NIM : 25000120140349
Kelas : E
Epidemiologi adalah studi mengenai penyebaran dan faktor yang menentukan kondisi kesehatan
suatu populasi yang diaplikasikan untuk mengontrol permasalahan kesehatan. Juga
menggambarkan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan paparan dan dapat memengaruhi
risiko pengembangan penyakit dan melihat hubungan yang diamati.
Pelopor kriteria kausal oleh Sir Austin Bradford Hill dalam bukunya yang berjudul The
environment and disease : Association or caution, terdiri dari
1. Strength of association
Hubungan kuat antara pajanan dan hasil kedalam hubungan sebab-akibat, menggambarkan
ukuran asosiasi yang telah diperhitungkan efeknya, meliputi (perbedaan resiko, resiko
relative, rasio odds). Semakin kuat asosiasi, semakin besar pula kemungkinan hubungan
kausalitasnya.
Contoh : risiko penderita asma, tingkat kesburuan menurun, jantung koroner meningkat
pada perokok dibanding yang tidak merokok.
Keyakinan hubungan kausal semakin kuat apabila dapat dijelaskan hubungan sebab-
akibat antara variabel dengan rasional dan berdasarkan teori atau konseptual, dan
biologis, serta masuk akal.
Contoh : teori biologi menyatakan bahwa merokok dapat membuat jaringan tubuh rusak
yang jika terus menerus dapat menyebabkan terjadinya kanker, stroke, jantung coroner,
dan lainnya.
3. Consistency
Selain itu, desain studi juga dibutuhkan dengan studi eksperimen dan studi kohort yang
akan menunjukkan hubungan temporal yang jelas.
Contoh : kasus kanker paru paru sebagian besar didahului oleh merokok karena
kandungan dan racun yang didalam memicu risiko semakin tinggi.
5. Dose-response relationship
Perubahan intensitas paparan yang selalu diikuti oleh perubahan frekuensi penyakit
meningkatkan kesimpulan hubungan kausalitas (sebab-akibat). Kendala dalam memenuhi
dose-response relationship ketika variabel menggunakan skala nominal, sehingga
hubungan tidak dapat diamati.
Mengacu apakah paparan mengarah ke hasil tertentu. Faktor kausal menghasilkan hanya
sebuah penyakit dan bahwa penyakit tersebut dihasilkan dari sebuah kausa tunggal.
Semakin spesifik efek paparan semakin kuat hubungan kausal.
Kriteria ini memiliki kekurangan karena banyak kejadian menghasilkan sebuah akibat
yang dapat mengakibatkan peristiwa lain, sehingga terjadi tumpeng tindih.
Contoh : Campuran kompleks bahan kimia (asap tembakau) kurang spesifik ketika
menggunakan desain studi epidemiologi klasik karena beberapa penyakit mendapatkan
hasil dari paparan.
Namun, ada kemungkinan bahwa integrasi data bisa menjelaskan kekhususan mekanis
antara variasi penyakit terkait dan campuran karsinogenik kompleks.
7. Coherence
Berbagai bukti yang tersedia tentang riwayat alamiah, biologi dan epidemiologi penyakit
harus koheren satu sama lain sehingga membentuk pemahaman yang serupa, satu
kesatuan pemahaman. Tidak menunjukkan kontradiksi dengan informasi yang didapat
dari eksperimen, labratorium, patologis, dan lainnya.
Contoh : kesimpulan merokok dapat menyebabkan kanker paru paru berdasarkan teori
biologi dan proses perjalanan penyakit dengan sebab-akibat yang saling berkaitan.
8. Experimental evidence
Eksperimen secara acak dengan Multivariate Models pada subjek penelitian dan pemberi
perlakuan agar tidak mengetahui status perlakuan memberikan bukti kuat hubungan
kausa. Kriteria ini mengacu apakah ada bukti pada manusia atau spesies lain untuk
menguatkan koneksi, jika ada perubahan variabel bebas (faktor risiko) diikuti oleh faktor
terikat (outcome/penyakit).
Contoh : pengujian isotretinoin (senyawa sejenis pada hewan uji) sebenarnya mekanisme
dari isotretinoin sebagian tidak diketahui, sehingga dilakukan uji eksperimental dan
didapatkan bahwa tidak adanya obat penawar.
9. Analogy
Penggunaan kriteria analogi tidak dapat digunakan untuk pendukung hubungan kausal
untuk seluruh analisis. Kriteria analogi kurang tepat karena tidak spesifik mengingat
mampu mencetuskan banyak gagasan analogis, sehingga menyebabkan analogi tidak
spesifik.
Contoh : Analisis inflammatory bowel disease (IBD) menyatakan bahwa tidak diketahui
obat pemicu dari IBD yang menggambarkan analogi, dan tidak ada senyawa retinoid
lainnya yang dapat dikaitkan dengan IBD.
DAFTAR PUSTAKA
Nujaimah, & Alfian. (2014). Artikel Review: Kausalitas dalam Farmakologi. Jurnal Unpad,
14(1), 1–10. http://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/download/10836/5171
Suhartono. (2008). Kasus Sutet di Indonesia Kajian dari Aspek Epidemiologi .pdf (pp. 145--155).
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro.
https://media.neliti.com/media/publications/67253-ID-kasus-sutet-di-indonesia-kajian-dari-
asp.pdf