Apabila ketiga unsur diatas dalam kondisi seim bang, maka artinya tidak ada
masalah kesehatan. Sebaliknya apabila terjadi ketidak seimbangan maka hal ini
menyebabkan timbulnya penyakit. Oleh sebab itu perlu dipertahankan agar
selalu terjadi keseimbangan, baik melalui intervensi alamiah terhadap salah satu
dari ketiga faktor tersebut diatas, maupun melalui usaha tertentu manusia dalam
bidang pencegahan maupun bidang peningkatan derajat kesehatan.
Agent (Penyebab).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sifat hubungan kausal,
antara lain:
1. Kuatnya hubungan statistik, artinya makin kuat hubungan statisti antara
kausal dan efek makin besar kemungkinannya mempunyai hubungan
kausal.
2. Adanya hubungan dosis respons, artinya peningkatan dosis pada faktor
kausal akan meningkatkan kemungkinan terjadinya efek, dan sebaliknya.
3. Adanya konsitensi berbagai penemuan penelitian, artinya hasil yang
dapat dicapai relevan dengan penemuan-penemuan sebelumnya.
4. Hubungannya bukan hasil sementara, artinya hasil hubungan tersebut
bukan situasi sementara, melainkan lebih bersifat lanjut.
5. Sesuai teori yang sudah ada, artinya hasil yang dicapai dalam hubungan
tersebut sesuai dengan teori yang sudah ada atau tidak bertentangan
dengan teori yang telah diuji kebenarannya.
6. Sesuai dengan hasil percobaan laboratorium, artinya bila dilakukan uji
laboratorium akan memberikan hasil yang tidak berbeda.
7. Sesuai dengan hukum biologis, artinya hubungan tersebut tidak
bertentangan dengan hukum biologis yang ada.
b. Penyebab nonkausal (sekunder)
Penyebab sekunder merupakan unsur pembantu/penambah dalam
proses kejadian penyakit dan ikut dalam hubungan sebab akibat terjadinya
penyakit. Dengan demikian, dalam setiap analisis penyebab panyakit dan
hubungan sebab akibat terjadinya penyakit, kita tidak hanya terpusat pada
penyebab kausal primer semata, tetapi harus memperhatikan semua unsur lain
diluar unsur penyebab kausal primer. Hal ini didasarkan pada ketentuan bahwa
pada umumnya, kejadian setiap penyakit sangat dipengaruhi oleh berbagai
unsur yang berinteraksi dengan unsur penyebab dan ikut dalam proses sebab
akibat. Faktor yang terinteraksi dalam prosesn kejadian penyakit dalam
epidemiologi digolongkan dalam faktor risiko. Sebagai contoh, pada penyakit
kardiovaskuler, tuberkolosis, kecelakaan lalu lintas dan lain sebagainya.
Kejadiannya tidak dibatasi hanya pada penyebab kausal saja, tetapi harus
dianalisis dalam bentuk suatu rantai sebab akibat yang peranan unsur penyebab
dalam sekundernya sangat kuat dalam mendorong penyebab kausal primer
untuk dapat secara bersama-sama menimbulkan penyakit.
a. Lingkungan biologis
Segala flora dan fauna yang berada di sekitar manusia yang antara lain
meliputi:
- Berbagai mikroorganisme patagen dan yang tidak pathogen;
- Berbagai binatang dan tumbuhan yang dapat mempengaruhi kehidupan
manusia, baik sebagai sumber kehidupan(bahan makanan dan obat-
obatan), maupun sebagai reservoir/sumber penyakit atau pejamu
antara(host intermedia)
- Fauna sekitar manusia yang berfungsi sebagai vector penyakit tertentu
terutama penyakit menular.
b. Lingkungan fisik
Keadaan fisik sekitar manusia yang berpengaruh terhadap manusia baik
secara langsung, maupun terhadap lingkungan biologi dan lingkungan sosial
manusia. Lingkungan fisik (termasuk unsur kimiawi dan radiasi) meliputi :
- Udara, keadaan cuaca, geografis, dan geologis;
- Air, baik sebagai sumber kehidupan maupun sebagai sumber penyakit
serta berbagai unsur kimiawi serta berbagai bentuk pencemaran pada air;
- Unsur kimiawi lainnya dalan bentuk pencemaran udara, tanah dan air,
radiasi dan lain sebagainya.
Lingkungan fisik ini ada yang terbentuk secara alamiah, tetapi banyak
pula yang timbul akibat kegiatan manusia sendiri.
c. Lingkungan sosial
Semua bentuk kehidupan sosial budaya, ekonomi, politik, system
organisasi, serta institusi/peraturan yang berlaku bagi setiap individu yang
membentuk masyarakat tersebut. Lingkungan sosial meliputi :
- System hukum, administrasi dan kehidupan sosial politik serta system
ekonomi yang berlaku;
- Bentuk organisasi masyarakat yang berlaku setempat;
- System, pelayanan masyarakat serta kebiasaan hidup sehat masyarakat
setempat;
- Kepadatan penduduk, kepadatan rumah tangga, dan berbagai system
kehidupan sosial lainnya
B. KETERPAPARAN DAN KERENTANAN
Faktor lain yang erat hubungannya dengan derajat keterpaparan antara lain :
- Sifat keterpaparan, yakni apakah prosesnya hanya terjadi satu kali saja
atau beberapa kali, ataukah proses keterpaparan tersebut berlangsung
terus menerus dalam suatu jangka waktu yang cukup panjang
- Sifat lingkungan dimana proses keterpaparan terjadi, yakni apakah
keadaan lingkungan tersebut lebih menguntungkan pejamu atau
sebaliknya, dan
- Tempat dan keadaan konsentrasi dari unsur penyebab yang
menimbulkan keterpaparan.
2. Kerentanan
Kerentanan adalah keadaan ketika pejamu mempunyai kondisi yang
mudah dipengaruhi atau berinteraksi dengan unsu r penyebab sehingga
memungkinkan timbulnya penyakit. Pada umumnya, dalam proses kejadian
penyakit, tampak bahwa tidak satupun penyakit yang memiliki nilai akhir yang
terbatas, walau bagaimanapun sederhana proses kejadiannya.
Peranan kerentanan sangat berpengaruh dalam hasil akhir suatu proses
kejadian penyakit, apakah proses tersebut berkahir sebagai penderita,
meninggal, atau tidak ada perubahan yang jelas. Dengan demikian, peranan
kerentanan individu berbeda dalam masyarakat dapat menimbulkan keadaan
yang sering disebut “fenomena gunung es”(iceberg phenomena). Keadaan yang
demikian tidak hanya berlaku pada penyakit menular/infeksi, tetapi dapat juga
pada penyakit non infeksi serta pada penyakit gangguan perilaku sosial.
Faktor-faktor budaya
- Pengetahuan, sikap dan kepercayaan terhadap makanan
- Agama
- Tingkat pendidikan
Pada penyakit non infeksi, terjadi hasil akhir yang mempunyai kemungkinan
manifestasi dalam bentuk :
- Penderita meninggal
- Penderita sakit berat/sakit dengan gejala yang berat atau sampai
mengalami cacat
- Penderita yang hanya dengan gejala ringan sehingga mampu
menyesuaikan diri dalam kehidupannya sehari-hari,
- Penderita yang tanpa gejala sama sekali dan tidak mengalami
perubahan baik secara structural/anatomis maupun secara
faal/fisiologis
C. HUBUNGAN ASOSIASI
A. Validitas Pengukuran
Validitas pengukuran adalah derajat ketepatan pengukuran yang
berhubungan dangan proses pengukuran variable, dan dapat dibedakan atas
empat macam.
1. Lodical validity atau biasa juga disebut face validity, yaitu pengukuran
yang secara jelas berhubungan dengan apa yang diukur.
2. Content validity adalah sejauh mana pegukuran tersebut melibatkan
seluruh aspek dari suatu fenomena. Misalnya pengukuran terhadap
status fungsi kesehatan harus melibatkan aktivitas sehari-hari, pekerjaan,
keluarga, fungsi sosial dan sebagainya.
3. Criterion validity adalah sejauh mana pengukuran tersebut berkolerasi
dengan suatu criteria eksternal dari fenomena yang diteliti. Bentuk ini ada
dua macam.
a. Concurrent validity yaitu suatu pengukuran dan criteria yang
memberikan hasil yang sesuai pada suatu waktu tertentu. Misalnya,
observasi luka untuk tanda infeksi dibuktikan dengan pemeriksaan
bakteriologis pada waktu yang sama.
b. Predictive validity adalah kemampuan pengukuran dalam meramalkan
(predict) suatu criteria tertentu. Misalnya, hasil tes potensia akademik
yang dibuktikan dengan menilai kemampuan akademik pada waktu
selanjutnya.
4. Contruct validity adalah sejauh mana pengukuran tersebut sesuai dengan
konseo teoretis dari fenomena yang sedang diteliti. Misalnya,
berdasarkan teori fenomena tersebut dipengaruhi oleh umur maka suatu
pengukuran yang mempunyai contruct validity bisa memperlihatkan
pengaruh tersebut.
B. Validitas Penelitian
Ditinjau dari metodologi penelitian ada dua macam validitas yakni :
1. Validitas Internal
Validitas internal adalah keadaan yang menunjukkan sampai sejauh
mana perubahan yang diamati dalam suatu penelitian eksperimental,
atau pada penelitian observasional, benar-benar terjadi karena
perlakuan (pada eksperimen) atau karena pengaruh yang dicurigai
(pada observasi) dan bukan pengaruh faktor lain yang tidak diamati.
Ada 3 jenis bias yang dapat mempengaruhi validitas eksternal :
- Selection bias (bias pada seleksi)
Selection bias adalah penyimpangan efek hasil pengukuran yang
disebabkan oleh prosedur yang digunakan dalam penelitian subjek
sedemikian rupa sehingga hasil pengukuran yang di dapat dari subjek
ini berbeda dengan nilai yang ada pada populasi penelitian.
- Confounding (pengganggu).
Confounding secara umum diartikan sebagai efek yang bercampur,
sedangkan secara khusus diartikan sebagai estimasi terhadap ukuran
efek faktor yang exposure yang dikacaukan oleh suatu variable lain.
Akibat yang ditimbulkan oleh adanya confounding adalah over estimate
atau under estimate suatu efek, tergantung arah hubungan yang terjadi
antara confounding dengan faktor exposure dan penyakit, bahkan bisa
memberikan estimasi yang berlawanan dengan yang sebenarnya.
Suatu faktor dapat dianggap confounding, jika memenuhi salah satu atau
lebih hal berikut :
Mempunyai efek (faktor risiko) terhadap kejadian penyakit yang
sedang diteliti, dimana efek ini tidak mutlak sebagai hubungan kausal.
Misalnya, status sosial yang secara kausal barangkali sangat sedikit
hubungannya (jika ada) dengan suatu penyakit, namun mempunyai
hubungan dengan sebagian besar penyebab penyakit.
Mempunyai hubungan dengan faktor exposure yang sedang diteliti.
Pada penelitian follow up hubungan antara faktor confounding dengan
faktor exposure selalu ada pada subjek yang diteliti.
Tidak merupakan variable dalam hubungan antara faktor exposure
dengan penyakit.
- Sinergisme
Sinergisme diartikan sebagai aksi suatu substansi yang berbeda-beda
namun bila berkombinasi akan menghasilkan efek yang lebih besar
daripada efek yang disebabkan oleh hanya satu komponen
tersebut.Contoh, perokok yang pada saat sama mengisap serat asbes
pada tempat kerja mereka. Individu semacam ini memiliki risiko yang
lebih tinggi untuk menderita kanker paru jika dibandingkan dengan
individu yang hanya terpapar salah satu faktor tersebut.
2. Validitas Eksternal
Validitas eksternal dapat diartikan sampai sejauh mana proses untuk
melakukan generalisasi di luar dari hasil pengamatan memerlukan
pemikiran/penilaian tentang karakteristik pengamatan yang layak
untuk maksud tersebut. Contoh, hubungan rokok dengan kanker paru
pada laki-laki,hasilnya bisa di generalisasi terhadap populasi
perempuan. Di sini diasumsikan bahwa jenis kelamin merupakan
faktor yang tidak relevan terhadap mekanisme karsinogenik rokok pad
ajaringan paru. Asumsi tersebut didasarkan pada pengetahuan
tentang mekanisme karsinogenik dan biologis antara paru laki-laki dan
perempuan.
c. Mencegah confounding
Faktor confounder yang besar kemungkinannya ada (misalnya
jenis kelamin,usia,berat badan) harus diperhitungkan agar semua
kesalahan yang berkaitan dengan confounder tersebut dapat
dikendalikan dapat dikendalikan dalam analisis data.
1. Besar Sampel
Metode untuk mengetahui besar sampel adikuat yang diperlukan adlah
dengan melakukan perhitungan besarnya sampel berdasarkan rumus
statistic. Rumus ini pada umumnya berhubungan erat dengan variable
berikut:
- Tingkat kemaknaan (kesalahan Alpha),
- Probabilitas uuntuk mendeteksi adanya efek (kesalahan Beta),
- Besarnya efek,
- Rate penyakit tanpa keterpaparan (atau prevalensi keterpaparan
tanpa penyakit), dan
- Besar relative kelompok yang dibandingkan
2. Efesiensi Penelitian
Berbagai macam fktor yang berhubungan dengan desain penelitian
dapat dipengaruhi terhadap efisiensi penelitian, yang selanjutnya
berpengaruh terhadap besarnya random error. Faktor-faktor tersebut
antara lain proporsi subjek terpapar, proporsi subjek yang sedang atau
akan menderita penyakit, dan penyebarran (distribusi) subjek
berdasarkan variable utama yang harus dikontrol dalam analisis.
Efisiensi penelitian dapat diketahui berdasarkan dua macam skala.
Pertama, adalah banyaknya (relative) informasi yang diperoleh terhadap
jumlah subjek; dan kedua, banyaknya informasi tersebut yang tersubjek.
Salah satu contoh yang pertama adalah penggunaan matching yang
dimaksudkan untuk meningkatkan banyaknya informasi persubjek.
VI.Bacaan Utama
1. Kenneth J. Rothman, 2002, Epidemiology: an introduction, Oxford
University Press.
2. Noor Nasri.2008.Epidemiology. Rineka cipta
VII. Bahan Bacaan Pendukung:
1. Moyses Szklo,F. Javier Nieto, 2007, Epidemiology: beyond the
basics, Jones & Bartlett Learning
2. BustanN.2006 Pengantar Epidemiology. Rineka cipta
B. PENYARINGAN (SCREENING)
1. Pengertian Penyaringan
Penyaringan (screening) merupakan suatu upaya untuk menyeleksi
orang-orang yang tampak sehat, tidak menderita terhadap suatu penyakit
tertentu, dari suatu populasi tertentu. Penyaringan ini merupakan usaha untuk
mendeteksi penderita penyakit tertentu yang tanpa gejala (tidak tampak) dalam
suatu masyarakat atau suatu kelompok tertentu dengan melakukan suatu tes/
pemeriksaan yang secara singkat dan sederhana dapat memisahkan mereka
yang sehat terhadap mereka yang kemunkinan besar menderita. Mereka yang
dianggap positif selanjutnya diproses melalui diagnosisi selengkapnya dan akan
mendapatkan pengobatan yang sesuai.
Unutk suatu penyaringan diperlukan suatu alat uji saring biasanya berupa
suatu alat uji laboratorium yang mempunyai validitas yang tinggi. Validitas di sini
meliputi sensitivitas dan spesifitas yang tinggi sehingga mereka yang dinyatakan
positif adalah orang yang benar-benar sakit (sentivitas yang tinggi). Di lain pihak
mereka yang dinyatakan negative oleh uji periksa memang benar-benar tidak
sakit (spesivitas tinggi).
2. Tujuan Penyaringan
Adapun tujuan dilakukannya penyaringan adalah:
1. Untuk mendapatkan mereka yang menderita sedini munkin sehingga
dapat dengan segera memperoleh pengobatan
2. Untuk mencegah meluaskan penyakit dalam masyarakat.
3. Untuk mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri
sedini munkin.
4. Untuk mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan
tentang sifat penyakit dan untuk selalu waspada melakukan pengamatan
terhadap gejala dini.
5. Untuk mendapatkan keterangan epidemiologis yang berguna bagi klinisi
dan peneliti.
Criteria Pelaksaan Penyaringan
6. Validitas
Validitas adalah kemampuan daripada tes penyaringan untuk
memisahkan mereka yang betul-betul menderita terhapad mereka yang betul-
betul sehat atau dengan kata lain besarnya kemungkinan untuk menempati
setiap indivu pada keadaan yang sebenarnya. Validitas ditentukan dengan
melakukan pemeriksaan di luar tes penyaringan untuk diagnosis pasti, dengan
ketentuan bahwa biaya dan waktu yang digunakan pada setiap pemeriksaan
diagnostic lebih besar daripada yang yang dibutuhkan pada penyaringan. Ada
dua komponen yang komponen yang menentukan tingkat validitas, yakni: (1)
nilai sensitivitas yaitu kemampuan dari suatu tes penyaringan yang secara
benar menempatkan mereka yang berul-betul menderita pada kelompok
penderita; dan (2) nilai spesifisitas yaitu kemampuan daripada tes tersebut yang
secara benar menempatkan mereka yang betul-betul tidak menderita pada
kelompok sehat.
Besarnya nilai kedua parameter tersebut tentunya ditentukan dengan
alat diagnistik di luar ter penyaringan. Kedua nilai tersebut saling mempengaruhi
satu dengan yang lainnya, yakni biila tersebut saling mempengaruhi satu
dengan yang yang lainnya, yakni bila nilai sensitivitas meningkat maka nilai
spesifisitas akan menurun dan sebaliknya. Untuk menentukan batas standar
yang digunakan pada tes penyaringan, harus ditentukan tujuan penyaringan
apakah mengutamakan semua yang dicurigai menderita dapat terjaring,
termasuk yang tidak menderita, ataukah mengarah ke memilih hanya mereka
yang betul-betul sehat.
Untuk kepentingan validitas diperlukan beberapa perhitungan tertentu.
a. Positif yang sebenarnya, yaitu mereka yang oleh tes penyaringan
dinyatakan menderita dan kemudian didukung oleh diagnosis klinis yang
posotif
b. Positif palsu yaitu mereka yang oleh tes penyaringan dinyatakan
menderita, tetapi pada diagnosisi klini dinyatakan sehat/negative.
c. Negative sebenarnya yaitu mereka yang pada penyaringan dinyatakan
sehat dan pada diagnosisi klinis ternyata betul sehat.
d. Negative palsu yaitu mereka yang pada tes penyaring dinyatakan sehat,
tetapi oleh diagnosis klinis ternyata menderita
1. Random eror
Randam eror bisa terjadi karena kesalahan pengukuran tapi hasilnya
tidak mempengaruhi nilai rata-rata. Bias ini dapat memperbesar sebaran
(deviasi) dari nilai pengukuran
2. Sistematik eror
Sistemik eror dapat terjadi karena :
Kesalahan dari kuesioner, misalnya tidak memasukkan bahan makanan
yang sebetulnya penting
Kesalahan pewawancara yang secara sengaja dan berulang melewatkan
pertanyaan tentang makanan tersebut, kesalahan dalam mencatat
respon responden
Kesalahan dari alat yang tidak akurat dan tidak distandarisasi sebelum
penggunaan
Kesalahan dari Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)
Sumber bias dalam pengukuran konsumsi makanan dapat berasal dari :
Gunakan sampel yang besar (makin besar sampel makin kecil variasinya)
Mengulangi pengukuran intake terhadap subjek atau responden yang
sama dalam beberapa waktu
Lakukan kalibrasi alat yang digunakan
Untuk mengurangi bias yang berhubungan dengan pengetahuan
responden mengenai ukuran porsi, gunakan alat-alat bantu seperti
gambar, model/contoh bahan makanan langsung dan alat makan yang
biasa dijadikan ukuran.
A. Pelaksanaan 24 h recall
Prinsip dasar dalam metode pelaksanaan 24 h recall, dilakukan dengan
mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada
periode 24 jam yang lalu. Jadi responden diminta untuk menceritakan
semua makanan dan miniman yang telah dikonsumsinya selama 24 jam
yang lalu (kemarin). Hitungan 24 jam boleh dimulai saat wawancara
dengan mengitung mundur 24 jam kebelakang dan boleh juga ditanyakan
saat dia bangun pagi sampai dia tidur/istrahat malam harinya.
Wawancara sebaiknya dilakukan oleh petugas lapangan yang terlatih
mewawancarai subjek. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan 24 h recall :
.
Dekripsi yang mendetail harus diperoleh dari semua makanan dan
minuman yang dikonsumsi termasuk metode memasak dan nama
dagang.
Intake suplemen vitamin dan mineral juga dicatat.
Jumlah yang dikonsumsi biasanya ditaksir dengan ukuran RT.
Untuk mempermudah mengingat digunakan “food model” dalam hal
ukuran/porsi dari makanan yang dikonsumsi.
Protokol wawancara harus distandarisasi dan diuji coba sebelum
digunakan.
Keterkaitan dengan protokol dan ketepatan dalam mengkoding harus
dicek secara periodik selama survei. Bila perlu petugas harus
ditraining kembali sebelum survei dilanjutkan.
Metode ini lebih tepat digunakan untuk mengetahui rata-rata intake
pada sampel yang besar kecuali untuk mereka yang daya ingat
rendah (misalnya manula), dan anak kecil.
Tidak cocok untuk menentukan kebiasaan intake dari seorang saja.
Apabila ingin mengetahui rata-rata intake suatu populasi maka sampel
harus mewakili populasi yang diteliti dan seluruh hari dalam sepekan
harus secara proportional terwakili, sehingga tidak ada efek dari
perbedaan hari.
a. 24-jam recall
Metode ini merupakan metode yang paling sederhana dan mudah
dilakukan yaitu dengan meminta kepada pasien untuk mengingat seluruh
makanan yang dikonsumsi dalam 24 jam sebelumnya. Dengan keahlian
wawancara yang baik semua makanan yang dikonsumsi pasien sehari
sebelumnya termasuk metode memasak dan nama dagang, sekaligus
suplement seperti vitamin dan mineral, dicatat oleh pewawancara (petugas
gizi). Pada umumnya digunakan suatu formulir standar untuk
mempermudah pewawancara (contoh terlampir). Beberapa keterbatasan
dalam penelitian ini termasuk tidak bisa dilakukan pada pasien dengan daya
ingat yang lemah seperti orang tua dan anak-anak. Disamping itu harus
diwaspadai adanya “flat slope syndrome” dimana pasien melakukan
overestimasi makanan yang sedikit dikonsumsi dan underestimasi makanan
yang banyak dikonsumsi. Hal ini terjadi akibat keinginan pasien melaporkan
hal yang baik. Dengan demikian metode ini tergantung pada memori pasien,
kemampuan untuk memberikan estimasi yang tepat terhadap ukuran yang
dikonsumsi, motivasi pasien, serta ketekunan pewawancara.
Kelebihan
Kekurangan
Makan pagi
Snack
Makan siang
Snack
Makan
malam
Sebelum
tidur
Berikut hal-hal yang perlu dipahami tentang pengukuran dengan menggunakan FFQ
:
Digunakan untuk memperoleh data kualitatif, atau informasi deskriptif dari pola
kebiasaan konsumsi.
Umumnya tidak memberikan data kuantitatif untuk intake makanan.
Kuesioner terdiri dari 2 komponen yaitu daftar dari jenis makanan dan set dari
frekuensi yang digunakan sebagai jawaban kategori.
Daftar dari jenis makanan dapat berupa kelompok makanan tertentu, makanan
utama, atau makanan yang dikonsumsi secara periodik yang berhubungan dengan
acara/hari tertentu, atau musim.
Dapat juga, daftar makanan dibuat sebanyak mungkin untuk dapat menaksir jumlah
total intake dan keragaman makanan.
Tujuan dari metode ini untuk memperoleh frekuensi dari jenis atau kelompok
makanan tertentu yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu (setiap hari, setiap
minggu, setiap bulan, setiap tahun).
Kombinasi makanan tertentu dapat digunakan sebagai predikter untuk zat gizi
tertentu misalnya buah segar atau juice buah sebagai prediktor dari vitamin C,
sayur-sayuran yang daunya berwarna hijau serta wortel sebagai prediktor dari intake
karoten (vitamin A); dan cereal, kacang-kacangan, buah, dan sayur-sayuran sebagai
prediktor dari fiber (makanan berserat).
Metode ini juga dapat digunakan untuk mengukur konsumsi dari pemanis buatan,
kontaminan tertentu yang ada pada makanan khusus.
Kuesioner frekuensi makanan harus sederhana dan kategori makanan dibuat
dengan jelas.
Metode ini dapat dilakukan dengan wawancara atau melalui telpon serta bisa juga
di isi sendiri oleh subjek dan biasanya membutuhkan waktu 15 - 30 menit.
Hasilnya biasanya memberikan intake yang biasa dikonsumsi dalam waktu yang
lama dimana mudah diperoleh dan diproses.
Paling sering digunakan oleh epidemiologist dalam mempelajari hubungan antara
dietary habits (kebiasaan konsumsi) dengan penyakit.
Metode ini dapat juga dikombinasikan dengan metode lainnya yang lebih kuantitatif
untuk memperoleh informasi tambahan.
Data dari metode ini biasanya digunakan untuk meranking subjek kedalam kategori
rendah, sedang, dan tinggi untuk konsumsi makanan tertentu. Pada penelitian
epidemiologi, rangking ini biasanya dihubungkan dengan prevalensi atau angka
kematian dari populasi yang diteliti.
Food score (skor makanan) dapat dihitung dari metode ini berdasarkan frekuensi
konsumsi dari kelompok makanan tertentu. Skor ini dapat dihubungkan dengan
keadaan sosial ekonomi (misalnya pendidikan dan pendapatan) sebagaimana vital
statistik, musim, geografi, dan sebagainya.
Dengan sistim food score ini, perbandingan dari pola konsumsi dari berbagai
kelompik etnis dapat dibuat.
Kadang-kadang, metode kuesioner frekuensi makanan ini digunakan untuk
mengkuantifikasi ukuran porsi yang biasa dikonsumsi dari jenis makanan tertentu
tampa atau dengan menggunakan food model atau fotograp.
Modifikasi ini menghasilkan suatu data yang semikuantitatif frekuensi makanan.
Dengan data ini skor dari setiap zat gizi dapat dihitung dengan mengalikan
frekuensi porsi makanan yang dikonsumsi dan kandungan zat gizi dari satu porsi
makanan tersebut. Kandungan zat gizi ini dapat dilihat pada data komposisi bahan
makanan.
Metode ini agak berbeda dengan metode 24 h atau record karena yang diperoleh dari
metode ini adalah informasi kualitatif dari pola makan dalam waktu yang lama. Daftar
jenis makanan diberikan/dikemukakan dan pasien diminta memberi jawaban frekuensi
mengkonsumsi dari makanan tersebut apakah setiap hari, setiap minggu, setiap bulan,
atau setiap tahun (lihat contoh formulir). Metode ini dapat dilakukan dengan cepat baik
diisi sendiri oleh pasien (yang kooperatif) atau dengan wawancara. Disamping itu tidak
merepotkan pasien dibanding metode lainnya. Dari metode ini dapat diketahui
kebiasaan makan pasien dalam jangka waktu yang lama. Metode ini yang paling sering
digunakan dalam penelitian epidemiologi gizi.
Kekurangan :
Tidak dapat digunkan untuk mengukur intake zat gizi sehari
Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data
Cukup menjemukan bagi pewawancara
Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan
yang akan masuk dalam daftar kuesioner
Respoden harus jujur dan mempunyai motivasi yang tinggi
Ikan besar
Ikan kecil
Udang/shellfish lainnya
Daging
kambing/sapi/lainnya
Daging ayam
Jeroan/hati
Ikan kering
Telur
Tempe
Tahu
Kacang-kacangan
Susu
Ice-cream
Mentega
Apakah ada makanan lainnya yang tidak tercantum diatas dan biasa dikonsumsi?
Biomaker jangka pendek yang berkaitan dengan asupan makanan selama periode 1
– 2 hari sebelumnya meliputi :
Ekskresi nitrogen,kalium,iodium,Vit C dalam urine
Kadar vit B1,B2 dan C dalam serum
Gas hydrogen dalam metana melalui napas (yang berhubungan dengan
asupan polisakarida bukan pati)
Biomarker of intake
Kelemahan :
Berdasarkan keunggulan dan kelemahan biomarker diatas, maka pada penilaian status
gizi dalam masyarakat dengan menggunakan biomarker , sebaiknya memperlihatkan
hal-hal sebagai berikut :
1. Mudah dalam pengambilan specimen
2. Stabil dalam proses transportasi
3. Tidak terlalu mahal
4. Tidak memerlukan teknik laboratorium yang rumit
5. Hasil tidak dipengaruhi oleh masukan makanan yang baru dikonsumsi
6. Mudah diinterpretasikan
7. Mempunyai nilai lebih diluar pemeriksaan biokimia.
8.
Stage of biomaker collection
Analysis (procedure,
quality assurance and
control)
Deskripsi Singkat
Penyusunan Hipotesis
Hipotesis adalah suatu teori tentative yang masih perlu diuji kebenarannya. Berhasil
tidaknya suatu penelitian tergantung pada baik buruknya hipotesis yang dibuat. Dalam
fase dini siklus penelitian epidemiologi, hipotesis dibuat untuk mencari penyebab dan
hubungan sebab akibat yang dapat menerangkan penyebaran penyakit dalam populasi
tertentu. Ada 4 cara mengembangkan hipotesis dalam penelitian epidemiologi :
a. Metode Perbedaan
Hipotesis ini didasarkan pada adanya perbedaan yang jelas pada kelompok yang
menderita terhadap kelompok yang tidak menderita, mungkin merupakan faktor
penyebab terjadinya penyakit. Kesulitan yang dijumpai pada penyusunan
hipotesis dengan cara ini bukan kesulitan dalam mencari faktor yang ada pada
kelompok tersebut, melainkan karena banyaknya faktor yang memenuhi syarat,
dapat disusun banyak hipotesis.
b. Metode Persamaan
Hipotesis ini didasarkan pada adanya persamaan pada keadaan yang selalu
dijumpai pada peristiwa penyakit tertentu, mungkin merupakan faktor
penyebab/faktor risiko timbulnya penyakit tersebut.
c. Variasi bersama
Hipotesis ini meliputi pencarian berbagai faktor yang frekuensi atau kekuatannya
bervariasi sesuai dengan frekuensi penyakit. Pada metode ini, peranan faktor
penyebab/risiko yang bersifat jamak sangat menentukan, terutama bila lebih dari
satu faktor risiko secara bersama-sama dapat mendorong/mempermudah
terjadinya penyakit tertentu.
d. Metode analogi
Hipotesis ini didasarkan pada adanya persamaan suatu peristiwa penyakit
dengan penyakit lain yang sudah dikenal dengan jelasmmungkin mempunyai
persamaan penyebab, maupun faktor risiko atau persamaan proses kejadian
penyakit.
Salah satu prinsip utama dalam melakukan penelitian agar hasil yang didapatkan
memang sesuai dengan kejadian yang sebenarnya adalah dengan menyusun rencana
penelitian sebaik mungkin sehingga konklusi yang dibuat kembali pada populasi yang
merupakan asal subjek penelitian (pemilihan sampel dilakukan sedemikian rupa agar
representative untuk populasi yang menjadi asal tersebut).
Pemilihan desain penelitian secara khas ditentukan oleh sifat permasalahan riset
dan terus berkembang hingga saat ini dalam menangani permasalahan tertentu.
Pencarian sebuah hipotesis sering kali pada awalnya dapat diinvestigasi dengan
menggunakan pendekatan ekologi. Sebagai alternative lain bisa juga melalui penelitian
cross-sectional, kohort serta case control.
Penelitian Ekologi
Penelitian ekologi ini sering mengambil bentuk perbandingan antara kawasan yang satu
dengan kawasan lainnya dalam sebuah negara atau antara negara yang satu dengan
lainnya, dan bisa meliputi perbandingan sepanjang waktu. Perbandingan geografis
seringkali berguna untuk memperoleh petunjuk tentang peranan faktor makanan dan
risiko penyakit. Sebagai contoh, angka mortalitas karena penyakit jantung koroner dan
jumlah kalori dari kandungan lemak dalam makanan dengan menggunakan negara
sebagai data point telah diselidiki dalam berbagai penelitian epidemiologi. Penelitian ini
menimbulkan beberapa penelitian kohort terhadap korelasi lemak serta gajih hewan
dengan risiko penyakit jantung koroner. Disamping itu juga terdapat sejumlah penelitian
tentang korelasi lemak pangan dan mortalitas kanker payudara, dan korelasi antara
lemak pangan dan mortalitas kanker kolon, dengan menggunakan metode ekologi.
Analisis ekologi dapat menyangkut data insidensi, prevalensi maupun data mortalitas,
walaupun yang paling sering digunakan adalah data mortalitas mengingat data ini
tersedia secara umum. Salah satu masalah yang mendasar pada analisis pengamatan
ekologi adalah peneliti tidak mengetahui hubungan atau interaksi antara penyebaran
faktor risiko dengan penyebaran penyakit pada kelompok yang dianalisis.
Pengamatan ecology lebih attractive jika kita membandingkan data dari sumbe
ryang cukup besar (umpamanya data dari sensus atau data statistic vital) untuk
mendapatkan informasi, baik informasi tentang faktor yang diamati maupun tentang
frekuensi penyakit pada populasi yang sama. Dalam pengamatan seperti ini dapat
timbul kesalahan (bias) dalam pengambilan kesimpulan yang dikenal dengan
ecological fallacy. ecological fallacy adalah kesalahan yang terjadi dengan
mengasumsikan bahwa berdasarkan dua atau lebih keadaan (karakteristik) tampak
pada satu kelompok secara bersama-sama, maka keadaan tersebut dianggap
mempunyai hubungan (asosiasi).contoh, bila sebagian besar dari suatu populasi
mempunyai karakteristik tertetnu dan di lain pihak sebagian besar populasi tersebut
juga menderita penyakit tertentu, maka timbul dugaan bahwa karaktersitik tersebut
mempunyai hubungan dengan penyakit tersebut. Anggapan ini mungkin benar,
tetapi juga kemungkinan besar salah karena kemungkinan di tempat lain atau pada
populasi lain penyakit tersebut juga tinggi tanpa karakteristik yang sama. Atau
kemungkinan lain bahwa ada kelompok penduduk lainnya yang memiliki
karakteristik yang sama, tetapi tidak menderita penyakit tertentu.
Untuk mengatasi serta mengurangi kesalahan yang terjadi, maka berbagai nilai
dan indicator ekologi seperti angka kejadian penyakit, data
demografi,sosial,pertanian atau indicator lingkungan, semuanya dengan mudah
dapat digunakan untuk generalisasi hipotesis serta uji dugaan yang timbul. Sejumlah
temuan epidemiologi merupakan hasil yang didasarkan pada penggunaan indicator
ekologi.
Penelitian cross-sectional
Penelitian ini sering disebut penelitian prevalensi penyakit dan sekaligus dengan
prevalensi penyebab/faktor risiko. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan
antara faktor risiko terhadap akibat yang terjadi dalam bentuk penyakit atau keadaan
(status) kesehatan tertentu dalam waktu bersamaan. Penelitian ini memberikan
informasi tentang besarnya prevalensi penyakit dalam suatu populasi, tetapi tidak dapat
menerangkan hubungan sebab akibat serta faktor risiko. Walaupun demikian, pola
penyebaran frekuensi dapat memberikan gambaran serta menuntun kita kea rah suatu
hipotesis hubungan sebab akibat atau faktor penyebab yang dapat dianalisis melalui
pengamatan lanjutan.
Cross-sectional study
Defined population
Penelitian kohort.
I. Sesi Perkuliahan ke : 10…..Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
(SKPG)
II. Sasaran Pembelajaran :
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang ruang lingkup ketahanan pangan
2. Mahasiswa memahami indicator ketahanan pangan serta dapat menetukan
status ketahanan pangan berdasarkan data yang ada di suatu daerah
3. Mahasiswa memahami prinsip penanggulangan pangan
4. Mahasiswa memahami langkah-langkan/tindakan dalam penanganan kerawanan
pangan
5. Mahasiswa mengetahui komponen dalam system kewaspadaan pangan dan gizi
III. Topik Kajian/Bahasan :
a. Konsep Ketahanan Pangan
b. Indikator Sistem Kewaspadaan Pangan dan Giz
c. Prinsip penanggulangan masalah pangan
d. Penanganan kerawanan pangan
e. KOmponen SKPG
IV. Deskripsi Singkat :
A. Pendahuluan
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan
merupakan hak asasi bagi setiap rakyat indonesia. Pemenuhan pangan sangat
penting sebagai komponen dasar mewujudkan sumber daya manusia yang
berkualitas dalam mendukung pembangunan nasional. Oleh karena itu, upaya
untuk memenuhi kecukupan pangan merupakan kerangka dasar dalam
pembangunan nasional dan diharapkan mampu mendorong upaya
pembangunan sector lainnya.
Untuk mengetahui kondisi pangan dan gizi di suatu daerah, maka sangat
penting untuk dilakukan pemanatauan terhadap pangan dan gizi tersebut.
Pemantauan ini dilakukan dengan menganalisis Sistem Kewaspadaan Pangan
dan Gizi (SKPG), yakni serangkaian proses untuk mengantisipasi kejadian rawan
pangan dan gizi mellaui pengumpulan, pemprosesan, penyimpanan, analisis dan
penyebaran informasi situasi pangan dan gizi. Penerapan SKPG sampai saat ini
masih perlu sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Pemmerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten, dimana
sebagian aspek-aspek penanganan kerawanan pangan merupakan urusan
daerah.
b. Akses Pangan
Aspek akses pada analisis SKPG bulanan menggunakan indicator
fluktuasi delapan komoditas harga pangan. Cara perhitungannya adalah
dengan membandingkan persentasi rata-rata harga bulan berjalan
delapan komoditas dengan rata-rata harga tiga bulan sebelumnya.
Berdasarkan nilai persentase yang dihasilkan akan menunjukkan tingkat
rawan pangan wilayah tersebut.
r ≥ 40 3 Merah
r > 20 3 Merah
Terjadinya kelebihan pangan pada suatu wilayah disebabkan karena tingginya produksi
pangan yang tidak disertai dengan solusi :
Kekurangan yang bersifat fisik yakni adanya kendala pada system distribusi,
rusaknya sarana dan prasarana transportasi, isolasi daerah daln lain-lain
Kekurangan yan bersifat ekonomi : penurunan daya beli masyarakat/individu
(naiknya harga, rendahny apendapatan, kesempatan kerja yang terbatas)
menyebabkan pangan tidak terjangkau
Kekurangan yang bersifat sosial : adanya konflik sosial, adat/kebiasaan buruk,
rendahnya pendidikan/pengetahuan, kurangnya perhatian pemerintah local serta
kurang aktifnya kelembagaan local.
E.Komponen SKPG
KOMPONEN SKPG
D.
6. Daya beli keluarga 2. Harga pangan 1. Ketersediaan pangan
di masyarakat
Distribusi
5. Pendapatan 7. Ketersediaan pangan keluarga
keluarga
3. Tingkat pendidikan
GIZI
2. Tujuan Khusus
a. Tersedianya informasi secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan
mengenai perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi :
1) Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan
2) Persentase balita yang ditimbang berat badannya
3) Persentase balita usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif
4) Persentase rumah tangga mengkonsumsi garam beriodium
5) Persentase balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A
6) Persentase Ibu hamil mendapat 90 tablet Fe
b. Tersedianya informasi indikator gizi lainnya secara berkala jika diperlukan
seperti :
a) Prevalensi balita gizi kurang berdasarkan antropometri
b) Prevalensi risiko Kurang Energi kronik (KEK) pada WUS dan ibu hamil
c) Prevalensi Anemia Gizi Besi dan gangguan akibat kekurangan iodium
(GAKY), Kurang Vitamin A dan masalah gizi mikro lainnya
d) Tingkat konsumsi zat gizi makro (energi dan protein) dan mikro (defisiensi
zat besi, iodium)
e) Data pendistribusian MP-ASI dan PMT
f) Data terkait lain yang diperlukan
Formula:
Jumla h bayi 6−11 bulan +balita 12−59 bulan yang mendapat kapsul vit A
x 100 %
Jumla h balita 6−59 bulan
Formula:
Survei cepat (rapid survey) pertama kali dikembangkan pada proyek Expanded
Programme on Immunization (EPI)- WHO. Setelah itu berkembang antara lain
pengembangan perangkat lunak Csurvey oleh Ariawan dan Frerichs (1994) untuk
merancang sampel. Pada tahun yang sama CDC mengembangkan CSAMPLE software
untuk analisis data survey cepat.
Di Indonesia Survey cepat sudah diuji beberapa kali antara lain: Uji coba di
Bogor oleh Riono dan Irawan menunjukkan pengumpulan informasi pemeriksaan
kehamilan dapat diperoleh dalam waktu 2 minggu serta FKM-UI juga membuktikan
bahwa metoda Survey cepat dapat diterapkan di kabupaten/kota. Hingga saat ini
metode ini sering digunakan terutama dalam kondisi-kondisi darurat / emergency serta
digunakan untuk memonitoring dan evaluasi suatu kegiatan.
Rapid survey sangat diperlukan karena dengan rapid survey kita bisa mendapatkan
informasi/hasil dengan cepat, karena biasanya kalau survey yang umum membutuhkan
biaya dan waktu yang sangat banyak, informasi yang tersedia hanya pada level
regional maupun nasional, sementara informasi local tidak tersedia. Untuk mengatasi
hal-hal tersebut, maka diperlukan rapid survey. Dismaping itu rapid survey juga dapat
digunakan sebagai sarana untuk memonitor dan mengevaluasi suatu kegiatan.
LANGKAH-LANGKAH
• Menentukan masalah gizi yang akan dipelajari serta tujuan pelaksanaan survei
secara jelas dan terinci
• Menentukan besar sampel dan metoda sampling
• Mengembangkan instrumen pengumpul data,
• Pengorganisasian dan pelaksanaan survey, rencanakan dengan rinci, termasuk
jumlah pewawancara yang dibutuhkan, pastikan tenaga ini mengerti tentang tata
cara pemilihan responden, semua pertanyaan dan teknik dasar wawancara
• Pengolahan data, analisis data
Step 4. Analysis
Advantages: Advantages:
_ Only need to obtain list of units in the Sampling frame is not needed for selected
selected clusters. cluster
_ Cost-effective. Good for EPI methodology assumption
Disadvantages: Disadvantages:
_ Not intended for calculation of estimates -If “Pocket” – Bias estimation
from individual clusters. -Every individual in household – Bias
_ Less precise than simple random sample. -Estimates are not for cluster
*LQAS : Lost Quality Assurance Sampling (LQAS)
1. Apakah tujuan rapid survey kita mau melihat perbedaan di antara beberapa
tempat? Mungkin dengan asumsi bahwa lokasi A lebih tinggi masalahnya
daripada lokasi B
2. Ataukah hanya mau melihat masalah secara umum, tanpa membandingkannya
per wilayah
3. Kalau survey dilaksanakan di camp pengungsian maka harus memperhitungkan
penduduk lama di daerah tersebut, pengungsi lama dan pengungsi yang baru.
4. Data tentang populasi pengungsi di camp diperkirakan dengan menghitung rata-
rata orang pada tiap camp
5. Tentukan metode yang digunakan
6. Sampel, individu atau household.
Dalam keadaan emergency, besar sample yang dipakai adalah :
1.
Pengukuran TInggi Badan :
1. sewaktu diukur anak tidak boleh memakai alas kaki dan penutup
kepala