Anda di halaman 1dari 21

PAPER

MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

“SISTEM PELAYANAN MUTU DI RS TIPE A”

Dosen Dr. drg. Lanny Sunarjo, MDSc

OLEH

KELOMPOK 1

Tiara Rozaria P1337425320003

Andi Maulidia P1337425320012

Ratna Dwi Handayani P1337425320013

Miranda Gita Wahyuningtyas P1337425320014

Yulistina P1337425320017

Febi Magfirah P1337425320018

Navida Nur Imama P1337425320037


MAGISTER TERAPAN KESEHATAN

TERAPIS GIGI DAN MULUT

2021
A. Rumah Sakit Tipe A

Rumah sakit tipe A adalah rumah sakit yang mampu memberikan

pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis secara luas oleh pemerintah.

Rumah sakit tipe A ditetapkan sebagai tempat pelayanan rumah sakit dengan

rujukan tertinggi ( top refferal hospital) atau biasa disebut dengan rumah sakit

pusat (Rinaldy, 2016)

B. Komponen Mutu

Menurut Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia

(PERSI), Dr. Adib A. Yahya, MARS, tiga komponen mutu pelayanan

kesehatan di rumah sakit, mencakup komponen input/struktur, komponen

proses, dan komponen outcome (hasil). Komponen input/struktur

menunjukkan aspek institusional fasilitas pelayanan kesehatan seperti ukuran,

kompleksitas, jumlah dan luasnya unit atau departemen, jumlah dan

kualifikasi staf, peralatan medis dan non medis, struktur organisasi, sistem

keuangan, dan sistem informasi (Alwi Arifin, Darmawansyah, 2011)

Menurut (Putri, 2013)  menganalisis dimensi kualitas jasa berdasarkan

lima aspek komponen mutu. Kelima komponen mutu pelayanan dikenal

dengan nama ServQual yang  meliputi:


1.  Responsiveness (cepat tanggap)

Dimensi ini dimasukan ke dalam kemampuan petugas kesehatan

menolong pelanggan dan kesiapannya melayani sesuai prosedur dan bisa

memenuhi harapan pelanggan. Dimensi ini merupakan penilaian mutu

pelayanan yang paling dinamis. Harapan pelanggan terhadap kecepatan

pelayanan cenderung meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan

kemajuan teknologi dan informasi kesehatan yang dimiliki oleh

pelanggan. Nilai waktu bagi pelanggan menjadi semakin mahal karena

masyarakat merasa kegiatan ekonominya semakin meningkat. Time is

money berlaku untuk menilai mutu pelayanan kesehatan dari aspek

ekonomi para penggunanya. Pelayanan kesehatan yang responsif terhadap

kebutuhan pelanggannya kebanyak ditentukan oleh sikap para front-line

staff. Mereka secara langsung berhubungan dengan para pengguna jasa

dan keluarganya, baik melalui tatap muka, komunikasi non verbal,

langsung atau melalui telepon.

2.  Reliability (Kehandalan)

Kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan tepat

waktu dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan. Dari kelima dimensi

kualitas jasa, reliability dinilai paling penting oleh para pelanggan


berbagai industri jasa. Karena sifat produk jasa yang tidak standar, dan

produknya juga sangat tergantung dari aktivitas manusia sehingga akan

sulit mengharapkan output yang konsisten. Apalagi jasa diproduksi dan

dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Untuk meningkatkan reliability di

bidang pelayanan kesehatan, pihak manajemen puncak perlu membangun

budaya kerja bermutu yaitu budaya tidak ada kesalahan atau corporate

culture of no mistake yang diterapkan mulai dari pimpinan puncak sampai

ke front line staff (yang langsung berhubungan dengan pasien). Budaya

kerja seperti ini perlu diterapkan dengan membentuk kelompok kerja yang

kompak dan mendapat pelatihan secara terus menerus sesuai dengan

perkembangan teknologi kedokteran dan ekspektasi pasien.

3.  Assurance (Jaminan)

Kriteria ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan dan sifat

petugas yang dapat dipercaya oleh pelanggan. Pemenuhan terhadap

kriteria pelayanan ini akan mengakibatkan pengguna jasa merasa terbebas

dari resiko. Berdasarkan riset, dimensi ini meliputi faktor keramahan,

kompetensi, kredibilitas dan keamanan. Variabel ini perlu dikembangkan

oleh pihak manajemen institusi pelayanan kesehatan dengan melakukan

investasi, tidak saja dalam bentuk uang melainkan keteladanan manajemen


puncak, perubahan sikap dan kepribadian staff yang positif, dan perbaikan

sistem remunerasinya (pembayaran upah).

4.  Empathy (Empati)

Kriteria ini terkait dengan rasa kepedulian dan perhatian khusus staff

kepada setiap pengguna jasa, memahami kebutuhan mereka dan

memberikan kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para pengguna

jasa ingin memperoleh bantuannya. Peranan SDM kesehatan sangat

menentukan mutu pelayanan kesehatan karena mereka dapat langsung

memenuhi kepuasan para pelanggan jasa pelayanan kesehatan.

5.  Tangible (Bukti Fisik)

Mutu jasa pelayanan juga dapat dirasakan secara langsung oleh para

penggunanya dengan menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan yang

memadai. Para penyedia layanan kesehatan akan mampu bekerja secara

optimal sesuai dengan ketrampilan masing-masing. Dalam hal ini, perlu

dimasukkan perbaikan sarana komunikasi dan perlengkapan pelayanan

yang tidak langsung seperti tempat parkir dan kenyamanan ruang tunggu.

Karena sifat produk jasa yang tidak bisa dilihat, dipegang, atau dirasakan,

perlu ada ukuran lain yang bisa dirasakan lebih nyata oleh para pengguna

pelayanan. Dalam hal ini, pengguna jasa menggunakan inderanya (mata,


telinga dan rasa) untuk menilai kualitas jasa pelayanan kesehatan yang

diterima, misalnya ruang penerimaan pasien yang bersih, nyaman,

dilengkapi dengan kursi, lantai berkeramik, TV, peralatan kantor yang

lengkap, seragam staff yang rapi, menarik dan bersih.

C. Aspek Mutu

Mutu pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari segi aspek yang

berpengaruh. Aspek berarti hal-hal yang secara langsung atau tidak

berpengaruh terhadap penilaian. Keempat aspek tersebut adalah seperti

berikut :

a. Aspek klinis Menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan

teknis medis. (Indikator klinis terdiri dari :

1. Angka infeki nosokomial;

2. Angka kematian rumah sakit;

3. Kasus kelainan neurology yang timbul selama pasien dirawat;

4. Timbulnya dekubitus selama perawatan;

5. Indikasi operasi tidak tepat;

6. Salah yang dioperasi;

7. Kesalahan teknik operasi;

8. Komplikasi pembedahan;
9. Perbedaan antara diagosa pra bedah dengan penemuan patologi

anatomi pasca bedah;

10. Operasi ulang untuk menanggulangi penyulit;

11. Infeksi pasca bedah;

12. Kematian karena operasi;

13. Reaksi obat;

14. Komplikasi pengobatan intravena;

15. Reaksi tranfusi;

16. Angka section Caesar yang tidak wajar tingginya;

17. Angka kematian ibu melahirkan)

b. Aspek efisiensi dan efektifitas Pelayanan yang murah, tepat guna, tak ada

diagnosa dan terapi berlebihan. (Indicator aspek efisiensi dan efektifitas

terdiri dari :

o Pasien menunggu terlalu lama di kamar operasi, kamar rontgen dan

lain-lain sebelum ditolong;

o Persiapan dikamar bedah, kamar bersalin tidak baik;

o Masalah dengan logistik kamar bedah, ruang perawatan, kamar

bersalin;

o Masalah pemakaian obat;

o Masalah lamanya pasien dirawat;


o Masalah dengan prasarana (listrik, air, instalasi gas);

o Masalah teknis dengan alat-alat dan perlengkapan;

o Masalah dengan sumber daya manusia;

o Prosedur administrasi yang rumit

c. Aspek keselamatan pasien Upaya perlindungan terhadap pasien, misalnya

perlindungan jatuh dari tempat tidur, kebakaran. (Indicator keselamatan

pasien terdiri dari :

1. Pasien terjatuh dari tempat tidur, dikamar mandi, toilet;

2. Pasien diberi obat yang salah;

3. Pasien lupa diberi obat;

4. Tidak ada alat atau obat emergency ketika dibutuhkan;

5. Tidak dilakukan cross match pada pasien yang ditranfusi;

6. Tidak ada oksigen ketika dibutuhkan;

7. Infeksi nosokomial;

8. Alat penyedot lendir yang tidak berfungsi dengan baik;

9. Alat anesthesia tidak berfungsi baik;

10. Alat pemadam kebakaran tidak tersedia;

11. Tidak ada rencana penanggulangan bencana)

d. Aspek kepuasan pasien Berhubungan dengan kenyamanan, keramahan

dan kecepatan pelayanan. (Indikator aspek kepuasan pasien terdiri dari :


1) Jumlah keluhan dari pasien dan keluarga;

2) Hasil penilaian dengan kuisener atau survay tentang derajat kepuasan

pasien;

3) Kritik dalam kolom surat pembaca Koran;

4) Pengaduan mal praktek;

5) Laporan dari staf medik dan perawatan tentang kepuasan pasien)

Berdasarkan dari pengamatan, ternyata mutu yang baik adalah

seperti berikut :

a. Tersedia dan terjangkau;

b. Tepat kebutuhan;

c. Tepat sumber daya;

d. Tepat standart profesi / etika profesi;

e. Wajar dan aman;

f. Mutu memuaskan bagi pasien yang dilayani. (Timorita, 2012)

D. Indikator Rumah Sakit Tipe A

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang

klasifikasi rumah sakit berikut indikator rumah sakit tipe A. (Kemenkes

RI, 2010) :

a. Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan

kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan


Medik Spesialis Dasar, 5 (lima) Pelayanan Spesialis Penunjang

Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13 (tiga

belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis

b. .Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas A

meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat Darurat,

Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang

Medik, Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis

Gigi Mulut, Pelayanan Medik Subspesialis, Pelayanan Keperawatan

dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang Klinik, dan Pelayanan

Penunjang Non Klinik.

c. Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar,

Pelayanan Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak

/Keluarga Berencana.

d. Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat

darurat 24 (dua puluh empat) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan

kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat,

melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.

e. Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit

Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.


f. Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan

Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik dan

Patologi Anatomi.

g. Pelayanan Medik Spesialis Lain sekurang-kurangnya terdiri dari

Pelayanan Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan

Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Paru,

Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan Kedokteran

Forensik.

h. Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut terdiri dari Pelayanan Bedah

Mulut, Konservasi/Endodonsi, Periodonti, Orthodonti, Prosthodonti,

Pedodonsi dan Penyakit Mulut.

i. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan

keperawatan dan asuhan kebidanan.

j. Pelayanan Medik Subspesialis terdiri dari Subspesialis Bedah,

Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi, Mata,

Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah,

Kulit dan Kelamin, Jiwa, Paru, Orthopedi dan Gigi Mulut.

k. Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan Intensif,

Pelayanan Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam

Medik.
l. Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan

Laundry/Linen, Jasa Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas,

Pengelolaan Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi,

Pemulasaraan Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas

Medik dan Penampungan Air Bersih.

Ketersediaan tenaga kesehatan disesuaikan dengan jenis dan tingkat

pelayanan.

1. Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 18 (delapan belas) orang

dokter umum dan 4 (empat) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.

2. Pada Pelayanan Medik Spesialis Dasar harus ada masing-masing minimal 6

(enam) orang dokter spesialis dengan masing-masing 2 (dua) orang dokter

spesialis sebagai tenaga tetap.

3. Pada Pelayanan Spesialis Penunjang Medik harus ada masing-masing

minimal 3 (tiga) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu)

orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.


4. Pada Pelayanan Medik Spesialis Lain harus ada masing-masing minimal 3

(tiga) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang dokter

spesialis sebagai tenaga tetap.

5. Untuk Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut harus ada masing-masing

minimal 1 (satu) orang dokter gigi spesialis sebagai tenaga tetap.

6. Pada Pelayanan Medik Subspesialis harus ada masing-masing minimal 2

(dua) orang dokter subspesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang

dokter subspesialis sebagai tenaga tetap.

7. Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 1:1 dengan

kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di Rumah Sakit.

8. Tenaga penunjang berdasarkan kebutuhan Rumah Sakit.

Sarana prasarana Rumah Sakit harus memenuhi standar yang telah ditetapkan

a. Peralatan yang dimiliki Rumah Sakit harus memenuhi standar yang ditetapkan

oleh Menteri.

b. Peralatan radiologi dan kedokteran nuklir harus memenuhi standar sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Jumlah tempat tidur minimal 400 (empat ratus) buah.

Administrasi dan manajemen terdiri dari struktur organisasi dan tata laksana.
a.   Struktur organisasi :Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur

pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis,

satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan.

b.  Tata laksana meliputi tatalaksana organisasi, standar pelayanan, standar

operasional prosedur (SPO), Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit

(SIMRS), hospital by laws dan Medical Staff by laws.

E. Upaya Penjaminan Mutu

Penjaminan Mutu Penjaminan mutu pelayanan kesehatan adalah upaya yang

sistematis dan berkesinambungan dalam memantau dan mengukur mutu serta

melakukan peningkatan mutu yang diperlukan agar mutu layanan kesehatan senantiasa

sesuai dengan standar layanan kesehatan yang disepakati. Istilah jaminan mutu layanan

kesehatan ini mencakup semua kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu

(Retnaningtyas, 2018).

Menurut Herlambang (2016), menyatakan bahwa manfaat dari program jaminan mutu

adalah:

1. Dapat Meningkatkan Efektifitas Pelayanan Kesehatan Peningkatan efektifitas

pelayanan kesehatan ini erat hubungannya dengan dapat diatasinya masalah

kesehatan secara tepat, karena pelayanan kesehatan yang diselenggarakan telah

sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi ataupun standar yang telah ditetapkan.
2. Dapat Meningkatkan Efisiensi Pelayanan Kesehatan Peningkatan efisiensi yang

dimaksudkan ini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya pelayanan kesehatan

yang dibawah standar ataupun 27 yang berlebihan. Biaya tambahan karena harus

menangani efek samping atau komplikasi karena pelayanan kesehatan dibawah

standar dapat dihindari. Demikian pula halnya mutu pemakaian sumber daya yang

tidak pada tempatnya yang ditemukan pada pelayanan yang berlebihan

3. Dapat Meningkatkan Penerimaan Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan

Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan

kesehatan dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan. Apabila

peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan

besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

4. Dapat Melindungi Penyelenggara Pelayanan Kesehatan dan Kemungkinan

Timbulnya Gugatan Hukum Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat

pendidikan masyarakat, maka kesadaran hukum masyarakat juga telah semakin

meningkat. Untuk mencegah kemungkinan gugatan hukum terhadap penyelenggara

pelayanan kesehatan, antara lain karena ketidakpuasan terhadap pelayanan

kesehatan, perlulah diselenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya.

F.QUALITI ASURANCE (JAMINAN MUTU)


Quality Assurance secara terminologi seperti yang sekarang digunakan,

secara luas mencakup beberapa komponen. Antara lain meliputi utilization

review; medical care evaluation, risk management, tinjauan sejawat atau peer

review, evaluasi mutu perawatan pasien, usaha mengumpulkan data pasien

pada bagian-bagian dan sebagainya. 

a. Pengertian Qualiti Assurance

Dr. Avedis Donabedian sebagai seorang ahli Quality Assurance (QA)

dalam pelayanan kesehatan, memberikan beberapa definisi QA dari aspek

proses pelayanan kesehatan, yaitu, menjaga mutu termasuk kegiatan-

kegiatan yang secara periodik atau kontinue menggambarkan keadaan

dimana pelayanan disediakan. Pelayanannya sendiri dimonitor dan hasil

pelayanannya diikuti (jejaknya). Dengan demikian kekurangan-

kekurangan dapat dicatat, sebab-sebab dari kekurangan-kekurangan itu

ditemukan, dan dibuatkan koreksi yang diperlukan. Menghasilkan

perbaikan kesehatan dan kesejahteraan. QA dalam hal ini adalah proses

siklus.

b. Proses Quality Assurance

Proses dapat diartikan sebagai pengawasan pengendalian (Wijono D,

1999 dalam Bahan Ajar PPSDM 2017).

Biasanya ada 4 (empat) langkah yang dilakukan, yaitu:


1) Penyusunan standar: penetapan standaar-standar biaya yang

diperlukan (cost quality), performance quality, safety quality dan

rehabilitasi quality dari pada produk.

2) Penilaian kesesuaian: membandingkan kesesuaian dari produk yang

dihasilkan atau pelayanan yangditawarkan terhadap standar-standar

tersebut.

3) Koreksi bila perlu: koreksi penyebab dan faktor-faktor maintenance

yang mempengaruhi kepuasan.

4) Perencanaan peningkatan mutu: membangun usaha yang

berkelanjutan untuk memperbaiki standard-standard cost,

performance, safety dan realibility

c. Aplikasi Kegiatan Quality Assurance Di Rumah Sakit

1) Topik-topik QA di rumah sakit

Topik-topik QA yang dapat dilakukan di Rumah sakit meliputi:

a) Tindakan pelayanan medis pada umumnya

b) Kegiatan-kegiatan pre dan pasca operatif

c) Kebijaksanaan terapi, termasuk terapi antibiotic

d) Reaksi transfusi darah

e) Pelayanan laboratorium

f) Pelayanan radiologi
g) Koordinasi pelayanan gawat darurat

h) Perawatan luka baring (bed sore)

i) Perawatan luka bakar

j) Pertolongan partus

k) Pengendalian infeksi nosocomial

l) Pengendalian infeksi suntikan jarus infus

m) Kebersihan dan sterilisasi, dan sebagainya

2) Kegiatan-kegiatan QA di rumah sakit

Kegiatan-kegiatan untuk mendukung penyelenggaraan QA

pelayanan kesehatan di rumah sakit, terdiri dari:

a) Pendidikan dan pelatihan medis berkelanjutan

b) Pelatihan metode statistik, pemecahan masalah dan

pengambilan keputusan

c) Pedoman pratek

d) Peer review

e) Audit medis

f) Manajemen mutu pelayanan kesehatan

g) Standarisasi pelayanan medis

h) Indikator-indikator klinik

i) Akreditasi
j) Sertifikasi

k) Masyarakat ilmiah atau asosiasi kedokteran

l) Simposium, seminar, lokakarya, meeting ilmu kedokteran.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi Arifin, Darmawansyah, A. T. S. I. S. (2011). Analisis Mutu Pelayanan

Kesehatan Ditinjau Dari Aspek Input Rumah Sakit Di Instalasi Rawat Inap

RSU. Haji Makassar. 7(1).


Putri, D. A. (2013). Hubungan Dimensi Kualitas Pelayanan Kesehatan Dengan

Kepuasan Pasien Pada Pelayanan Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Daerah

Banyumas. 9–22.

Timorita, Y. A. (2012). Studi Fenomenologi Kepuasan Pasien Peserta Askes Negeri

Yang Mendapat Pelayanan Keperawatan Di Rawat Inap Rs. Roemani

Muhammadiyah Semarang. 7–20.

Kemenkes RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit. 116.

 Rinaldy, F. and Nugraha, Y. (2016) ‘Rumah Sakit Umum Tipe a Di Malang, Jawa

Timur’, Jurnal Ilmiah Desain Konstruksi, 15(2), pp. 109–119.

Iman, Arief Tarmansyah, and L. Dewi. "Manajemen Mutu Informasi Kesehatan 1:

Quality Assurance." Pusat Pengendalian SDM Kesehatan Badan

Penegmbangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan (2017).

Herlambang, Susatyo. 2016. Manajemen Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit. Gosyen

Publishing. Yogyakarta.

Retnaningtyas (2018). Manajemen Mutu Pelayanan Kebidanan. Strada Press. Kediri,

Jawa Timur 2018

Anda mungkin juga menyukai