Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit merupakan salah satu gangguan kehidupan manusia yang telah
dikenal orang sejak dahulu. Pada mulanya, konsep terjadinya didasarkan pada
adanya gangguan makhluk halus atau karena kemurkaan dan yang maha
pencipta. Hingga saat ini, masih banyak kelompok masyarakat di negara
berkembang yang meng anut konsep tersebut. Di lain pihak masih ada
gangguan kesehatan/ penyakit yang belum jelas penyebabnya, maupun proses
kejadian.
Pada tahap berikutnya, Hippocrates telah mengembangkan teori bahwa
timbulnya penyakit disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang meliputi air,
udara, tanah, cuaca, dan lain sebagainya. Namun demikian dalam teori tidak
dijelaskan bagaimana kedudukan manusia dalam interaksi tersebut, serta tidak
dijelaskan tentang faktor lingkungan bagaimana yang dapat menimbulkan
penyakit.
Pada kehidupan masyarakat Cina dikenal pula teori terjadinya penyakit
yang timbul karena adanya gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh
manusia (teori humoral). Dalam teori ini dikatakan bahwa dalam tubuh
manusia ada empat macam cairan, yakni cairan putih, kuning, merah, dan
hitam. Bila terjadi gangguan.
keseimbangan tersebut, akan menimbulkan penyakit tertentu,
(tergantung pada jenis cairan mania yang bersifat dominan. Hingga hunt ml,
Icon tersebut masih merupakan dasar dalam sistem pengobatan Cina
tradisional,
Kemudian berkembang teori terjadinya penyakit karena sisa makhluk
hidup yang mengalami pembusukan, sehingga meninggalkan pengotoran
udara dun lingkungan sekitarnya. Teori ini terutama pada abad pertengahan
dan pada waktu itu lebih mengarah pada kebersihan lingkungan terhadap sisa-
sisa peninggalan makhluk hidup. Contoh pengaruh teori tersebut adalah
timbulnya penyakit malaria yang di kira karena sisa-sisa pembusukan binatang
dan tumbuhan yang ada di rawa-rawa (malaria artinya daerah yang jelek) dan
masih ada masyarakat yang tetap menganut teori tersebut.
Akhirnya pada abad-abad selanjutnya, terjadi perubahan yang cukup
besar dalam konsep terjadinya penyakit, dengan didapatkannya mikroskop.
sehingga konsep penyebab penyakit beralih ke jasad renik Perkembangan
selanjutnya mengantar para ahli ke arah hormonal yang semakin berkembang.
Pada saat itu, orang mulai optimis dalam menghadapi berbagai penyakit
dengan antibiotika, sistem imunitas, dan lain sebagainya.
Proses mempelajari serangkaian peristiwa yang menyebabkan KLB
penyakit di dalam komunitas melibatkan pengembangan hubungan sebab
akibat yang menghasilkan kesimpulan.kausalitas/hubungan kausal berkaitan
dengan hubungan sebab akibat yang digunakan untuk memastikan bagaimana
kejadian atau lingkungan yang berbeda berhubungan satu sama lain dan /atau
bagaimana kejadian tersebut bisa berhubungan.

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui teori Kausalitas
2. Untuk mengetahui contoh-contoh penyakit berdasarkann teori
BAB II
PEMBAHASAN

DEFINISI KAUSASI

Pada prinsipnya terdapat dua pendekatan dalam mendefinisikan kausasi


penyakit:
1. Pendekatan determinant menganggap antara variabel dependent (penyakit)
dan variabel independent (factor penelitian) berjalan sempurna, persisi
yang digambarkan dalam model matematika.
2. Pendekatan Probabilitas merupakan pemberian ruang terhadap
kemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan baik kesalahan random
maupunmkesalahan sistematis yang dapat mempengaruhi hasil kausalitas
dari factor kausal. Dalam pendekatan probabilitas digunakan pendekatan
statistic untuk meyakinkan apakah terdapat hubungan yang valid antara
factor penelitian dengan penyakit.

Berdasarkan definisi kausalitas epidemiologi membedakan lima definisi kausa


(weed, 2001) yaitu 1) produksi, 2) Necessary causa, 3) sufficient component
causa, 4) kausa probabilistic, 5) counter factual.

1. Produksi
Sesuatu yang menciptakan atau menghasilkan akibat. Kausa dipandang
sesuatu yang memproduksi hasil.
2. Kausa diperlukan dan kausa mencukupi
Merupakan keadaaan yang mutlak diperlukan untuk terjadinya suatu akubat.
Tanpa keadaan tersebut tidak dapat dihasilkan suatu akibat.
X diperlukan dan mencukupi untuk mengakibatkan Y
X diperlukan tetapi tidak mencukupi untuk mengakibatkan Y
X tidak selalu diperlukan tetapi mencukupi untuk mengakibatkan Y
E tidak diperlukan dan tidak mencukupi untuk mengakibatkan Y
3. Sufficient component causa
Kausa komponen mencukupi terdiri dari sejumlah komponen, tak satupun
diantaranya secara dini mencukupi terjadinya suatu penyakit. Tetapi ketika
semua komponen hadir maka berbentuklah suatu mekanisme kausal yang
mencukupi.
4. Kausal probabilistic
Merupakan factor yang meningkatkan probabilitas terjadinya akibat.
Menurut definisi probabilistic kejadian suatu penyakit pada seseorang dapat
disebabkan karena kemungkinan (peluang). Definisi probalistik kausasi lebih
inklusif dari pada definisi kausa komponen mencukupi sebab mampu
menjelasakan konsep kausa yang diperlukan dan mencukupi.
5. Kontra factual
Setiap orang berbeda antara satu dan lainya dalam banyak hal. Skuen
waktu memainkan peranan yang penting untuk terjadinya perubahan.

Proses mempelajari serangkaian peristiwa yang menyebabkan KLB penyakit


di dalam komunitas melibatkan pengembangan hubungan sebab akibat yang
menghasilkan kesimpulan. Kausalitas/hubungan kausal berkaitan dengan
hubungan sebab akibat yang digunakan untuk memastikan bagaimana kejadian
atau lingkungan yang berbeda berhubungan satu sama lain dan /atau bagaimana
kejadian tersebut bisa berhubungan.
Contoh : bagaimana satu tipe pajanan menyebabkan suatu penyakit/
bagaimana pajanan tertentu menyebabkan KLB penyakit dalam sebuah populasi.

Sir Austin Bradford Hill pada tahun 1965 menerbitkan 9 faktor yang dapat
digunakan untuk mengkaji kausalitas penyakit dan KLB penyakit. Berikut sepuluh
konsep kausalitas penyakit yang sudah dikembangkan dan diperbaharui.
1. Konsistensi
Jika variabel,faktor/peristiwa yang sama muncul dan muncul lagi dalam
keadaan yang berbeda dan memiliki hubungan yang berulang yang sama dengan
penyakit. Konsistensi membantu dalam perlindungan dari munculnya kesalahan
atau artefak. Tetapi hasil yang diobservasi dengan konsisten tidak langsung bebas
dari bias, terutama dalam sejumlah kecil kajian, dan hasil dalam populasi yang
berbeda akan sama sekali berbeda jika hubungan kausal dipengaruhi olhe ada atau
tidak adanya variabel-variabel pemodifikasi. Artinya, jika sebuah hubungan
menjadi sebab akibat, maka kita akan mengharapkan untuk menemukannya secara
konsisten (tetap) dalam studi yang berbeda dan dalam populasi yang berbeda.
Inilah sebabnya mengapa percobaan harus banyak dilakukan terlebih dahulu,
sebelum laporan yang berarti dibuat tentang hubungan sebab akibat antara dua
faktor.
Sebagai contoh, diperlukan ribuan penelitian yang sangat teknis dari
hubungan antara merokok dan kanker sebelum kesimpulan yang pasti bisa dibuat
bahwa merokok meningkatkan risiko (tetapi tidak menyebabkan) kanker.
2. Kekuatan
Jika hubungan menunjukkan faktor tertentu menyebabkan beberapa
penyakit atau KLB penyakit lebih mungkin terjadi akibat keberadaan satu faktor
dibandingkan keberadaan faktor atau peristiwa lain dan penyakit itu terjadi dalam
tahap yang lebih parah/dalam jumlah yang lebih besar. (hasil pengamatan dr.john
snow dalam epidemi kolera tahun 1854 memperlihatkan bahwa semakin banyak
bakteri kolera yang ada, semakin parah penyakit yang diderita atau semakin besar
kemungkinan terkena penyakit.
Hal ini didefinisikan oleh ukuran dasar yang diukur dengan tes statistik
yang sesuai. Semakin kuat asosiasi, semakin besar kemungkinan bahwa hubungan
dari "A" ke "B" adalah kausal.
Sebagai contoh :
A. semakin tinggi hubungan hipertensi dengan diet sodium, semakin kuat
hubungan antara sodium dan hipertensi.
B. Semakin tinggi hubungan penyakit Jantung dengan intake kolesterol,
semakin kuat hubungan antara kolesterol dengan PJK.
3. Spesifitas
Jika hubungan sebab akibat dari suatu KLB berhubungan secara khusus
dengan satu atau dua penyakit yang saling berkaitan. Hubungan sebab akibat itu
memang memiliki kemampuan untuk mengahasilkan hubungan negatif sejati,
yang dalam sebuah KLB, pengkajian sebab akibat difokuskan pada mereka yang
tidak terjangkit penyakit. Kelompok masyarakat dalam populasi selama KLB
berlangsung tampaknya termasuk dalam mereka yang tidak terkena penyakit dan
dikategorikan sebagai populasi yang tidak terkena penyakit.
Dalam sebuah studi tentang kanker paru, hampir semua bukan perokok ditetapkan
tidak mengidap kanker paru.
Ketika ditemukan kekhususan antara dua faktor yang berhubungan, maka
akan menyediakan dukungan tambahan untuk hubungan sebab akibat. Namun,
tidak adanya kekhususan sama sekali tidak meniadakan hubungan kausal. Karena
hasil (apakah itu penyebaran penyakit, kejadian perilaku sosial tertentu manusia
atau perubahan suhu global) yang cenderung memiliki beberapa faktor yang
mempengaruhi mereka, sangat mungkin bahwa kita akan menemukan satu per
satu penyebab pengaruh hubungan antara dua fenomena. Hubungan sebab akibat
itu sangat banyak. Oleh karena itu, perlu untuk menguji hubungan sebab akibat
tertentu dalam cara pandang sistematik yang lebih besar.
Misalnya., Schildkraut dan Thompson (Am J Epidemiol 1988; 128:456)
mempertimbangkan bahwa pengumpulan familial yang mereka amati untuk
kanker rahim tampaknya bukan karena bias informasi keluarga sebab dari
spesifisitas hubungan dalam kontrol-kasus berbeda dalam sejarah keluarga (a)
melibatkan penularan tetapi tidak merupakan batas penyakit dan (b) lebih besar
kemungkinan untuk rahim dibanding untuk kanker.
Tetapi adanya fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap banyak
penyakit bukan merupakan bukti yang menyanggah perannya dalam setiap
penyakit. Sebagai contoh, rokok dapat menyebabkan banyak penyakit.
4. Hubungan Waktu
Jika hubungan sebab akibat suatu kejadian atau pajanan secara logis terjadi
sebelum penyakit atau kondisi berkembang, faktor waktu dipertimbangkan.
Paparan selalu mendahului hasilnya. Jika faktor "A" adalah diyakini
menyebabkan penyakit, maka jelas bahwa faktor "A" tentu harus selalu
mendahului terjadinya penyakit. Kriteria ini meniadakan validitas dari semua
penjelasan fungsional yang digunakan dalam ilmu sosial.
Contoh :
a. Gigitan nyamuk terjadi sebelumnya dan mengakibatkan malaria.
b. Timbunan kolesterol yang berlebihan dan dalam waktu yang lama dalam
tubuh akan menyebabkan terjadinya arterosklerosis.

5. Koherensi
Jika suatu hubungan sebab akibat dicurigai, apakah hubungan tersebut
sesuai dengan pengetahuan yang ada dan apakah observasi dan pengkajian yang
logis secara ilmiah masuk akal. Apakah interpretasi kausal cocok dengan fakta
yang diketahui dalam sejarah alam dan biologi dari penyakit, termasuk juga
pengetahuan tentang distribusi dari bukaan dan penyakit (orang, tempat, waktu)
dan hasil dari eksperimen laboratorium. Apakah semua “potongan telah cocok
tempatnya”
Contoh :
a. Koherensi dalam istilah yang ada pada awalnya dipakai untuk
menunjukkan hubungan dan bagaimana hubungan itu seharusnya sejalan
dengan riwayat alamiah penyakit dan fakta yang diketahui tentang
penyakit misalnya makan daging ayam mentah yang secara alamiah sering
terjadi kontaminasi bakteri salmonella menyebabkan keracunan makanan
salmonellosis.

6. Sensivitas
Jika terjadi KLB, apakah analisis sebab akibat mengandung kebenaran dan
apakah pengkajian memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dengan benar
bahwa mereka yang sakit karena penyakit pada kenyataannya memang sakit
akibat penyebab yang dicurigai.
Contoh : kelompok buruh menjalani screening kanker paru. Sejumlah 50% kasus
mengidap kanker paru dan disimpulkan bahwa kanker paru berhubungan dengan
merokok. Investigasi selanjutnya mengungkap bahwa 80% pekerja yang
mengidap kanker paru bekerja dalam sebuah gedung yang terisolasi oleh asbestos
selama 3 tahun. Setelah menjalani pemeriksaan asbestosis, dipastikan bahwa
kanker paru berhubungan dengan pajanan asbestos.

7. Biologis/Medis
Jika hubungan didasarkan pada virilitas patogen atau faktor risiko dan
pada kemampuannya untuk menyebabkan penyakit atau suatu kondisi (hubungan
respon dosis) serta tingkat kerentanan pejamu, hubungannya adalah kausal (orang
yang tidak divaksinasi dipajankan pada poliovirus dan kemudian akan
memperlihatkan gejala awal penyakit).
Perubahan yang meningkat dalam konjungsi dengan perubahan kecocokan
dalam penularan verifikasi terhadap hubungan dosis-respon konsisten dengan
model konseptual yang dihipotesakan. Peningkatan jumlah paparan meningkatkan
risiko. Jika hubungan dosis-respon muncul, maka akan menjadi bukti kuat untuk
menjadi hubungan sebab akibat.
Contoh: hubungan antara pertumbuhan penduduk dan intensifikasi
pertanian. Jika pertumbuhan penduduk merupakan penyebab intensifikasi
pertanian, maka peningkatan jumlah penduduk dalam suatu daerah tertentu harus
menghasilkan peningkatan yang sepadan dalam jumlah energi dan sumber daya
yang diinvestasikan dalam produksi pertanian. Sebaliknya, bila penurunan
populasi terjadi, kita harus melihat pengurangan sepadan dalam investasi energi
dan sumber daya per hektar.

8. Plausabilitas (Kelogisan)
Hubungan harus dibuktikan sebagai hubungan kausal dan didasarkan pada
ilmu pengetahuan biologis, kedokteran, epidemiologi dan pengetahuan
ilmiah.analisis logis yang didasarkan pada pengetahuan yang baru jangan sampai
mencampuri atau membatasi kesimpulan kausal yang jelas dan masuk akal.
Contoh :
1. konsumsi air yang mengandung bibit penyakit kolera akan menyebabkan
munculnya penyakit kolera.
2. Estrogen dan kanker endometrial, estrogen dan kanker payudara,
kontrasepsi oral dan kanker payudara.

9. Eksperimen dan Penelitian


Pengetahuan dan kesimpulan tentang hubungan sebab akibat yang
didasarkan pada penelitian dan eksperimen menambah bukti pendukung
subtansial dan bobot sifat kausal dari hubungan tersebut. Beberapa tipe desain
kajian dapat memberikan bukti yang lebih meyakinkan dibanding desain kajian
jenis lainnya. Kajian-kajian intervensi dapat menyediakan dukungan yang terkuat,
terutama ketika bukaan dapat dilakukan secara acak. Karena tidak etis dan/atau
tidak praktis untuk menentukan banyak bukaan sebagai kajian epidemiologis. Satu
alternatif yang mungkin adalah dengan menghilangkan bukaan dan melihat
apakah penyakit menurun, kecuali jika proses kausal dianggap tidak dapat lagi
dibalikkan. Misalnya, pellagra, kudis, HDFP, LRC-CPPT, MRFIT.
Contoh : demonstrasi ekperimental yang memperlihatkan bahwa cacar dapat
dicegah melalui imunisasi.

10. Faktor Analogi


Jika hubungan yang sama ternyata bersifat kausal dan memperlihatkan
hubungan sebab akibat, transfer pengetahuan harus berguna dan secara analogis
hubungan tersebut dapat dievaluasi sebagai hubungan kausal. Contoh :
pengamatan historis bahwa vaksinasi dengan cowpox dapat mencegah smallpox.

Pengecualian bagi temporalitas, tidak ada kriteria yang absolut, karena asosiasi
kausal dapat sangat lemah, relatif non-spesifik, diobservasi tidak konsisten, dan dalam
konflik dengan pengungkapan penmahaman biologis. Tetapi, setiap kriteria yang
memperkuat jaminan kami dalam mencapai penilaian kausalitas.
Beberapa dari kriteria (misalnya, koherensi, tahapan biologis, spesifisitas, dan
mungkin juga kekuatan) dapat dirumuskan dalam bentuk isu yang lebih umum dari
konsistensi data yang diobservasi dengan model hipotesisasi etiologis (biasanya
biologis). Sebagai contoh, tahapan biologis tidak harus monoton, seperti dalam kasus
dosis radiasi tinggi yang mana akan mengarah kepada pembunuhan sel-sel dan karena
itu menurunkan kemungkinan perkembangan tumor. Serupa dengan itu, spesifisitas
dapat dipakai pada situasi-situasi tertentu tetapi tidak untuk situasi lain, tergantung
pada proses patofisiologis yangdihipotesiskan.
Kausalitas dalam penyebaran penyakit dapat bersifat langsung maupun tidak
langsung. Penyebab langsung adalah penyebab yang terlihat jelas. Jika seorang saat
piknik, memakan salad kentang yang didiamkan beberapa jam di tempat bersuhu
kamar dan terkontaminasi stafilokokus, peluangnya untuk mengalami keracunana
makanan akibat mengkonsumsi salad kentang tersebut cukup besar. Akan tetapi, tidak
untuk kasus kanker paru pada pekerja asbestos penyebab langsung tidak begitu jelas.
Penyebab tidak langsung sering kali jauh lebih kompleks dalam penyebaran
dan pengenalannya. Pada kasus kanker kandung kemih, penyebabnya tidak tampak dan
tidak jelas. Kanker kandung kemih dikaitkan dengan banyak sumbermulai dari terlalu
banyak minum kopi sambil mengkonsumsi vitamin C secara berlebihan.
Pada penderita kelumpuhan yang harus memakai kursi roda, angka kanker
kandung kemih lebih tinggi dibanding populasi normal. Beberapa ahli urologi
menduga bahwa kanker kandung kemih pada penderita lumpuh yang memakai kursi
roda akibat mereka suka menahan buang air kecil dalam periode waktu yang lama
sehingga urine menjadi pekat.
Penyebab tidak langsung kanker kandung kemih mungkin disebabkan oleh
cacat karena lumpuh dan karena harus menggunakan kursi roda. Atau hal itu mungkin
akibat kombinasi dari terlalu banyak minum kopi dan tidak mampu berkemih secara
sering atau kopi dibuat terlalu kental atau konsentrasi pekat dari suatu substansi
sederhana berada terlalu lama dalam kandung kemih.
Ahli epidemiologi harus berhati-hati dalam mengkaji semua variabel pada
kausalitas penyakit dan mencari kedua penyebab penyakit baik yang langsung maupun
tidak langsung
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan kausal sangat penting secara fundamental untuk memajukan
pengetahuan ilmiah. Pendirian Popper adalah dalam sifat akhirnya, setiap teori itu
tentatif. Setiap teori dapat secara potensial dapat dijatuhkan oleh data yang tidak
cocok yang tidak mungkin dijadikan pertanyaan. Maka berbagai sudut pandang,
pengetahuan ilmiah dan kemajuannya selalu melalui beragam percoban untuk
menyangkal teori-teori yang telah ada.
Dengan memperhatikan isu-isu dalam kesimpulan kausal dalam epidemiologi,
walaupun, akan sangat berguna untuk membuat pembedaan antara kesimpulan
yang ditujukan untuk mendirikan etiologi dan kesimpulan yang ditujukan untuk
mendapatkan keputusan tindakan atau keputusan tidak ada tindakan. Pendirian
Popper kurang bisa dialikasikan dalam kesimpulan kausal untuk mendukung
pembuatan-keputusan, karena pentingnya tindakan sesuai dengan waktu.
Walaupun keputusan individual dan kolektif seringkali didasarkan pada
konsiderasi selain dari pengetahuan ilmiah, dan bahkan tanpa data kausal valid
sekalipun, kesimpulan kausal sangat fundamental dalam pembuatan-keputusan.
Lebih jauh lagi, penilaian kausalitas-akhirnya oleh kewenangan pemerintah dan
publik yang lebih besar-merupakan basis kritis untuk resolusi dari isu-isu
kontroversial, misalnya, pembatasan produk-produk seperti tembakau, saccharin,
kopi, kontrasepsi oral, senjata genggam; kontrol polusi dan seterusnya.

B. Saran
Untuk memperdalam lagi ilmu tentang kausalitas, sebaiknya digunakan
dalam dunia epidemologi.
ubungan Semu

Yang dimaksud dengan hubungan semu ialah adanya hubungan antara dua atau lebih
variabel yang bersifat semu (tidak benar) atau palsu yang timbul karena factor kebetulan atau
karena adanya bias pada metode penelitian/cara penilaian yang dilakukan.
Hubungan semu dapat timbul karena faktor kebetulan yang mengikuti hukum probability
(hukum peluang), sehingga tampaknya seperti ada hubungan yang erat serta memenuhi
kaidah/perhitungan statistik. Keadaan semacam ini sering dijumpai pada penelitian dengan
random sampel, dan bila hal ini timbul, maka haruslah dilakukan berbagai pengamatan yang
terpisah, atau pengamatan berulang kali. Di samping itu harus pula menggunakan uji statistik
yang sesuai {relevan), terutama dalam menilai suatu hasil pengamatan/penelitian.

Hubungan semu juga dapat timbul pada kesalahan karena bias yakni berbagai kesalahan
yang mungkin timbul pada penyusunan kerangka penelitian (desain penelitian), pada
perhitungan, serta pada penilaian terhadap faktor yang berpengaruh dan faktor risiko yang
mendorong proses terjadinya penyakit.

Bias dapat terjadi umpamanya pada pemilihan kelompok yang akan diteliti, yang mungkin
tidak mewakili populasi yang ingin diketahui. Umpamanya jika memilih penderita rumah sakit
umum yang mewakili seluruh penderita dalam wilayah tertentu, maka hal ini dapat
menimbulkan bias karena adanya perbedaan latar belakang dari penderita yang datang ke
rumah sakit umum pemerintah dengan mereka yang berkunjung ke rumah sakit swasta.

Bias dapat pula terjadi pada pengamatan di mana cukup banyak anggota sampel yang drop
out atau menolak berpartisipasi, sehingga kelompok yang tersisa dalam sampel mungkin
berbeda sifat-sifatnya (karakternya) dengan mereka yang tidak ikut/drop out tersebut.

Bias dapat pula terjadi pada pengumpulan data, umpamanya karena kesalahan wawancara,
baik karena kesalahan wawancara yang banyak memaksa/mempengaruhi responden, atau
karena daftar pertanyaan yang kurang jelas. Di lain pihak, biasanya responden yang
menderita akan lebih banyak berperan aktif dalam memberikan keterangan dibandignkan
dengan responden yang tidak menderita/umpamanya pada kelompok control. Bias lainnya
yang juga sering mengacaukan dalam mengambil kesimpulan adalah variabel pengganggu
(confounding variables) yang sering menimbulkan kesalahan dalam membuat keputusan hasil
pengamatan.

Hubungan Asosiasi Bukan Kausal

Hubungan asosiasi bukan kausal adalah hubungan asosiasi yang bersifat bukan hubungan
sebab akibat, di mana variabel ketiga tampaknya mempunyai hubungan dengan salah satu
variabel yang terlibat dalam hubungan kausal, tetapi unsur ketiga ini bukan sebagai faktor
penyebab. Dalam hubungan asosiasi bukan kausal, kita dapat menjumpai berbagai bentuk
hubungan yang dipengaruhi oleh perjalanan waktu dan akibat yang timbul. Umpamanya
hubungan berat badan ibu (A), intake kalori (B) dan berat badan lahir (C). Ketiga variabel ini
dapat digambarkan sebagai berikut:

(A) --------> (B) ----------------> (C)

Pada gambar di atas, (B) sebagai variabel independen dan (C) sebagai variabel dependen di
mana (B) dianggap mempunyai hubungan sebab akibat dengan (C). Adapun (A) sering
ditempatkan sebagai variabel penyebab terhadap (B) bahkan terhadap (C). Namun demikian
bila keadaan ibu dengan gizi cukup dan berat badan normal, maka intake kalori tidak
mempunyai hubungan dengan berat badan lahir. Sebaliknya, pada ibu dengan gizi kurang,
maka intake kalori akan mempengaruhi berat badan lahir, yarg sebenarnya adalah karena
berat badan ibu yang rendah.

Bentuk hubungan lain yang dapat kita lihat adalah antara perokok A), peminum kopi (B), dan
carsinoma paru (C). Hubungan ketiga variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

(A) <------ > (B) -------------> (C)

Pada gambat di atas, variabel (A) dan (B) mempunyai hubungan erat sehingga hampir selalu
dijumpai secara bersama-sama, dan keduanya dapat dianggap sebagai variabel independen.
Sedangkan (A) dijumpai mempunyai hubungan kausal terhadap terjadinya (C). Apabila ketiga
variabel tersebut dianalisis, maka akan tampak bahwa selain (A) mempunyai hubungan yang
erat dengan (B) dan (C) maka dijumpai pula bahwa secara statistik , maka (B) juga
mempunyai hubungan yang erat dengan (C). Tidaklah mengherankan apabila seorang peneliti
pernah melakukan kesalahan yang cukup fatal dengan menyimpulkan bahwa kopi merupakan
faktor penyebab terjadinya karsinoma paru.

Dalam hal hubungan asosiasi bukan kausal, sering sekali kita menjumpai adanya hubungan
antara umur dengan penyakit tertentu, walaupun sebenarnya dalam hal ini umur sama sekali
tidak memegang peranan dalam proses kejadian penyakit. Demikian pula halnya dengan
berbagai variabel yang sangat erat hubungannya dengan faktor orang seperti jenis kelamin,
ras, agama dan lain sebagainya. Dengan demikian maka kesalahan mengambil kesimpulan
yang erat hubungannya dengan asosiasi bukan kausal sering terjadi pada analisis sifat
karakteristik pejamu, di mana variabel tersebut sebenarnya hanya erat hubungannya dengan
variabel iainnya yang berfungsi sebagai penyebab. Keadaan ini dapat menimbulkan
kesalahan dalam mengambil kesimpulan di mana sifat karakteristik pejamu dianggap sebagai
faktor penyebab.

Hubungan Asosiasi Kausal

Hubungan asosiasi kausal adalah hubungan antara dua atau lebih variabel di mana salah
satu atau lebih di antara variabel tersebut merupakan variable penyebab kausal (primer dan
sekunder) terhadap terjadinya variabel lainnya sebagai hasil akhir dari suatu proses terjadinya
penyakit.

Dalam menilai hubungan kausal tersebut di atas. maka kita harus memperhatikan tiga faktor
penting yang harus dijumpai pada hubungan asosiasi kausal, yakni:
1. faktor keterpaparan memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit;
2. setiap perubahan pada variabel yang merupakan unsur penyebab akan diikuti oleh
perubahan pada variabel lainnya, sebagai akibat/hasil akhir proses; dan
3. hubungan antara timbulnya penyakit (hasil akhir) serta proses keterpaparan tidak
tergantung atau tidak harus dipengaruhi oleh faktor lainnya di luar variabel hubungan
tersebut.
Dalam menilai hasil suatu pengamatan terutama dalam analisis epidemiologi untuk
menentukan hubungan sebab akibat serta faktor penyebab terjadinya penyakit, maka kita
harus berhati-hati dan jangan hanya terikat pada hasil perhitungan statistik semata.

Untuk menilai hubungan asosiasi dari suatu hasil pengamatan, perlu diperhatikan berbagai
hal tersebut di bawah ini,
 Perlu dianalisis secara cermat apakah hubungan asosiasi tersebut masuk akal atau
tidak. Umpamanya pada suatu penelitian dijumpai bahwa secara statistik ada
hubungan yang erat antara panjang rambut dengan kanker payudara.
 Harus pula dianalisis apakah hubungan semua asosiasi yang dijumpai pada
pengamatan cukup kuat, sehingga memiliki kemaknaan secara biologis. Dalam hal
ini, nilai uji statistik tidak dapat digunakan sebagai pegangan tunggal. Seperti contoh
di atas harus dipikirkan apakah panjang rambut mempunyai nilai biologis dalam
hubungannya dengan kanker payudara.
 Perlu diperhatikan pula, bahwa secara mutlak. hubungan asosiasi yang diamati harus
didukung oleh uji statistik yang sesuai.
 Harus diperhatikan secara seksama apakah hubungan asosiasi, dari suatu
pengamatan epidemiologis tidak dipengaruhi oleh faktor kesalahan atau bias,
ataukah timbul karena adanya hubungan asosiasi semu.
 Harus dianalisis secara luas, apakah hubungan asosiasi dari hasil pengamatan
epidemiologis tidak dipengaruhi oleh faktor lain di mana faktor tersebut ikut
mempengaruhi nilai risk yang mendorong timbulnya hubungan asosiasi tersebut.
Suatu contoh hubungan asosiasi yang dipengaruhi oleh faktor tertentu adalah
frekuensi penyakit pada case finding aktif dengan musim. Pencarian penderita
tuberkulosis pada masyarakat dilakukan dengan menggunakan anggaran proyek
yang cukup besar. Dana tersebut .dimulai setiap bulan Juni dan mencapai puncaknya
pada bulan Agustus setiap tahunnya. Pada bulan Januari sampai dengan Mei hampir
tidak tersedia anggaran. Akibathya, frekuensi tuberkulosis tampaknya memuncak
pada bulan Juni sampai dengan Oktober yang kebetulan pula merupakan musim
kemarau, serta merupakan musim panen pula. Bagi pengamat yang kurang teliti,
dapat mengambil kesimpulan bahwa ada hubungan antara tingginya frekuensi
tuberkulosis dengan musim kemarau, atau dengan musim panen.
Dalam menentukan hubungan asosiasi kausal, terutama dalam menilai hubungan sebab
akibat serta unsur penyebab timbulnya penyakit tertentu, harus diperhatikan pula berbagai
ketentuan yang dapat menjadi dasar pemikiran antara lain: konsisten pengamatan,
hubungannya dengan pengetahuan teori yang sudah ada dan diakui, ketentuan disiplin ilmu
yang berlaku, pengalaman yang ada, baik pengalaman sendiri maupun pengalaman orang
lain. Beberapa kriteria di bawah ini perlu dipertimbangkan setiap akan menentukan hubungan
asosiasi kausal serta unsur penyebab penyakit.
 Kuatnya hubungan asosiasi, yakni makin besar perbedaan antara dua kelompok
kategori yang diamati di mana satu kelompok terpapar (kelompok risk) dan kelompok
lainnya yang tidak terpapar (kelompok kontrol), makin kuat pula kemungkinannya
bahwa hubungan asosiasi yang dijumpai merupakan hubungan kausal. Dalam hal ini,
harus dihindari berbagai factor yang dapat menimbulkan bias.
 Adanya hubungan asosiasi berdasarkan derajat keterpaparan atau dosis faktor
penyebab, di mana hubungan asosiasi akan tampak mengalami perubahan pada
setiap perubahan dosis unsur penyebab (perubahan pada derajat keterpaparan serta
nilai risk), baik perubahan yang bersifat positif dan negatif. maupun perubahan
interaksi.
 Adanya konsistensi berbagai hasil penelitian, di mana sejumlah penelitian dengan
kerangka konsepsional yang sama tetapi pada populasi yang berbeda, atau oleh
peneliti dan dalam cara yang berbeda, di mana hasil penelitian-penelitian tersebut
tidak berbeda dalam menemukan hubungan sebab akibat, maka hubungan asosiasi
yang dijumpai mengarah pada hubungan asosiasi kausal.
 Untuk menentukan suatu bentuk hubungan asosiasi dari suatu pengamatan harus
pula dianalisis apakah hasil yang diperoleh pada pengamatan tersebut bersifat
sementara saja, terutama bila diamati secara saksama pada periode antara
keterpaparan dengan waktu timbulnya penyakit.
 Hasil analisis tentang hubungan asosiasi, harus dibandingkan dengan teori yang
sudah diakui, atau sudah diketahui secara jelas, demikian pula dengan berbagai teori
yang relevan dan masih sedang dalam pengembangannya.
 Khusus untuk beberapa jenis proses kejadian penyakit tertentu, hubungan asosiasi
yang didapatkan pada berbagai pengamatan dapat pula dibandingkan dengan
berbagai hasil percobaan dalam laboratorium temtama percobaan pada binatang.
Mengingat bahwa epidemiologi merupakan salah satu disiplin ilmu yang banyak
berkecimpung dalam bidang hubungan sebab akibat serta berusaha mcncari/menemukan
faktor penyebab penyakit, maka dalam setiap langkahnya harus bersifat hati-hati. Setiap
kesalahan dalam mengambil kesimpulan akan dapat menimbulkan berbagai masalah dalam
menentukan kebijakan serta dalam menyusun perencanaan pada berbagai bidang, terutama
dalam bidang kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai