Anda di halaman 1dari 57

http://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?

tabID=52&tpk=%22fi
lariasis%22
Minggu, 19 Desember 2010
TEORI KAUSALITAS SIR AUSTIN BRADFORD HILL

Pengantar
Kausalitas Dalam Epidemiologi
Proses mempelajari serangkaian peristiwa yang menyebabkan KLB penyakit di dalam
komunitas melibatkan pengembangan hubungan sebab akibat yang menghasilkan
kesimpulan.kausalitas/hubungan kausal berkaitan dengan hubungan sebab akibat yang
digunakan untuk memastikan bagaimana kejadian atau lingkungan yang berbeda berhubungan
satu sama lain dan /atau bagaimana kejadian tersebut bisa berhubungan.
Contoh : bagaimana satu tipe pajanan menyebabkan suatu penyakit/bagaimana pajanan
tertentu menyebabkan KLB penyakit dalam sebuah populasi.
Sir Austin Bradford Hill pada tahun 1965 menerbitkan 9 faktor yang dapat digunakan untuk
mengkaji kausalitas penyakit dan KLB penyakit. Berikut sepuluh konsep kausalitas penyakit
yang sudah dikembangkan dan diperbaharui.
1. Konsistensi
Jika variabel,faktor/peristiwa yang sama muncul dan muncul lagi dalam keadaan yang berbeda
dan memiliki hubungan yang berulang yang sama dengan penyakit.
Contoh : pada penyakit Kuru di Papua Nugini dimana penduduk asli tanpa memandang pria,
wanita atau usianya yang selalu memakan otak kerabatnya yang sudah meninggal akan
memperlihatkan gejala penyakit Kuru.

2. Kekuatan
Jika hubungan menunjukkan faktor tertentu menyebabkan beberapa penyakit atau KLB penyakit
lebih mungkin terjadi akibat keberadaan satu faktor dibandingkan keberadaan faktor atau
peristiwa lain dan penyakit itu terjadi dalam tahap yang lebih parah/dalam jumlah yang lebih
besar. (hasil pengamatan dr.john snow dalam epidemi kolera tahun 1854 memperlihatkan bahwa
semakin banyak bakteri kolera yang ada, semakin parah penyakit yang diderita atau semakin
besar kemungkinan terkena penyakit.

3. Spesifitas
Jika hubungan sebab akibat dari suatu KLB berhubungan secara khusus dengan satu atau dua
penyakit yang saling berkaitan. Hubungan sebab akibat itu memang memiliki kemampuan untuk
mengahasilkan hubungan negatif sejati, yang dalam sebuah KLB, pengkajian sebab akibat
difokuskan pada mereka yang tidak terjangkit penyakit. Kelompok masyarakat dalam populasi
selama KLB berlangsung tampaknya termasuk dalam mereka yang tidak terkena penyakit dan
dikategorikan sebagai populasi yang tidak terkena penyakit.
Dalam sebuah studi tentang kanker paru, hampir semua bukan perokok ditetapkan tidak
mengidap kanker paru.

4. Hubungan Waktu
Jika hubungan sebab akibat suatu kejadian atau pajanan secara logis terjadi sebelum penyakit
atau kondisi berkembang, faktor waktu dipertimbangkan. Contoh : gigitan nyamuk terjadi
sebelumnya dan mengakibatkan malaria.

5. Koherensi
Jika suatu hubungan sebab akibat dicurigai, apakah hubungan tersebut sesuai dengan
pengetahuan yang ada dan apakah observa dan pengkajian yang logis secara ilmiah masuk akal?
Contoh : koherensi dalam istilah yang ada pada awalnya dipakai untuk menunjukkan hubungan
dan bagaimana hubungan itu seharusnya sejalan dengan riwayat alamiah penyakit dan fakta yang
diketahui tentang penyakit misalnya makan daging ayam mentah yang secara alamiah sering
terjadi kontaminasi bakteri salmonella menyebabkan keracunan makanan salmonellosis.

6. Sensivitas
Jika terjadi KLB, apakah analisis sebab akibat mengandung kebenaran dan apakah pengkajian
memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi dengan benar bahwa mereka yang sakit karena
penyakit pada kenyataannya memang sakit akibat penyebab yang dicurigai. Contoh : kelompok
buruh menjalani screening kanker paru. Sejumlah 50% kasus mengidap kanker paru dan
disimpulkan bahwa kanker paru berhubungan dengan merokok. Investigasi selanjutnya
mengungkap bahwa 80% pekerja yang mengidap kanker paru bekerja dalam sebuah gedung yang
terisolasi oleh asbestos selama 3 tahun. Setelah menjalani pemeriksaan asbestosis, dipastikan
bahwa kanker paru berhubungan dengan pajanan asbestos.

7. Biologis/Medis
Jika hubungan didasarkan pada virilitas patogen atau faktor risiko dan pada kemampuannya
untuk menyebabkan penyakit atau suatu kondisi (hubungan respon dosis) serta tingkat
kerentanan pejamu, hubungannya adalah kausal (orang yang tidak divaksinasi dipajankan pada
poliovirus dan kemudian akan memperlihatkan gejala awal penyakit).

8. Plausabilitas (Kelogisan)
Hubungan harus dibuktikan sebagai hubungan kausal dan didasarkan pada ilmu pengetahuan
biologis, kedokteran, epidemiologi dan pengetahuan ilmiah.analisis logis yang didasarkan pada
pengetahuan yang baru jangan sampai mencampuri atau membatasi kesimpulan kausal yang jelas
dan masuk akal. Contoh : konsumsi air yang mengandung bibit penyakit kolera akan
menyebabkan munculnya penyakit kolera.

9. Eksperimen dan Penelitian


Pengetahuan dan kesimpulan tentang hubungan sebab akibat yang didasarkan pada penelitian
dan eksperimen menambah bukti pendukung subtansial dan bobot sifat kausal dari hubungan
tersebut. Contoh : demonstrasi ekperimental yang memperlihatkan bahwa cacar dapat dicegah
melalui imunisasi.

10. Faktor Analogi


Jika hubungan yang sama ternyata bersifat kausal dan memperlihatkan hubungan sebab akibat,
transfer pengetahuan harus berguna dan secara analogis hubungan tersebut dapat dievaluasi
sebagai hubungan kausal. Contoh : pengamatan historis bahwa vaksinasi dengan cowpox dapat
mencegah smallpox.
Kausalitas dalam penyebaran penyakit dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.
Penyebab langsung adalah penyebab yang terlihat jelas. Jika seorang saat piknik, memakan salad
kentang yang didiamkan beberapa jam di tempat bersuhu kamar dan terkontaminasi stafilokokus,
peluangnya untuk mengalami keracunana makanan akibat mengkonsumsi salad kentang tersebut
cukup besar. Akan tetapi, tidak untuk kasus kanker paru pada pekerja asbestos penyebab
langsung tidak begitu jelas.
Penyebab tidak langsung sering kali jauh lebih kompleks dalam penyebaran dan
pengenalannya. Pada kasus kanker kandung kemih, penyebabnya tidak tampak dan tidak jelas.
Kanker kandung kemih dikaitkan dengan banyak sumbermulai dari terlalu banyak minum kopi
sambil mengkonsumsi vitamin C secara berlebihan.
Pada penderita kelumpuhan yang harus memakai kursi roda, angka kanker kandung kemih lebih
tinggi dibanding populasi normal. Beberapa ahli urologi menduga bahwa kanker kandung kemih
pada penderita lumpuh yang memakai kursi roda akibat mereka suka menahan buang air kecil
dalam periode waktu yang lama sehingga urine menjadi pekat.
Penyebab tidak langsung kanker kandung kemih mungkin disebabkan oleh cacat karena
lumpuh dan karena harus menggunakan kursi roda. Atau hal itu mungkin akibat kombinasi dari
terlalu banyak minum kopi dan tidak mampu berkemih secara sering atau kopi dibuat terlalu
kental atau konsentrasi pekat dari suatu substansi sederhana berada terlalu lama dalam kandung
kemih.
Ahli epidemiologi harus berhati-hati dalam mengkaji semua variabel pada kausalitas
penyakit dan mencari kedua penyebab penyakit baik yang langsung maupun tidak langsung
(Sumber: Buku Epidemiologi Suatu Pengantar, Thomas Timmreck)
http://sanytaayu.blogspot.com/2010/12/teori-kausalitas-sir-austin-bradford.html

Faktor Resiko dan Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

Maret 6, 2010 oleh Arsad Rahim Ali 7 Komentar


Polewali Mandar Sulawesi Barat.– Teman saya
bertanya “Apakah itu epidemiologi Penyakit Tidak Menular dan Faktor Resiko? Teman
saya bertanya ketika melihat penyakit hipertensi telah berada pada urutan ke 6 dari 10 penyakit
terbesar dari pasien kunjungan rawat jalan pada Puskesmas se Kabupaten Polewali Mandar di
tahun 2009 (Lihat/tekan gambar disamping). Dan Hipertensi alias tekanan darah tinggi itu
adalah faktor resiko terjadi STROKE dan berbagai penyakit lainnya yang berhubungan dengan
sistem peredaran darah pada tubuh. Tahun-tahun sebelumnya penyakit ini hanya berada pada
urutan ke 9 dan 10. Saya hanya bisa menjawab yang perlu diketahui dari epidemiologi penyakit
tidak menular dan factor resiko adalah dimulai dari pemahaman tentang Epidemiologi yaitu
ilmu atau dalam ilmu terapan adalah study atau kajian tentang kejadian penyakit atau masalah
kesehatan pada kelompok masyarakat. Penyakit yang dikaji bisa penyakit menular, bisa juga
penyakit tidak menular. Inti kajiannya adalah ditemukan penyebab. Pada penyakit menular
diistilakan dengan ETIOLOGI dan pada penyakit tidak menular di istilahkan dengan FAKTOR
RESIKO, pengertian dari faktor resiko itu adalah karakteristik, tanda atau kumpulan gejala
pada penyakit yang diderita induvidu yang mana secara statistic berhubungan dengan
peningkatan kejadian kasus baru berikutnya (beberapa induvidu lain pada suatu kelompok
masyarakat). Dari factor resiko inilah yang kemudian dijadikan dasar penentuan tindakan
pencegahan dan penanggulangan.

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit atau masalah kesehatan yang terjadi pada
masyarakat atau kelompok masyarakat— bukan induvidu—Kunci dari ilmu epidemiologi itu
adalah ditemukannya penyebab, bisa penyebab penyakit, bisa penyebab masalah kesehatan atau
masalah pelayanan kesehatan. Penyakit itu sendiri ada yang menular ada juga yang tidak
menular. Khusus penyakit tidak menular yang perlu diketahui pada dasarnya adalah FAKTOR
RESIKOnya.

Pada awal-awal perkembangan ilmu epidemiologi, lebih dikhususkan pada penyakit menular,
etiologi adalah kuncinya atau penyebab biologis dari suatu penyakit infeksi, terjadi
karena adanya infeksi mikro organisme (organisme yang sangat kecil) misalnya virus,
bakteri dan lain-lain. Sekarang bukan saja penyakit menular yang sering terjadi, tetapi juga
penyakit-penyakit yang tidak menular. Sehingga dalam epidemiologi penyakit tidak menular
dipakai istilah FAKTOR RESIKO — bukan etiologi—–karena bukan menyangkut penyakit
infeksi.
Penyakit Tidak Menular adalah penyakit kronik atau bersifat kronik —menahun–alias
berlangsung lama, tapi ada juga yg kelangsungannya mendadak (misalnya saja
keracunan), sementara yang berlangsung lama misalnya penyakit kangker, tubuh yang
terpapar unsur kimia dan lain-lian. Penyakit tidak menular adalah Penyakit non-Infeksi
karena penyebabnya bukan mikroorganisme, namun tidak berarti tidak ada peranan
mikroorganime dalam terjadinya penyakit tidak menular misalnya luka karena tidak
diperhatikan bisa terjadi infeksi.. Penyakit tidak menular adalah Penyakit degeneratif
karena berhubungan dengan proses degenerasi (ketuaan). Dan Penyakit Tidak Menular
adalah New comminicable disease karena dianggap dapat menular melalui gaya hidup,
gaya hidup dapat menyangkut pola makan, kehidupan seksual dan komunikasi global.
Pengertian-pengertian dasar ini harus difahami dengan baik. Intinya atau subtansinya
dalam epidemiologi penyakit tidak menular adalah ditemukannya penyebab dalam hal ini
atau yang dipakai adalah istilah ditemukannya FAKTOR RESIKO sebagai faktor
penyebab.

Faktor resiko adalah karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit yang diderita
induvidu yang mana secara statistic berhubungan dengan peningkatan kejadian kasus baru
berikutnya (beberapa induvidu lain pada suatu kelompok masyarakat), seperti yang dijelaskan
oleh oleh Simbong SW dalam epidemiologi penyakit tidak menular, yang di tulis
kembali oleh MN Bustam, 2000. Bapak MN. Bustam adalah dosen penulis ketika kuliah di
FKM-UNHAS

Karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit yang diderita induvidu dan ditemukan
juga pada induvidu-induvidu yang lain, bisa dirubah, ada juga yang tidak dapat bisa
dirubah atau tepatnya :

1. Factor resiko yang tidak dapat dirubah misalnya umur dan genetic
2. Factor resiko yang dapat di rubah misalnya kebiasaan merokok atau latihan olah raga

Ada juga karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit yang diderita pada induvidu
dan ditemukan juga secara tidak stabil pada individu-induvidu yang lain dalam suatu kelompok
masyarakat yaitu

1. Factor resiko yang dicurigai yaitu factor-faktor yang belum mendapatkan dukungan
sepenuhnya dari hasil-hasil penelitian sebagai factor resiko misalnya merokok sebagai penyebab
kangker rahim
2. Factor resiko yang telah ditegakkan yaitu factor resiko yang telah mantap mendapat dukungan
ilmiah/penelitian dalam peranannya sebagai factor yang berperan dalam kejadian sutau
penyakit. Misalnya merokok sebagai factor resiko terjandinya kangker paru

Faktor resiko juga dapat dilihat dari Karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit
yang diderita pada induvidu dan induvidu-induvidu lainnya sebagai factor resiko dalam
keadaan angka frekwensi yang kuat dan lemah. Atau dapat didokumentasikan dengan baik dan
didokumentasikan dengan kurang baik.

Kegunaannya daripada factor resiko ini, pada dasarnya untuk mengetahui proses terjadinya
penyakit dalam hal ini penyakit tidak menular. Misalnya :
1. Untuk memprediksi, meramalkan kejadian penyakit, misalnya perokok berat mempunyai
kemungkinan 10 kali untuk kanker paru daripada bukan perokok.
2. Untuk memperjelas penyebab artinya kejelasan atau beratnya factor resiko dapat
menjadikannya sebagai factor penyebab, tentunya setelah menghilangkan pengaruh dan factor
pengganggu sehingga factor resiko itu adalah factor penyebab.
3. Untuk mendiagnosa artinya membantu proses diagnose

Kapan suatu factor resiko dapat ditegakkan sebagai factor resiko? Dalam epidemiologi
dapat atau biasa dilakukan dengan memakai konsep kausalitas sebab musebab (hubungan
kausa), menurut para ahli kausalitas ada 8 kriteria (Hill 1965) yaitu

1. Kekuatan yang dapat dilihat dari adanya resiko relative yang tinggi
2. Temporal atau menurut urutan waktu, selalunya sebab-musebab mendahului akibat.
3. Respon terhadap dosis paparan yang dapat menyebabkan penyakit
4. Reversibilitas dimana paparan yang menurun akan diikuti penurunan kejadian penyakit
5. Konsistensi yang diartikan kejadian yang sama akan berulang pada waktu, tempat dan
penelitian yang lain
6. Biologis atau yang berhubungan dengan fisiologis tubuh
7. Spesifitas yang dilihat dari satu penyebab menyebabkan satu akibat
8. Analogi yang diartikan adanya kesamaan untuk penyebab dan akibat yang serupa.

http://arali2008.wordpress.com/2010/03/06/yang-perlu-diketahui-dari-epidemiologi-penyakit-tidak-
menular-dan-faktor-resiko/

kesehatan dan penyakit

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam ilmu keperawatan dikenal istilah community health nursing (CHN) atau keperawatan kesehatan
masyarakat, dimana ilmu pengetahuan epidemiologi digunakan CHN sebagai alat meneliti dan
mengobservasi pada pekerjaan dan sebagai dasar untuk intervensi dan evaluasi literatur riset
epidemiologi. Metode epidemiologi sebagai standard kesehatan, disajikan sebagai alat untuk
memperkirakan kebutuhan masyarakat, monitoring perubahan status kesehatan masyarakat dan
evaluasi pengaruh program pencegahan penyakit, serta peningkatan kesehatan. Riset/studi
epidemiologi memunculkan badan pengetahuan (body of knowledge) termasuk riwayat asal penyakit,
pola terjadinya penyakit, dan faktor-faktor resiko tinggi terjadinya penyakit, sebagai informasi awal
untuk CHN. Pengetahuan ini memberi kerangka acuan untuk perencanaan dan evaluasi program
intervensi masyarakat, mendeteksi segera dan pengobatan penyakit, serta meminimalkan kecacatan.

Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi
dan penyebaran masalah kesehatan pada manusia. Adapun masalah kesehatan yang dipandang amat
penting ialah yang menyangkut penyakit. Berbagai masalah kesehatan yang bukan penyakit hanya akan
mempunyai arti apabila ada hubungannya dengan penyakit, jika tidak demikian maka
penanggulangannya tidak terlalu diprioritaskan. Sehingga ilmu epidemiologi perlu dipelajari untuk
menggambarkan penyakit secara komprehensif dan dinamis, tidak hanya mencakup wabah tetapi juga
antara periode terjadinya wabah secara sporadis dan endemis

BAB II

PEMBAHASAN
A. Derajat Kesehatan dan Determinannya

1. Derajat Kesehatan
Derajat kesehatan adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam bidang kesehatan, dengan adanya derajat
kesehatan akan tergambarkan masalah kesehatan yang sedang dihadapi.

2. Determinan Derajat Kesehatan


Teori klasik yang dikembangkan oleh Blum (1974) mengatakan bahwa adanya 4 determinan utama yang
mempengaruhi derajat kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Empat determinan tersebut
secara berturut-turut besarnya pengaruh terhadap kesehatan adalah:

a. Lingkungan

Lingkungan yang mudah diamati adalah lingkungan fisik. Lingkungan yang memiliki kondisi sanitasi
buruk dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit. Hal ini jelas membahayakan kesehatan
masyarakat. Terjadinya penumpukan sampah yang tidak dapat dikelola dengan baik, polusi udara, air
dan tanah juga dapat menjadi penyebab. Upaya menjaga lingkungan menjadi tanggung jawab semua
pihak sehingga perlu kesadaran semua pihak.

Disamping lingkungan fisik juga terdapat lingkungan sosial yang berperan. Sebagai mahluk sosial kita
membutuhkan bantuan orang lain, sehingga interaksi individu satu dengan yang lainnya harus terjalin
dengan baik. Kondisi lingkungan sosial yang buruk dapat menimbulkan masalah kejiwaan.

b. Perilaku

Perilaku masyarakat dalam menjaga kesehatan sangat memegang peranan penting untuk mewujudkan
Indonesia Sehat. Hal ini dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan dari dalam
diri masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Diperlukan suatu program untuk menggerakan
masyarakat menuju satu misi Indonesia Sehat. Sebagai tenaga motorik tersebut adalah orang yang
memiliki kompetensi dalam menggerakan masyarakat dan paham akan nilai kesehatan masyarakat.
Masyarakat yang berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga lingkungan
yang bersih dan sehat.

Pembuatan peraturan tentang berperilaku sehat juga harus dibarengi dengan pembinaan untuk
menumbuhkan kesadaran pada masyarakat. Sebab, apabila upaya dengan menjatuhkan sanksi hanya
bersifat jangka pendek. Pembinaan dapat dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Tokoh-tokoh masyarakat sebagai role model harus diajak turut serta dalam menyukseskan program-
program kesehatan.

c. Pelayanan Kesehatan

Kondisi pelayanan kesehatan menunjang derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang
berkualitas sangatlah dibutuhkan. Masyarakat membutuhkan posyandu, puskesmas, rumah sakit dan
pelayanan kesehatan lainnya untuk membantu dalam mendapatkan pengobatan dan perawatan
kesehatan. Terutama untuk pelayanan kesehatan dasar yang memang banyak dibutuhkan masyarakat.
Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang kesehatan juga harus ditingkatkan.

d. Keturunan / Genetik

 Teknologi rekayasa genetika

 Aspek etika dan hukum genetika kesehatan

 Faktor genetika dalam perkembangan penyakit

B. Resiko Kesehatan

Faktor resiko adalah karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit yang diderita individu yang
mana secara statistic berhubungan dengan peningkatan kejadian kasus baru berikutnya (beberapa
induvidu lain pada suatu kelompok masyarakat).
Karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit yang diderita individu dan ditemukan juga
pada individu-individu yang lain, bisa dirubah, ada juga yang tidak dapat bisa dirubah atau tepatnya :

1. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah misalnya umur dan genetika
2. Faktor resiko yang dapat di rubah misalnya kebiasaan merokok atau latihan olah raga.

Ada juga karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit yang diderita pada induvidu dan
ditemukan juga secara tidak stabil pada individu-induvidu yang lain dalam suatu kelompok
masyarakat yaitu

1. Faktor resiko yang dicurigai yaitu faktor-faktor yang belum mendapatkan dukungan sepenuhnya
dari hasil-hasil penelitian sebagai faktor resiko misalnya merokok sebagai penyebab kanker
rahim
2. Faktor resiko yang telah ditegakkan yaitu faktor resiko yang telah mantap mendapat dukungan
ilmiah/penelitian dalam peranannya sebagai faktor yang berperan dalam kejadian sutau
penyakit. Misalnya merokok sebagai faktor resiko terjandinya kanker paru

Faktor resiko juga dapat dilihat dari Karakteristik, tanda atau kumpulan gejala pada penyakit yang
diderita pada individu dan individu-individu lainnya sebagai faktor resiko dalam keadaan angka
frekwensi yang kuat dan lemah. Atau dapat didokumentasikan dengan baik dan didokumentasikan
dengan kurang baik.

Kegunaan dari faktor resiko ini, pada dasarnya untuk mengetahui proses terjadinya penyakit dalam hal
ini penyakit tidak menular. Misalnya :

1. Untuk memprediksi, meramalkan kejadian penyakit, misalnya perokok berat mempunyai


kemungkinan 10 kali untuk kanker paru daripada bukan perokok.
2. Untuk memperjelas penyebab artinya kejelasan atau beratnya faktor resiko dapat
menjadikannya sebagai faktor penyebab, tentunya setelah menghilangkan pengaruh dan faktor
pengganggu sehingga faktor resiko itu adalah faktor penyebab.
3. Untuk mendiagnosa artinya membantu proses diagnose
Suatu faktor resiko dapat ditegakkan sebagai faktor resiko dengan menggunakan konsep kausalitas.
Dalam epidemiologi dapat atau biasa dilakukan dengan memakai konsep kausalitas sebab musebab
(hubungan kausa), menurut para ahli kausalitas ada 8 kriteria (Hill 1965) yaitu

1. Kekuatan yang dapat dilihat dari adanya resiko relative yang tinggi
2. Temporal atau menurut urutan waktu, selalunya sebab-musebab mendahului akibat.
3. Respon terhadap dosis paparan yang dapat menyebabkan penyakit
4. Reversibilitas dimana paparan yang menurun akan diikuti penurunan kejadian penyakit
5. Konsistensi yang diartikan kejadian yang sama akan berulang pada waktu, tempat dan penelitian
yang lain
6. Biologis atau yang berhubungan dengan fisiologis tubuh
7. Spesifitas yang dilihat dari satu penyebab menyebabkan satu akibat
8. Analogi yang diartikan adanya kesamaan untuk penyebab dan akibat yang serupa.

Menentukan besar faktor resiko dapat dilakukan dengan menghitung besarnya resiko relative atau odds
rasio. Perhitungan ini berdasarkan perbedaan rate antara inciden populasi yang terpapar (Exposure)
dengan yang tidak terpapar (Non Exposure) pada kelompok yang sakit (kasus) dan tidak sakit (kontrol).
Perhitungan ini dikaitkan dengan jenis-jenis metode penelitian epidemiologi dan bisa juga dengan
melihat frekwensi penyakitnya.
Perlu juga diketahui pengertian faktor resiko dan prognosis. Secara umum dapat dikatakan bahwa
prognosis menujukkan berapa besar kemungkinan mati akibat dari keadaan sakit. Sedangkan faktor
resiko adalah berapa besar kemungkinan sakit dari seorang yang sehat.

C. Natural History of Disease dan Keganasan Penyakit (Severity)

1. Natural History of Disease

The Natural history of disease adalah gambaran Perkembangan secara alamiah suatu penyakit (tanpa
intervensi/ campur tangan medis) sehingga suatu penyakit berlangsung secara natural.

Manfaat dari Natural History of Disease yaitu :

a. Untuk diagnostik, dipakai sebagai penentuan jenis penyakit


b. Untuk pencegahan, dipakai dalam pemutusan rantai penularan
c. Untuk pengobatan, dipakai untuk melakukan terapi pada tahap awal

2. Keganasan Penyakit (Severity)

Riwayat alamiah suatu penyakit dapat digolongkan dalam 5 tahap :

a. Pre pathogenesis
Tahap ini telah terjadi interaksi antara penjamu dengan bibit penyakit, tetapi interaksi ini terjadi di luar
tubuh manusia, dalam arti bibit penyakit berada di luar tubuh manusia dan belum masuk ke dalam
tubuh. Pada keadaan ini belum ditemukan adanya tanda-tanda penyakit dan daya tahan tubuh penjamu
masih kuat dan dapat menolak penyakit. Keadaan ini disebut sehat.
b. Tahap inkubasi (sudah masuk patogenesis)
Pada tahap ini bibit penyakit masuk ke tubuh penjamu, tetapi gejala-gejala penyakit belum nampak.
Tiap-tiap penyakit mempunyai masa inkubasi yang berbeda. Kolera 1-2 hari, yang bersifat menahun
misalnya kanker paru, aids dll.
c. Tahap penyakit dini
Tahap ini mulai dihitung dari munculnya gejala-gejala penyakit, pada tahap ini penjamu sudah jatuh
sakit tetapi masih ringan dan masih bisa melakukan aktifitas sehari-hari. Bila penyakit segera diobati,
mungkin bisa sembuh, tetapi jika tidak, bisa bertambah parah. Hal ini terganting daya tahan tubuh
manusia itu sendiri, seperti gizi, istirahat dan perawatan yang baik di rumah (self care).
d. Tahap penyakit lanjut
Bila penyakit penjamu bertambah parah, karena tidak diobati/tidak tertur/tidak memperhatikan
anjuran-anjuran yang diberikan pada penyakit dini, maka penyakit masuk pada tahap lanjut. Penjamu
terlihat tak berdaya dan tak sanggup lagi melakukan aktifitas. Tahap ini penjamu memerlukan
perawatan dan pengobatan yang intensif.
e. Tahap penyakit akhir
Tahap akhir dibagi menjadi 5 keadaan :
1) Sembuh sempurna (bentuk dan fungsi tubuh penjamu kembali berfungsi seperti keadaan
sebelumnya/bebeas dari penyakit)
2) Sembuh tapi cacat ; penyakit penjamu berakhir/bebas dari penyakit, tapi kesembuhannya tak
sempurna, karena terjadi cacat (fisik, mental maupun sosial) dan sangat tergantung dari serangan
penyakit terhadap organ-organ tubuh penjamu.
3) Karier : pada karier perjalanan penyakit seolah terhenti, karena gejala penyakit tak tampak lagi, tetapi
dalam tubuh penjamu masih terdapat bibit penyakit, yang pada suatu saat bila daya tahan tubuh
penjamu menurun akan dapat kembuh kembali. Keadaan ini tak hanya membahayakan penjamu sendiri,
tapi dapat berbahaya terhadap orang lain/masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan
penyakit (human reservoir)
4) Kronis ; pada tahap ini perjalanan penyakit tampak terhenti, tapi gejala-gejala penyakit tidak berubah.
Dengan kata lain tidak bertambah berat maupun ringan. Keadaan ini penjamu masih tetap berada dalam
keadaan sakit.
5) Meninggal ; apabila keadaan penyakit bertambah parah dan tak dapat diobati lagi, sehingga berhentinya
perjalanan penyakit karena penjamu meninggal dunia. Keadaan ini bukanlah keadaan yang diinginkan.

D. Descriptive epidemiology (Epidemiologi Deskriptif)

1. Pengertian Epidemiologi Deskriptif


Epidemiologi deskriptif adalah ilmu yang menggambarkan penyebaran/distribusi penyakit yang terjadi di
masyarakat berdasarkan variabel epidemiologi yang mempengaruhinya.
Epidemiologi deskriptif adalah pemaparan data tentang mortalitas dan morbiditas penyakit dan data
kondisi kesehatan lain ( Ryadi Slamet, A.L; Wijayanti, T.2011)

2. Tujuan Epidemiologi Deskriptif


Tujuan dari epidemiologi deskriptif adalah sebagai berikut :
a. Untuk menggambarkan distribusi keadaan masalah kesehatan sehingga dapat diduga kelompok mana di
masyarakat yang paling banyak terserang.
b. Untuk memperkirakan besarnya masalah kesehatan pada berbagai kelompok.
c. Untuk mengidentifikasi dugaan adanya faktor yang mungkin berhubungan terhadap masalah kesehatan
(menjadi dasar suatu formulasi hipotesis).

3. Variabel Epidemiologi Deskriptif


Konsep yang terpenting dalam studi epidemiologi deskriptif adalah bagaimana menjawab pertanyaan
5W+1H. Hal tersebut mengacu pada variabel-variabel segitiga epidemiologi terdiri dari orang (person),
tempat (place) dan waktu (time).

a. Person
Variabel person meliputi: umur, jenis kelamin, kelas sosial, pekerjaan, etnik/suku, status perkawinan,
besarnya keluarga, dan paritas.
1) Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-
angka kesakitan maupun kematian didalam hampir semua keadaan menunjukkan adanya hubungan
dengan umur.

Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dan melihat pola kesakitan atau kematian
menurut golongan umur. Persoalan yang dihadapi adalah apakah umur yang dilaporkan tepat, apakah
panjangnya interval didalam pengelompokan cukup untuk tidak menyembunyikan peranan umur pada
pola kesakitan atau kematian dan apakah pengelompokan umur dapat dibandingkan dengan
pengelompokan umur pada penelitian orang lain.

Dalam mendapatkan laporan umur yang tepat pada masyarakat pedesaan yang kebanyakan masih buta
huruf hendaknya memanfaatkan sumber informasi seperti catatan petugas agama, guru, lurah dan
sebagainya. Hal ini tentunya tidak menjadi soal yang berat dikala mengumpulkan keterangan umur bagi
mereka yang telah bersekolah.

2) Jenis Kelamin
Angka-angka dari luar negeri menunjukkan bahwa angka kesakitan lebih tinggi dikalangan wanita
sedangkan angka kematian lebih tinggi dikalangan pria, juga pada semua golongan umur. Untuk
Indonesia masih perlu dipelajari lebih lanjut. Perbedaan angka kematian ini, dapat disebabkan oleh
faktor-faktor intinsik. Yang pertama diduga meliputi faktor keturunan yang terkait dengan jenis kelamin
atau perbedaan hormonal sedangkan yang kedua diduga oleh karena berperannya faktor-faktor
lingkungan (lebih banyak pria mengisap rokok, minum minuman keras, candu, bekerja berat,
berhadapan dengan pekerjaan-pekerjaan berbahaya, dan seterusnya).

Sebab-sebab adanya angka kesakitan yang lebih tinggi dikalangan wanita, di Amerika Serikat
dihubungkan dengan kemungkinan bahwa wanita lebih bebas untuk mencari perawatan. Di Indonesia
keadaan itu belum diketahui. Terdapat indikasi bahwa kecuali untuk beberapa penyakit alat kelamin,
angka kematian untuk berbagai penyakit lebih tinggi pada kalangan pria

3) Kelas Sosial
Kelas sosial adalah variabel yang sering pula dilihat hubungannya dengan angka kesakitan atau
kematian, variabel ini menggambarkan tingkat kehidupan seseorang. Kelas sosial ini ditentukan oleh
unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan banyak contoh ditentukan pula oleh tempat
tinggal. Karena hal-hal ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk pemeliharaan
kesehatan maka tidaklah mengherankan apabila kita melihat perbedaan-perbedaan dalam angka
kesakitan atau kematian antara berbagai kelas sosial. Masalah yang dihadapi dilapangan ialah
bagaimana mendapatkan indikator tunggal bagi kelas sosial. Di Inggris, penggolongan kelas sosial ini
didasarkan atas dasar jenis pekerjaan seseorang yakni I (profesional), II (menengah), III (tenaga
terampil), IV (tenaga setengah terampil) dan V (tidak mempunyai keterampilan). Di Indonesia
penggolongan seperti ini sulit, karena jenis pekerjaan tidak memberi jaminan perbedaan dalam
penghasilan.

4) Pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat berperan didalam timbulnya penyakit melalui beberapa jalan yakni
a) Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan seperti bahan-bahan
kimia, gas-gas beracun, radiasi, benda-benda fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan dan sebagainya.
b) Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (yang telah dikenal sebagai faktor yang berperan pada
timbulnya hipertensi, ulkus lambung).
c) Ada tidaknya “gerak badan” didalam pekerjaan; di Amerika Serikat ditunjukkan bahwa penyakit jantung
koroner sering ditemukan di kalangan mereka yang mempunyai pekerjaan dimana kurang adanya “gerak
badan”.
d) Karena berkerumun di satu tempat yang relatif sempit maka dapat terjadi proses penularan penyakit
antara para pekerja.
e) Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan pekerjaan di tambang.

Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak dikerjakan di Indonesia
terutama pola penyakit kronis misalnya penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kanker. Jenis
pekerjaan apa saja yang hendak dipelajari hubungannya dengan suatu penyakit dapat pula
memperhitungkan pengaruh variabel umur dan jenis kelamin

5) Etnik/suku
Berbagai golongan etnik dapat berbeda didalam kebiasaan makan, susunan genetika, gaya hidup dan
sebagainya yang dapat mengakibatkan perbedaan-perbedaan didalam angka kesakitan atau kematian.

Didalam mempertimbangkan angka kesakitan atau kematian suatu penyakit antar golongan etnik
hendaknya diingat kedua golongan itu harus distandarisasi menurut susunan umur dan kelamin ataupun
faktor-faktor lain yang dianggap mempengaruhi angka kesakitan dan kematian itu.

Penelitian pada golongan etnik dapat memberikan keterangan mengenai pengaruh lingkungan terhadap
timbulnya suatu penyakit. Contoh yang klasik dalam hal ini ialah penelitian mengenai angka kesakitan
kanker lambung. Didalam penelitian mengenai penyakit ini di kalangan penduduk asli di Jepang dan
keturunan Jepang di Amerika Serikat, ternyata penyakit ini menjadi kurang prevalen di kalangan turunan
Jepang di Amerika Serikat. Ini menunjukkan bahwa peranan lingkungan penting didalam etiologi kanker
lambung.

6) Status Perkawinan
Dari penelitian telah ditunjukkan bahwa terdapat hubungan antara angka kesakitan maupun kematian
dengan status kawin, tidak kawin, cerai dan janda; angka kematian karena penyakit-penyakit tertentu
maupun kematian karena semua sebab makin meninggi dalam urutan tertentu.

Diduga bahwa sebab-sebab angka kematian lebih tinggi pada yang tidak kawin dibandingkan dengan
yang kawin karena ada kecenderungan orang-orang yang tidak kawin kurang sehat. Kecenderungan bagi
orang-orang yang tidak kawin lebih sering berhadapan dengan penyakit, atau karena adanya perbedaan-
perbedaan dalam gaya hidup yang berhubungan secara kausal dengan penyebab penyakit-penyakit
tertentu

7) Besarnya Keluarga dan Struktur Keluarga


Didalam keluarga besar dan miskin, anak-anak dapat menderita karena penghasilan keluarga harus
digunakan oleh banyak orang. Sedangkan struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap
kesakitan (seperti penyakit menular dan gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu
keluarga besar karena besarnya tanggungan secara relatif mungkin harus tinggal berdesak-desakan
didalam rumah yang luasnya terbatas hingga memudahkan penularan penyakit menular di kalangan
anggota-anggotanya; karena persediaan harus digunakan untuk anggota keluarga yang besar maka
mungkin juga tidak dapat membeli cukup makanan yang bernilai gizi cukup atau tidak dapat
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia dan sebagainya.

8) Paritas
Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam hubungan kesehatan si ibu maupun anak.
Dikatakan bahwa terdapat kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik dari yang
berparitas tinggi, terdapat asosiasi antara tingkat paritas dan penyakit-penyakit tertentu seperti asma
bronchiale, ulkus peptikum, pilorik stenosis dan seterusnya. Tapi kesemuanya masih memerlukan
penelitian lebih lanjut.

b. Place
Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu penyakit berguna untuk perencanaan pelayanan
kesehatan dan dapat memberikan penjelasan mengenai etiologi penyakit.
Perbandingan pola penyakit sering dilakukan antara :
1) Batas daerah-daerah pemerintahan
2) Kota dan pedesaan
3) Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan, sungai, laut atau padang pasir)
4) Negara-negara
5) Regional
Hal-hal yang memberikan kekhususan pola penyakit di suatu daerah dengan batas-batas alam ialah :
keadaan lingkungan yang khusus seperti temperatur, kelembaban, turun hujan, ketinggian diatas
permukaan laut, keadaan tanah, sumber air, derajat isolasi terhadap pengaruh luar yang tergambar
dalam tingkat kemajuan ekonomi, pendidikan, industri, pelayanan kesehatan, bertahannya tradisi-tradisi
yang merupakan hambatan-hambatan pembangunan, faktor-faktor sosial budaya yang tidak
menguntungkan kesehatan atau pengembangan kesehatan, sifat-sifat lingkungan biologis (ada tidaknya
vektor penyakit menular tertentu, reservoir penyakit menular tertentu, dan susunan genetika), dan
sebagainya.

Migrasi antar desa tentunya dapat pula membawa akibat terhadap pola dan penyebaran penyakit
menular di desa-desa yang bersangkutan maupun desa-desa di sekitarnya. Peranan migrasi atau
mobilitas geografis didalam mengubah pola penyakit di berbagai daerah menjadi lebih penting dengan
makin lancarnya perhubungan darat, udara dan laut.

Variasi geografis pada terjadinya beberapa penyakit atau keadaan lain mungkin berhubungan dengan 1
atau lebih dari beberapa faktor sebagai berikut :
1) Lingkungan fisis, chemis, biologis, sosial dan ekonomi yang berbeda-beda dari suatu tempat ke tempat
lainnya.
2) Konstitusi genetis atau etnis dari penduduk yang berbeda, bervariasi seperti
karakteristik demografi.
3) Variasi kultural terjadi dalam kebiasaan, pekerjaan, keluarga, praktek higiene perorangan dan bahkan
persepsi tentang sakit atau sehat.
4) Variasi administrasi termasuk faktor-faktor seperti tersedianya dan efisiensi
pelayanan medis, program higiene (sanitasi) dan lain-lain.

Banyaknya penyakit hanya berpengaruh pada daerah tertentu. Misalnya penyakit demam kuning,
kebanyakan terdapat di Amerika Latin. Distribusinya disebabkan oleh adanya “reservoir” infeksi
(manusia atau kera), vektor (yaitu Aedes aegypty), penduduk yang rentan dan keadaan iklim yang
memungkinkan suburnya agen penyebab penyakit. Daerah dimana vektor dan persyaratan iklim
ditemukan tetapi tidak ada sumber infeksi disebut “receptive area” untuk demam kuning. Contoh-
contoh penyakit lainnya yang terbatas pada daerah tertentu atau yang frekuensinya tinggi pada daerah
tertentu, misalnya Schistosomiasis di daerah dimana terdapat vektor snail atau keong (Lembah Nil,
Jepang), gondok endemi (endemic goiter) di daerah yang kekurangan yodium.

Penyebaran masalah kesehatan menurut tempat terjadinya masalah kesehatan tersebut amat penting,
karena dari keterangan yang diperoleh akan dapat diketahui :
1) Jumlah dan Jenis Masalah Kesehatan yang Ditemukan Suatu Daerah.
Dengan diketahuinya penyebaran penyakit disuatu daerah, maka dapat diketahui dengan tepat masalah
– masalah kesehatan yang ada di daerah tersebut. Dengan demikian dapat diidentifkasikan kebutuhan
kesehatan masyarakat setempat.
2) Hal – Hal Yang Perlu Dilakukan Untuk Mengatasi Masalah Kesehatan Di Suatu Daerah.
Apabila telah diketahui Jumlah dan Jenis masalah kesehatan, dapat disusun program kesehatan yang
tepat untuk daerah tersebut. Hasil akhir yang diharapkan adalah masalah kesehatan dapat diatasi
dengan lebih Efektif dan pemakaian sumber daya yang ada tidak akan sia–sia sehingga lebih Efisien.
3) Keterangan Tentang Faktor Penyebab Timbulnya Masalah Kesehatan Di Suatu Daerah.
Keterangan tentang penyebab masalah kesehatan ini dapat diperoleh dengan membandingkan hal – hal
khusus yang ada dan yang tidak ada pada suatu daerah. Perbedan tentang hal – hal khusus tersebut,
mungkin merupakan penyebab timbulnya masalah kesehatan yang dimaksud. Keadaan – keadaan
khusus yang merupakan karakteristik Tempat yang berhubungan dengan masalah kesehatan, antara lain
dapat berupa :
a) Keadaan Geografis
Berupa : letak wilayah, struktur tanah, curah hujan, sinar matahari, angin, kelembaban udara, suhu
udara, daerah pegunungan, pantai, daratan. (Lingkungan Fisis, Chemis dan Biologis )
b) Keadaan Demografis
Perbedaan keadaan penduduk (Demografi) sangat menentukan perbedaan penyebab penyakit menurut
tempat. Keadan Demografis yang dimaksud dapat berupa : Jumlah dan Kepadatan Penduduk, Konstitusi
genetis dan etnis, variasi kultural, dsb.

c) Keadaan Pelayanan Kesehatan


Dalam hal ini, menyangkut jumlah dan cakupan pelayanan kesehatan, mutu layanan kesehatan yang
diselenggarakan serta program higiene dan sanitasi.
Berdasarkan luasnya daerah yang terserang suatu masalah kesehatan, penyebaran menurut
karakteristik Tempat ini secara umum dapat dibedaan menjadi 5 macam, yaitu :
1) Penyebaran pada Satu Wilayah (Setempat / Lokal )
Disini masalah kesehatan hanya ditemukan pada satu wilayah saja. Batasan wilayah yang dimaksudkan
tergantung dari sistem pemerintahan yang dianut, misalnya pada satu kelurahan saja, satu kecamatan
saja dsb. Pembagian menurut wilayah yang sering digunakan adalah Desa dan Kota, karena masing–
masing mempunyai ciri tersendiri yang khas sehingga mempunyai gambaran penyakit yang berbeda–
beda.
2) Penyebaran Beberapa Wilayah
Pengertian penyebaran beberapa wilayah juga tergantung dari sistem pemerintahan yang dianut,
misalnya beberapa kelurahan, beberapa kecamatan dsb.
3) Penyebaran Satu Negara (Nasional)
Pada penyebaran Satu Negara, masalah kesehatan tersebut ditemukan di semua wilayah yang ada
dalam negara tersebut. Tergantung dari keadaan geografis dan luasnya suatu negara, masalah yang
ditimbulkannya akan berbeda pula.
4) Penyebaran Beberapa Negara (Regional)
Masalah kesehatan juga dapat menyebar ke beberapa negara. Masuk tidaknya suatu penyakit ke suatu
negara, dipengaruhi oleh faktor–faktor :
a) Kedaaan geografis suatu Negara
Dalam arti apakah ditemukan keadaan – keadaan geografis tertentu yang menyebabkan suatu penyakit
dapat terjangkit atau tidak di negara tersebut.
b) Hubungan komunikasi yang dimiliki
Dalam arti, apakah letak negara tersebut berdekatan dengan negara yang terjangkit penyakit, bagaiman
sistem transportasi antar negara, bagaimana hubungan antar penduduk, apakah negara tersebut
terbuka untuk penduduk yang berkunjung dan menetap, dsb.
c) Peraturan perundang – undangan yang berlaku.
Hal ini berkaitan dengan peraturan yang berkaitan dengan bidang kesehatan.
5) Penyebaran Banyak Negara (Internasional).
Di sini masalah kesehatan telah ditemukan di banyak negara, yang pada era sekarang ini dengan
kemajuan sistem komunikasi dan transportasi sangat mungkin terjadi.
c. Time
Variabel time meliputi Jam, hari, bulan, tahun, tanggal, Musim penghujan, kemarau, Terus menerus,
berkala, insidentil, Musim buah, perayaan, dan upacara.
Manfaat mempelajari penyebaran masalah kesehatan menurut Waktu adalah untuk mengetahui :
1) Kecepatan Perjalanan Penyakit
Apabila suatu penyakit dalam waktu yang singkat menyebar dengan pesat, hal ini berarti perjalanan
penyakit tersebut berlangsung dengan cepat.

2) Lama Terjangkitnya Suatu Penyakit.


Lama terjangkitnya suatu penyakit dapat diketahui dari penyebaran penyakit menurut waktu, yaitu
dengan memanfaatkan keterangan tentang waktu terjangkitnya penyakit dan keterangan tentang
hilangnya penyakit tersebut.

Faktor – faktor yang mempengaruhi penyebaran masalah kesehatan menurut waktu antara lain :
1) Sifat Penyakit Yang Ditemukan
Hal yang berperan di sini adalah sifat bibit penyakit yang ditemukan, yang dibedakan atas:

a) Potogenesiti / Patogenitas
Kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi pada penjamu sehingga timbul penyakit (Disease
Stimulus)
b) Virulensi
Ukuran keganasan penyakit atau derjat kerusakan yang ditimbulkan oleh bibit penyakit.
c) Antigenesiti / Antigenitas
Kemampuan bibit penyakit untuk merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh (pembentukan
Antigen) pada diri penjamu.
d) Infektiviti / Infektifitas
Kemampuan bibit penyakit mengadakan invasi dan menyesuaikan diri, bertempat tinggal dan
berkembang biak dalam diri penjamu.
2) Keadaan Tempat Terjangkitnya Penyakit
Untuk penyakit infeksi, keadaan yang paling penting adalah menyangkut ada tidaknya reservoir bibit

penyakit � � Environmental Reservoir.


3) Keadaan Penduduk
Sama halnya dengan penyebaran menurut tempat, maka penyebaran masalah kesehatan menurut
waktu ini juga dipengaruhi oleh keadaan penduduk, baik yang menyangkut ciri – ciri manusianya
ataupun yang menyangkut jumlah dan penyebaran penduduk.
4) Keadaan Pelayanan Kesehatan yang Tersedia
Jika keadaan pelayanan kesehatan baik, maka penyebaran suatu masalah kesehatan dapat dicegah,
sehingga waktu terjangkitnya penyakit dapat diperpendek.

Penyebaran masalah kesehatan menurut Waktu, dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu :
1) Penyebaran Satu Saat
Beberapa keadaan khusus yang ditemukan pada penyebaran penyakit pada Satu Saat dibedakan
menjadi 2, yaitu :
a) Point – Source Epidemic
Disebut juga Common Source Epidemic yaitu : Suatu keadaan wabah yang ditandai oleh : Timbulnya
gejala penyakit (onset penyakit) yang cepat, masa inkubasi yang pendek, episode penyakit merupakan
peristiwa tunggal dan hilangnya penyakit dalam waktu yang cepat Contoh : Peristiwa keracunan
makanan muncul hanya pada waktu tertentu saja

b) Contagious Diseases Epidemic


Disebut juga Propagated Epidemic, adalah : Suatu keadaan wabah yg ditandai oleh : Timbulnya gejala
penyakit (onset penyakit) yang pelan, masa inkubasi yang panjang, episode penyakit merupakan
peristiwa majemuk, waktu munculnya penyakit tidak jelas, hilangnya penyakit dalam waktu yang lama.
Contoh : Wabah penyakit menular.
2) Penyebaran Satu Kurun Waktu
Yaitu Perhitungan penyebaran masalah kesehatan yg dilakukan pd satu kurun waktu tertentu atau
disebut Clustering Menurut Waktu. Digunakan untuk mencari penyebab penyakit.
3) Penyebaran Siklis
Disebut penyebaran secara siklis bila Frekuensi suatu masalah kesehatan naik atau turun menurut suatu
siklus tertentu, misalnya menurut kalender tertentu (minggu, bulan, tahun); menurut keadaan cuaca
tertentu (musim hujan, musim panas); menurut peristiwa tertentu (musim panen, paceklik).
4) Penyebaran Sekular
Disebut penyebaran secara sekular apabila perubahan yang terjadi berlangsung dalam waktu yang
cukup lama, Misalnya lebih dari 10 tahun.
4. Macam-macam Disain Studi Epidemiologi Deskriptif
a. Studi Korelasi
Studi korelasi merupakan desain studi epidemiologi yang menggunakan data dari seluruh populasi untuk
membandingkan frekuensi penyakit pada kelompok-kelompok yang berbeda dari suatu populasi pada
suatu periode yang sama dan membandingkan frekuensi dari kelompok-kelompok yang sama pada
periode yang berbeda.

Kelebihan studi korelasi :


1) Dapat dilakukan cepat dan tidak mahal karena data yang diperlukan biasanya telah tersedia.
2) Desain studi yang paling sering digunakan sebagai langkah awal untuk meneliti kemungkinan adanya
hubungan antara faktor resiko dan kejadian penyakit.
Kelemahan dari studi korelasi adalah karena studi ini berdasarkan populasi maka tidak dapat dipakai
untuk melihat hubungan antara faktor resiko penyakit dengan individu anggota populasi tersebut, tidak
dapat mengontrol faktor confounding, dan data korelasi hanya mempresentasikan tingkat rata-rata
keterpaparan daripada nilai yang sebenarnya yang dialami oleh individu-individu.

b. Case report dan case series


Berbeda dengan studi korelasi, penelitian ini menggambarkan pengalaman dari pasien-pasien atau
group dari populasi dengan diagnosa yang sama. Kegunaan case report and case series adalah menandai
adanya penyakit baru dan memformulasikan hipotesa yang berkaitan dengan kemungkinan antara
faktor-faktor resiko dan timbulnya penyakit. Sedangkan keterbatasan dari case report and case series
adalah tidak bisa untuk membuktikan adanya hubungan yang valid secara statistik antara faktor resiko
dengan timbulnya kejadian, case report hanya merupakan pengalaman perorang dan adanya faktor
resiko yang dicurigai merupakan faktor kebetulan saja, case series merupakan kumpulan dari case
report dan kadang-kadang cukup besar datanya untuk dilakukan pengukuran terhadap keterpaparan
dengan faktor resiko tetapi tidak ada kelompok pembanding.

c. Studi cross sectional


Studi ini sering disebut studi survei prevalens. Pada studi ini status keterpaparan dengan faktor resiko
dan status penyakit diukur secara simultan pada individu-individu dari populasi yang telah ditentukan.
Pada studi cross sectional dapat diperoleh informasi tentang frekuensi penyakit, karakteristik penyakit,
dan frekuensi penyakit serta karakteristik penyakit yang dipotret dalam waktu bersamaan. Data dari
studi ini sangat bermanfaat khususnya dibidang kesehatan masyarakat dalam mengukur status
kesehatan dan kebutuhan atas pelayanan kesehatan. Data dari studi ini kebanyakan merupakan kasus-
kasus prevalens daripada kasus insidens.

5. Cara Penyajian Data Epidemiologi Deskriptif


a. Narasi
b. Tabel distribusi
c. Tabulasi silang
d. Diagram/grafik/gambar
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara keseluruhan fungsi pokok epidemiologi adalah untuk memastikan bahwa di dalam suatu pupulasi
terdapat kelompok yang memiliki angka penyakit, ketidakmampuan, cedera, atau bahkan angka
kematian. Epidemiologi memiliki peran yang pasti dalam kegiatan pengendalian dan pencegahan bukan
saja penyakit menular tetapi juga penyakit kronis sekaligus penyakit dan kondisi yang berkaitan dengan
gaya hidup dan peruilaku.

B. Saran
Diharapkan kepada pembaca terutama mahasisiwi keperawatan untuk mengerti dan memahami
tentang epidemiologi sehingga dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan pada proses
penyebaran penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Aswar, Azrul. Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Binarupa Akasara. 1999


Bonita, Beaglehole. Dasar – dasar Epidemiologi, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. 1997.
Bustan MN. Pengantar Epidemiologi, Jakarta, Rineka Cipta. 2002.
Chandra, Budiman. Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta ; EGC, 1996.
Effendy, Nasrul. Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat, edisi 2. Jakarta : EGC, 1998.
Eko Budiarto. Pengantar Epidemiologi, Jakarta, EGC. 2003.
Leavel, H.R and Clark, E.G. Preventive Medicine for the Doctor in His Community, 3th Edition, Mc Graw-Hill Inc,
New York, 1965.
Murti, Bhisma. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. 2003.
Noor Nasri. Dasar Epidemiologi, Jakarta, Rineka Cipta. 2000
Stanhope and Lancaster. Community Health Nursing ; Process and practise for Promoting Health, Mosby Company
St. Louis, USA, 1989.
Sutrisna, Bambang. Pengantar Metoda Epidemiologi, Jakarta, Dian Rakyat. 1994
Thomas C. Timmreck, PhD , Epidemiologi Suatu Pengantar, Jakarta, EGC. 2005

Kriteria kausalitas B.Hill (1897-1991)

Menurut Bradford Hill (1897-1991),


membuat kriteria dari suatu faktor sehingga faktor tersebut dapat dikatakan
sebagai faktor yang mempunyai hubungan kausal.Kriteria tersebut antara lain:
1. Kekuatan asosiasi
2. Konsistensi
3. Spesifisitas
4. Hubungan temporal
5. Efek dosis respon
6. Biologic plausibility (masuk akal)
7. Koherensi bukti-bukti
8. Bukti Eksperimen
9. Analogi

Dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Kekuatan asosiasi: Semakin kuat asosiasi, maka semakin sedikit hal tersebut
dapat merefleksikan pengaruh dari faktor-faktor etiologis lainnya.
Kriteria ini membutuhkan juga presisi statistik (pengaruh minimal dari
kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajian-kajian yang ada terhadap
bias (seleksi, informasi, dan kekacauan).
2. Konsistensi: Replikasi dari temuan oleh investigator yang berbeda, saat yang
berbeda, dalam tempat yang berbeda, dengan memakai metode berbeda dan kemampuan
untuk menjelaskan dengan meyakinkan jika hasilnya berbeda.
3. Spesifisitas dari asosiasi: Ada hubungan yang melekat antara spesifisitas dan
kekuatan yang mana semakin akurat dalam mendefinisikan penyakit dan penularannya,
semakin kuat hubungan yang diamati tersebut. Tetapi, fakta bahwa satu agen
berkontribusi terhadap penyakit-penyakit beragam bukan merupakan bukti yang
melawan peran dari setiap penyakit.
4. Temporalitas: Kemampuan untuk mendirikan kausa dugaan bahka pada saat efek sementara
diperkirakan.
5. Tahapan biologis: Perubahan yang meningkat dalam konjungsi dengan perubahan kecocokan
dalam penularan verifikasi terhadap hubungan dosis-respon konsisten dengan model
konseptual yang dihipotesakan.
6. Masuk akal: Lebih siap untuk menerima kasus dengan hubungan yang konsisten dengan
pengetahuan dan keyakinan kami secara umum. Telah jelas bahwa kecenderungan ini
memiliki lubang-lubang kosong, tetapi akal sehat selalu saja membimbing kita.
7. Koherensi: Bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang dihipotesakan
untuk membentuk gambaran yang koheren?
8. Eksperimen: Demonstrasi yang berada dalam kondisi yang terkontrol merubah kausa
bukaan untuk hasil yang merupakan nilai yang besar, beberapa orang mungkin
mengatakannya sangat diperlukan, untuk menyimpulkan kausalitas.
9. Analogi: Lebih siap lagi untuk menerima argumentasi-argumentasi yang menyerupai
dengan yang di dapatkan.

http://rismaarumlintarindira.blogspot.com/2010/11/teori-kausalitas-sir-austin-bradford.html

Teori Kausalitas Austin Bradford Hill (1897-1991)

Hills Criteria Causation menguraikan kondisi minimal yang diperlukan untuk membangun
hubungan sebab akibat antara dua faktor. Kriteria tersebut awalnya disampaikan oleh Austin
Bradford Hill (1897-1991), seorang ahli statistik medis Inggris, yaitu :

1. Hubungan Temporal (Temporal Relationship)


Paparan selalu mendahului hasilnya. Jika faktor "A" adalah diyakini menyebabkan penyakit,
maka jelas bahwa faktor "A" tentu harus selalu mendahului terjadinya penyakit. Kriteria ini
meniadakan validitas dari semua penjelasan fungsional yang digunakan dalam ilmu sosial.
2. Kekhususan (Specifity)
Ketika ditemukan kekhususan antara dua faktor yang berhubungan, maka akan menyediakan
dukungan tambahan untuk hubungan sebab akibat. Namun, tidak adanya kekhususan sama sekali
tidak meniadakan hubungan kausal. Karena hasil (apakah itu penyebaran penyakit, kejadian
perilaku sosial tertentu manusia atau perubahan suhu global) yang cenderung memiliki beberapa
faktor yang mempengaruhi mereka, sangat mungkin bahwa kita akan menemukan satu per satu
penyebab pengaruh hubungan antara dua fenomena. Hubungan sebab akibat itu sangat banyak.
Oleh karena itu, perlu untuk menguji hubungan sebab akibat tertentu dalam cara pandang
sistematik yang lebih besar.

3. Hubungan Dosis-Respon (Dose-Respon Relationship)


Peningkatan jumlah paparan meningkatkan risiko. Jika hubungan dosis-respon muncul, maka
akan menjadi bukti kuat untuk menjadi hubungan sebab akibat. Contoh: hubungan antara
pertumbuhan penduduk dan intensifikasi pertanian. Jika pertumbuhan penduduk merupakan
penyebab intensifikasi pertanian, maka peningkatan jumlah penduduk dalam suatu daerah
tertentu harus menghasilkan peningkatan yang sepadan dalam jumlah energi dan sumber daya
yang diinvestasikan dalam produksi pertanian. Sebaliknya, bila penurunan populasi terjadi, kita
harus melihat pengurangan sepadan dalam investasi energi dan sumber daya per hektar.

4. Ketetapan (Consistency)
Asosiasi (hubungan) ini menjadi konsisten (tetap) ketika hasilnya direplikasi dalam studi di
setting yang berbeda dan menggunakan metode yang berbeda. Artinya, jika sebuah hubungan
menjadi sebab akibat, maka kita akan mengharapkan untuk menemukannya secara konsisten
(tetap) dalam studi yang berbeda dan dalam populasi yang berbeda. Inilah sebabnya mengapa
percobaan harus banyak dilakukan terlebih dahulu, sebelum laporan yang berarti dibuat tentang
hubungan sebab akibat antara dua faktor. Sebagai contoh, diperlukan ribuan penelitian yang
sangat teknis dari hubungan antara merokok dan kanker sebelum kesimpulan yang pasti bisa
dibuat bahwa merokok meningkatkan risiko (tetapi tidak menyebabkan) kanker.

5. Kekuatan (Strenght)
Hal ini didefinisikan oleh ukuran dasar yang diukur dengan tes statistik yang sesuai. Semakin
kuat asosiasi, semakin besar kemungkinan bahwa hubungan dari "A" ke "B" adalah kausal.
Sebagai contoh, semakin tinggi hubungan hipertensi dengan diet sodium, semakin kuat
hubungan antara sodium dan hipertensi.

6. Masuk Akal (Plausability)


Hubungan antara dua faktor harus dapat dipahami, saling berhubungan dan dibutuhkan dasar-
dasar teoritikal dari masing-masing faktor tersebut. Sebagai contoh adanya perluasan wilayah di
suatu populasi dan insiden adanya perang suku akan cocok dengan teori ekologi konflik yang
berhubungan dengan pengusaan wilayah dan sumber daya alam.

7. Pertimbangan Untuk Mencari Penjelasan Alternatif (Consideration of Alternates Explanation)


Selalu perlu untuk mempertimbangkan beberapa hipotesis sebelum membuat kesimpulan tentang
hubungan sebab akibat antara dua item dalam penyelidikan.

8. Eksperimen (Experiment)
Kondisi ini dapat diubah (dicegah atau diperbaiki) oleh eksperimental yang sesuai dengan faktor-
faktor yang berhubungan.

9. Kesesuaian (Coherence)
Hubungan ini harus sesuai dengan teori dan pengetahuan yang ada. Dengan kata lain, perlu untuk
mengevaluasi pernyataan-pernyataan hubungan sebab akibat yang secara langsung dalam suatu
bidang tertentu dan dalam bidang terkait.
http://septifkmundip.blogspot.com/2010/10/delapan-kriteria-kausalitas-menurut-b.html

Kriteria kausalitas B.Hill (1897-1991)

Menurut Bradford Hill (1897-1991),


membuat kriteria dari suatu faktor sehingga faktor tersebut dapat dikatakan
sebagai
faktor yang mempunyai hubungan kausal.Kriteria tersebut antara lain:
1. Kekuatan asosiasi
2. Konsistensi
3. Spesifisitas
4. Hubungan temporal
5. Efek dosis respon
6. Biologic plausibility (masuk akal)
7. Koherensi bukti-bukti
8. Bukti Eksperimen
9. Analogi

Dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Kekuatan asosiasi: Semakin kuat asosiasi, maka semakin sedikit hal


tersebut
dapat merefleksikan pengaruh dari faktor-faktor etiologis lainnya.
Kriteria ini membutuhkan juga presisi statistik (pengaruh minimal dari
kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajian-kajian yang ada terhadap
bias (seleksi, informasi, dan kekacauan).
2. Konsistensi: Replikasi dari temuan oleh investigator yang berbeda, saat
yang
berbeda, dalam tempat yang berbeda, dengan memakai metode berbeda dan
kemampuan
untuk menjelaskan dengan meyakinkan jika hasilnya berbeda.
3. Spesifisitas dari asosiasi: Ada hubungan yang melekat antara spesifisitas
dan
kekuatan yang mana semakin akurat dalam mendefinisikan penyakit dan
penularannya,
semakin kuat hubungan yang diamati tersebut. Tetapi, fakta bahwa satu agen
berkontribusi terhadap penyakit-penyakit beragam bukan merupakan bukti
yang
melawan peran dari setiap penyakit.
4. Temporalitas: Kemampuan untuk mendirikan kausa dugaan bahka pada saat efek
sementara
diperkirakan.
5. Tahapan biologis: Perubahan yang meningkat dalam konjungsi dengan
perubahan kecocokan
dalam penularan verifikasi terhadap hubungan dosis-respon konsisten dengan
model
konseptual yang dihipotesakan.
6. Masuk akal: Lebih siap untuk menerima kasus dengan hubungan yang konsisten
dengan
pengetahuan dan keyakinan kami secara umum. Telah jelas bahwa
kecenderungan ini
memiliki lubang-lubang kosong, tetapi akal sehat selalu saja membimbing
kita.
7. Koherensi: Bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang
dihipotesakan
untuk membentuk gambaran yang koheren?
8. Eksperimen: Demonstrasi yang berada dalam kondisi yang terkontrol merubah
kausa
bukaan untuk hasil yang merupakan nilai yang besar, beberapa orang mungkin
mengatakannya sangat diperlukan, untuk menyimpulkan kausalitas.
9. Analogi: Lebih siap lagi untuk menerima argumentasi-argumentasi yang
menyerupai
dengan yang di dapatkan
http://rismalink3.wordpress.com/2010/10/21/teori-kausalitas-sir-austin-bradford-hill/

Kriteria kausalitas Bradford Hill (Tugas Epid P2M NM)


Kriteria untuk kesimpulan kausal dalam
epidemiologi
Kriteria untuk kesimpulan kausal menjadi isu yang penting dan kontroversial dengan
dibentuknya Advisory Comitte pertama untuk Surgeon General on Health
Consequences of Smoking. Pada laporan lembaga ini di tahun 1964, komite ini
memperlihatkan daftar “kriteria epidemiologis untuk kausalitas” yang mana oleh Sir
Austin Bradford Hill kemudian diurai lagi dalam tulisan klasiknya tahun 1965 President
Address to the newly formed Section of Occupational Medicine dari Royal Society.
Kriteria yangdibuat Hill secara luas diketahui sebagai basis untuk menyimpulkan
kausal-kausal.
Kriteria Bradford Hill :

1. Kekuatan asosiasi

Semakin kuat asosiasi (hubungan), maka semakin sedikit hal tersebut dapat merefleksikan
pengaruh dari faktor-faktor etiologis lainnya Hal Ini didefinisikan melalui ukuran dasar yang
diukur dengan tes statistik yang sesuai. Semakin kuat asosiasi, semakin besar kemungkinan
bahwa hubungan dari "A" ke "B" adalah kausal. Sebagai contoh, hipertensi berkorelasi tinggi
dengan diet sodium tinggi, maka semakin kuat pula hubungan antara natrium dan hipertensi.
Demikian pula semakin tinggi korelasi antara tempat tinggal patrilocal dan praktek sunat laki-
laki, maka semakin kuat hubungan antara dua praktek sosial.

 besaran dari rasio kejadian paparan terhadap kejadian tidak ada bukaan
 seberapa kuatkah “kuat” itu? Perhatikan, contoh:

Resiko relatif “Arti”


1.1-1.3 Lemah
1.4-1.7 Agak kuat
1.8-3.0 Rata-rata
3-8 Kuat
8-16 Sangat kuat
16-40 Dramatis
40+ Tidak dapat ditangani

Asosiasi yang kuat tampak kurang menjadi hasil dari faktor-faktor etiologis lainnya dibanding
dengan asosiasi yang lemah.
2. Temporalitas
Exposure always precedes the outcome. If factor "A" is believed to cause a disease, then it is
clear that factor "A" must necessarily always precede the occurrence of the disease. Paparan
selalu mendahului hasilnya. Jika faktor "A" adalah diyakini menyebabkan penyakit, maka jelas
bahwa faktor "A" tentu harus selalu mendahului terjadinya penyakit.
Temporalitas juga berarti kemampuan untuk mendirikan kausa dugaan bahkan pada saat efek
sementara diperkirakan. Terkadang sangat sulit untuk mendokumentasikan rangkaian, terutama
jika ada jeda yang panjang antara paparan dan penyakit, penyakit subklinis, paparan (misalnya
perlakuan) yang membawa manifestasi awal dari penyakit.
3. Dose respons
An increasing amount of exposure increases the risk. If a dose-response relationship is present,
it is strong evidence for a causal relationship. Peningkatan jumlah paparan meningkatkan
terjadinya resiko. Jika hubungan dosis respons itu ada, maka hal itu merupakan bukti ilmiah yang
kuat untuk sebuah hubungan sebab akibat. Jika faktor tertentu adalah penyebab penyakit, maka
kejadian penyakit harus menurun ketika paparan pada faktor tersebut dikurangi atau dihilangkan.
Sebuah contoh antropologi ini akan menjadi hubungan antara pertumbuhan penduduk dan
intensifikasi pertanian. Jika pertumbuhan penduduk merupakan penyebab intensifikasi pertanian,
maka peningkatan jumlah penduduk dalam suatu daerah tertentu harus menghasilkan
peningkatan yang sepadan dalam jumlah energi dan sumber daya yang diinvestasikan dalam
produksi pertanian. Sebaliknya bila penurunan populasi terjadi, kita harus melihat pengurangan
yang sepadan dalam investasi energi dan sumber daya per hektar.
4. Koherensi
The association should be compatible with existing theory and knowledge. In other words, it is
necessary to evaluate claims of causality within the context of the current state of knowledge
within a given field and in related fields.
Hubungan yang didapat harus cocok dengan teori dan ilmu pengetahuan yang sudah ada. Dengan
kata lain, perlu mengevaluasi klaim kausalitas dalam konteks ilmu pengetahuan pada bidang
tertentu dan dengan bidang-bidang lain yang terkait.
Apakah interpretasi kausal cocok dengan fakta yang diketahui dalam sejarah alam dan biologi
dari penyakit, termasuk juga pengetahuan tentang distribusi dari bukaan dan penyakit (orang,
tempat, waktu) dan hasil dari eksperimen laboratorium.
5. Konsistensi
Hubungan yang ditemukan itu konsisten ketika hasilnya direplikasi dalam studi pada setting
(waktu dan tempat) yang berbeda dengan menggunakan metode yang berbeda. Maka dari itu,
jika sebuah hubungan yang ditemukan adalah hubungan kausal, maka dapat diharapkan untuk
menemukannya secara konsisten dalam studi yang berbeda dan dalam populasi yang berbeda.
Inilah sebabnya mengapa banyak percobaan harus dilakukan sebelum laporan yang berarti dapat
dibuat tentang hubungan kausal antara dua atau lebih faktor. Sebagai contoh, diperlukan ribuan
studi teknis yang berkualitas tentang hubungan antara merokok dan kanker sebelum kesimpulan
yang pasti bisa dibuat bahwa merokok meningkatkan risiko (tetapi tidak menyebabkan) kanker.
Demikian pula akan memerlukan studi berbagai perbedaan kinerja antara laki-laki dan
perempuan dengan sejumlah peneliti yang berbeda dan di bawah berbagai keadaan yang berbeda
sebelum suatu kesimpulan dapat dibuat mengenai apakah perbedaan gender mempengaruhi
kinerja tersebut
6. Biological plaucibility
The association agrees with currently accepted understanding of pathological processes. In other
words, there needs to be some theoretical basis for positing an association between a vector and
disease, or one social phenomenon and another. Hubungan yang didapat sesuai dengan
pemahaman tentang proses patologik yang diterima secara umum. Dalam kata lain, dibutuhkan
beberapa teori dasar untuk memastikan suatu hubungan diantara vektor dan penyakit, atau satu
fenomena sosial dengan yang lain.
Seseorang mungkin, secara kebetulan, menemukan korelasi antara harga pisang dan pemilihan
penangkap anjing dalam suatu komunitas tertentu, tetapi tidak ada kecenderungan akan ada
hubungan logis diantara kedua fenomena tersebut. Di sisi lain, penemuan korelasi antara
pertumbuhan penduduk dan kejadian perang antar desa Yanomamo sesuai dengan teori ekologi,
yaitu konflik dalam kondisi untuk meningkatkan persaingan sumber daya. Akan tetapi, pada saat
yang sama, penelitian yang tidak setuju dengan teori yang ditetapkan tersebut belum tentu salah,
mereka mungkin, pada kenyataannya, kekuatan peninjauan kembali atas keyakinan diterima dan
prinsip-prinsip.
Analogy
Jika pada percobaan yang dilakukan pada hewan (contoh : tikus) mengindikasikan adanya
hubungan sebab akibat, maka hubungan sebab akibat itu dapat pula ditemukan jika diterapkan
pada manusia.
8. Specificity
Spesifitas dapat ditegakkan bila diduga penyebab tunggal menghasilkan efek tertentu. Hal ini
dianggap merupakan kriteria yang paling lemah dari semua kriteria. Penyakit disebabkan
merokok, misalnya, tidak memenuhi kriteria ini. Ketika spesifisitas dari sebuah hubungan
ditemukan , ia menyediakan dukungan tambahan untuk hubungan kausal. Namun, tidak adanya
kekhususan tidak berarti meniadakan hubungan kausal Karena outcome (apakah itu penyebaran
penyakit, kejadian sosial perilaku manusia tertentu atau perubahan suhu global) kemungkinan
memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi mereka, sangat jarang hubungan sebab akibat
ditemukan satu persatu dari 2 fenomena. Biasanya hubungan sebab akibat itu terdiri macam-
macam sebab (multiple). Oleh karena itu perlu menguji hubungan kausal tertentu dalam
perspektif sistemik yang lebih besar .
9. Bukti-bukti eksperimental
Beberapa tipe desain kajian dapat memberikan bukti yang lebih meyakinkan dibanding desain
kajian jenis lainnya. Kajian-kajian intervensi dapat menyediakan dukungan yang terkuat,
terutama ketika bukaan dapat dilakukan secara acak. Karena tidak etis dan/atau tidak praktis
untuk menentukan banyak paparan sebagai kajian epidemiologis. Satu alternatif yang mungkin
adalah dengan menghilangkan paparan dan melihat apakah penyakit menurun, kecuali jika
proses kausal dianggap tidak dapat lagi dibalikkan.
http://izzaari.blogspot.com/2010/10/kriteria-kausalita-bradford-hill.html

Kriteria Kausal menurut Bradford Hill

Kriteria untuk kesimpulan kausal dalam epidemiologi

Kriteria untuk kesimpulan kausal menjadi isu yang penting dan kontroversial dengan
dibentuknya Advisory Comitte pertama untuk Surgeon General on Health Consequences of
Smoking. Pada laporan lembaga ini di tahun 1964, komite ini memperlihatkan daftar “kriteria
epidemiologis untuk kausalitas” yang mana oleh Sir Austin Bradford Hill kemudian diurai lagi
dalam tulisan klasiknya tahun 1965 President Address to the newly formed Section of
Occupational Medicine dari Royal Society. Kriteria yangdibuat Hill secara luas diketahui sebagai
basis untuk menyimpulkan kausal-kausal.

Kriteria Bradford Hill


1. Kekuatan asosiasi-semakin kuat asosiasi, maka semakin sedikit hal tersebut dapat
merefleksikan pengaruh dari faktor-faktor etiologis lainnya. Kriteria ini membutuhkan juga
presisi statistik (pengaruh minimal dari kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajian-
kajian yang ada terhadap bias (seleksi, informasi, dan kekacauan)
2. Konsistensi-replikasi dari temuan oleh investigator yang berbeda, saat yang berbeda, dalam
tempat yang berbeda, dengan memakai metode berbeda dan kemampuan untuk menjelaskan
dengan meyakinkan jika hasilnya berbeda.
3. Spesifisitas dari asosiasi-ada hubungan yang melekat antara spesifisitas dan kekuatan yang
mana semakin akurat dalam mendefinisikan penyakit dan penularannya, semakin juat hubungan
yang diamati tersebut. Tetapi, fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap penyakit-penyakit
beragam bukan merupakan bukti yang melawan peran dari setiap penyakit.
4. Temporalitas-kemampuan untuk mendirikan kausa dugaan bahka pada saat efek sementara
diperkirakan
5. Tahapan biologis-perubahan yang meningkat dalam konjungsi dengan perubahan kecocokan
dalam penularan verifikasi terhadap hubungan dosis-respon konsisten dengan model konseptual
yang dihipotesakan.
6. Masuk akal-kami lebih siap untuk menerima kasus dengan hubungan yang konsisten dengan
pengetahuan dan keyakinan kami secara umum. Telah jelas bahwa kecenderungan ini memiliki
lubang-lugang kosong, tetapi akal sehat selalu saja membimbing kita
7. Koherensi-bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang dihipotesakan untuk
membentuk gambaran yang koheren?
8. Eksperimen-demonstrasi yang berada dalam kondisi yang terkontrol merubah kausa bukaan
untuk hasil yang merupakan nilai yang besar, beberapa orang mungkin, mengatakannya sangat
diperlukan, untuk menyimpulkan kausalitas
9. Analogi-kami lebih siap lagi untuk menerima argumentasi-argumentasi yang menyerupai
dengan yang kami dapatkan

Kekuatan asosiasi
• ekses-ekses yang telah diketahui sebelumnya dari penyakit dan diasosiasikan dengan bukaan
• besaran dari rasio kejadian bukaan terhadap kejadian tidak ada bukaan
• seberapa kuatkah “kuat” itu? Perhatikan, contoh:
Resiko relatif “Arti”
1.1-1.3 Lemah
1.4-1.7 Agak kuat
1.8-3.0 Rata-rata
3-8 Kuat
8-16 Sangat kuat
16-40 Dramatis
40+ Tidak dapat ditangani

Asosiasi yang kuat tampak kurang menjadi hasil dari faktor-faktor etiologis lainnya dibanding
dengan asosiasi yang lemah.

Konsistensi
Asosiasi telah “diamati berulang kali oleh orang yang berbeda, tempat yang berbeda, keadaan
dan waktu yang berbeda pula”Konsistensi membantu dalam perlindungan dari munculnya
kesalahan atau artefak. Tetapi hasil yang diobservasi dengan konsisten tidak langsung bebas dari
bias, terutama dalam sejumlah kecil kajian, dan hasil dalam populasi yang berbeda akan sama
sekali berbeda jika hubungan kausal dipengaruhi olhe ada atau tidak adanya variabel-variabel
pemodifikasi.

Spesifisitas
Hubungan antara bukaan dan penyakit adalah spesifik dalam beragam cara-penyakit spesifik
terhubung dengan bukaan yang spesifik pula, tipe spesifik dari bukaan lebih efektif, dan
seterusnya. Ada hubungan dekat antara spesifisitas dan kekuatan dimana didefinisikan lebih
akurat untuk penyakit dan bukaan, akan semakin kuat resiko relatif yang diobservasi.
Tetapi adanya fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap banyak penyakit bukan merupakan
bukti yang menyanggah perannya dalam setiap penyakit. Sebagai contoh, rokok dapat
menyebabkan banyak penyakit.

Temporalitas
Pertama adalah bukaan, kemudian penyakit.
Terkadang sangat sulit untuk mendokumentasikan rangkaian, terutama jika ada tundaan yang
panjang antara bukaan dan penyakit, penyakit subklinis, bukaan (misalnya perlakuan) yang
membawa manifestasi awal dari penyakit.

Masuk akal
Apakah asosiasi masuk akal secara biologis
Misalnya, estrogen dan kanker endometrial, estrogen dan kanker payudara, kontrasepsi oral dan
kanker payudara.

Koherensi
Apakah interpretasi kausal cocok dengan fakta yang diketahui dalam sejarah alam dan biologi
dari penyakit, termasuk juga pengetahuan tentang distribusi dari bukaan dan penyakit (orang,
tempat, waktu) dan hasil dari eksperimen laboratorium. Apakah semua “potongan telah cocok
tempatnya”.

Bukti-bukti eksperimental
Beberapa tipe desain kajian dapat memberikan bukti yang lebih meyakinkan dibanding desain
kajian jenis lainnya. Kajian-kajian intervensi dapat menyediakan dukungan yang terkuat,
terutama ketika bukaan dapat dilakukan secara acak. Karena tidak etis dan/atau tidak praktis
untuk menentukan banyak bukaan sebagai kajian epidemiologis. Satu alternatif yang mungkin
adalah dengan menghilangkan bukaan dan melihat apakah penyakit menurun, kecuali jika proses
kausal dianggap tidak dapat lagi dibalikkan.
Misalnya, pellagra, kudis, HDFP, LRC-CPPT, MRFIT.

Analogi
Apakah pernah ada situasi yang serupa di masa lalu? (misalnya rubella, thalidomide selama
kehamilan)
Pengecualian bagi temporalitas, tidak ada kriteria yang absolut, karena asosiasi kausal dapat
sangat lemah, relatif non-spesifik, diobservasi tidak konsisten, dan dalam konflik dengan
pengungkapan penmahaman biologis. Tetapi, setiap kriteria yang memperkuat jaminan kami
dalam mencapai penilaian kausalitas.
Beberapa dari kriteria (misalnya, koherensi, tahapan biologis, spesifisitas, dan mungkin juga
kekuatan) dapat dirumuskan dalam bentuk isu yang lebih umum dari konsistensi data yang
diobservasi dengan model hipotesisasi etiologis (biasanya biologis). Sebagai contoh, tahapan
biologis tidak harus monoton, seperti dalam kasus dosis radiasi tinggi yang mana akan mengarah
kepada pembunuhan sel-sel dan karena itu menurunkan kemungkinan perkembangan tumor.
Serupa dengan itu, spesifisitas dapat dipakai pada situasi-situasi tertentu tetapi tidak untuk situasi
lain, tergantung pada proses patofisiologis yangdihipotesiskan.

Pencarian Kausa versus Pembuatan-Keputusan


Kesimpulan kausal sangat penting secara fundamental untuk memajukan pengetahuan ilmiah.
Pendirian Popper adalah dalam sifat akhirnya, setiap teori itu tentatif. Setiap teori dapat secara
potensial dapat dijatuhkan oleh data yang tidak cocok yang tidak mungkin dijadikan pertanyaan.
Maka berbagai sudut pandang, pengetahuan ilmiah dan kemajuannya selalu melalui beragam
percoban untuk menyangkal teori-teori yang telah ada.
Dengan memperhatikan isu-isu dalam kesimpulan kausal dalam epidemiologi, walaupun, akan
sangat berguna untuk membuat pembedaan antara kesimpulan yang ditujukan untuk mendirikan
etiologi dan kesimpulan yang ditujukan untuk mendapatkan keputusan tindakan atau keputusan
tidak ada tindakan. Pendirian Popper kurang bisa dialikasikan dalam kesimpulan kausal untuk
mendukung pembuatan-keputusan, karena pentingnya tindakan sesuai dengan waktu. Walaupun
keputusan individual dan kolektif seringkali didasarkan pada konsiderasi selain dari pengetahuan
ilmiah, dan bahkan tanpa data kausal valid sekalipun, kesimpulan kausal sangat fundamental
dalam pembuatan-keputusan. Lebih jauh lagi, penilaian kausalitas-akhirnya oleh kewenangan
pemerintah dan publik yang lebih besar-merupakan basis kritis untuk resolusi dari isu-isu
kontroversial, misalnya, pembatasan produk-produk seperti tembakau, saccharin, kopi,
kontrasepsi oral, senjata genggam; kontrol polusi dan seterusnya. Mereka yang bertindak dapat
memuji kata-kata Hill:
Semua kerja ilmiah itu tidak lengkap-apakah itu eksperimental ataupun observasional. Semua
kerja ilmiah itu berkemungkinan untuk ditumbangkan atau dimodifikasi oleh pengetahuan yang
lebih maju. Yang mana tidak memberikan kita kebebasan untuk mengabaikan pengetahuan yag
telah kita miliki, atau menangguhkan tindakan yang tampaknya dibutuhkan setiap waktu.

http://ratna-nougra.blogspot.com/2010/10/kriteria-kausal-menurut-bradford-hill.html

Kriteria kausalitas menurut B Hill


KAUSALITAS
(Menurut B Hill )

Konsep Kausalitas
Mervyn Susser mengajukan bahwa untuk hubungan kausal, epidemiologi memiliki atribut-atribut
sebagai berikut: asosiasi, urutan waktu, dan arah. Sebuah kausa adalah sesuatu yang
diasosiasikan dengan efeknya, yang muncul sebelum atau paling tidak pada saat yang bersamaan
dengan efek tersebut, dan bertindak terhadap efeknya. Dalam prinsipnya, sebuah kausa dapat
diharuskan-tanpanya efek tidak akan muncul-dan/atau memadai-dengannya efek akan muncul
walaupun tidak ada atau ada faktor lainn yang terlibat di dalamnya. Dalam prakteknya,
bagaimanapun, akan selalu mungkin untuk mendapatkan faktor-faktor lain yang ada atau tidak
ada yang mungkin dapat mencegah efek, karena, seperti contoh tombol lampu di atas-asumsi-
asumsi akan selalu bermunculan. Kegagalan dalam membangun lima tahapan seperti di atas
mungkin akan menjadi penyebab yang memadai untuk kematian. Tetapi tetap dapat disanggah
bahwa kematian tidak akan terjadi jika ada pencegahan sebelumnya.
Rothman, telah merincikan komponen-komponen model kausal yang mencoba untuk
mengakomodasikan semua multiplisitas faktor tersebut, yang berkontribusi dalam munculnya
hasil. Dalam model Rothman tersebut, penyebab-penyebab yang memadai diperlihatkan dalam
lingkaran penuh (kue kausal), segmen-segmen memperlihatkan komponen penyebab. Ketika
semua komponen penyebab muncul, maka kausa yang memadai telah lengkap dan hasil akan
muncul. Ada kemungkinan dari munculnya lebih dari satu penyebab yang memadai (misalnya
lingkaran penuh) untuk hasil, maka hasil akan muncul dalam banyak jalur. Komponen-
komponen penyebab yang merupakan bagian dari setiap kausa yang memadai juga dianggap
sebagai penyebab. Periode induksi untuk sebuah kejadian didefinisikan melalui relasi terhadap
setiap komponen khusus kausa, pada saat waktu yang dibutuhkan bagi komponen kausa yang
tersisa juga memunculkan diri. Maka, komponen kausa terakhir yang memiliki periode induksi
nol. Model ini sangat berguna untuk mengilustrasikan sejumlah konsep-konsep epidemiologis,
khususnya dalam hubungan dengan “sinergisme” dan “modifikasi efek”, dan kita akan kembali
lagi pada bab kemudian.
Kriteria untuk kesimpulan kausal dalam epidemiologi
Kriteria untuk kesimpulan kausal menjadi isu yang penting dan kontroversial dengan
dibentuknya Advisory Comitte pertama untuk Surgeon General on Health Consequences of
Smoking. Pada laporan lembaga ini di tahun 1964, komite ini memperlihatkan daftar “kriteria
epidemiologis untuk kausalitas” yang mana oleh Sir Austin Bradford Hill kemudian diurai lagi
dalam tulisan klasiknya tahun 1965 President Address to the newly formed Section of
Occupational Medicine dari Royal Society. Kriteria yangdibuat Hill secara luas diketahui sebagai
basis untuk menyimpulkan kausal-kausal.
Pertanyaan mendasarnya adalah:
Apakah asosiasi ini nyata atau artefaktual?
Apakah asosiasi ini sekunder terhadap kausa “asli”
Kriteria Bradford Hill
1. Kekuatan asosiasi-semakin kuat asosiasi, maka semakin sedikit hal tersebut dapat
merefleksikan pengaruh dari faktor-faktor etiologis lainnya. Kriteria ini membutuhkan juga
presisi statistik (pengaruh minimal dari kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajian-
kajian yang ada terhadap bias (seleksi, informasi, dan kekacauan)
2. Konsistensi-replikasi dari temuan oleh investigator yang berbeda, saat yang berbeda, dalam
tempat yang berbeda, dengan memakai metode berbeda dan kemampuan untuk menjelaskan
dengan meyakinkan jika hasilnya berbeda.
3. Spesifisitas dari asosiasi-ada hubungan yang melekat antara spesifisitas dan kekuatan yang
mana semakin akurat dalam mendefinisikan penyakit dan penularannya, semakin juat hubungan
yang diamati tersebut. Tetapi, fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap penyakit-penyakit
beragam bukan merupakan bukti yang melawan peran dari setiap penyakit.
4. Temporalitas-kemampuan untuk mendirikan kausa dugaan bahka pada saat efek sementara
diperkirakan
5. Tahapan biologis-perubahan yang meningkat dalam konjungsi dengan perubahan kecocokan
dalam penularan verifikasi terhadap hubungan dosis-respon konsisten dengan model konseptual
yang dihipotesakan.
6. Masuk akal-kami lebih siap untuk menerima kasus dengan hubungan yang konsisten dengan
pengetahuan dan keyakinan kami secara umum. Telah jelas bahwa kecenderungan ini memiliki
lubang-lugang kosong, tetapi akal sehat selalu saja membimbing kita
7.Koherensi-bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang dihipotesakan untuk
membentuk gambaran yang koheren?
8. Eksperimen-demonstrasi yang berada dalam kondisi yang terkontrol merubah kausa bukaan
untuk hasil yang merupakan nilai yang besar, beberapa orang mungkin, mengatakannya sangat
diperlukan, untuk menyimpulkan kausalitas
9. Analogi-kami lebih siap lagi untuk menerima argumentasi-argumentasi yang menyerupai
dengan yang kami dapatkan

A. Kekuatan asosiasi
ekses-ekses yang telah diketahui sebelumnya dari penyakit dan diasosiasikan dengan bukaan
besaran dari rasio kejadian bukaan terhadap kejadian tidak ada bukaan
seberapa kuatkah “kuat” itu?
Asosiasi yang kuat tampak kurang menjadi hasil dari faktor-faktor etiologis lainnya dibanding
dengan asosiasi yang lemah.
Telur, Merokok dan kanker paru-paru; Merokok dan CHD

B.Konsistensi
Asosiasi telah “diamati berulang kali oleh orang yang berbeda, tempat yang berbeda, keadaan
dan waktu yang berbeda pula”Konsistensi membantu dalam perlindungan dari munculnya
kesalahan atau artefak. Tetapi hasil yang diobservasi dengan konsisten tidak langsung bebas dari
bias, terutama dalam sejumlah kecil kajian, dan hasil dalam populasi yang berbeda akan sama
sekali berbeda jika hubungan kausal dipengaruhi olhe ada atau tidak adanya variabel-variabel
pemodifikasi.

C. Spesifisitas
Hubungan antara bukaan dan penyakit adalah spesifik dalam beragam cara-penyakit spesifik
terhubung dengan bukaan yang spesifik pula, tipe spesifik dari bukaan lebih efektif, dan
seterusnya. Ada hubungan dekat antara spesifisitas dan kekuatan dimana didefinisikan lebih
akurat untuk penyakit dan bukaan, akan semakin kuat resiko relatif yang diobservasi.
Misalnya., Schildkraut dan Thompson (Am J Epidemiol 1988; 128:456) mempertimbangkan
bahwa pengumpulan familial yang mereka amati untuk kanker rahim tampaknya bukan karena
bias informasi keluarga sebab dari spesifisitas hubungan dalam kontrol-kasus berbeda dalam
sejarah keluarga (a) melibatkan penularan tetapi tidak merupakan batas penyakit dan (b) lebih
besar kemungkinan untuk rahim dibanding untuk kanker.
Tetapi adanya fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap banyak penyakit bukan merupakan
bukti yang menyanggah perannya dalam setiap penyakit. Sebagai contoh, rokok dapat
menyebabkan banyak penyakit.

D.Temporalitas
Pertama adalah bukaan, kemudian penyakit. Terkadang sangat sulit untuk mendokumentasikan
rangkaian, terutama jika ada tundaan yang panjang antara bukaan dan penyakit, penyakit
subklinis, bukaan (misalnya perlakuan) yang membawa manifestasi awal dari penyakit.

E. Tahapan Biologis
Verifikasi terhadap hubungan respon-dosis konsisten dengan model konseptual hipotesis.
Harus memasukkan ambang batas dan efek penjenuhan, karakteristik bukaan.

F. Masuk akal
Apakah asosiasi masuk akal secara biologis
Misalnya, estrogen dan kanker endometrial, estrogen dan kanker payudara, kontrasepsi oral dan
kanker payudara.

G.Koherensi
Apakah interpretasi kausal cocok dengan fakta yang diketahui dalam sejarah alam dan biologi
dari penyakit, termasuk juga pengetahuan tentang distribusi dari bukaan dan penyakit (orang,
tempat, waktu) dan hasil dari eksperimen laboratorium. Apakah semua “potongan telah cocok
tempatnya”

H. Bukti-bukti eksperimental
Beberapa tipe desain kajian dapat memberikan bukti yang lebih meyakinkan dibanding desain
kajian jenis lainnya. Kajian-kajian intervensi dapat menyediakan dukungan yang terkuat,
terutama ketika bukaan dapat dilakukan secara acak. Karena tidak etis dan/atau tidak praktis
untuk menentukan banyak bukaan sebagai kajian epidemiologis. Satu alternatif yang mungkin
adalah dengan menghilangkan bukaan dan melihat apakah penyakit menurun, kecuali jika proses
kausal dianggap tidak dapat lagi dibalikkan.
Misalnya, pellagra, kudis, HDFP, LRC-CPPT, MRFIT.

I.Analogi
Apakah pernah ada situasi yang serupa di masa lalu? (misalnya rubella, thalidomide selama
kehamilan)
Pengecualian bagi temporalitas, tidak ada kriteria yang absolut, karena asosiasi kausal dapat
sangat lemah, relatif non-spesifik, diobservasi tidak konsisten, dan dalam konflik dengan
pengungkapan penmahaman biologis. Tetapi, setiap kriteria yang memperkuat jaminan kami
dalam mencapai penilaian kausalitas.
Beberapa dari kriteria (misalnya, koherensi, tahapan biologis, spesifisitas, dan mungkin juga
kekuatan) dapat dirumuskan dalam bentuk isu yang lebih umum dari konsistensi data yang
diobservasi dengan model hipotesisasi etiologis (biasanya biologis). Sebagai contoh, tahapan
biologis tidak harus monoton, seperti dalam kasus dosis radiasi tinggi yang mana akan mengarah
kepada pembunuhan sel-sel dan karena itu menurunkan kemungkinan perkembangan tumor.
Serupa dengan itu, spesifisitas dapat dipakai pada situasi-situasi tertentu tetapi tidak untuk situasi
lain, tergantung pada proses patofisiologis yangdihipotesiskan.

Pencarian Kausa versus Pembuatan-Keputusan


Kesimpulan kausal sangat penting secara fundamental untuk memajukan pengetahuan ilmiah.
Pendirian Popper adalah dalam sifat akhirnya, setiap teori itu tentatif. Setiap teori dapat secara
potensial dapat dijatuhkan oleh data yang tidak cocok yang tidak mungkin dijadikan pertanyaan.
Maka berbagai sudut pandang, pengetahuan ilmiah dan kemajuannya selalu melalui beragam
percoban untuk menyangkal teori-teori yang telah ada.
Dengan memperhatikan isu-isu dalam kesimpulan kausal dalam epidemiologi, walaupun, akan
sangat berguna untuk membuat pembedaan antara kesimpulan yang ditujukan untuk mendirikan
etiologi dan kesimpulan yang ditujukan untuk mendapatkan keputusan tindakan atau keputusan
tidak ada tindakan. Pendirian Popper kurang bisa dialikasikan dalam kesimpulan kausal untuk
mendukung pembuatan-keputusan, karena pentingnya tindakan sesuai dengan waktu. Walaupun
keputusan individual dan kolektif seringkali didasarkan pada konsiderasi selain dari pengetahuan
ilmiah, dan bahkan tanpa data kausal valid sekalipun, kesimpulan kausal sangat fundamental
dalam pembuatan-keputusan. Lebih jauh lagi, penilaian kausalitas-akhirnya oleh kewenangan
pemerintah dan publik yang lebih besar-merupakan basis kritis untuk resolusi dari isu-isu
kontroversial, misalnya, pembatasan produk-produk seperti tembakau, saccharin, kopi,
kontrasepsi oral, senjata genggam; kontrol polusi dan seterusnya. Mereka yang bertindak dapat
memuji kata-kata Hill:
Semua kerja ilmiah itu tidak lengkap-apakah itu eksperimental ataupun observasional. Semua
kerja ilmiah itu berkemungkinan untuk ditumbangkan atau dimodifikasi oleh pengetahuan yang
lebih maju. Yang mana tidak memberikan kita kebebasan untuk mengabaikan pengetahuan yag
telah kita miliki, atau menangguhkan tindakan yang tampaknya dibutuhkan setiap waktu.
A. B. Hill, The Environment and causation, hal. 300

Konsep-konsep paralel dalam kesimpulan epidemiologis dan proses-proses legal.


Seseorang dapat menarik analogi yang sangat menarik antara proses dalam pembuatan-keputusan
pada epidemiologi dan pada proses legal. Pada kedua proses tersebut, keputusan tentang fakta
harus dicapai berdasarkan bukti-bukti yang tersedia. Jika tidak ada kebenaran yang terungkap
(misalnya bukti-bukti matematis), maka kedua pendekatan di atas menekankan integritas dari
proses pengumpulan dan presentasi informasi, representasi yang memadai dari setiap pandangan
pendapat, bukti, standar khusus bagi beragam konsekuensi potensial. Kedua area menekankan
pada keamanan prosedural (metodologis), karena fakta dalam situasi tertentu secara umum hanya
terjadi ketika ada temuan dalam proses investigasi yang memadai. Serupa dengan hal tersebut,
sangat penting bagi keduanya, epidemiologi dan hukum agar tidak hanya keadilan (misalnya
dengan memakai prosedur/metodologi yang tepat) yang diperhatikan, tetapi juga bahwa hal
tersebut pernah dilakukan oleh lainnya. Dalam hukum, pola penilaian instruksi memberikan
basis bagi penilai untuk mengukur bukti-bukti. Serupa dengan itu, epidemiologi memiliki
kriteria-kriteria untuk kesimpulan kausal.
Hukum-hukum bukti legal memberikan beberapa paralel dengan pendekatan epidemiologi untuk
mengukur bukti-bukti dan menyimpulkan kausal. Dalam kedua sistem, keterandalan informasi
(data) adalah rasional utama. Beberapa contohnya adalah:
Hukum Hearsay: bukti tidak dapat diterima jika berbasis pada desas-desus dan bukan
berdasarkan observasi langsung.
Pada hukum dan epidemiologi, fakta bahwa setiap kasus individu selalu menjadi faktor penting
dalam keputusan, dan keputusan secara umum dipengaruhi oleh konsiderasi dari:
Sepenting apakah untuk bertindak?
Sedekat apa bahaya itu?
Seserius apa bahaya itu nantinya?
Secara umum lebih bagus untuk berbuat salah di sisi yang aman (walaupun dalam hukum hal
tersebut tetap menjadi implisit, dan tidak pernah menjadi sebab yang eksplisit).

http://sigitdwipa.blogspot.com/2010/10/kriteria-kausalitas-menurut-b-hill.html

KRITERIA KAUSALITAS B. HILL

Kriteria untuk kesimpulan kausal menjadi isu yang penting dan kontroversial dengan
dibentuknya Advisory Comitte pertama untuk Surgeon General on Health Consequences of
Smoking. Pada laporan lembaga ini di tahun 1964, komite ini memperlihatkan daftar “kriteria
epidemiologis untuk kausalitas” yang mana oleh Sir Austin Bradford Hill kemudian diurai lagi
dalam tulisan klasiknya tahun 1965 President Address to the newly formed Section of
Occupational Medicine dari Royal Society. Kriteria yang dibuat Hill secara luas diketahui
sebagai basis untuk menyimpulkan kausal-kausal.
Pertanyaan mendasarnya adalah:
1. Apakah asosiasi ini nyata atau artefaktual?
2. Apakah asosiasi ini sekunder terhadap kausa “asli”
Sembilan Kriteria Kausalitas menurut Bradford Hill :
1. Kekuatan asosiasi
Semakin kuat asosiasi, maka semakin sedikit hal tersebut dapat merefleksikan pengaruh dari
faktor-faktor etiologis lainnya. Kriteria ini membutuhkan juga presisi statistik (pengaruh minimal
dari kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajian-kajian yang ada terhadap bias (seleksi,
informasi, dan kekacauan).
Kesimpulan statistik tidak sama dengan kesimpulanm kausal, walaupun memang ada paralelisme
dalam proses penyimpulan itu sendiri, dan kesimpulan statistik secara umum memakai data yang
dievaluasi untuk digunakan bagi pembentukan kesimpulan kausal. Dalam kesimpulan statistik,
data dari sampel yang diobservasi dipergunakan untuk menyimpulkan tentang populasi yang
mana telah ditentukan sebelumnya. Model statistik, diekspresikan dengan hipotesis kosong (H0),
kemudian “diuji” terhadap data. Berdasarkan data, model statistik dapat diterima atau ditolak
sebagai eksplanasi yang memadai dari data. Penolakan merupakan pernyataan yang lebih kuat
dan biasanya didasari oleh kriteria yang lebih keras (tingkat signifikansi 5% berarti hasil yang
sama kuatnya dengan yang diobservasi akan muncul dengan kemungkinan hanya 5%dari waktu
keseluruan, sementara tingkat 80% dari kekuata statistik berari ada hubungan nyata yang
tampaknya tidak “signifikan” 20% pada saat yang sama). Tetapi dengan mengeluarkan
eksplanasi yang berbasis pada kesempatan tidak serta merta mendirikan sebuah kausalitas,
karean ada beberapa banyak kemungkinan lainnya untuk sebab-sebab non-kausal bagi asosiasi
yang ada. Asosiasi tersebut harus cukup meyakinkan dan merefleksikan beberapa keanehan-
keanehan dalam kelompok kajian, masalah dengan pengukuran terhadap penyakit atau bukaan
terhadap penyakit, atau efek dari beberapa faktor lainnyta dapat berdampak pada penyakit DAN
dugaan kausa. Bahkan, dugaan faktor resiko dapat saja muncul SETELAH (bahkan sebagai hasil
dari) penyakit. Dalam kesimpulan kausal, seseorang yang meneliti struktur dan hasil dari banyak
investigasi dalam percobaannya untuk melakukan penaksiran, jika mungkin, akan
menghilangkan semua sebab-sebab non-kausal yang mungkin ada untuk asosiasi yang telah
diamati
2. Konsistensi
Replikasi dari temuan oleh investigator yang berbeda, saat yang berbeda, dalam tempat yang
berbeda, dengan memakai metode berbeda dan kemampuan untuk menjelaskan dengan
meyakinkan jika hasilnya berbeda.
Asep dari proses investigasi ilmiah ini telah ditekankan oleh filsuf Karl Popper. Dalam
konseptualisasi Popper, falsifikasi dari hipotesis tampak lebih informatif dibanding dengan
pembenaran hipotesis. Ada sejumlah data yang tampak konsisten dengan hipotesis salah. Satu
contoh tunggal terbalik, bagaimanapun, akan memaksa terjadinya modifikasi. Karena itu, Popper
menilai, bahwa, kajian-kajian harus mencoba untuk menyangkal, dari pada mengkonfirmasi,
hipotesis yang diuji. Sebuah hipotesis yang dapat bertahan melewati percobaan penyangkalan
tersebut akan mendapatkan kekuatan yang lebih dibanding dengan hipotesis yang dibenarkan
berulang-ulang kali.
Walaupun moder Popper tampak cukup menarik, seberapa jauhkah model tersebut dapat
menjelaskan bagaimana sebenarnya ilmu pengetahuan berkembang? Salah satu masalah dari
proses uji induksi-deduksi ini membutuhkan sejumlah besar pengetahuan yang mana akan
dikonseptualisasikan dan dideduksi. Secara khusus dalam tahapan-tahapan awal penelitian dari
satu area, ada kebutuhan tersendiri bagi investigasi deskriptif untuk menumbuhkan sekumpulan
data yang dapat memberikan arah pemikiran tentang isu-isu dan menyediakan beberapa dasar
untuk penyebab induktif. Lebih serius adalah fakta bahwa dalam penelitian-penelitian
epidemiologis, hasil negatif (temuan yang tidak menunjukkan asosiasi) seringkali tidak dapat
menyangkal hipotesis awal karena sangat banyak bias sumber yang bekerja sebagai penutup dari
asosiasi.
Poin yang lebih jauh lag dimana kemajuan yang berurut seperti yang digarisbawahi di atas belum
memadai yang merupakan situasi dimana model konseptual yang telah ada selalu membutuhkan
terobosan baru yang belum ditemukan, untuk memecahkan kebuntuan. Dalam fisika, sebagai
contoh, teori Einstein tentang relativitas-rekonseptualisasi revolusioner dari fenomena fisika-
memecah kebuntuan yang telah dicapai dari bagian lain dari abad ke sembilanbelas, dan
membuka jalan bagi kemajuan-kemajuan dramatis dalam ilmu pengetahuan. Investigasi
Goldberger pada pellagra memberikan hasil yang kurang dramatis tetapi merupakan ilustrasi
yang penitng dari peran rekonseptualisasi dalam mengkaji penyakit-penyakit spesifik. Maka
sangat penting untuk mengingat bahwa kemajuan dari ilmu pengetahuan dapat berasal dari
sebuah observasi yang hati-hati, deskripsi yang tepat, dan pemikiran kreatif-walaupun dalam
banyak kasus pemikiran seperti itu melalui penempatan hipotesisi secara implisit dan
mengujinya dengan semua pengetahuan yang ada. Memang, bahkan proses dari observasi
langsung pun melibatkan paradigma yang membawa kita ke arah observasi dan interpretasi.
Menurut D.C Stove, filosofi Popper tentang ilmu pengetahuan dapat dipahami hanya dalam
referensi terhadap keadaa sosial pada awal masanya (Vienna dalam tahun-tahun setelag Perang
Dunia Pertama). Dalam pandangan Stove, filosofi Popper berdasar kepada pembalikan citra-citra
tradisional dari ilmu pengetahuan dan filosofi. Secara tradisional, proposisi dalam ilmu
pengetahuan adalah dapat diverifikasi. Bagi Popper, hal tersebut dibedakan sebagai dapat
difaksifikasi. Metode ilmu pengetahuan telah dianggap induktif secara esensialnya. Popper tetap
bertahan bahwa ilmu pengetahuan adalah dektif secara fundamental. Terlalu banyak, intisari dari
ilmu pengetahuan yang memberi peringatan: Popper berkata bahwa keberanian adalah inti dari
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan seharusnya dibedakan dari pekerjaan mengira-ngira dan
opini sehari-hari melalui fakta bahwa kesimpulan adalah tertentu atau paling tidak memiliki
sejumlah besar kemungkinan yang membantu; Popper akan berkata bahwa kesimpulan ilmiah
tidak pernah lebih dari mengira-ngira, hipotesis, terkaan-terkaan, dan tidak ada teori yang
akhirnya menjadi lebih mungkin. Untuk sebab-sebab historis, menurut Stove, filosifi ilmu
pengetahuan dari Popper mendapat banyak sekali penerimaan yang luas dari publik dan
komunitas ilmiah. Khusus dalam epidemiologi, dimana memungkinkan untuk mengontrol
banyak sekali sumber pengaruh luar, kemungkinan adanya hubungan yang tepat akan digelapkan
yang akan lebih menyulitkan untuk menyangkal sebuah hipotesis epidemiologis dan karena itu
membatasi pengaplikasian model Popper.
3. Spesifisitas dari asosiasi
Ada hubungan yang melekat antara spesifisitas dan kekuatan yang mana semakin akurat dalam
mendefinisikan penyakit dan penularannya, semakin kuat hubungan yang diamati tersebut.
Tetapi, fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap penyakit-penyakit beragam bukan
merupakan bukti yang melawan peran dari setiap penyakit.
4. Temporalitas
Kemampuan untuk mendirikan kausa dugaan bahkan pada saat efek sementara diperkirakan.
Seorang Ibu yang mengganti bola lampu yang terbakar mungkin akan melihat bahwa
tindakannya adalah penyebab dari menyalanya lampu, bukan karena dia menolak fakta bahwa
hal tersebut adalah efek dari dipasangnya tombol lampu pada posisi menyala, tetapi karena fokus
yang diamatinya berbeda.
Seorang ahli listrik yang mengganti sirkuit yang rusak mungkin akan menyatakan bahwa hal
tersebut adalah penyebab dari menyalanya lampu, bukan karena dia menolak fakta pentingnya
tombol lampu dan bola lampu, tetapi karena fokus yang diamatinya berbeda.
Seorang ahli kabel yang memperbaiki transformer yang menyebabkan lampu mati mungkin akan
menyatakan bahwa penyebab dari menyalanya lampu adalah karena dia membetulkan
transformer tersebut.
Seorang agen layanan sosial yang mengatur pembayaran tagihan listrik mungkin akan
menganggap bahwa pembayaran tersebut adalah penyebab dari menyalanya lampu, karena jika
listrik diputus, maka tombo, sirkuit dan bola lampu akan tidak berarti.
Seorang pegawai perusahaan listrik, pejabat politik menilai bahwa perusahaan, para investor
yang memasukkan dana, Bank Pemerintah yang menurunkan tingkat suku bunga, politisi yang
memotong pajak, dan penyedia layanan kesehatan yang menyumbangkan pengembangan proses
kelahiran yang aman dan kesehatan mungkin akan menganggap bahwa tindakan mereka adalah
penyebab dari menyalanya lampu.
Slogan dari National Rifle Association “Senjata tidak membunuh orang, oranglah yang
membunuh orang lain” bukan merupakan pernyataan kesehatan, tetapi memberi ilustrasi atas
kompleksitas dari memproporsikan kausasi.
Mervyn Susser mengajukan bahwa untuk hubungan kausal, epidemiologi memiliki atribut-atribut
sebagai berikut: asosiasi, urutan waktu, dan arah. Sebuah kausa adalah sesuatu yang
diasosiasikan dengan efeknya, yang muncul sebelum atau paling tidak pada saat yang bersamaan
dengan efek tersebut, dan bertindak terhadap efeknya. Dalam prinsipnya, sebuah kausa dapat
diharuskan-tanpanya efek tidak akan muncul-dan/atau memadai-dengannya efek akan muncul
walaupun tidak ada atau ada faktor lainn yang terlibat di dalamnya. Dalam prakteknya,
bagaimanapun, akan selalu mungkin untuk mendapatkan faktor-faktor lain yang ada atau tidak
ada yang mungkin dapat mencegah efek, karena, seperti contoh tombol lampu di atas-asumsi-
asumsi akan selalu bermunculan. Kegagalan dalam membangun lima tahapan seperti di atas
mungkin akan menjadi penyebab yang memadai untuk kematian. Tetapi tetap dapat disanggah
bahwa kematian tidak akan terjadi jika ada pencegahan sebelumnya.
Rothman, telah merincikan komponen-komponen model kausal yang mencoba untuk
mengakomodasikan semua multiplisitas faktor tersebut, yang berkontribusi dalam munculnya
hasil. Dalam model Rothman tersebut, penyebab-penyebab yang memadai diperlihatkan dalam
lingkaran penuh (kue kausal), segmen-segmen memperlihatkan komponen penyebab. Ketika
semua komponen penyebab muncul, maka kausa yang memadai telah lengkap dan hasil akan
muncul. Ada kemungkinan dari munculnya lebih dari satu penyebab yang memadai (misalnya
lingkaran penuh) untuk hasil, maka hasil akan muncul dalam banyak jalur. Komponen-
komponen penyebab yang merupakan bagian dari setiap kausa yang memadai juga dianggap
sebagai penyebab. Periode induksi untuk sebuah kejadian didefinisikan melalui relasi terhadap
setiap komponen khusus kausa, pada saat waktu yang dibutuhkan bagi komponen kausa yang
tersisa juga memunculkan diri. Maka, komponen kausa terakhir yang memiliki periode induksi
nol. Model ini sangat berguna untuk mengilustrasikan sejumlah konsep-konsep epidemiologis,
khususnya dalam hubungan dengan “sinergisme” dan “modifikasi efek”, dan kita akan kembali
lagi pada bab kemudian.
5. Tahapan biologis
Perubahan yang meningkat dalam konjungsi dengan perubahan kecocokan dalam penularan
verifikasi terhadap hubungan dosis-respon konsisten dengan model konseptual yang
dihipotesakan.
Untuk sebab-sebab seperti ini, sumber-sumber utama dalam epidemiologi harus disimpulkan,
melalui:
• mengajukan model-model konseptual (hipotesis konseptual);
• deduksi dari spesifik, hipotesis operasional; dan
• menguji hipotesis operasional tersebut.
Seperti yang diperlihatkan dalam Kleinbaum, Kupper, dan Morgensten, siklus dari kemajuan
ilmiah dapat berlanjut sebagai berikut:
• Mengajukan hipotesis operasional
• Deduksi terhadap hipotesis kajian spesifik
• Desain kajian dan pengumpulan data
• Analisis data dan kesimpulan tentang hipotesis kajian
• Modifikasi terhadap hipotesis konseptual, jika diperlukan
Potret yang diakui sangat ideal ini cukup tepat untuk menekankan pentingnya model konseptual.
Seperti yang dibedakan oleh sejarahwan Edward Hallet Carr, dalam tulisannya (What is history,
NY: Knopf, 1968, hal. 136) “Dunia ahli sejarah, seperti dunia ilmuan lainnya, bukan merupakan
slainan fotografis dari dunia nyata, tetapi merupakan model kerja yang membuat manusia
semakin efektif atau kurang efektif untuk memahami dan menguasainya. Para ahli sejarah belajar
dari masa llau, atau dari sangat banyak pengalaman di masa lalu yang dapat mereka kumpulkan,
yang sebagian disetujui sebagai eksplanasi dan interpretasi rasional, dan dari situ kemudian
kesimpulan ditarik yang mana akan bertindak sebagai panduan dalam bertindak. Penulis populer
terbaru, yang berbicara tentang pencapaian ilmu pengetahuan, secara grafis merujuk terhadap
proses dari pikiran umat manusia yang “menggerayangi kantong usang berisi “fakta”, yang telah
diamati, melakukan seleksi terhadap potongan-potongan, dan pola dari fakta-fakta relevan yang
telah diamati, menolak semua yang tidak relevan, hingga disatukan bersama-sama dengan logika
dan selimut rasional dari “pengetahuan”.
Carr kemudian meneruskan, dalam pasasi yang mengaplikasikan lebih luas lagi dibanding
dengan sebab-sebab historis saja, “Karena itu sejarah adalah sebuah proses dalam artian
signifikansi historis. Untuk meminjam istilah dari Talcott Parson, sekali lagi, sejarah adalah
“sebuah sistem selektif” yang tidak hanya kognitif tetapi memiliki orientasi kausal terhadap
realitas. Sama seperti samudera yang tidak terbatas dari fakta yang dipilih para ahli sejarah yang
mana hanya seignifikan bagi tujuan mereka sendiri, maka, multiplikasi dari rangkaian-rangkaian
kausa dan efek yang disarikan itulah, dan hanya itu saja, yang secara historis signifikan; dan
standar bagi signifikansi historis ini adalah kemampuannya dalam mencocokkannay ke dalam
pola penjelasan rasionalnya sendiri dan interpretasi. Rangkaian lainnya dari kausa dan efek harus
ditolak sebagai insindentil, bukan karena hubungan antara kausa dan efek berbeda, tetapi karena
rangkaian itu sendiri yang tidak relevan. Ahli sejarah tidak melakukan apapun dengan hal
tersebut; hal tersebut tidak termasukdalam persetujuan tentang interpretasi rasional, dan tidak
memiliki arti dalam masa lalu atau juga masa sekarang.” (E.H. Carr, op.cit., hal. 138). Karena itu
dalam situasi hipotetis dari Carr (hal. 137) di masa kini yang mana Jones berkendara dari sebuah
pesta dimana dia terllau mabuk, dengan mobil yang remnya rusak, pada sebuah persimpangan
dengan daya pandang yang buruk menabrak dan membunuh Robinson, yang menyebrnag jalan
untuk membeli sebungkus rokok, maka kita akan menunjuk alkohol, remm yang rusak, dan daya
penglihatan yang buruk sebagai kausa (dan target potensial dalam tindakan pencegahan), tetapi
bukan merokok itu sendiri yang jadi sebab walaupun memang benar bahwa jika Robinson bukan
seorang perokok maka dia tidak akan terbunuh malam itu.
Hipotesis konseptual yang muncul dari penyebab induktif, berdasarkan kepada observasi dan
teori, dianalogikan sebagai proses, dan seterusnya. Sebagai contoh, efek dari perokok pasif pada
kanker paru-paru dan dari kontrasepsi oral terhadap kanker payudara pertama kali dipakai
berdasarkan pengetahuan tentang efek dari perokok aktif pada kanker paru-paru dan dari
kontrasepsi oral terhadap jaringan sensitif-estrogen. Pengetahuan yang ada sekarang dapat cocok
dengan lebih dari satu macam model. Sebagai contoh, data yang ada tentang efek dari radiasi
terhadap resiko kanker dapat cocok dengan hubungan linear, dimana tidak ada ambang batas
bawah yang tidak menunjukkan resiko, atau dengan model kurvalinear dimana ambang batas
resiko ada.
Dari hipotesis-hipotesis konseptual ini, penyebab deduktif dapat menumbuhkan prediksi spesifik
atau hipotesis kajian yang dianggap benar jika model konseptualnya benar. Jika prediksi ini atrau
hipotesis kajian ini tidak cocok dengan data valid dari kajian-kajian empiris, maka model
konseptual yang menumbuhkan prediksi dianggap sebagai pertanyaan. Situasi tersebut memaksa
penilaian ulang atau modifikasi terhadap hipotesis konseptual dan berdasarkan pada kemajuan
pemahaman.
6. Masuk akal
Menerima kasus dengan hubungan yang konsisten dengan pengetahuan dan keyakinan kami
secara umum. Telah jelas bahwa kecenderungan ini memiliki lubang-lugang kosong, tetapi akal
sehat selalu saja membimbing kita. Sebuah model alternatif dari kemajuan ilmiah adalah dalam
bentuk “akal sehat”, sebuah fenomena yang mendapatkan perhatian yang meningkat dari penelti-
peneliti intelejensi artifisial. Perhatikan situais di bawah ini:
Anda keluar rumah pada pagi hari dan mendapati bawah rumput-rumput basah
Kesimpulan yang jelas adalah bahwa semalam telah turun hujan.
Tetapi, jika saja anda mengetahui bahwa seseorang telah meninggalkan penyiram tanaman
otomatisnya dalam keadaan terbuka tadi malam. Maka, dengan begitu keyakinan bahwa
semalam turun hujan akan runtuh dengan sendirinya-karena telah mendapatkan fakta baru, anda
kemudian menarik kesimpulan awal.
Sesuai dengan presentasi pada American Association for Artificial Intelligence di bulan Juli
1987, hal tersebut dikenla dengan nama logika flip-flop (“penyebab-penyebab non-monotis”
dalam komunitas intelinjensia artifisial) adalah ringkasan dari akal sehat. Hal tersebut adalah
pelanggaran yang kentara terhadap teori logika konvensional (berdasarkan kepada aksioma
tersebut, teorema, membuktikan teorema). Tetapi, tampaknya khsus dalam jenis penilaian seperti
itu pada karakteristik tertentu dari pengalaman manusia dan sistem berbasis-komputer. Pada akal
sehat, kausa bersaing, bukti-bukti saling mendukung. Semakin banyak petunjuk yang dimiliki
untuk mendukung hipotesis kita, maka semakin yakinlah kita bahwa hipoetsis tersebut benar.
7. Koherensi
Bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang dihipotesakan untuk membentuk
gambaran yang koheren?
Lord Bertrand Russel telah menulis, “setiap kemajuan dalam ilmu pengetahuan telah membawa
kiat semakin maju dari ketidak-seragaman pemahaman yang diamati pertama kali ke arah
perbedaan yang lebih besar dari antiseden dan konsekuen masuk ke dalam lingkaran yang lebih
luas dari antiseden yang lebih relevan”. Sejumlah perkembangan yang mengurangi superioritas
dari model satu-kausa-satu-penyakit.
Pernah ada predominansi yang berkembang dari penyakit mikrobial pada suku-suku asli,
penyakit yang disebabkan oleh organisme yang dibawa oleh banyak sekali orang dalam populasi
mereka (Dubos, 176). Contoh-contoh kontemporer adalah infeksi bakterial skeudner pada
penyakit-penyakit viral akut, infeksi oportunistis pada seseorang dengan AIDS, dan infeksi jalur
uriner oleh E. colii. Yang kedua adalah dikenalinya banyak patogen termasuk basil tubercle,
yang dapat dibawa dalam tubuh selama waktu yang sangat panjang, hanya untuk menyebabkan
penyakit ketika kekebvalan tubuh dari inang melemah. Ketiga adalah perpindahan perhatian dari
penyakit infeksi ke penyakit jantung dan kanker, dimana berbagai macam faktor berhubungan
dengan resiko tetapi tidak selalu dibutuhkan; karena itu, istilah penyakit “multifaktor” muncul.
(walaupun CHD adalah penyakit multifaktor klasik, telah ada beberapa pendapat
terbaruyangmenyatakan bahwa proses infeksi mungkin merupakan dimensi yang penting).
Akhirnya, ketika epidemiologi telah berkembang menjadi kajian terhadap penyakit-penyakit
perilaku dna lingkungan (misalnya kecelakaan kendaraan bermotor, alkoholisme, pembunuhan
dan hubungan seksual yang tidak aman), model unikausal belum berarti dalam hal ini.
Tidak kurang, dalam prakteknya banyak dari ahli epidemiologi berfokus pada satu faktor tunggal
saja. Secara ideal kita dapat memakai model umum yang mengkombinasikan agen-agen etiologis
ganda menjadi sistem yang komprehensif. Tetapi, seringkali, penelitian epidemiologis memiliki
peran utama dalam tahapan penelitian sebelum didapatkan gambaran kausal yang komprehensif.
Memang, kajian-kajian epidemiologis merupakan salah satu dari awal utama dalam
mendefiniskan faktor-faktor yang mungkin akan membentuk gambaran tersedniri. Maka,
pendekatan yang sering dilakukan adalah untuk mengambil satu atau dua faktor yang dicurigai
pada satu saat dan melihat apakah, dengan memasukan apa saja yang telah diketahui tentang
penyakit, faktor-faktor yang dicurigai tersebut meningkatkan daya ekspalnatoris atau prediktif
dari penelitian yang dilakukan. Pendekatan satu-faktor-satu-waktu ini adalah inti dari faktor
resiko epidemiologi, dari konsep-konsep yang membentuknya dna efek dari modifikasi terhadap
konsep tersebut kemudian, dan dari pendekatan-pendekatan epidemiologis terhadap kesimpulan
kausal.
8. Eksperimen
Demonstrasi yang berada dalam kondisi yang terkontrol merubah kausa bukaan untuk hasil yang
merupakan nilai yang besar, beberapa orang mungkin, mengatakannya sangat diperlukan, untuk
menyimpulkan kausalitas.
Banyak pengetahuan keilmuan dikumpulkan melalui observasi langsung. Pengenalan terhadap
teknologi-teknologi baru untuk observasi bersamaan dengan persepsi-persepsi optikal, aura dan
dimensi kimia, melalui alat-alat seperti mikroskop, sinar-X, gelombang suara ultra, pemindaian
resonansi magnetis, dan uji kadar logam biokimia telah semakin memperluas kesempatan kita
untuk melakukan observasi langsung dan berkontribusi bagi kemajuan-kemajuan besar dalam
ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, pemenang Hadiah Nobel terbaru telah dianugerahi
penghargaan karena mengukur jalur-jalur ion dalam sel, sebuah proses yang sebelumnya telah
disimpulkan lebih dahulu. Karena itu, telah dikatakan bahwa kemajuan-kemajuan dalam teknik-
teknik biologi molekuler telah mengkonversi ilmu genetika dari satu kesimpulan ke satu
observasi langsung.
Secara umum, bagaimanapun, tantangan-tantangan dalam memahami melebihi yang dapat
diobservasi secara langsung, maka, kesimpulan adalah aspek yang penting dari aktifitas
keilmuan. Tampaknya tidak mungkin untuk mengobservasi semua aspek dari fenomena yang
dijadikan perhatian, dan situasi ini merupakan kasus yang paling sering hubungan-hubungan
dalam penelitian-penelitian epidemiologis. Lebih jauh lagi, bahkan observasi juga melibatkan
kesimpulan.
Dengan memperhitungkan kesulitan-kesulitan yang akan muncul dari induksi dan latensitas.
Kecepatan dimana penyakit kudis dengan segera membaik setelah Lind memulai perawatannya
adalah bantuan yang sangat besar dalam memahami efek dari jeruk. Periode induksi dua-minggu
dari campak dan infeksinya sebelum munculnya gejala pada saat yang sama juga menjadi
penghalang dalam memahami transmisi penyakit tersebut. Pada saat penelitian Goldberger,
pellagra secara umum berkembang dalam waktu sekitar empat bulan setelah awal serangan dari
diet defisien-niacin. Periode induksi yang lebih panjang pasti telah membuat hal tersebut yang
lebih sulit untuk mengasosiasikan efek dengan penyebab.
Sebagai contoh, interval selama empat bulan dikacaukan dengan cara musiman, maka kasus akan
lebih tinggi pada musim panas dan musim semi (ketika makanan lebih banyak tersedia) . pada
saat tersebut, lawan dari penerimaan hubungan kausal antara tembakau dan kanker paru-paru
menunjukkan tingkat kanker paru-paru yang rendah dalam populasi dengan tingkat merokok
yang tinggi ( sebagai contoh, wanita Amerika Serikat pada tahun 1950-an), sebagai bukti
kontradiksi, dengan mengabaikan untuk memasukkan interval yang panjang antara waktu
merokok dimulai dan perkembangan kanker paru-paru.
Serupa dengan di atas, penyakit-penyakit langka membutuhkan observasi dari banyak subjek,
yang sangat membatasi tingkat rincian yang dapat divisualisasikan atau diperiksa. Desakan-
desakan yang parah pada pengukuran juga diakibatkan oleh kebutuhan yang sangat tergantung
pada metode-metode pengukuran non-invasif.
9. Analogi
Menerima argumentasi-argumentasi yang menyerupai dengan yang di dapatkan.
Contoh:
Penemuan mikroorganisme dan merebaknya teori kuman penyakit juga membawa pandangan
bahwa penyakit terdiri dari banyak sekali enititas klinis yang beragam, yang masing-masing
disebabkan oleh agen khusus, dan masing-masing memilki manifestasi morbid berbeda yang
menghasilkan sindrom yang berbeda pula. Konsep ini telah bertahan hingga hari ini, seperti yang
diilustrasikan dalam definisi kamus yang ditunjukkan pada bab Fenomena Penyakit. Pencarian
terhadap agen-agen khusus telah mengarah pada gebrakan besar-besaran dalam ilmu medis dan
ilmu kesehatan masyarakat, seperti kontrol yang efektif terhadap beragam penyakit infeksi yang
berkembang di seluruh dunia dan pemberantasan cacar di seluruh dunia. Bahkan dimana teori
kuman tidak dipakai, misalanya dalam kasus defisiensi vitamin, konsep-konsep spesifikasi
penyebab juga terbukti efektif untuk etiologi dan pengendalian penyakit.
Tetapi, tetap saja ada yang menolak model satu-penyakit-satu-sebab ini. Tetapi gelombang telah
berpaling pada mereka. Seperti yang dikatakan Dubos (1965, dikutip dalam Berkman dan
Breslow, hal. 6):
Argumentasi yang tidak jelas ini tidak dapat mengalahkan eksperimen yang tepat oleh Pasteur,
Koch, dan penerus-penerus mereka yang membela doktrin penyebab spesifik dari penyakit. Ilmu
eksperimental telah mengalahkan seni klinis, dan dalam satu dekade tepri etiologi spesifik telah
diterima secara universal, dan kemudian akan menjadi, seperti yang kita lihat sekarang, kekuatan
yang dominan dalam ilmu pengobatan.
Pada saat yang sama, dorongan yang kuat dalam penelitian medis mengurangi kewaspadaan
terhadap kejadian langka hubungan-satu-ke-satu dan hubungan yang kompleks antara penyebab
dan efek yang terjadi di dunia. Bahkan hingga akhir 1950-an, sebagai contoh, sangat sulit untuk
mengkonseptualkan bahwa merokok dapat menyebabkan banyak sekali penyakit, dan fakta
bahwa terlalu banyak penyakit yang diasosiasikan dengan merokok tembakau diajukan sebagai
argumen terhadap penjelasan asosiasi sebagai kausal.

http://vitaqueenbee.blogspot.com/2010/11/kriteria-kausalitas-b-hill.html

kausalitas B. Hill

KRITERIA KAUSALITAS
(Menurut Bradford Hill)

Kriteria untuk kesimpulan kausal dalam epidemiologi

Kriteria untuk kesimpulan kausal menjadi isu yang penting dan kontroversial dengan

dibentuknya Advisory Comitte pertama untuk Surgeon General on Health Consequences of

Smoking. Pada laporan lembaga ini di tahun 1964, komite ini memperlihatkan daftar “kriteria

epidemiologis untuk kausalitas” yang mana oleh Sir Austin Bradford Hill kemudian diurai lagi

dalam tulisan klasiknya tahun 1965 President Address to the newly formed Section of
Occupational Medicine dari Royal Society. Kriteria yang dibuat Hill secara luas diketahui

sebagai basis untuk menyimpulkan kausal-kausal.

Pertanyaan mendasarnya adalah:

1. Apakah asosiasi ini nyata atau artefaktual?

2. Apakah asosiasi ini sekunder terhadap kausa “asli”

Kriteria Bradford Hill

Ada 9 kriteria kausalitas menurut Bradford Hill, antara lain:

1. Kekuatan asosiasi

Semakin kuat asosiasi, maka semakin sedikit hal tersebut dapat merefleksikan pengaruh

dari faktor-faktor etiologis lainnya. Kriteria ini membutuhkan juga presisi statistik (pengaruh

minimal dari kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajian-kajian yang ada terhadap bias

(seleksi, informasi, dan kekacauan).

Kekuatan asosiasi:

 ekses-ekses yang telah diketahui sebelumnya dari penyakit dan diasosiasikan dengan bukaan

 besaran dari rasio kejadian bukaan terhadap kejadian tidak ada bukaan

 seberapa kuatkah “kuat” itu? Perhatikan, contoh:

Resiko relatif “Arti”

1.1-1.3 Lemah

1.4-1.7 Agak kuat

1.8-3.0 Rata-rata

3-8 Kuat
8-16 Sangat kuat

16-40 Dramatis

40+ Tidak dapat ditangani

Asosiasi yang kuat tampak kurang menjadi hasil dari faktor-faktor etiologis lainnya dibanding

dengan asosiasi yang lemah.

Misal: Telur, Merokok dan kanker paru-paru; Merokok dan CHD

2. Konsistensi

Replikasi dari temuan oleh investigator yang berbeda, saat yang berbeda, dalam tempat

yang berbeda, dengan memakai metode berbeda dan kemampuan untuk menjelaskan dengan

meyakinkan jika hasilnya berbeda.

Asosiasi telah “diamati berulang kali oleh orang yang berbeda, tempat yang berbeda,

keadaan dan waktu yang berbeda pula”. Konsistensi membantu dalam perlindungan dari

munculnya kesalahan atau artefak. Tetapi hasil yang diobservasi dengan konsisten tidak

langsung bebas dari bias, terutama dalam sejumlah kecil kajian, dan hasil dalam populasi yang

berbeda akan sama sekali berbeda jika hubungan kausal dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya

variabel-variabel pemodifikasi.

3. Spesifisitas dari asosiasi

Ada hubungan yang melekat antara spesifisitas dan kekuatan yang mana semakin akurat

dalam mendefinisikan penyakit dan penularannya, semakin kuat hubungan yang diamati tersebut.

Tetapi, fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap penyakit-penyakit beragam bukan

merupakan bukti yang melawan peran dari setiap penyakit.


Hubungan antara bukaan dan penyakit adalah spesifik dalam beragam cara-penyakit

spesifik terhubung dengan bukaan yang spesifik pula, tipe spesifik dari bukaan lebih efektif, dan

seterusnya. Ada hubungan dekat antara spesifisitas dan kekuatan dimana didefinisikan lebih

akurat untuk penyakit dan bukaan, akan semakin kuat resiko relatif yang diobservasi.

Misalnya: Schildkraut dan Thompson (Am J Epidemiol 1988; 128:456) mempertimbangkan

bahwa pengumpulan familial yang mereka amati untuk kanker rahim tampaknya bukan karena

bias informasi keluarga sebab dari spesifisitas hubungan dalam kontrol-kasus berbeda dalam

sejarah keluarga (a) melibatkan penularan tetapi tidak merupakan batas penyakit dan (b) lebih

besar kemungkinan untuk rahim dibanding untuk kanker.

Tetapi adanya fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap banyak penyakit bukan

merupakan bukti yang menyanggah perannya dalam setiap penyakit. Sebagai contoh, rokok

dapat menyebabkan banyak penyakit.

4. Temporalitas

Kemampuan untuk mendirikan kausa dugaan bahkan pada saat efek sementara

diperkirakan.

Pertama adalah bukaan, kemudian penyakit.

Terkadang sangat sulit untuk mendokumentasikan rangkaian, terutama jika ada tundaan yang

panjang antara bukaan dan penyakit, penyakit subklinis, bukaan (misalnya perlakuan) yang

membawa manifestasi awal dari penyakit.

5. Tahapan biologis

perubahan yang meningkat dalam konjungsi dengan perubahan kecocokan dalam

penularan verifikasi terhadap hubungan dosis-respon konsisten dengan model konseptual yang

dihipotesakan.
Verifikasi terhadap hubungan respon-dosis konsisten dengan model konseptual hipotesis.

Harus memasukkan ambang batas dan efek penjenuhan, karakteristik bukaan.

6. Masuk akal

Kami lebih siap untuk menerima kasus dengan hubungan yang konsisten dengan

pengetahuan dan keyakinan kami secara umum. Telah jelas bahwa kecenderungan ini memiliki

lubang-lubang kosong, tetapi akal sehat selalu saja membimbing kita.

Apakah asosiasi masuk akal secara biologis.

Misalnya: estrogen dan kanker endometrial, estrogen dan kanker payudara, kontrasepsi oral dan

kanker payudara.

7. Koherensi

Bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang dihipotesakan untuk

membentuk gambaran yang koheren?

Apakah interpretasi kausal cocok dengan fakta yang diketahui dalam sejarah alam dan

biologi dari penyakit, termasuk juga pengetahuan tentang distribusi dari bukaan dan penyakit

(orang, tempat, waktu) dan hasil dari eksperimen laboratorium. Apakah semua “potongan telah

cocok tempatnya”.

8. Eksperimen

Demonstrasi yang berada dalam kondisi yang terkontrol merubah kausa bukaan untuk

hasil yang merupakan nilai yang besar, beberapa orang mungkin mengatakannya sangat

diperlukan untuk menyimpulkan kausalitas.

Beberapa tipe desain kajian dapat memberikan bukti yang lebih meyakinkan dibanding

desain kajian jenis lainnya. Kajian-kajian intervensi dapat menyediakan dukungan yang terkuat,
terutama ketika bukaan dapat dilakukan secara acak. Karena tidak etis dan/atau tidak praktis

untuk menentukan banyak bukaan sebagai kajian epidemiologis. Satu alternatif yang mungkin

adalah dengan menghilangkan bukaan dan melihat apakah penyakit menurun, kecuali jika proses

kausal dianggap tidak dapat lagi dibalikkan.

Misalnya: pellagra, kudis, HDFP, LRC-CPPT, MRFIT.

9. Analogi

Kami lebih siap lagi untuk menerima argumentasi-argumentasi yang menyerupai dengan

yang kami dapatkan.

Apakah pernah ada situasi yang serupa di masa lalu? (misalnya rubella, thalidomide

selama kehamilan).

Pengecualian bagi temporalitas, tidak ada kriteria yang absolut, karena asosiasi kausal

dapat sangat lemah, relatif non-spesifik, diobservasi tidak konsisten, dan dalam konflik dengan

pengungkapan penmahaman biologis. Tetapi, setiap kriteria yang memperkuat jaminan kami

dalam mencapai penilaian kausalitas.

Beberapa dari kriteria (misalnya, koherensi, tahapan biologis, spesifisitas, dan mungkin

juga kekuatan) dapat dirumuskan dalam bentuk isu yang lebih umum dari konsistensi data yang

diobservasi dengan model hipotesisasi etiologis (biasanya biologis). Sebagai contoh, tahapan

biologis tidak harus monoton, seperti dalam kasus dosis radiasi tinggi yang mana akan mengarah

kepada pembunuhan sel-sel dan karena itu menurunkan kemungkinan perkembangan tumor.

Serupa dengan itu, spesifisitas dapat dipakai pada situasi-situasi tertentu tetapi tidak untuk situasi

lain, tergantung pada proses patofisiologis yang dihipotesiskan.


Pencarian Kausa versus Pembuatan-Keputusan

Kesimpulan kausal sangat penting secara fundamental untuk memajukan pengetahuan

ilmiah. Pendirian Popper adalah dalam sifat akhirnya, setiap teori itu tentatif. Setiap teori dapat

secara potensial dapat dijatuhkan oleh data yang tidak cocok yang tidak mungkin dijadikan

pertanyaan. Maka berbagai sudut pandang, pengetahuan ilmiah dan kemajuannya selalu melalui

beragam percoban untuk menyangkal teori-teori yang telah ada.

Dengan memperhatikan isu-isu dalam kesimpulan kausal dalam epidemiologi, walaupun,

akan sangat berguna untuk membuat pembedaan antara kesimpulan yang ditujukan untuk

mendirikan etiologi dan kesimpulan yang ditujukan untuk mendapatkan keputusan tindakan atau

keputusan tidak ada tindakan. Pendirian Popper kurang bisa dialikasikan dalam kesimpulan

kausal untuk mendukung pembuatan-keputusan, karena pentingnya tindakan sesuai dengan

waktu. Walaupun keputusan individual dan kolektif seringkali didasarkan pada konsiderasi

selain dari pengetahuan ilmiah, dan bahkan tanpa data kausal valid sekalipun, kesimpulan kausal

sangat fundamental dalam pembuatan-keputusan. Lebih jauh lagi, penilaian kausalitas akhirnya

oleh kewenangan pemerintah dan publik yang lebih besar-merupakan basis kritis untuk resolusi

dari isu-isu kontroversial, misalnya, pembatasan produk-produk seperti tembakau, saccharin,

kopi, kontrasepsi oral, senjata genggam; kontrol polusi dan seterusnya.

Mereka yang bertindak dapat memuji kata-kata Hill:

Semua kerja ilmiah itu tidak lengkap, apakah itu eksperimental ataupun observasional.

Semua kerja ilmiah itu berkemungkinan untuk ditumbangkan atau dimodifikasi oleh

pengetahuan yang lebih maju. Yang mana tidak memberikan kita kebebasan untuk mengabaikan
pengetahuan yag telah kita miliki, atau menangguhkan tindakan yang tampaknya dibutuhkan

setiap waktu.

A. B. Hill, The Environment and causation, hal. 300

http://c3plix69.blogspot.com/2010/10/kausalitas-b-hill.html

Anda mungkin juga menyukai