Anda di halaman 1dari 4

Sumber:

1. R Beaglehole, R Bonita, T Kjellstrom : Basic Epidemiology, WHO, 1993.


2. Burt, B. A. (2005), Concepts of risk in dental public health. Community Dentistry and Oral
Epidemiology, 33: 240–247.

KONSEP KAUSALITAS SUATU PENYAKIT (The Concept of Cause)

Konsep kausalitas / penyebab suatu penyakit perlu dimengerti guna preventif serta diagnosis dan
perawatan yang tepat. Penyebab suatu penyakit / injuri adalah suatu kejadian, kondisi, karakteristik
atau kombinasi dari berbagai faktor yang berperan penting dalam menghasilkan suatu hasil akhir
kondisi kesehatan (health outcomes). Penyebab suatu penyakit dibagi menjadi 2 istilah yaitu sbg
berikut:

1. Sufficient cause : suatu penyebab yang pasti akan memproduksi atau menginisiasi suatu hasil.
Dilihat dari etiologi penyakit, sufficient cause dapat dipertimbangkan sebagai onset stage
terawal suatu penyakit, bukan onset dari gejala / tanda penyakit. Pada suatu penyakit,
biasanya terdiri dari berbagai komponen / multifactorial causation.
2. Necessary cause : suatu penyebab dimana hasil / outcome tidak dapat berkembang jika
faktor ini tidak ada.

Misalnya, pada kejadian keracunan makanan, ditemui bahwa makanan salad merupakan sufficient
cause dari diare salmonella. Sedangkan, ingesti bakteri salmonella merupakan necessary cause dari
penyakit ini. Konsep ini selanjutnya digambarkan menggunakan model Rothman’s Causal Pies yaitu
sbb:

Suatu faktor individual yang bekontribusi ke penyebab penyakit digambarkan menjadi 1 bagian
pie. Seluruh bagian pie yang bersatu, maka penyakit terjadi. Faktor individual disebut component
causes. Pie yang lengkap, dapat dipertimbangkan sebagai causal pathway disebut sufficient cause.
Suatu penyakit mungkin memiliki lebih dari 1 sufficient cause dimana masing-masing sufficient cause
terdiri dari berbagai component causes. Suatu komponen yang muncul di setiap pie atau pathway
disebut necessary cause.

Berdasarkan studi oleh Pasteur mengenai mikroorganisme, berikut adalah aturan-aturan untuk
menentukan apakah suatu organisme hidup spesifik merupakan penyebab suatu penyakit:

1. Organisme harus ada pada setiap kasus penyakit tersebut


2. Organisme harus mampu diisolasi dan tumbuh pada kultur murni
3. Organisme harus, ketika inokulas ke hewan yang rentan terkena, mengakibatkan suatu
penyakit spesifik
4. Organisme harus segera dipulihkan dari hewan dan di identifikasi

Suatu efek dari 2 atau lebih penyebab yang bekerja bersamaan sering kali lebih besar dari apa
yang diharapkan atas dasar jumlah efek individual atau biasa disebut dengan interaksi. Misal, resiko
kanker paru pada kelompok merokok adalah 10 kali, sedangkan resiko kanker paru pada kelompok
terpapar debu asbestos adalah 5 kali sehingga resiko pada grup yang merokok dan terpapar debu
asbestos akan meningkat menjadi 50 kali. Pada penyakit dengan penyebab yang multiple dan
berbagai faktor risiko, biasanya ditunjukkan dalam bentuk hierarki penyebab (a hierarchy of causes)
dimana beberapa dari faktor presipitasi / penyebab yang paling segera (precipitating factors) dan
penyebab indirek (enabling factors). Salah satu framework untuk menggambarkan hubungan antara
penyebab-penyebab tersebut adalah DPSEEA (driving forces, pressure, state, exposure, effect, action)
yang digunakan oleh WHO untuk menganalisi berbagai elemen berbeda dari penyebab,
pencegahan dan indikator serta hubungannya dengan bahaya kesehatan lingkungan.

Causal inference (kesimpulan kausal) adalah istilah yang digunakan untuk proses menentukan apakah
hubungan yang diobservasi mungkin menjadi penyebab. Sebelum suatu hubungan dinilai untuk
menentukan kemungkinan menjadi penyebab suatu penyakit, hal-hal seperti peluang, bias, dan
faktor pengganggu lain (confounding factor) harus dieksklusi. Berikut adalah hal-hal yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan suatu penyebab berdasarkan teori Hill
1. Hubungan temporal (temporal relation)  penyebab harus mendahului efek. Biasanya terlihat
langsung namun pada studi case control dan cross-sectional dimana penilaian efek dan
penyebab yang memungkinkan terjadi pada satu waktu mungkin akan sulit.
2. Masuk akal / dapat diterima (plausibility)  suatu hubungan dianggap masuk akal dan
mungkin jadi penyebab jika konsisten dengan ilmu lain. Dinilai berdasarkan mekanisme aksi,
bukti eksperimental.
3. Konsistensi (consistency)  digambarkan dari berbagai studi yang menghasilkan hasil yang
sama. Hal ini merujuk ke observasi berulang dari suatu hubungan di populasi berbeda
dibawah kondisi berbeda yang didapatkan dari studi yang berbeda. Namun rendahnya
konsistensi bukan berarti tidak ada hubungan kausal karena perbedaan tingkat pemaparan
dan kondisi lainnya mungkin akan mengurangi dampak faktor kausal pada penyebab lain.
Sehingga, biasanya digunakan teknik meta-analysis untuk mengkombinasikan berbagai hasil
studi untuk mendapatkan perkiraan jumlah keseluruhan dari efek.
4. Kekuatan (strength)  hubungan yang kuat antara penyebab yang memungkinkan (possible
cause) dan efek yang diukur dari ukuran risk ratio biasanya menjadi kausal, dibandingkan
dengan hubungan lemah yang biasanya terpengaruh faktor pengganggu atau bias. RR > 2
dapat dinilai kuat.
5. Hubungan dosis-respon (dose-response relationship) atau biological gradient  terjadi ketika
perubahan tingkat dari penyebab yang memungkinkan ini berhubungan dengan perubahan
prevalensi dan insidensi efek.
6. Reversibilitas (reversibility)  ketika penyebab yang memungkinkan ini dihilangkan maka
akan mengurangi resiko penyakit, maka kemungkinan hubungannya adalah kausal semakin
meningkat.
7. Desain studi  tipe studi eksperimental randomized controlled trials memiliki kemampuan
prove causation yang kuat.

8. Menilai bukti  untuk mendapatkan causal inference, seluruh bukti tersedia harus
dipertimbangkan. Hubungan temporal merupakan hal esensial yang harus dipertimbangkan
pertama kali sebelum faktor lain dipertimbangkan. Kemungkinan hubungan kausal meningkat
ketika berbagai bukti yang berbeda menunjukkan kesimpulan yang sama.

ISTILAH DALAM EPIDEMIOLOGI

Dalam epidemiologi, resiko sering digunakan untuk menggambarkan kemungkinan suatu hasil akhir
tertentu yang terjadi setelah pemaparan sesuatu hal. Kata “faktor resiko” sering kali digunakan .
Menurut Last’s Dictionary of Epidemiology, faktor resiko adalah sebuah aspek perilaku personal atau
gaya hidup, paparan lingkungan, atau karakteristik turunan yang menurut dasar epidemiological
evidence diketahui berhubungan dengan kondisi kesehatan dan dianggap penting dalam
pencegahan. Sedangkan menurut World Workshop of Periodontitics (1996), faktor resiko adalah
faktor lingkungan, perilaku, biologis yang dipastikan melalui urutan temporal, biasanya melalui studi
longtitudinal, dimana jika ada, akan meningkatkan probabilitas terjadinya penyakit atau jika tidak
ada / dihilangkan, menurunkan probabilitas. Faktor resiko bisa dibagi menjadi attribute dan
exposure. Attribute adalah faktor resiko yang merupakan karakteristik intrinsic suatu individu misal
genetik, umur, jenis kelamin, berat badan sedangkan exposure adalah faktor resiko yang berasal
dari eksternal misal nutrisi, pekerjaan, sosial ekonomi. Faktor resiko menggambarkan faktor yang
berhubungan posited dengan resiko berkembangnya suatu penyakit namun tidak cukup untuk
menyebabkan suatu penyakit.

Selain itu, terdapat pula istilah risk marker yaitu suatu perilaku, aktivitas, atau atribut yang menjadi
kunci, jelas, dan telah terbukti berhubungan dengan peningkatan kemungkinan terkenanya suatu
penyakit namun tidak memiliki hubungan kausal. Risk indicator adalah karakteristik dimana resiko
bergantung / determinan resiko / determinan dari insidensi yang diperkirakan pada orang dengan
masalah tertentu. Misalnya pada karies, konsumsi gula yang tinggi merupakan faktor resiko namun
status minoritas pada masyarakat hanya menjadi indikator resiko (risk indicator).

Selain itu, ada istilah health determinants yaitu faktor sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan yang
bertanggung jawab terhadap kesehatan dan penyakit, umumnya diluar sector kesehatan. Health
indicator adalah variable yang dapat diukur langsung untuk merefleksikan status kesehatan
seseorang dalam suatu komunitas. Indikator kesehatan dapat digunakan sebagai komponen
penghitungan dalam indeks perkembangan sosial yang lebih luas misalnya HDI / Human Development
Index (kombinasi dari tingkat perkembangan ekonomi, literasi, edukasi, dan angka harapan hidup).

Anda mungkin juga menyukai