Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH EPIDEMIOLOGI

ASOSIASI DAN EPIDEMIOLOGI


D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK V
1. Siti Nuraima 7. Nasywa Hadaya
2. Masdalifah Pasaribu 8. Yosefa Manek
3. Nurhayati Siregar 9. Feny Nubatonis
4. Tri Lestari Simangunsong 10. Nirmala Sari Ritonga
5. Nurhayati Munthe 11. Dina Christi
6. Lili Rahmadani 12. Ummi Yana
DOSENPEMBIMBING : Roslina Yulianty, SST, M.Kes

PROGRAM STUDY D- IV KEBIDANAN


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN UMUM
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami berada dalam keadaan sehat dan mendapat
kesempatan untuk menyusun makalah yang berjudul tentang “Penyakit menular
Seksual”untuk memenuhi tugas mata kuliah Epidemiologi.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan kepada kami sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki kekurangan,
untuk itu segala kritik dan saran kiranya dapat disampaikan kepada penulis guna
penyempurnaan masalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca pada umumnya dan
khususnya bagi seluruh mahasiswa kebidanan.

Medan,Desember 2017

Kelompok III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit merupakan salah satu gangguan kehidupan manusia yang telah
dikenal orang sejak dahulu. Pada tahap berikutnya, Hippocrates telah
mengembangkan teori bahwa timbulnya penyakit disebabkan oleh pengaruh
lingkungan yang meliputi air, udara, tanah, cuaca, dan lain sebagainya. Namun
demikian dalam teori tidak dijelaskan bagaimana kedudukan manusia dalam
interaksi tersebut, serta tidak dijelaskan tentang faktor lingkungan bagaimana
yang dapat menimbulkan penyakit
Akhirnya pada abad-abad selanjutnya, terjadi perubahan yang cukup besar
dalam konsep terjadinya penyakit, dengan didapatkannya mikroskop. sehingga
konsep penyebab penyakit beralih ke jasad renik. Perkembangan selanjutnya
mengantar para ahli ke arah hormonal yang semakin berkembang. Pada saat itu,
orang mulai optimis dalam menghadapi berbagai penyakit dengan antibiotika,
sistem imunitas, dan lain sebagainya.
Ternyata setelah penyakit menular mulai dapat di atasi pada negara-negara
maju, muncullah masalah berbagai penyakit menahan/tidak menular yang unsur
dan faktor penyebabnya sangat berkaitan erat dengan faal tubuh, mutasi dan sifat
resistensi tubuh, dan pada umumnya terdiri dari berbagai faktor yang saling kiat
mengkait. Keadaan ini sangat erat hubungannya dengan berbagai pengamatan
epidemiologi terhadap gangguan kesehatan. Dan pada saat ini, teori tentang faktor
penyebab penyakit tidak dapat dipisahkan dengan berbagai faktor yang berperan
dalam proses kejadian penyakit yang dikembangkan melalui teori ekologi
lingkungan yang didasarkan pada konsep bahwa manusia berinteraksi dengan
berbagai faktor penyebab dalam lingkungan tertentu dan pada keadaan tertentu
akan menimbulkan penyakit yang tertentu pula.
B. Tujuan
Untuk mengetahui hubungan antara penyebab penyakit/ faktor risiko
dengan penyakit di dalam lingkungan masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Asosiasi Epidemiologi
Asosiasi epidemiologi bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan
antara penyebab penyakit (etiologi/faktor risiko) dengan penyakit (disease).
B. Hubungan asosiasi dalam bidang epidemiologi
Hubungan asosiasi dalam bidang epidemiologiadalah hubungan
keterikatan atau saling pengaruh antara dua atau lebih variabel, di mana hubungan
tersebut dapat bersifat hubungan sebab akibat maupun yang bukan hubungan
sebab akibat. Sedangkan hubungan keterikatan (dependency association) adalah
hubungan antara variabel, di mana adanya perubahan pada variabel yang satu
(independent) akan mempengaruhi variabel yang lainnya (dependent).
Dalam menilai hubungan asosiasi. sering sekali kita melakukan kesalahan
dalam mengambil kesimpulan terutama dalam penelitian epidemiologi yang
mencari/menguji ada tidaknya hubungan sebab akibat. Hal ini dapat timbul karena
tidak jarang kita menjumpai hubungan asosiasi yang kuat antara satu variabel
dengan variabel lainnya, sehingga kita menyimpulkannya sebagai hubungan sebab
akibat tetapi pada dasarnya, sebenarnya hanya hubungan semu saja.
C. Hubungan asosiasi dalam epidemiologi
Hubungan asosiasi dalam epidemiologi dapat dibagi dalam tiga jenis,
yakni:
1. Hubungan Semu
2. Hubungan Nonkausal (Bukan Penyebab Langsung)
3. Hubungan Kausal (Penyebab langsung)

1. Hubungan Semu
Yang dimaksud dengan hubungan semu ialah adanya hubungan antara dua
atau lebih variabel yang bersifat semu (tidak benar) atau palsu yang timbul karena
factor kebetulan atau karena adanya bias pada metode penelitian/cara penilaian
yang dilakukan.
Hubungan semu dapat timbul karena faktor kebetulan yang mengikuti
hukum probability (hukum peluang), sehingga tampaknya seperti ada hubungan
yang erat serta memenuhi kaidah/perhitungan statistik. Keadaan semacam ini
sering dijumpai pada penelitian dengan random sampel, dan bila hal ini timbul,
maka haruslah dilakukan berbagai pengamatan yang terpisah, atau pengamatan
berulang kali. Di samping itu harus pula menggunakan uji statistik yang sesuai
(relevan), terutama dalam menilai suatu hasil pengamatan/penelitian.
Hubungan semu juga dapat timbul pada kesalahan karena bias yakni
berbagai kesalahan yang mungkin timbul pada penyusunan kerangka penelitian
(desain penelitian), pada perhitungan, serta pada penilaian terhadap faktor yang
berpengaruh dan faktor risiko yang mendorong proses terjadinya penyakit.
Bias dapat terjadi umpamanya pada pemilihan kelompok yang akan
diteliti, yang mungkin tidak mewakili populasi yang ingin diketahui. Umpamanya
jika memilih penderita rumah sakit umum yang mewakili seluruh penderita dalam
wilayah tertentu, maka hal ini dapat menimbulkan bias karena adanya perbedaan
latar belakang dari penderita yang datang ke rumah sakit umum pemerintah
dengan mereka yang berkunjung ke rumah sakit swasta.
Bias dapat pula terjadi pada pengamatan di mana cukup banyak anggota
sampel yang drop out atau menolak berpartisipasi, sehingga kelompok yang
tersisa dalam sampel mungkin berbeda sifat-sifatnya (karakternya) dengan mereka
yang tidak ikut/drop out tersebut.
Bias dapat pula terjadi pada pengumpulan data, umpamanya karena
kesalahan wawancara, baik karena kesalahan wawancara yang banyak
memaksa/mempengaruhi responden, atau karena daftar pertanyaan yang kurang
jelas. Di lain pihak, biasanya responden yang menderita akan lebih banyak
berperan aktif dalam memberikan keterangan dibandignkan dengan responden
yang tidak menderita/umpamanya pada kelompok control. Bias lainnya yang juga
sering mengacaukan dalam mengambil kesimpulan adalah variabel pengganggu
(confounding variables) yang sering menimbulkan kesalahan dalam membuat
keputusan hasil pengamatan.
2. Hubungan Nonkausal (Bukan Penyebab Langsung)
Hubungan asosiasi bukan kausal adalah hubungan asosiasi yang bersifat
bukan hubungan sebab akibat, di mana variabel ketiga tampaknya mempunyai
hubungan dengan salah satu variabel yang terlibat dalam hubungan kausal, tetapi
unsur ketiga ini bukan sebagai faktor penyebab. Dalam hubungan asosiasi bukan
kausal, kita dapat menjumpai berbagai bentuk hubungan yang dipengaruhi oleh
perjalanan waktu dan akibat yang timbul. Umpamanya hubungan berat badan ibu
(A) intake kalori (B) dan berat badan lahir (C) Ketiga variabel ini dapat
digambarkan sebagai berikut:
(A) --------> (B) ----------------> (C)
Pada gambar di atas, (B) sebagai variabel independen dan (C) sebagai
variabel dependen di mana (B) dianggap mempunyai hubungan sebab akibat
dengan (C). Adapun (A) sering ditempatkan sebagai variabel penyebab terhadap
(B) bahkan terhadap (C). Namun demikian bila keadaan ibu dengan gizi cukup
dan berat badan normal, maka intake kalori tidak mempunyai hubungan dengan
berat badan lahir. Sebaliknya, pada ibu dengan gizi kurang, maka intake kalori
akan mempengaruhi berat badan lahir, yarg sebenarnya adalah karena berat badan
ibu yang rendah.
Bentuk hubungan lain yang dapat kita lihat adalah antara perokok A),
peminum kopi (B), dan carsinoma paru (C). Hubungan ketiga variabel tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut:
(A) <------ > (B) -------------> (C)
Pada gambat di atas, variabel (A) dan (B) mempunyai hubungan erat
sehingga hampir selalu dijumpai secara bersama-sama, dan keduanya dapat
dianggap sebagai variabel independen. Sedangkan (A) dijumpai mempunyai
hubungan kausal terhadap terjadinya (C) Apabila ketiga variabel tersebut
dianalisis, maka akan tampak bahwa selain (A) mempunyai hubungan yang erat
dengan (B) dan (C) maka dijumpai pula bahwa secara statistik, maka (B) juga
mempunyai hubungan yang erat dengan (C). Tidaklah mengherankan apabila
seorang peneliti pernah melakukan kesalahan yang cukup fatal dengan
menyimpulkan bahwa kopi merupakan faktor penyebab terjadinya karsinoma
paru.
Dalam hal hubungan asosiasi bukan kausal, sering sekali kita menjumpai
adanya hubungan antara umur dengan penyakit tertentu, walaupun sebenarnya
dalam hal ini umur sama sekali tidak memegang peranan dalam proses kejadian
penyakit. Demikian pula halnya dengan berbagai variabel yang sangat erat
hubungannya dengan faktor orang seperti jenis kelamin, ras, agama dan lain
sebagainya. Dengan demikian maka kesalahan mengambil kesimpulan yang erat
hubungannya dengan asosiasi bukan kausal sering terjadi pada analisis sifat
karakteristik pejamu, di mana variabel tersebut sebenarnya hanya erat
hubungannya dengan variabel iainnya yang berfungsi sebagai penyebab. Keadaan
ini dapat menimbulkan kesalahan dalam mengambil kesimpulan di mana sifat
karakteristik pejamu dianggap sebagai faktor penyebab.

3. Hubungan Kausal (Penyebab Langsung)


Hubungan asosiasi kausal adalah hubungan antara dua atau lebih variabel
di mana salah satu atau lebih di antara variabel tersebut merupakan variable
penyebab kausal (primer dan sekunder) terhadap terjadinya variabel lainnya
sebagai hasil akhir dari suatu proses terjadinya penyakit.
Dalam menilai hubungan kausal tersebut di atas. maka kita harus
memperhatikan tiga faktor penting yang harus dijumpai pada hubungan asosiasi
kausal, yakni:
1) faktor keterpaparan memegang peranan penting dalam timbulnya
penyakit;
2) setiap perubahan pada variabel yang merupakan unsur penyebab akan
diikuti oleh perubahan pada variabel lainnya, sebagai akibat/hasil akhir
proses; dan
3) hubungan antara timbulnya penyakit (hasil akhir) serta proses
keterpaparan tidak tergantung atau tidak harus dipengaruhi oleh faktor
lainnya di luar variabel hubungan tersebut.
Dalam menilai hasil suatu pengamatan terutama dalam analisis
epidemiologi untuk menentukan hubungan sebab akibat serta faktor penyebab
terjadinya penyakit, maka kita harus berhati-hati dan jangan hanya terikat pada
hasil perhitungan statistik semata.
Untuk menilai hubungan asosiasi dari suatu hasil pengamatan, perlu
diperhatikan berbagai hal tersebut di bawah ini:
1) Perlu dianalisis secara cermat apakah hubungan asosiasi tersebut masuk
akal atau tidak. Umpamanya pada suatu penelitian dijumpai bahwa secara
statistik ada hubungan yang erat antara panjang rambut dengan kanker
payudara.
2) Harus pula dianalisis apakah hubungan semua asosiasi yang dijumpai pada
pengamatan cukup kuat, sehingga memiliki kemaknaan secara biologis.
Dalam hal ini, nilai uji statistik tidak dapat digunakan sebagai pegangan
tunggal. Seperti contoh di atas harus dipikirkan apakah panjang rambut
mempunyai nilai biologis dalam hubungannya dengan kanker payudara.
3) Perlu diperhatikan pula, bahwa secara mutlak. hubungan asosiasi yang
diamati harus didukung oleh uji statistik yang sesuai.
4) Harus diperhatikan secara seksama apakah hubungan asosiasi, dari suatu
pengamatan epidemiologis tidak dipengaruhi oleh faktor kesalahan atau
bias, ataukah timbul karena adanya hubungan asosiasi semu.
5) Harus dianalisis secara luas, apakah hubungan asosiasi dari hasil
pengamatan epidemiologis tidak dipengaruhi oleh faktor lain di mana
faktor tersebut ikut mempengaruhi nilai risk yang mendorong timbulnya
hubungan asosiasi tersebut. Suatu contoh hubungan asosiasi yang
dipengaruhi oleh faktor tertentu adalah frekuensi penyakit pada case
finding aktif dengan musim. Pencarian penderita tuberkulosis pada
masyarakat dilakukan dengan menggunakan anggaran proyek yang cukup
besar. Dana tersebut .dimulai setiap bulan Juni dan mencapai puncaknya
pada bulan Agustus setiap tahunnya. Pada bulan Januari sampai dengan
Mei hampir tidak tersedia anggaran. Akibathya, frekuensi tuberkulosis
tampaknya memuncak pada bulan Juni sampai dengan Oktober yang
kebetulan pula merupakan musim kemarau, serta merupakan musim panen
pula. Bagi pengamat yang kurang teliti, dapat mengambil kesimpulan
bahwa ada hubungan antara tingginya frekuensi tuberkulosis dengan
musim kemarau, atau dengan musim panen.

Dalam menentukan hubungan asosiasi kausal, terutama dalam menilai


hubungan sebab akibat serta unsur penyebab timbulnya penyakit tertentu, harus
diperhatikan pula berbagai ketentuan yang dapat menjadi dasar pemikiran antara
lain: konsisten pengamatan, hubungannya dengan pengetahuan teori yang sudah
ada dan diakui, ketentuan disiplin ilmu yang berlaku, pengalaman yang ada, baik
pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Beberapa kriteria di bawah
ini perlu dipertimbangkan setiap akan menentukan hubungan asosiasi kausal serta
unsur penyebab penyakit.
Teori Kriteria Kausalitas Bradford Hill
Kriteria kausalitas (hubungan sebab akibat) menurut Bradford Hill (1897-
1991) membuat kriteria dari suatu faktor sehingga faktor tersebut dapat dikatakan
sebagai faktor yang mempunyai hubungan kausal. Kriteria tersebut adalah :
1) Kekuatan asosiasi (kekuatan hubungan)
2) Konsistensi
3) Spesifisitas
4) Hubungan temporal
5) Efek dosis respon (respon tehadap dosis)
6) Biologic plausibility atau kelayakan biologis (masuk akal)
7) Koherensi bukti-bukti
8) Bukti Eksperimen
9) Analogi
Penjelasan Kriteria Bradford Hill
1) Kekuatan asosiasi : semakin kuat asosiasi, maka emain sedikit hal tersebut
dapat merefleksikan pengaruh dari faktor-faktor etiologis lainnya. Kriteria
ini membutuhkan juga presisi statistik (pengaruh minimal dari
kesempatan) dan kekakuan metodologis dari kajian-kajian yang ada
terhadap bias (seleksi, informasi, dan kekacauan)
2) Konsistensi : replikasi dari temuan oleh investigator yang berbeda, saat
yang berbeda, dalam tempat yang berbeda, dengan memakai metode
berbeda dan kemampuan untuk menjelaskan dengan meyakinkan jika
hasilnya berbeda.
3) Spesifisitas dari asosiasi : ada hubungan yang melekat antara spesifisitas
dan kekuatan yang mana semakin akurat dalam mendefinisikan penyakit
dan penularannya, semakin juat hubungan yang diamati tersebut. Tetapi,
fakta bahwa satu agen berkontribusi terhadap penyakit-penyakit beragam
bukan merupakan bukti yang melawan peran dari setiap penyakit.
4) Temporalitas : kemampuan untuk mendirikan kausa dugaan bahka pada
saat efek sementara diperkirakan
5) Tahapan biologis : perubahan yang meningkat dalam konjungsi dengan
perubahan kecocokan dalam penularan verifikasi terhadap hubungan
dosis-respon konsisten dengan model konseptual yang dihipotesakan.
6) Masuk akal : kami lebih siap untuk menerima kasus dengan hubungan
yang konsisten dengan pengetahuan dan keyakinan kami secara umum.
Telah jelas bahwa kecenderungan ini memiliki lubang-lugang kosong,
tetapi akal sehat selalu saja membimbing kita.
7) Koherensi : bagaimana semua observasi dapat cocok dengan model yang
dihipotesakan untuk membentuk gambaran yang koheren ?
8) Eksperimen : demonstrasi yang berada dalam kondisi yang terkontrol
merubah kausa bukaan untuk hasil yang merupakan nilai yang besar,
beberapa orang mungkin, mengatakannya sangat diperlukan, untuk
menyimpulkan kausalitas.
9) Analogi : kami lebih siap lagi untuk menerima argumentasi-argumentasi
yang menyerupai dengan yang kami dapatkan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hubungan asosiasi dalam
bidang epidemiologi merupakan hubungan keterikatan atau saling pengaruh antara
dua atau lebih variabel, di mana hubungan tersebut dapat bersifat hubungan sebab
akibat maupun yang bukan hubungan sebab akibat. Sedangkan hubungan
keterikatan (dependency association) adalah hubungan antara variabel, di mana
adanya perubahan pada variabel yang satu (independent) akan mempengaruhi
variabel yang lainnya (dependent). Hal ini dapat timbul karena tidak jarang kita
menjumpai hubungan asosiasi yang kuat antara satu variabel dengan variabel
lainnya, sehingga kita menyimpulkannya sebagai hubungan sebab akibat tetapi
pada dasarnya, sebenarnya hanya hubungan semu saja.
DAFTAR PUSTAKA

http://e-medis.blogspot.co.id/2013/05/hubungan-asosiasi-dalam-bidang.html
http://mandamonic.blogspot.co.id/2015/03/sebab-akibat-dalam-
epidemiologikausalit.html
mkm.helvetia.ac.id/wp-content/.../bahan-Kuliah.-kesmas.S-2.6.1.pptx
https://circleses.wordpress.com/2016/11/01/hubungan-asosiasi-dalam-
epidemiologi/

Anda mungkin juga menyukai