya
positif dan memiliki riwayat penyakit, wanita tersebut di isolasi ke tempat khusus isolasi di
kota B. Karena wanita terebut juga satu rumah lainnya akhirnya Ayah, Ibu dan adiknya pun
tertular covid-19. Ayah dan Ibunya dilarikan Rumah Sakit Daerah akan tetapi selanjutnya
dirujuk ke Rumah Sakit Pusat di Provinsi Jawa Tengah. Bertahan sekitar 1 minggu, ayah
dari wanita tersebut akhirnya meninggal karena covid dan riwayat penyakit jantung. Ibu
wanita tersebut dirawat di Rumah Sakit yang berbeda dari Ayah. Karena psikologi Ibu tidak
stabil, down dan stress akhirnya dari pihak keluarga belum ada yang berani mengabari
kalau suaminya meninggal dunia, ditakutkan akan shock pingsan dan mempengaruhi
proses kesembuhan Ibu tersebut. Untuk adik dari wanita tersebut isolasi mandiri dirumah.
Dari kejadian tersebut kini adik sudah dikatakan negatif covid karna ia mengaku lebih
membersihkan dan memperhatikan diri, dan menjaga pikiran dan tubuh agar tidak stress.
Sedangkan wanita tersebut dan Ibu masih belum sembuh dari covid-19.

Anda mungkin juga menyukai