Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

APLIKASI TRANSCULTURAL NURSING SEPANJANG DAUR KEHIDUPAN


MANUSIA

Tugas Mata Kuliah Psikososial dan budaya dalam keperawatan

Program Studi Ilmu Keperawatan Reg-A1 Semester 4

Dosen Pengampu :

 Ns. Nuriza AGUSTINA,S.Kep., M.Kes.,M.Kep


Ns. ABU BAKAR SIDIK ,S.Kep., M,Kes.

Disusun Oleh Kelompok 12:


1. Ririn Yulinda (19.14201.30.02)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA

PALEMBANG 2021

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah ini dengan

judul Aplikasi Trascultural Nursing dan di bimbing oleh Dosen Nuriza S.Kep, Ners,M.

Kes. ,.M.Kep dan Dosen Abu Bakar ,S.Kep,Ners,M.Kes Yang alhamdulillah telah diselesaikan

tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun untuk menjelaskan tentang Aplikasi Tranculural Nursing Malah ini masih

jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun selalu Saya

harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga

Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha. Aamiin.

Palembang, 9 ,April 2021


Kelompok 12

DAFTAR ISI 

KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................................4

1.2 Rumusan masalah.......................................................................................4

1.3 Tujuan penulisan.........................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Transkultural.............................................................................5

2.2 Peran dan fungsi perawat............................................................................5

2.3 Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya..................................................5

2.4 Beberapa Instrumen Pengkajian Budaya....................................................6

2.5 Aplikasi Konsep dan Prinsip dan Transkultural Nursing Sepanjang

Kehidupan Manusia..........................................................................................7

2.6 Penerapan Konsep Kultur Lainya…………………………………………8


2.7 Aspek Budaya Dalam Keperawatan……………………………………….8

2.8 Konsep Dan Prinsip Dalam Asuhan Keperawatan Trankultural……………9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................................14

3.2 Saran...........................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring berkembangnya zaman di era globalisasi saat ini, terjadi peningkatan jumlah
penduduk baik populasi maupun variasinya. Keadaan ini memungkinkan adanya multikultural
atau variasi kultur pada setiap wilayah. Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan
kesehatan yang berkualitas pun semakin tinggi. Hal ini menuntut setiap tenaga kesehatan
profesional termasuk perawat untuk mengetahui dan bertindak setepat mungkin dengan
prespektif global dan medis bagaimana merawat pasien dengan berbagai macam latar
belakang kultur atau budaya yang berbeda dari berbagai tempat di dunia dengan
memperhatikan namun tetap pada tujuan utama yaitu memberikan asuhan keperawatan yang
berkualitas. Penanganan pasien dengan latar belakang budaya disebut dengan transkultural
nursing. Tanskultural nursing adalah suatu daerah/wilayah keilmuan budaya pada proses
belajar dan praktek keperawatan yang fokusnya memandang perbedaan dan kesamaan
diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya
manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepda manusia (Leininger, 2002).
Proses keperawatan transkultural diaplikasikan untuk mengurangi konflik perbedaan budaya
atau lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan pasien
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan transkultural ?


2. Apa saja peran dan fungsi perawat ?
3. Bagaimana pengkajian asuhan keperawatan budaya ?
4. Apa saja instrumen pengkajian budaya ?
5. Bagaiman aplikasi konsep & prinsip transkultural nursing sepanjang daur kehidupan
manusia ?
6. Bagaimana penerapan konsep kultur lainnya ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu
mengetahui dan memahami bagaimana aplikasi transkultural nursing sepanjang daur
kehidupan manusia.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu :
a. Menjelaskan pengertian transkultural
b. Menjelaskan peran dan fungsi perawat
c. Menjelaskan pegkajian asuhan keperawatan budaya
d. Menjelaskan instrumen pengkajian budaya
e. Menjelaskan aplikasi konsep & prinsip transkultural ursing sepanjang daur kehidupan
manusia
f. Menjelaskan penerapan konsep kultur lainnya
g. Menjelaskan Aspek budaya dalam keperawatan
h. Menjelaskan Konsep dan prinsip asuhan keperawatan trancultural

D. Manfaat
1. Bagi penulis
Menambah wawasan tentang aplikasi transkultural nursing sepanjang daur kehidupan
manusia
2. Bagi Pembaca
Memberikan Wawasan tentang aplikasi transkultural nursing sepanjang daur kehidupan
manusia, serta dapat meningkatkan wawasan pengetahuan.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1Pengertian Transkultural

Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada


proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan
kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan
pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan
untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya
kepada manusia (Leininger, 2002).
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi
dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan
keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam
memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring semestinya
diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan pertumbuhan,
masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara
umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan
bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang
universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara kultur satu
tempat dengan tempat lainnya

2.2Peran Dan Fungsi Perawat

Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu. Oleh sebab itu, penting
bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat (Pasien). Misalnya
kebiasaan hidup sehari – hari, seperti tidur, makan , kebersihan diri, pekerjaan, pergaulan
social, praktik kesehatan, pendidikan anak, ekspresi perasaan, hubungan kekeluargaaan,
peranan masing – masing orang menurut umur.
Kultur juga terbagi dalam sub – kultur. Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur
yang tidak seluruhnya menganut pandangan kelompok kultur yang lebih besar atau memberi
makna yang berbeda . Kebiasaan hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan cultural.
Nilai – nilai budaya Timur, menyebabkan sulitnya wanita yang hamil mendapat
pelayanan dari dokter pria. Dalam beberapa setting, lebih mudah menerima pelayanan
kesehatan pre-natal dari dokter wanita dan bidan. Hal ini menunjukkan bahwa budaya Timur
masih kental dengan hal – hal yang dianggap tabu.
Dalam tahun – tahun terakhir ini, makin ditekankan pentingknya pengaruh kultur
terhadap pelayanan perawatan. Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative
baru ; ia berfokus pada studi perbandingan nilai – nilai dan praktik budaya tentang kesehatan
dan hubungannya dengan perawatannya. Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa transcultural
nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun
kesamaan nilai – nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda ras, yang mempengaruhi pada
seseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Perawatan
transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang ditujukan untuk pemujaan dan
pengobatan rakyat (tradisional). Caring practices adalah kegiatan perlindungan dan bantuan
yang berkaitan dengan kesehatan.
Menurut Dr. Madelini Leininger, studi praktik pelayanan kesehatan transkultural adalah
berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku manusia dalam kaitan dengan
kesehatannya. Dengan mengidentifikasi praktik kesehatan dalam berbagai budaya (kultur),
baik di masa lampau maupun zaman sekarang akan terkumpul persamaan – persamaan.
Lininger berpendapat, kombinasi pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan
kemajuan teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya pelayanan perawatan dan
kesehatan orang banyak dan berbagai kultur.

2.3 Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya

Perawat dalam menjalankan tugasnya sering menghadapi klien yang memiliki latar
belakang etnik, budaya, dan agama yang berbeda. Untuk menghadapi situasi ini penting bagi
perawat untuk memahami bahwa klien memiliki pendangan dan interpretasi mengenai
penyakit dan kesehatan yang berbeda. Pandangan tersebut didasarkan pada keyakinan sosial-
budaya klien. Perawat harus sensitif dan waspada terhadap keunikan warisan budaya dan
tradisi kesehatan klien dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dari latar
belakang kebudayaan yang berbeda. Perawat harus mengkaji dan mendengarkan dengan
cermat tentang konsistensi warisan budaya klien. Pengakajian tentang budaya klien
merupakan pengkajian yang sisrematik dan komprehensif dari nilai-nilai pelayanan budaya,
kepercayaan, dan praktik individual, keluarga, komunitas. Tujuan pengkajian budaya adalah
untuk mendapatkan informasi yang signifikan dari klien sehingga perawat dapat menerapkan
kesamaan budaya (Leininger dan MC Farland, 2002).
Perawat dalam melakukan pengkajian terhadap kebudayaan klien dimulai dari
menentukan warisan kultural budaya klien, latar belakang organisasi sosial, dan keterampilan
bahasa sertamenayakan penyebab penyakit atau masalah untuk mengetahui klien
mendapatkan pengobatan rakyat secara tradisional baik secara ilmiah maupun
mesogisoreligus atau kata ramah, suci untuk mencegah dan mengatasi penyakit. Hal ini
dilakukan untuk pemenuhan kompoen pengakajian budaya untuk menyediakan informasi
yang berguna dalam mengumpulkan data kebudayaan klien. Model matahari terbit dari
leininger menggambarkan keberagaman budaya dalam kehidupan sehari-hari dan membantu
melaksanakan pengkajian budaya yang dilakukan secara komprehensif. Model ini
beranggapan bahwa nilai-nilai pelayanan budaya, kepercayaan, dan praktik merupakn hal
yang tidak dapat diubah dalam budaya dan dimensi struktur sosial masyarakat, konteks
lingkungan, bahasa dan riwayat etik atau peristiwa bersejarah dari kelompok tertentu(Potter
dan perry, fundamental keperawatan ed 7, 187)
Tahapan pengkajian budaya dimulai dari mengetahui perubahan demografik populasi
pada lingkungan praktik komunitas yang disebut dengan data sensus. Data sensus didapatkan
dari data sensus lokal dan regional serta laporan pelayanan kesehatan. Langkah berikutnya
perawta menggunakan teknik wawancara yang terbuka, terfokus, dan kontras untuk
mendorong klien menceritakan nilai-nilai, kepercayaan, dan praktik dalam warisan
budayanya( Spradley, 1979).
Dalam melaksanakan pengkajian budaya seorang perawt menjalin hubungan dengan
klien dan memiliki keterampilam dalam berkomuknikasi. Pengkajian budaya yang
komprehensif membutuhkan keterampilan, waktu hingga persiapan dan antisipasi sangat
diperlukan.

2.4 Beberapa Instrumen Pengkajian Budaya

Pada abad ke-21 ini,tuntutan terhadap asuhan keperawatan semakin besar, tak hanya
asuhan keperawatan yang melihat sisi medisnya saja, tetapi juga melihat dari sisi budaya. Jika
melihat dari sisi budaya, ini termasuk ilmu keperawatan yang memasuki level midle theory
range, yaitu teori transkultural nursing. Transkultural nursing mempunyai tahapan yang sama
dengan proses keperawatan; antara lain pengkajian, diagnosis, perencanaan, implemantasi dan
evaluasi.
Pengkajian dalam transkultural nursing memiliki instrument atau komponen tersendiri,
antara lain; warisan dan sejarah etnik, variasi biologis, religious dan kepercayaan, organisasi
sosial, komunikasi, waktu, kepercayaan perawatan dan prakteknya, serta pengalaman sebagai
tenaga proposional. Warisan budaya dan sejarah etnik sering membawa pada nilai-nilai dan
norma yang berlaku pada suatu adat istiadat, ras klien, atau dalam hal ini dapat dikaji tentang
persepsin sehat dan sakit menurut budaya klien, keikutsertaan cara-cara budaya dalam proses
perawatan. Relijius dan kepercayaan ini dalah faktor yang sangat mempengaruhi karena
membawa motivasi tersendiri untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya. Kajian
religious dapat meliputi agama yang dianut, sudut pandang pasien terhadap penyebab
penyakit, proses penyembuhannya serta sisi positif agama pasien yang dapat membantu
proses kesembuhanya. Variasi biologis, perbedaan biologis antara anggota kelompok kultur,
seperti struktur dan bentuk tubuh, warna kulit, variasi enzimatik dan genetik, kerentanan
terhadap penyakit, variasi nutrisi.
Pengkajian organisasi sosial mengacu pada unit keluarga dan kelompok sosial, dimana di
lihat tentang keadaan soal keluarga seperti ekonomi, pergaulan sosial. Sedangkan pada
kelompok sosila klien dapat dilihat sejarah lingkungan dan kondisi lingkungan. Komunikasi
adalah hal terpenting dalam pelaksanaan proses asuhan keperawatan, ketidak berhasilan
komunikasi dapat menghambat proses diagnosis dan tindakaan serta dapat membawa pada
hasil yang tragis. Dalam hal ini perawat harus dapat melihat bahasa yang digunakan pasien
secara verbal maupun non verbal. Ruang personal menujukkan sikap klien yang harus
ditanggapi oleh perawat secara sensitive, sehingga tidak menimbulkkan rasa ketidak
nyamanan pasien. Bukan hanya mengenai ruang personal yang harus menjadi pertimbangan
tetapi juga mengenai waktu ,orientasi waktu berbeda-deada dalam setiap ethic ada yang
memprioritaskan pada saat ini ada juga yang saat mendatang. Perbedaan orientasi waktu ini
akan membawa pada perencaan asuhan jangka panjang. Keyakinan perawtan klien juga
menjadi factor kajian, di sini perawat harus melihat bagai mana keyakinan dan praktik
pengobatan tradisional yang dipercai pasien dlam proses penyembuhannya apakah dapat
membantu atau memperparah penyakitnnya. Dan factor kajian terakhir yang mempengaruhi
adalah pengalam an propesional perawtan itu sendiri dalam menangggapi atau dalam member
asuhan keperawatan itu.

2.5 Aplikasi Konsep Dan Prinsip Transkultural Nursing Sepanjang Daur Kehidupan
Manusia

1. Perawatan Kehamilan dan Kelahiran


Kehamilan dan kelahiran bayi pun dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya
dalam suatu masyarakat. Dalam ukuran-ukuran tertentu, fisiologi kelahiran secara
universal sama. Namun proses kelahiran sering ditanggapi dengan cara-cara yang
berbeda oleh aneka kelompok masyarakat (Jordan, 1993). Berbagai kelompok yang
memiliki penilaian terhadap aspek kultural tentang kehamilan dan kelahiran menganggap
peristiwa itu merupakan tahapan yang harus dijalani didunia. Salah satu kebudayaan
masyarakat kerinci di Provinsi Jambi misalnya, wanita hamil dilarang makan rebung
karena menurut masyarakat setempat jika wanita hamil makan rebung maka bayinya akan
berbulu seperti rebung. Makan jantung pisang juga diyakini menurut keyakinan mereka
akan membuat bayi lahir dengan ukuran yang kecil.
Dalam kebudayaan Batak, wanita hamil yang menginjak usia kehamilan tujuh
bulan diberikan kepada ibunya ulos tondi agar wanita hamil tersebut selamat dalam
proses melahirkan. Ketika sang bayi lahir pun nenek dari pihak ibu memberikan lagi ulos
tondi kepada cucunya sebagai simbol perlindungan. Sang ibu akan menggendong
anaknya dengan ulos tersebut agar anaknya selalu sehat dan cepat besar. Ulos tersebut
dinamakan ulos parompa.
Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini masih
dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam menghadapi situasi ini,
pelayanan kompeten secara budaya diperlukan bagi seorang perawat untuk
menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya berbeda, serta
berupaya mencapai pelayanan yang optimal bagi klien dan keluarga.
Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari masyarakat yang sering
menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari peristiwa kehamilan dan
kelahiran adalah orang jawa yang di dalam adat adat istiadat mereka terdapat berbagai
upacara adat yang rinci untuk menyambut kelahiran bayi seperti pada upacara mitoni,
procotan, dan brokohan.
Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan dan kelahiran
oleh dunia medis dengan adat adalah orang yang menanganinya, kesehatan modern
penanganan oleh dokter dibantu oleh perawat, bidan, dan lain sebagainya tapi penangana
dengan adat dibantu oleh dukun bayi. Menurut Meutia Farida Swasono dukun bayi
umumnya adalah perempuan, walaupun dari berbagai kebudayaan tertentu, dukun bayi
adalah laki laki seperti pada masyarakat Bali Hindu yang disebut balian manak dengan
usia di atas 50tahun dan profesi ini tidak dapat digantikan oleh perempuan karena dalam
proses menolong persalinan, sang dukun harus membacakan mantra mantra yang hanya
boleh diucapkan oleh laki laki karena sifat sakralnya.
Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi bermacam macam.
Ada dukun bayi yang memperoleh keahliannya melalui proses belajar yang diwariskan
dari nenek atau ibunya, namun ada pula yang mempelajari dari seorang guru karena
merasa terpanggil. Dari segi budaya, melahirkan tidak hanya merupakan suatu proses
semata mata berkenaan dengan lahirnya sang bayi saja, namun tempat melahirkan pun
harus terhindar dari berbagai kotoran tapi “kotor” dalam arti keduniawian, sehingga
kebudayaan menetapkan bahwa proses mengeluarkan unsur unsur yang kotor atau
keduniawian harus dilangsungkan di tempat yang sesuai keperluan itu. Jika dokter
memiliki obat obat medis maka dukun bayi punya banyak ramuan untuk dapat menangani
ibu dan janin, umumnya ramuan itu diracik dari berbagai jenis tumbuhan, atau bahan
bahan lainnya yang diyakini berkhasiat sebagai penguat tubuh atau pelancar proses
persalinan.
Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi, kehamilan dan
kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan fisiologis saja, melainkan sebagai
proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal seperti; pandangan budaya
mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam pertolongan
persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara pencegahan bahaya, penggunaan
ramuan atau obat-obatan tradisional, cara menolong kelahiran, pusat kekuatan dalam
pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta perawatan bayi dan ibunya.
Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami kondisi kliennya
yang memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut untuk memiliki keterampilan dalam
pengkajian budaya yang akurat dan komprehensif sepanjang waktu berdasarkan warisan
etnik dan riwayat etnik, riwayat biokultural, organisasi sosial, agama dan kepercayaan
serta pola komunikasi. Semua budaya mempunyai dimensi lampau, sekarang dan
mendatang. Untuk itu penting bagi perawat memahami orientasi waktu wanita yang
mengalami transisi kehidupan dan sensitif terhadap warisan budaya keluarganya.

2. Perawatan Dan Pengasuhan Anak


Disepanjang daur kehidupannya, manusia akan melewati masa transisi dari awal
masa kelahiran hingga kematiannya. Kebudayaan turut serta mempengaruhi peralihan
tersebut. Dalam asuhan keperawatan budaya, perawat harus paham dan bisa
mengaplikasikan pengetahuannya pada tiap daur kehidupan manusia. Salah satu
contohnya yaitu aplikasi transkultural pada perawatan dan pengasuhan anak. Setiap anak
diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan, baik perkembangan fisik,
kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan standar kesehatan, yaitu sehat jasmani, rohani
dan sosial. Untuk itu perlu dipetakan berbagai unsur yang terlibat dalam proses
perkembangan anak sehingga dapat dioptimalkan secara sinergis.
Menurut Urie Bronfenbrenner (1990) setidaknya ada 5 (lima) sistem yang
berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak,yaitu:
Pertama, sistem mikro yang terkait dengan setting individual di mana anak tumbuh dan
berkembang yang meliputi : keluarga, teman sebaya, sekolah dan lingkungan sekitar
tetangga.
Kedua, sistem meso yang merupakan hubungan di antara mikro sistem, misalnya
hubungan pengalaman-pengalaman yang didapatkan di dalam keluarga dengan
pengalaman di sekolah atau pengalaman dengan teman sebaya.
Ketiga, sistem exo yang menggambarkan pengalaman dan pengaruh dalam setting sosial
yang berada di luar kontrol aktif tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap
perkembangan anak,seperti,pekerjaan orang tua dan media massa.
Keempat, sistem makro yang merupakan budaya di mana individu hidup, seperti :
ideologi, budaya, sub-budaya atau strata sosial masyarakat.
Kelima, sistem chrono yang merupakan gambaran kondisi kritis transisional (kondisi
sosio-historik). Keempat sistem pertama harus mampu dioptimalkan secara sinergis
dalam pengembangan berbagai potensi anak sehingga dibutuhkan pola pengasuhan, pola
pembelajaran, pola pergaulan termasuk penggunaan media massa, dan pola kebiasaan
(budaya) yang koheren dan saling mendukung.
Proses sosialisasi pada anak secara umum melalui 4 fase, yaitu:
a) Fase Laten (Laten Pattern), pada fase ini proses sosialisasi belum terlihat jelas.
Anak belum merupakan kesatuan individu yang berdiri sendiri dan dapat
melakukan kontak dengan lingkungannya. Pada fase ini anak masih dianggap
sebagai bagian dari ibu,dan anak pada fase ini masih merupakan satu kesatuan
yang disebut “two persons system”.
b) Fase Adaptasi (Adaption), pada fase ini anak mulai mengenal lingkungan dan
memberikan reaksi atas rangsangan-rangsangan dari lingkungannya. Orangtua
berperan besar pada fase adaptasi, karena anak hanya dapat belajar dengan baik
atas bantuan dan bimbingan orangtuanya.
c) Fase Pencapaian Tujuan (Goal Attainment), pada fase ini dalam sosialisasinya
anak tidak hanya sekadar memberikan umpan balik atas rangsangan yang
diberikan oleh lingkungannya, tapi sudah memiliki maksud dan tujuan. Anak
cenderung mengulangi tingkah laku tertentu untuk mendapatkan pujian dan
penghargaan dari lingkungannya.
d) Fase Integrasi (Integration), pada fase ini tingkah laku anak tidak lagi hanya
sekadar penyesuaian (adaptasi) ataupun untuk mendapatkan penghargaan, tapi
sudah menjadi bagian dari karakter yang menyatu dengan dirinya sendiri.
Interaksi anak dengan lingkungannya secara tidak langsung telah mengenalkan
dirinya pada kultural atau kebudayaan yang ada di sekelilingnya. Lingkungan dan
keluarga turut berperan serta dalam tumbuh kembang anak. Hal ini pun tidak terlepas dari
pengaruh-pengaruh budaya yang ada di sekitarnya. Sebagai perawat, dalam memberikan
pengasuhan dan perawatan perlu mengarahkan anak pada perilaku perkembangan yang
normal, membantu dalam memaksimalkan kemampuannya dan menggunakan
kemampuannya untuk koping dengan membantu mencapai keseimbangan perkembangan
yang penting. Perawat juga harus sangat melibatkan anak dalam merencanakan proses
perkembangan. Karena preadolesens memiliki keterampilan kognitif dan sosial yang
meningkat sehingga dapat merencnakan aktifitas perkembngan.
Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain secara kooperatif
dalam kelompok besar anak-anak dalam berbagai latar belakang budaya. Dalam proses
ini, anak mungkin menghadapi masalah kesehatan psikososial dan fisik (misalnya
meningkatnya kerentanan terhadap infeksi pernapasan, penyesuaian yang salah di
sekolah, hubungan dengan kawan sebaya tidak adekuat, atau gangguan belajar). Perawat
harus merancang intervensi peningkatan kesehatan anak dengan turut mengkaji kultur
yang berkembang pada anak. Agar tidak terjadi konflik budaya terhadap anak yang akan
mengakibatkan tidak optimalnya pegasuhan dan perawatan anak.

2.6 Penerapan Konsep Kultur Lainnya

Sistem pengobatan tradisional merupakan sub unsur kebudayaan masyarakat sederhana,


pengetahuan tradisional. Dalam masyarakat tradisional, sistem pengobatan tradisional ini
adalah pranata sosial yang harus dipelajari dengan cara yang sama seperti mempelajari
pranata social umumnya dan bahwa praktek pengobatan asli (tradisional) adalah rasional
dilihat dari sudut kepercayaan yang berlaku mengenai sebab akibat.
Beberapa hal yang berhubungan dengan kesehatan (sehat – sakit) menurut budaya –
budaya yang ada di Indonesia diantaranya adalah : Untuk menentukan sebab – sebab suatu
penyakit ada dua konsep, yaitu konsep personalistik dan konsep naluralistik.
Dalam konsep personalistik, penyakit disebabkan oleh makhluk supernatural (makhluk gaib),
makhluk yang bukan manusia (hantu, roh leluhur, roh jahat) dan manusia (tukang sihir,
tukang tenung). Penyakit ini dikatakan tidak wajar / tidak biasa. Penyembuhannya adalah
berdasarkan pengetahuan secara gaib atau supernatural, misalnya melakukan upacara dan
sesaji. Penyembuhan dapat melalui seorang dukun atau “ wong tuo “.Ada beberapa kategori
dukun pada masyarakat Jawa yang mempunyai nama dan fungsi masing – masing :
1) Dukun bayi : khusus menangani penyembuhan terhadap penyakit yang berhubungan
dengan kesehatan bayi, dan orang yang hendak melahirkan.
2) Dukun pijat/tulang (sangkal putung) : Khusus menangani orang yang sakit terkilir ,
patah tulang , jatuh atau salah urat.
3) Dukun klenik : khusus menangani orang yang terkena guna – guna.
4) Dukun mantra : khusus menangani orang yang terkena penyakit karena kemasukan roh
halus.
5) Dukun hewan : khusus mengobati hewan.
Sedangkan konsep naturalistik,penyebab penyakit bersifat natural  dan mempengaruhi
kesehatan tubuh, misalnya karena cuaca, iklim, makanan racun, bisa, kuman atau kecelakaan .
Di samping itu ada unsur lain yang mengakibatkan ketidakseimbangan dalam tubuh, misalnya
dingin, panas, angin atau udara lembab. Oleh orang Jawa hal ini disebut dengan penyakit
biasa. Adapun penyembuhannya dengan model keseimbangan dan keselarasan , artinya
dikembalikan pada keadaan semula sehingga orang sehat kembali .
Adapun beberapa contoh pengobatan tradisional masyarakat jawa yang tidak terlepas dari
tumbuhan dan buah –buahan yang bersifat alami adalah :
1) Daun dadap sebagai penurun panas dengan cara ditempelkan di dahi.
2) Temulawak untuk mengobati sakit kuning dengan cara di parut , diperas  dan airnya
diminum 2 kali sehari satu sendok makan , dapat ditambah sedikit gula batu dan dapat
juga digunakan sebagai penambah nafsu makan.
3) Akar ilalang untuk menyembuhkan penyakit hepatitis
4) Mahkota dewa untuk menurunkan tekanan darah tinggi, yakni dengan dikeringkan
terlebih dahulu lalu diseduh seperti teh dan diminum seperlunya.
5) Brotowali sebagai obat untuk menghilangkan rasa nyeri, peredam panas, dan
penambah nafsu makan.
6) Jagung muda (yang harus merupakan hasil curian = berhubungan dengan
kepercayaan) berguna untuk menyembuhkan penyakit cacar dengan cara dioleskan
dibagian yang terkena cacar.
7) Daun sirih untuk membersihkan vagina.
8) Lidah buaya untuk kesuburan rambut.
9) Cicak dan tokek untuk menghilangkan gatal – gatal.
10) Mandi air garam untuk menghilangkan sawan.
11) Daun simbung dan daun kaki kuda untuk menyembuhkan influenza.
12) Jahe untuk menurunkan demam / panas , biasanya dengan diseduh lalu diminum
ataupun dengan diparut dan detempelkan di ibu jari kaki
13) Air kelapa hijau dengan madu lebah untuk menyembuhkan sakit kuning yaitu dengan
cara 1 kelapa cukup untuk satu hari , daging kelapa muda dapat dimakan sekaligus ,
tidak boleh kelapa yang sudah tua.

Budaya Sunda
a) Sakit Demam
Keluhan demam ditandai dengan badan terasa pegal – pegal, menggigil, kadang –
kadang bibir biru. Penyebab demam adalah udara kotor, menghisap debu kotor,
pergantian cuaca, kondisi badan lemah, kehujanan, kepanasan cukup lama, dan
keletihan. Pencegahan demam adalah dengan menjaga kebersihan udara yang dihisap,
makan teratur, olahraga cukup, tidur cukup, minum cukup, kalau badan masih
panas/berkeringat jangan langsung mandi, jangan kehujanan dan banyak makan
sayuran atau buah. Pengobatan sendiri demam dapat dilakukan dengan obat
tradisional, yaitu kompres badan dengan tumbuhan daun melinjo, daun cabe atau daun
singkong, atau dapat juga dengan obat warung yaitu Paramek atau Puyer bintang tujuh
nomor 16.
b) Keluhan Batuk
Batuk TBC, yaitu batuk yang sampai mengeluarkan darah dari mulut, batuk biasa, dan
batuk yang terus menerus dengan suaranya melengking dengan gejala tenggorokan
gatal, terkadang hidung rapet, dan kepala sakit. Penyebab batuk TBC adalah karena
orang tersebut menderita penyakit TBC paru, sedangkan batuk biasa atau batuk
bangkong adalah menghisap debu dari tanah kering yang baru tertimpa hujan, alergi
salah satu makanan, makanan basi, masuk angin, makan makanan yang digoreng
dengan minyak yang tidak baik, atau tersedak makanan/keselek. Pencegahan batuk
dilakukan dengan menjaga badan agar jangan kedinganan, jangan makan makanan
basi, tidak kebanyakan minum es, menghindari makanan yang merangsang
tenggorokan, atau menyebabkan alergi. Pengobatan sendiri batuk dapat dilakukan
dengan obat warung misalnya konidin atau oikadryl. Bila batuk ringan dapt minum
obat tradisional yaitu air perasan jeruk nipis dicampur kecap, daun sirih 5 lembar
diseduh dengan air hangat setengah gelas atau rebusan jahe dengan gula merah.
c) Sakit Pilek
Keluhan pilek ringan, yaitu hidung tersumbat atau berair, dan pilek berat yaitu pilek
yang disertai sakit kepala, demam, badan terasa pegal dan tenggorokan kering.
Penyebab pilek adalah kehujanan menghisap debu kotor, menghisap asap rokok,
menghisap air, pencegahan pilek adalah jangan kehujanan, kalau badan berkeringat
jangan langsung mandi, apabila muka terasa panas, jangan mandi langsung minum
obat, banyak minum air dan istirahat. Pengobatan sendiri, pilek dapat dilakukan
dengan obat warung yaitu mixagrib diminum 3x sehari sampai keluhannya hilang.
Dapat juga digunakan obat tradisional untuk mengurangi keluhan , misalnya minyak
kelapa dioleskan di kanan dan kiri hidung.
d) Sakit Panas
Sakit panas adalah sakit yang menyebabkan sekujur tubuh seseorang terasa panas
biasanya yang disertai. Untuk mengobatinya, orang sunda biasa dengan menggunakan
labu yang diparut, kemudian dibungkus kain dan di kompreskan ke tubuh orang yang
sakit panas tersebut hingga panasnya turun. Selain itu juga bisa dengan menggunakan
kompres air dingin.

Budaya Batak
Bagi orang batak, di samping penyakit alamiah, ada juga beberapa tipe spesifik penyakit
supernatural, yaitu :
a) Jika mata seseorang bengkak, orang tersebut diyakini telah melakukan perbuatan yang
tidak baik (mis : mengintip). Cara mengatasinya agar matanya tersebut sembuh adalah
dengan mengoleskan air sirih.
b) Nama tidak cocok dengan dirinya (keberatan nama) sehingga membuat orang tersebut
sakit. Cara mengobatinya dengan mengganti nama tersebut dengan nama yang lain,
yang lebih cocok dan didoakan serta diadakan jamuan adat bersama keluarga.
c) Ada juga orang batak sakit karena tarhirim Misalnya : seorang bapak menjanjikan
akan memberi mainan buat anaknya, tetapi janji tersebut tidak ditepati . Karena janji
tersebut tidak ditepati, si anak bisa menjadi sakit.
d) Jika ada orang batak menderita penyakit kusta, maka orang tersebut dianggap telah
menerima kutukan dari para leluhur dan diasingkan dalam pergaulan masyarakat.
Di samping itu, dalam budaya batak dikenal adanya “kitab pengobatan”
Di dalam kehidupan Si raja Batak dahulu ilmu pengobatan telah ada, mulai sejak
dalam kandungan sampai melahirkan. Obat-obatan tersebut antara lain:
1) Obat mulai dari kandungan sampai melahirkan
2) Dappol Siburuk (obat urut dan tulang)
3) Biji sirintak (Untuk mengobati sakit mata)
4) Tawar mulajadi (Mengobati penyakit kulit yang sampai membusuk)
e) Jika ada orang batak yang menderita penyakit gondok , maka cara pengobatannya
dengan menggunakan belau.
f) Apabila ada orang batak yang menderita penyakit panas ( demam ) biasanya
pengobatannya dengan cara menyelimutinya dengan selimut / kain yang tebal

Budaya Flores
Damianus Wera orang Flores satu ini punya karunia yang sangat langka . Dami dikenal
sebagai penyembuh alternative unik. Menurut Dami ada tiga jenis penyakit yang dikeluhkan
para pasien : Pertama, jenis penyakit nonmedis atau santet/guna – guna. Kedua, penyakit
medis seperti jantung koroner, tumor, kanker, dll. Ketiga, sakit psikologis mis : banyak
utang, stress, dll. “Dami mengingatkan kunci sehat itu sebenarnya ada di pikiran yang sehat.
Sebaliknya, pikiran yang ruwet, penuh beban dan tekanan, justru memicu munculnya penyakit
dalam tubuh manusia”
Dami mempunyai 7 metode untuk mengatasi penyakit :
1) Berdoa.
2) Air
3) Kapsul ajaib
4) Pijat refleksi
5) Suntik.
6) Telur ayam ( kampung ) dan gelas
7) Operasi / bedah
a) Bawang merah : untuk mengobati batuk , yakni dengan cara dihancurkan (dikunyah ) lalu
dibungkus dengan sepotong kain , kemudian ditempelkan di tenggorokan . Cara ini baik
diterapkan pada waktu sebelum tidur malam.
b) Daun sirih :untuk mengobati orang yang mimisan , yaitu dengan digulung kemudian
disumbatkan ke lubang hidung yang keluar darah.
c) Daun papaya yang masih muda : untuk menghentikan keluarnya darah dari bagian tubuh
yang luka , yaitu dengan dikunyah sampai halus kemudian ditempelkan di bagian yang
luka tersebut.

2.7. Aspek Budaya dalam Keperawatan


Leininger mengartikan paradigma keperawatan transkultural sebagai cara
pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral
keperawatan yaitu :
1) Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-
nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Menurut Leininger, manusia memiliki kecenderungan untuk
mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada.
2) Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk
menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam
aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin
mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang adaptif.
3) Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang
mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan
dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya
saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan
simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia
seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti
rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada
matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial
yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam
masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti
struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan
simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau
kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut
yang digunakan.
4) Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memandirikan individu sesuai dengan
budaya klien.
Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah sebagai
berikut:
a) Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan
sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga
klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya,
misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
b) Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih
dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan
kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang
berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani lain.
c) Cara III : Restrukturisasi budaya

Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan.
Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak
merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai
dengan keyakinan yang dianut.

2.8. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural


Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada saat ini, termasuk
tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin tinggi. Dengan
adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar negara menyebabkan adanya
pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan. Sehingga, perawat tidak hanya
dituntut untuk bisa berkembang pada masa kini tapi perawat pun harus berkembang dari
masa lalu, seperti kebudayaan klien, latar belakang klien, dan lain sebagainya.
Menurut J.N Giger dan Davidhizar konsep dan prinsip dalam asuhan keperawatan
ada beberapa, antara lain:

a. Budaya
Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta
memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
b. Cultural
Seseorang yang memiliki pertentangan antara dua individu dari budaya, gaya hidup,
dan hukum hidup. Contohnya, Didin adalah anak yang dilahirkan dari pasangan suku
sunda dan batak.
c. Diversity
Diversity atau keragaman budaya adalah suatu bentuk yang ideal dari asuhan
keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya individu,
kepercayaan, dan tindakan.
d. Etnosentris
Prsepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang
terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.
e. Ras
Perbedaan manusia didasarkan pada asal muasal manusia.
f. Cultural shock
Suatu keadaan yang dialami klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu
beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa
mengalami disorientasi.
g. Diskriminasi
Perbedaan perlakuan individu atau kelompok berdasarkan ras, etnik, jenis kelamin,
sosial, dan lain sebagainya.
h. Sterotyping
Anggapan suatu individu atau kelompok bahwa semua anggota dari kelompok budaya
adalah sama. Seperti, perawat beranggapan bahwa semua orang Indonesia menyukai
nasi.
i. Assimilation
Suatu proses individu untuk membangun identitas kebudayaannya, sehingga akan
menghilangkan budaya kelompoknya dan memperoleh budaya baru.
j. Perjudice
Adalah prasangka buruk atau beranggapan bahwa para pemimpin lebih suka untuk
menghukum terlebih dahulu suatu anggota.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu. Oleh sebab itu, penting
bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat. misalnya kebiasaan hidup
sehari-hari, seperti tidur, makan, pekerjaan, pergaulan sosial dan lain-lain. Kultur juga terbagi
dalam sub kultur.
Nilai-nilai budaya timur masih sangat kental, seperti misalnya wanita yang sedang hamil
ingin diperiksa oleh bidan atau perawat wanita daripada dengan dokter pria. Hal ini
menunjukkan bahwa budaya timur masih kental dengan hal-hal yang dianggap tabu. Dalam
Masyarakat tradisional sistem pengobatan tradasional ini adalah pranata sosial yang harus
dipelajari dengan cara yang sama seperti mempelajari pranata sosial umumnya dan bahwa
praktek pengobatan asli (tradisional) adalah rasional dilihat dari sudut kepercayaan yang
berlaku mengenai sebab akibat.

B. Saran

Pihak penulis menyarankan agar para pembaca sekalian dapat mengikuti sebagian besar
petunjuk yang telah dirangkum dalam penulisan makalah ini, hal ini dikarenakan untuk
mengetahui transkultural nursing dan perawat harus mengetahui budaya individu yang
dirawat karena sangat berpengaruh dengan kehidupan individu maupun kelompok.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/makalahAplikasiTranculturalNursingSepanjangDaurKehidupanManusia

Leininger.M & McFarland. M.R, (2002), Transkultural Nursing : Concept, Theories, Research
and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill Companies.

Anda mungkin juga menyukai