Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Epidemiologi sebagai suatu ilmu mengalami perkembangan dari waktu


kewaktu. Perkembangan itu dilatar belakangi oleh perubahan dari berbagai
aspek terhadap lingkungan hidup yang kemudian berimplikasi kepada
perubahan masalah kesehatan masyarakat antara lain perubahan pola
penyakit. Pada awalnya epidemiologi lebih banyak menbahas masalah
infeksi dan wabah penyakit namun dewasa ini telah terjadi perubahan pola
penyakit kearah penyakit tidak menular dan epidemiologi tidak hanya
diperhadapkan dengan masalah penyakit semata, tetapi juga hal-hal lain baik
yang berkaitan langsung ataupun tidak langsung dengan penyakit serta
masalah non kesehatan. Disamping itu dampak dari perkembangan ilmu
pengetahuan dibidang kedokteran berkembang begitu pesat disamping
perkembangan ilmu-ilmu lainnya seperti biostatistik, administrasi, dan ilmu
perilaku (behavior science) berdampak pada perkembangan epidemiologi
penyakit menular. Proses perubahan dan perkembangan diatas secara
langsung mempengaruhi pola pikir para ahli kesehatan masyarakat dari masa
kemasa yang kemudian melahirkan teori terjadinya penyakit menular yang
di landasi oleh kondisi zaman dimana mereka berada pada saat itu.

Sangat banyak teori yang muncul tentang pola kejadian penyakit


diantaranya adalah Teori Hills yang dibuat oleh seorang seorang
epidemiologi dan Ahli Statistik, lahir di London pada tanggal 8 juli 1897.
Beliau adalah kehormatan London School of Hygiene and Tropical medicine.
Tokohyang pertama kali membuktikan pengaruh rokok terhadap kanker paru
ini menjadi dekan pada institusi tersebut pada tahun 1955 sampai 1957.
Selama hidupnya, Hill banyak Memberikan sumbangsih bagi perkembangan
epidemiologi serta Statistik. Menurut Richard Doll, kolega dari Hill, peran
utama Hill adalah karay-karyanya sangat berpengaruh terhadap
perkembangannya penelitian kedokteran. Ada tiga sumbangsih utama yang
diberikan oleh Hill. Pertama, serial tulisannya mengenai statistik kedokteran
pada majalah Lancet pada tahun 1937 yang kemudian dikumpulkan menjadi

1
sebuah buku berjudul Principles of medical Statistics.Kedua, Hill
memberikan konstribusi dalam mengembangkan metode epidemiologi untuk
meneliti penyebab dari penyakit non-infeksi dengan mengeluarkan panduan
bagaimana penilai association merupakan causation. Ketiga, Hill
memberikan konstribusi dalam metode alokasi random pada uji klinis. Oleh
sebab kami merasa bahwa penting untuk lebih mengetahui tentang teori hill.

1.2 Rumusan Masalah

2.1 Bagaimana Konsep Teori Hill ?

2.2 Bagaima sudut pandang menjadi Kriteria dalam Teori Hill ?

2.3 Bagaimana Interpretasi terhadap Kriteria Hill ?

2.4 Apa Kelemahan Kriteria Hill ?

2.5 Bagaimana melakukan Interpretasi terhadap Kriteria Hill ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi Kesehatan


Lingkungan
2. Untuk mengetahui bagaimana Konsep Teori Hills

1.4 Manfaat Penulisan

1. Diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu pemenuhan tugas mata


kuliah Epidemiologi Kesehatan Lingkungan
2. Diharapkan dapat dijadikan bahan bacaan berkualitas tentang Konsep
Teori Hills

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Teori Hill

2.1.1 Sir Bradford Hill

Sir Bradford Hill adalah seorang epidemiologi dan Ahli Statistik, lahir di
London pada tanggal 8 juli 1897. Beliau adalah kehormatan London School
of Hygiene and Tropical medicine. Tokoh yang pertama kali membuktikan
pengaruh rokok terhadap kanker paru ini menjadi dekan pada institusi
tersebut pada tahun 1955 sampai 1957. Selama hidupnya, Hill banyak
Memberikan sumbangsih bagi perkembangan epidemiologi serta Statistik.
Menurut Richard Doll, kolega dari Hill, peran utama Hill adalah karay-
karyanya sangat berpengaruh terhadap perkembangannya penelitian
kedokteran. Ada tiga sumbangsih utama yang diberikan oleh Hill. Pertama,
serial tulisannya mengenai statistik kedokteran pada majalah Lancet pada
tahun 1937 yang kemudian dikumpulkan menjadi sebuah buku berjudul
Principles of medical Statistics. Kedua, Hill memberikan Konstribusi dalam
mengembangkan metode Epidemiologi untuk meneliti penyebab dari
penyakit non-infeksi dengan mengeluarkan panduan bagaimana penilai
association merupakan causation. Ketiga, Hill memberikan Konstribusi
dalam metode alokasi random pada uji klinis. Hill meninggal pada 18 April
1991.

2.1.2 Sembilan sudut pandang Sir Bradford Hill

Dalam artikelnya berjudul ‘The Environment and Disease:Association or


Causation ?’’ ( 1965) Sir Bradford Hill menyampaikan sembilan sudut
pandang ( view points ) yang akan membantu kita untuk menilai apakah suatu
association ( hubungan ) adalah Causation ( sebab-akibat). Artikel ini
dipresentasikan pertama kali pada Pertemuan Royal Society of Medicine,
tahun 1965. Sembilan sudut Pandnag Tersebut adalah (1) kekuatan hubungan
( degree of association), (2) konsisten ( consistancy ), (3) spesifik (
specific),(4) temporalitas (temporality),(5) gradien (biological plausibility),

3
(7) koheren (coherency), (8) ekperimen (experiment), dan (9) analogi
(analogy).

 Hubungan Temporal (Temporal Relationship)


Paparan selalu mendahului hasilnya. Jika faktor "A"
adalah diyakini menyebabkan penyakit, maka jelas bahwa faktor
"A" tentu harus selalu mendahului terjadinya penyakit. Kriteria ini
meniadakan validitas dari semua penjelasan fungsional yang
digunakan dalam ilmu sosial.
 Kekhususan (Specifity)
Ketika ditemukan kekhususan antara dua faktor yang
berhubungan, maka akan menyediakan dukungan tambahan untuk
hubungan sebab akibat. Namun, tidak adanya kekhususan sama
sekali tidak meniadakan hubungan kausal. Karena hasil (apakah
itu penyebaran penyakit, kejadian perilaku sosial tertentu manusia
atau perubahan suhu global) yang cenderung memiliki beberapa
faktor yang mempengaruhi mereka, sangat mungkin bahwa kita
akan menemukan satu per satu penyebab pengaruh hubungan
antara dua fenomena. Hubungan sebab akibat itu sangat banyak.
Oleh karena itu, perlu untuk menguji hubungan sebab akibat
tertentu dalam cara pandang sistematik yang lebih besar.
 Hubungan Dosis-Respon (Dose-Respon Relationship)
Peningkatan jumlah paparan meningkatkan risiko. Jika
hubungan dosis-respon muncul, maka akan menjadi bukti kuat
untuk menjadi hubungan sebab akibat. Contoh: hubungan antara
pertumbuhan penduduk dan intensifikasi pertanian. Jika
pertumbuhan penduduk merupakan penyebab intensifikasi
pertanian, maka peningkatan jumlah penduduk dalam suatu
daerah tertentu harus menghasilkan peningkatan yang sepadan
dalam jumlah energi dan sumber daya yang diinvestasikan dalam
produksi pertanian. Sebaliknya, bila penurunan populasi terjadi,
kita harus melihat pengurangan sepadan dalam investasi energi
dan sumber daya per hektar.
 Ketetapan (Consistency)

4
Asosiasi (hubungan) ini menjadi konsisten (tetap) ketika
hasilnya direplikasi dalam studi di setting yang berbeda dan
menggunakan metode yang berbeda. Artinya, jika sebuah
hubungan menjadi sebab akibat, maka kita akan mengharapkan
untuk menemukannya secara konsisten (tetap) dalam studi yang
berbeda dan dalam populasi yang berbeda. Inilah sebabnya
mengapa percobaan harus banyak dilakukan terlebih dahulu,
sebelum laporan yang berarti dibuat tentang hubungan sebab
akibat antara dua faktor. Sebagai contoh, diperlukan ribuan
penelitian yang sangat teknis dari hubungan antara merokok dan
kanker sebelum kesimpulan yang pasti bisa dibuat bahwa
merokok meningkatkan risiko (tetapi tidak menyebabkan) kanker.
 Kekuatan (Strenght)
Hal ini didefinisikan oleh ukuran dasar yang diukur
dengan tes statistik yang sesuai. Semakin kuat asosiasi, semakin
besar kemungkinan bahwa hubungan dari "A" ke "B" adalah
kausal. Sebagai contoh, semakin tinggi hubungan hipertensi
dengan diet sodium, semakin kuat hubungan antara sodium dan
hipertensi.
 Masuk Akal (Plausability)
Hubungan antara dua faktor harus dapat dipahami, saling
berhubungan dan dibutuhkan dasar-dasar teoritikal dari masing-
masing faktor tersebut. Sebagai contoh adanya perluasan wilayah
di suatu populasi dan insiden adanya perang suku akan cocok
dengan teori ekologi konflik yang berhubungan dengan pengusaan
wilayah dan sumber daya alam.
 Pertimbangan Untuk Mencari Penjelasan Alternatif
(Consideration of Alternates Explanation)
Selalu perlu untuk mempertimbangkan beberapa hipotesis
sebelum membuat kesimpulan tentang hubungan sebab akibat
antara dua item dalam penyelidikan.
 Eksperimen (Experiment)

5
Kondisi ini dapat diubah (dicegah atau diperbaiki) oleh
eksperimental yang sesuai dengan faktor-faktor yang
berhubungan.
 Kesesuaian (Coherence)
Hubungan ini harus sesuai dengan teori dan pengetahuan
yang ada. Dengan kata lain, perlu untuk mengevaluasi pernyataan-
pernyataan hubungan sebab akibat yang secara langsung dalam
suatu bidang tertentu dan dalam bidang terkait.

Sudut Pandang Keterangan


Kekuatan hubungan hubungan yang kuat
lebih menunjukkan
adanya sebab-akibat
dibandingkan dengan
hubungan yang lemah.
Gradien biologis Semakin besar
intensitas penyebab
semakin besar
intensitas akibat atau
sebaliknya.
Konsisten Beberapa penelitian
yang dilakukan di
waktu dan tempat
memberikan hasil
yang saling
menguatkan.
Spesifik Penyebab hanya
mengkaibatkan

6
Temporalitas Penyebab mendahului
akibat
Eksperimen Sebab-akibat
dibuktikan dengan
eksperimen
Penjelasan biologis Sesuai dengan
pengetahuan yang
telah ada
Koheren Tidak bertentangan
dengan pengetahuan
yang telah ada
Analogi Terdapat kasus yang
dapat dianalogikan
dengan kasus yang
sedang dihadapi

7
Kekuatan hubungan di ukur dengan beberapa cara, yaitu konsep
perbandingan, konsep selisih dan konsep korelasi. Ukuran kekuatan yang
menggunakan konsep perbandingan adalah resiko relatif ( RR ),odds rasio (
OR), dan Hazard rasio ( HR). Sementara itu, ukuran kekuatan hubungan yang
menggunakan konsep selisih adalah Selisih proporsi, seleisih rerata dan
selisih Rate. Akhirnya, ukuran kekuatan yang menggunakan konsep korelasi
adalah koefisien korelasi.

2.1.3 Konsep kekuatan hubungan dan ukuran kekuatan hubungan

Konsep Ukuran
ukuran kekuatan
kekuatan hubungan
hubungan
Konsep Risiko relatif
prbandingan Odds rasio
Hazard rasio
Konsep Selisih proporsi
selisih Selisih rerata
Selisih rate
Konsep Koefisien
korelasi korelasi

Semakin besar risiko relatif, semakin mendorong kitta untuk


menyimpulkan adanya sebab-akibat. Demikian juga, semakin besar OR,
semakin besar HR, semakin besar selisih, dan semakin besar koefisien
korelasi, semakin mendorong kita untuk menyimpulkan adanya sebab-akibat.

8
Gradien biologis dapat dilihat bila jumlah kategori dari variabel penyebab
paling tidak tiga kategori. Pada hubungan antara perilaku merokok dengan
kanker paru, kita bisa menilai ada tidaknya gradien biologis bila prilaku
merokok paling tidak diklasifikasikan menjadi tiga. Misalnya, kita
klasifikasikan perilaku merokok menjadi empat, yaitu tidak merokok,
perokok ringan, perokok sedang, dan perokok berat. Gradien biologis
terbukti apabila risiko kanker paru pada perokok berat lebih tinggi dari pada
perokok sedang; risiko kanker paru pada perokok sedang lebih tinggi dari
pada perokok ringan; risiko kanker paru pada perokok ringan lebih tinggi dari
pada bukan perokok. Jadi, apabila kita ingin membuktikan adanya gradien
biologis, kita harus mengklasifikasikan kategori variabel bebas ( penyebab)
ke dalam tiga kategori.

Perilaku Kanke Tidak


meroko r paru kanker
k Paru
Perokok a% (100%
berat -a%)
Perokok b% (100%
sedang -a%)
Perokok c% (100%
ringan -a%)
Bukan d% (100%
perokok -a%)
Gradien biologis terpenuhi bila a%>b%>c%>d%.

Konsisten tidaknya Hasil penilitian dapat di test dengan melakukan


penelitian lain yang meneliti hal yang sama namun dilakukan pada waktu,
tempat, dan populasi berbeda. Apabila hasil yang diperoleh pada berbagai
penelitian tersebut saling mendukung, kita mempunyai alasan untuk
menyimpulkan adanya sebab akibat sudut pandang konsisten menjadi alasan
mengapa penelitian yang mengulang penelitian sebelumnya mempunyai
kedudukan yang penting dalam epidemiologi. Tanpa pengulangan penelitian,
kita tidak mungkin dapat membuktikan adanya konsistensi.

9
Spesifik diartikan sebagai suatu penyebab mengakibatkan akibat tertetu
dan suatu akibat diakibatkan oleh penyebab tertentu. Maksudnya, jika
variabel A mengakibatkan Variabel Y dan variabel Y hanya diakibatkan oleh
A maka sudut pandang spesifik terpenuhi. Perhatikan gambar.A hanya
mengakibatkan Y. A tidak mengakibatkan X maupun Z. Variabel Y hanya
diakibatkan oleh A . variabel Y tidak diakibatkan oleh C, B, maupun D.
Karena sebagian besar penyebab tidak hanya mengakibatkan satu akibat dan
satu akibat mempunyai banyak penyebab sudut pandang Spesifik adalah
sudut pandang yang paling sulit terpenuhi.

Temporalitas diartikan sebagai penyebab mendahului akibat. Jika A


adalah penyebab danY adalah akibat maka harus dibuktikan bahwa A terjadi
lebih dahulu sebelum terjadinya Y. Desain yang paling kuat dalam
membuktikan adanya temporalitas adalah Eksperimen. Desain lainnya yang
dapat membuktikan temporalitas adalah kohort dan kasus kontrol.

Ekperimen adalah desain penelitian yang paling tidak mempunyai tiga


ciri, yaitu terda[at intervensi, kelompok pembanding, dan alokasi random.
Desain ini adalah desain yang dianggap paling kuat untuk membuktikan
adanya sebab-akibat. Namun demikian, tidak semua masalah sebab akibat
dapat dibuktikan dengan eksperimen. Umumnya, hambatannya adalah
masalah etika. Selain itu, ekperimen hanya bisa membuktikan satu variabel
Bebas. Ekperimen tidak dapat digunakan untuk meneliti multikausal.

Tiga sudut pandang terakhir adalah koheren, analogi, dan biological


plausible. Analogi adalah yang terjadi pada peristiwa sebab-akibat yang
karena adanya kemiripan dengan sebab-akibat lainnya dapat menjadi
landasan pemikiran bagi masalah sebab-akibat lainnya. Koheren adalah hasil
penelitian tidak bertentangan dengan pengetahuan yang telah ada.
Pengetahuan yang telah ada mungkin bersumber dari kepustakaan atau
bersumber dari pengalaman empiris sehari-hari. Sementara itu, biological
plausibleadalah hubungan sebab-akibat sesuai dengan pengetahuan yang
telah ada. Mekanisme yang mampu menjelaskan adanya sebab-akibat secara
masuk akal antara biological plausible dan koheren tampak terjadi tumpang
tindih definsi. Beberapa epidemiolgi lalu membedakan dua-duanya dengan

10

Koheran Analogi
mendefinsikan koheren sebagai sesuai dengan pengalaman empiris
sementara biological plausiblesebagai penjelasan mekanisme ( patofisiologi
).

Koheren Analogi Biological


Plausible

A B

Gambar 5.3.Koheren,Analogi, dan biological plausible menjelaskan


mekanisme bagaimana pengaruh A terhadap B

Kita akan mencoba mengaplikasikan sudut pandang Hill pada kasus


klasik,yaitu pada hubungan antara merokok dengan kanker paru. Perhatikan
tabel berikut.

Sudut Hubungan merokok


pandang dengan kanker paru
Kekuatan Kemungkinan
hubungan terjadinya kanker paru
pada perokok lebih
besar dibandingkan
pada bukan perokok.
Gradien Semakin berat perilaku
Biologis merokok semakin besar
kemungkinan
terjadinya kanker paru.
konsisten Beberapa penelitian
dengan metode
berbeda, waktu dan
tempat berbeda,serta
populasi yang berbeda
menunjukkan bahwa

11
kemungkinan
terjadinya kanker paru
pada perokok lebih
besar dibandingkan
pada bukan perokok .
Spesifik Kanker paru tidak
spesifik diakibatkan
merokok.merokok juga
tidak hanya
mengakibatkan kanker
paru.
Temporalitas Perilaku merokok
terjadi mendahului
terjadinya kanker paru.
Eksperimen Pengaruh merokok
terhadap kanker di
buktikan melalui
ekperimen pada hewan.
Karena masalah etika,
pengaruh rokok
terhadap kanker pada
manusia tidak dapat
dibuktikan dengan
ekperimen.
Koheren Perilaku merokok
mengakibatkan kanker
paru tidak bertentangan
dengan pengamatan
sehari-hari bahwa pada
pasien kanker paru
sebagian besar adalah
perokok.

12
Analogi Penelitian eksperimen
yang menunjukkan
bahwa kandungan
rokok mampu
menginduksi proses
karsinogenesis pada
hewan. Fakta ini dapat
dianalogikan pada
manusia.
Penjelasan Telah diketahui
Biologis bagaimana mekanisme
kandungan rokok
mengakibatkan kanker
paru.

2.2 Sudut Pandang Menjadi Kriteria

Walaupun Hill tidak pernah menyebut kesembilan aspek sebagai kriteria,


kesembilan sudut pandang dari Hiil Kemudian lebih dikenal dengan nama
Kriteria Kausalitas Hill atau kriteria Hill. Lambat laut, kriteria Hill banyak
digunakan untuk mengkaji apakah suatu hubungan merupakan sebab-akibat.
Elwood, dalam bukunya critical appraisal of epidemiological studies and
clinical trials, menggunakan kriteria Hill untuk mengkritisi aspek validitas
kausal dari suatu penelitian. Kita dapat menemukan berbagai artikel
penelitian yang pada bagian diskusinya menggunakan kriteria Hill untuk
mendiskusikan sebab-akibat pada substansi yang sedang ditelitinya.

2.3 Interpentasi terhadap Kriteria Hill

Secara teori, apabila kita menggunakan kriteria hill, ada beberapa


kemungkinan yang mungkin terjadi. Pertama, semua kriteria tidak terpenuhi.
Kedua, semua kriteria terpenuhi. Ketiga, kriteria terpenuhi lebih banyak
daripada kritetia yang tidak terpenuhi. Keempat, kriteia yang terpenuhi lebih
sedikit daripada kriteria yang tidak terpenuhi.

13
Miklossy meneliti hubungan antara penyakitAlzheimer dengan infeksi
neurospirochetosis. Pada bagian diskusi, peneliti menggunakan kriteria hill
untuk mengkaji apaakah hubungan sebab akibat. Peneliti membahas satu
persatu kriteria hill dan menemukan bahwa semua kriteria terpenuhi. Karena
semua kriteria terpenuhi, peneliti lalu menyimpulkan bahwa ada hubungan
sebab akibat antara infeksi neurospirochetosis dengan penyakit Alzheimer.
Kasus iniadalah contoh dimana semua kriteria hill terpenuhi.

Fenton dkk. Meneliti hubungan antara asupan asam dengan penyakit


tulang. Pada bagian diskusi, peneliti menggunakan kriteria hill untuk
mengkaji apakah hubungan merupakan sebab akibat. Peneliti membahas satu
persatu kriteria hill dan menemukan bahwa hanya kriteria temporalitas yang
terpenuhi. Delapan kriteria lainnya tidak terpenuhi. Peneliti lalu
menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan sebab akibat antara asupan asam
dengan penyakit tulang. Kasus ini adalah contoh dimana semua kriteria hill
selain kriteria temporalitas tidak terpenuhi.

Reekum mencoba mengkaji penerapan kriteria hill dalam bidang


neuropsikiatri. Salah satu contoh kasus sebab akibat yang dibicarakan adalah
pengaruh stoke terhadap depresi. Menurut kajian tersebut, beberapa kriteria
dari kriteria terpenuhi, yaitu konsistensi, temporalitas, kekuatan hubungan,
gradien biologis, koherensi, analaogi, dan biological plausibel. Sementara,
dua kriteria yang tidak terpenuhi adalah spersifik dan eksperimen. Bagi
Reekum, stoke menyebabkan depresi karena dari sembilan kriteria hill,
kriteria yang penting telah terpenuhi, yaitu temporalitas, biological plausibel,
dan konsisten. Kasus ini adalah contoh dimana sebagian kriteria hill
terpenuhi dan sebagian yang lain tidak terpenuhi.

Karena pada sebagian besar kasus, tidak semua kriteria hill dapat
terpenuhi, muncullah problem bagaiamana interpretasi terhadapnya. Apakah
sebab akibat terbukti apabila kriteria yang terpenuhi lebih banyak daripada
yang tidak terpenuhi? Adakah kriteria yang lebih penting daripada kriteria
lainnya? Adakah komponen kriteria hill yang apabila komponen tersebut
terpenuhi mampu membuktikan adanya sebab akibat? Bila ada, komponen
ini kita sebut komponen yang sufficient (cukup). Adakah komponen dari

14
kriteria hill yang apabila komponen tersebut tidak terpenuhi maka sebab
akibat tidak terbukti? Bila ada, komponen ini kita sebut yang necessary
(niscaya).

Tabel 5.5 Masalah interpretasi terhadap penggunaan Kriteria Hill

Kemungkinan Hasil penerapan kriteria hill Interprestasi?


1. Semua kriteria tidak terpenuhi
2. Semua kriteria terpenuhi
3. Kriteria yang terpenuhi lebih banyak
daripada kriteria yang tidak terpenuhi
4. Kriteria yang tidak terpenuhi lebih banyak
daripada kriteria yang terpenuhi
5. Paling tidak kriteria yang dianggap penting
terpenuhi

Semua epidemiologi sependapat bahwa tidak ada satu pun dari kriteria
hill yang sufficient (cukup) untuk membuktikan adanya sebab-akibat.
Dengan kata lain, sebab-akibat belum terbukti jika syarat saja yang terpenuhi.
Artinya, sebab-akibat belum terbukti jika syarat temporality saja yang
terpenuhi. Sebab-akibat belum terbukti jika syarat kekuatan hubungan saja
yang terpenuhi. Sebab-akibat belum terbukti jika syarat n saja yang
terpenuhi. Sebab akibat belum terbukti jika syarat konsisten saja yang
terpenuhi. Sebab-akibat belum terbukti jika syarat spesifik saja yang
terpenuhi.sebab-akibat belum terbukti jika syarat eksperimen saja yang
terpenuhi. Jika syarat analogi terpenuhi maka sebab-akibat belum terbukti.
Jika syarat biological plausible terpenuhi maka sebab-akibat belum terbukti.

Adakah kriteria hill yang necessary (niscaya)? Mengenai hal ini ada
beberapa pendapat. Ketika mengkaji kriteria hill dalam bidang
neuropsikiatri, Reekum dkk. Misalnya, menarik kesimpulan bahwa kriteria
temporalitas, konsistensi, dan biologic plausible adalah niscaya untuk
membuktikan adanya sebab-akibat. Bagi mereka, apabila salah satu dari tiga
kriteria tersebut tidak terpenuhi, sudah tentu tidak ada sebab akibat. Thygesen
dkk. Mempunyai pendapat yang berbeda. Menurut merka, kriteria hill yang

15
niscaya hanyalah kriteria temporalitas. Bila kriteria ini tidak terpenuhi, sudah
tentu tidak ada sebab-akibat.

Tabel 5.6 kriteria hill ditinjau dari sudut pandang cukup dari niscaya

Kriteria Apakah memenuhi Apakah memenuhi Apakah memenuhi


kriteria cukup? kriteria niscaya? kriteria niscaya?
(Reekum dkk) (Thygesen dkk)
Kekuatan hubungan Tidak Tidak Tidak
Gradient biologis Tidak Tidak Tidak
Konsisten Tidak Ya Tidak
Spesifik Tidak Tidak Tidak
Temporalitas Tidak Ya Ya
Eksperimen Tidak Tidak Tidak
Penjelasan biologis Tidak Ya Tidak
Koheren Tidak Tidak Tidak
analogi Tidak Tidak Tidak

2.4 Kelemahan Kriteria Hill

Interprestasi terhadap Kriteria Hill ternyata tidak mudah karena tidak ada di
antara kriteria Hill yang cukup ( sufficient ) untuk membuktikan adanya
sebab-akibat. Di antara Kriteria Hill, hanya temporalitas yang sebagian besar
epidemiologi sependapat sebagai kriteria yang niscaya ( necessary ). Selain
itu, setiap kriteria dari Kriteria Hill mempunyai kelemahan dari segi
kejelasan definisi serta ada beberapa kriteria yang tumpang tindih. Kriteria
yang tumpang tindih adalah kriteria biological plausible dan koheren.

- Kekuatan Hubungan

Kelemahan kriteria ini adalah hubungan yang lemah belum tentu


menunjukkan bukan sebab-akibat dan adanya hubungan yang kuat belum
tentu menunjukkan sebab akibat. Contoh hubungan yang lemah, tetapi
menunjukkan sebab-akibat adalah pada hubungan antara merokok dengan
prevalensi penyakit jantung yang tinggi. Sementara itu, contoh hubungan

16
yang kuat namun bukan sebab-akibat adalah pada hubungan antara urutan
kelahiran anak dengan Sindrom Down.

- Konsisten

Kelemahan kriteria ini, tidak adanya konsistensi belum tentu


menunjukkan tidak ada sebab-akibat. Inkonsistensi mungkin kita temukan
karena suatu penyebab akan mengakibatkan suatu akibat pada kondisi
dimana faktor-faktor yang lain sudah lengkap. Hal ini yang menjelaskan
mengapa ada perokok yang tidak mengalami kanker paru; mengapa tidak
semua transfusi menyebabkan infeksi virus hepatitis B; mengapa tidak semua
infeksi HPV mengakibatkan kanker serviks. Selain itu, sebagaimana sudah
dijelaskan, nilai kekuatan hubungan antar variabel juga berbeda bergantung
pada prevalensi akibat serta prevalensi dari variabel bebas lainnya.

- Spesifik

Krieria ini tidak dapat dijadikan sebagai kriteria umum karena kita
mengetahui bahwa pada sebagian besar kasus,kriteria spesifik sulit terpenuhi.
Suatu penyebab bisa mengakibatkan berabgai akibat. Demikian juga, suatu
akibat diakibatkan oleh banyak penyebab. Misalnya, perilaku merokok
berhubungan dengan penyakit jantung koroner, kanker paru, dan
sebagainyan. Sementara itu, penyakit janutng koroner bukan hanya
diakibatkan oleh perilaku merokok.

- Temporalitas

Kelemahan temporalitas adalah dua peristiwa yang terjadi secara


berurutan belum tentu menunjukkan sebab-akibat. Walaupun demikian,
temporalitas merupakan kriteria yang niscaya. Artinya, bila temporalitas
tidak terpenuhi, kita tidak bisa mengatakan adanya sebab-akibat. Misalnya,
kita hendak menilai hubungan antara A dengan B. Jika tidak terbukti A
mendahului B maka A tidak Menyebabkan B.

- Gradien biologis

Kita mengetahui bahwa tidak semua fenomena biologis bersifat linear.


Ada fenomena biologis yang tidak linear. Contoh yang sering disampaikan

17
adalah mengenai hubungan antara usia dengan VO² max. VO2max mungkin
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Namun,dari usia
tertentu, semakin usia bertambah,VO²max menurun. Hubungan antara usia
dengan VO2max tidak bersifat liniear.

- Eksperimen

Kelemahan kriteria ini adalah eksperimen belum tentu bisa dilakukan


pada semua kasus. Selain itu, tidak adanya bukti eksperimen tidak
menunjukkan tidak adanya sebab-akibat. Demikian juga,adanya bukti
eksperimen belum tentu menunjukkan sebab-akibat.

- Biological plausible, koheren,dan analogi

Kelemahan tiga kriteria ini adalah semuanya bergantung pada


pengetahuan yang telah ada pada peneliti padahal pengetahuan yang telah
ada belum tentu kebenarannya. Selain itu, antara biological plausible sebagai
sesuai dengan pengetahuan yang telah ada sementara koheren sebagai tidak
bertentangan dengan pengetahuan yang telah ada.

Kelemahan dari setiap kriteria disajikan pada tabel berikut.

Sudut Pandang Kelemahan


Kuat lemahnya hubungan antar variabel
Kekuatan hubungan dipengaruhi oleh insiden atau prevalensi
akibat serta prevalensi variabel bebas
lainnya. Hubungan yang kuat belum tentu
sebab-akibat Hubungan yang lemah belum
tentu bukan sebab-akibat
Konsisten Hubungan antar satu variabel bebas dengan
variabel terikat dipengaruhi oleh prevalensi
variabel lain sehingga sulit untuk
mendapatkan hasil yang konsisten.
Spesifik Sukit dibuktikan. Sebagian besar masalah
bersifat kompleks.
Temporalitas Dua peristiwa berurutan belum tentu
menunjukkan sebab-akibat.

18
Gradien Biologis Terdapat banyak fenomena di mana
hubungan antar variabel tidak bersifat
linear.
Eksperimen Penggunaan eksperimen terbatas pada
kasus-kasus tertentu.
Penjelasan biologis Bergantung pada pengetahuan ( keyakinan )
peneliti padahal pengetahuan ( keyakinan )
tersebut belum tentu benar.

2.5 Bagaimanakah kita melakukan interprestasi terhadap Kriteria


Hill

Kriteria Hill telah banyak digunakan pada berbagai bidang. Tidak heran
bila pada penelitian yang mengkaji sebab-akibat, Kriteria Hill paling banyak
digunakan. Walaupun demikian, dalam penggunaannya, kita harus
menyadari batasan penggunannya, sebagaimana ditegaskan oleh Hill sendiri.
Menurut Hill, tidak ada satu pun dari sembilan sudut pandang yang mampu
membuktikan sebab-akibat secara tak terbantahkan. Sembilan sudut pandang
ini berguna untuk menjadi alat untuk mengkaji apakah ada penjelasan lain
yang mampu menjelaskan selain penjelasan hubungan sebab-akibat.

Maksudnya, bila hubungan antara dua variabel memenuhi semua atau


beberapa dari sembilan sudut pandang,apakah ada penjelasan lain yang
mampu menjelaskan hubungan antara merokok dengan kanker paru selain
karena hubungan sebab-akibat. Dengan kata lain, Kriteria Hill memberikan
peranan dalam mengkaji apakah hubungan sebab-akibat adalah penjelasan
yang paling mungkin dibandingkan dengan penjelasan-penjelasan lainnya.

Association bukan Association


Kriteria Hill merupakan
merupakan Causation
Causation

Merupakan

19
Kriteria Hill dapat diumpamakan sebagai sebuah timbangan yang
menimbang kemungkinan sebab-akibat sebagai faktor yang
menjelaskan hubungan.

Dengan mengembalikan penggunaan Kriteria Hill kepada Hill,


interprestasi terhadap pengunaan Kriteria Hill lebih pada tarik ulur antara
kemungkinan sebab-akibat dan bukan sebab-akibat. Pada setiap
association,kita perlu bertanya apakah sebab-akibat adalah penjelasan yang
paling mungkin ? semakin banyak Kriteria Hill yang terpenuhi, semakin
besar kemungkinan sebab-akibat sebagai faktor yang menjelaskan
association.

Interprestasi terhadap berbagai kondisi yang mungkin terjadi apabila


menggunakan kriteria Hill

kemungkinan Hasil penerapan Kriteria Interpretasi


Hill
1 Semua kriteria tidak Sebab-akibat adalah penjelasan yang paling
terpenuhi tidak mungkin
2 Paling tidak, kriteria Sebab-akibat adalah penjelasan yang paling
temporalitas tidak tidak mungkin.
terpenuhi
3 Semua kriteria terpenuhi Sebab-akibat adalah penjelasan yang paling
mungkin.
4 Temporalitas terpenuhi, Semakin banyak kriteria yang
Delapan kriteria lainnya terpenuhi,sebab-akibat semakin mungkin
ada yang terpenuhi dan menjadi penjelasan.
ada yang tidak terpenuhi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sir Bradford Hill adalah seorang epidemiologi dan Ahli Statistik, lahir di
London pada tanggal 8 juli 1897. Beliau adalah kehormatan London School

20
of Hygiene and Tropical medicine. Tokoh yang pertama kali membuktikan
pengaruh rokok terhadap kanker paru ini menjadi dekan pada institusi
tersebut pada tahun 1955 sampai 1957. Dalam konsep teori penyakit teori hill
memiliki 9 sudut pandang yang akan membantu kita untuk menilai apakah
suatu association ( hubungan ) adalah Causation ( sebab-akibat). Sembilan
sudut Pandnag Tersebut adalah (1) kekuatan, (2) konsisten, (3) spesifik,(4)
temporalitas,(5) gradien, (7) koheren, (8) ekperimen, dan (9) analogi.

3.2 Saran

Saat melakukan interpretasi terhadap kriteria hill harus dilakukan dengan


sangat cermat dan teliti karena ternyata tidak mudah karena tidak ada di
antara kriteria Hill yang cukup ( sufficient ) untuk membuktikan adanya
sebab-akibat. Selain itu, setiap kriteria dari Kriteria Hill mempunyai
kelemahan dari segi kejelasan definisi serta ada beberapa kriteria yang
tumpang tindih.

DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, M. Sopyudin, “Seni Melacak Sebab-Akibat”, Sagung Seto, hal 67-


84

21
Velopha, Teori Kausalitas B. Hill, Kriteria Kausalitas (Hubungan Sebab-
Akibat) menurut Bradford Hill

https://velopha-wordpress-com.cdn.amproject.org

Diakses Pada tanggal 06 Oktober 2019 pukul 13.30 WIB

22

Anda mungkin juga menyukai