Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2020


UNIVERSITAS HALU OLEO

ABSES HEPAR

OLEH :

Zulfikri Saleh Islami


K1A1 15 049

PEMBIMBING
dr. Fercee Primula, Sp.PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Zulfikri Saleh Islami, S.Ked.

NIM : K1A1 15 049

Program Studi : Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Laporan Kasus : Abses Hepar

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepanitraan klinik pada
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Maret 2020


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Fercee Primula, Sp.PD

2
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulisan Laporan Kasus yang berjudul Abses Hepar dapat

dirampungkan dengan baik. Shalawat dan salam juga senantiasa tercurahkan

kepada Nabi Muhammad SAW. Penulisan laporan ini disusun untuk melengkapi

tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo. Melalui kesempatan ini secara khusus penulis

persembahkan ucapan terima kasih dr. Fercee Primula, Sp.PD sebagai

pembimbing referat dan laporan kasus saya. Dengan segala kerendahan hati

penulis sadar bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan dan

ketidaksempurnaan.Penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran yang

bersifat membangun kearah perbaikan dan penyempurnaan tugas ini.Semoga

laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Kendari, Maret 2020

Zulfikri Saleh Islami, S.Ked

3
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Amiruddin
Tangga lahir : 05-08-1975
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswata
Pendidikan : SMA
Status : Menikah
Alamat : Ambekairi
No RM : 022852
B. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
1. Keluhan utama
Demam
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke UGD RSUD Konawe dengan keluhan demam sejak ± 2
minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Demam bersifat naik turun
terutama menjelang magrib kadang disertai dengan menggigil dan
berkeringat. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut kiri bagian atas sejak
± 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan terus-menerus,
sifatnya tumpul dan terlokalisir/tidak menjalar. Perut juga dirasakan
semakin membesar. Keluhan lain nafsu makan menurun (+), penurunan
berat badan disangkal, sakit kepala (+) mual (+) kadang-kadang, muntah
(-), BAB lancar, pasien mengeluh BAK nya pernah berwarna seperti teh.
Riwayat melakukan perjalanan jauh (-), riwayat mengeluh diare sebelumnya
disangkal, riwayat hipertensi dan diabetes disangkal.
3. Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat sakit perut (-)
 Riwayat trauma pada perut (-)

4
 Riwayat alergi (-)
 Riwayat penyakit hipertensi (-)
 Riwayat penyakit diabetes mellitus (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat penyakit ginjal (-)
4. Riwayat kebiasaan
 Riwayat alkohol (+)
 Riwayat merokok (+)
5. Riwayat sosial ekonomi
 Kondisi ekonomi pasien tergolong menengah ke bawah
6. Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)
7. Riwayat pengobatan (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Sakit ringan, Compos mentis, Status gizi (BB =64 kg , TB= 160 cm)
IMT = 25 kg/m2
Tanda Vital
TD Nadi Pernafasan Suhu
100/70 80 x/Menit 20 x/Menit 38,00C/Axillar
mmHg (Reguler)

Status Generalis
Kulit Berwarna sawo matang, pucat (-)
Kepala Normocephal, simetris
Rambut Berwarna hitam & putih, tidak mudah tercabut.
Mata Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), Exopthalmus
(-/-), edema palpebra -/-, Gerakan bola mata dalam batas
normal, kornea refleks (+) pupil refleks (+)
Hidung Epitaksis (-) rinorhea (-)
Telinga Otorrhea (-) nyeri tekan mastoid (-)
Mulut Bibir pucat (-) bibir kering (-) perdarahan gusi (-)
Leher Kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah bening dan
tiroid (-)
Thoraks Inspeksi
Pergerakan hemithorax simetris kiri dan kanan. Retraksi
sela iga (-)

5
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus dalam batas
normal
Perkusi
Sonor kiri = kanan
Auskultasi
Bunyi nafas bronkial, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung Inspeksi
Ictus kordis tidak tampak
Palpasi
Ictus cordis teraba, thrill (-)
Perkusi
Batas jantung kanan pada linea sternalis dextra, batas
jantung kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi
BJ I dan II murni regular, murmur (-)
Abdomen Inspeksi
Perut cembung, ikut gerak nafas. Perut kiri atas terlihat
lebih menonjol dari kanan, venektasi (-).
Auskultasi
peristaltik usus (+) kesan normal, bruit (-).
Palpasi
Nyeri tekan regio hipochondrium sinistra (+). Teraba
penonjolan organ regio hipochondrium sinistra bentuk
bulat, berbatas tegas, permukaan rata, konsistensi
sedikit keras. Balottement ginjal (-)
Perkusi
Tympani (+), pekak regio hipochondrium sinistra
Ekstremita Inspeksi
s -peteki -/-, edema -/-, deformitas -/-
-ekstremitas atas tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat
krepitasi dan teraba hangat
-ekstremitas bawah terdapat nyeri tekan (-/-), tidak terdapat
krepitasi dan teraba dingin

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium (20-01-2020)
Kimia Darah
Parameter Nilai Rujukan Satuan
GDS 108 <140 mg/dL
Darah Rutin
Parameter Nilai Rujukan Satuan
WBC 16,27 4.00-10.00 103/uL
RBC 3,35 3.50-5.50 106/uL

6
HGB 9,9 11.0-15.0 g/dL
HCT 37,28 36.0-48.0 %
MCV 87,0 80.0-99.0 fL
MCH 31,0 26.0-32.0 Pg
MCHC 33,06 32.0-36.0 g/dL
PLT 540 100-300 103/uL

2. Laboratorium (21-01-2020)
Imunoserologi dan Bakteriologi
Parameter Nilai Rujukan Satuan
Anti S. typhi IgM 6 <2 (Negatif)
(Tubex TF) 3 (borderline)
4 (positif lemah)
6-10 (positif kuat)
Bakteriologi dan Parasitologi
Parameter Hasil
Malaria Mikroskopis Negatif
(DDR)

3. Laboratorium (24-01-2020)
Darah Rutin
Parameter Nilai Rujukan Satuan
WBC 14,17 4.00-10.00 103/uL
RBC 3,39 3.50-5.50 106/uL
HGB 10,2 11.0-15.0 g/dL
HCT 29,4 36.0-48.0 %
MCV 86,7 80.0-99.0 fL
MCH 30,1 26.0-32.0 Pg
MCHC 34,7 32.0-36.0 g/dL
PLT 621 100-300 103/uL

4. USG (21-01-2020)

Liver Lien

7
Kesan:
 Gambaran Abses Hepar (lobus sinistra)
 Splenomegaly (mild)
E. RESUME
 Pasien datang ke UGD RSUD Konawe dengan keluhan demam sejak ± 2
minggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
 Demam bersifat naik turun terutama menjelang magrib kadang disertai
dengan menggigil dan berkeringat.
 Pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut kiri bagian atas sejak ± 10 hari
sebelum masuk rumah sakit.
 Sifat nyeri terus-menerus, tumpul dan terlokalisir/tidak menjalar.
 Pasien mengatakan perut kiri atasnya dirasakan semakin membesar.
 Keluhan lain nafsu makan menurun (+), penurunan berat badan disangkal,
sakit kepala (+) mual (+) kadang-kadang, muntah (-), BAB lancar dan BAK
lancar
 Riwayat melakukan perjalanan jauh (-), riwayat hipertensi dan diabetes
disangkal.
 Riwayat kebiasaan merokok (+), minum minuman beralkohol (+).
 Hasil pemeriksaan fisik didapatkan perut kiri atas terlihat lebih menonjol
dari kanan. Nyeri tekan regio hipochondrium sinistra (+). Teraba penonjolan
organ regio hipochondrium sinistra berbentuk bulat, berbatas tegas,
permukaan rata, konsistensi sedikit keras. Pekak regio hipochondrium
sinistra
 Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan leukositosis (WBC = 16.700/µL)
dan anemia (Hb = 9,9 mg/dL). Pada pemeriksaan Kimia darah didapatkan
nilai GDS normal yaitu 108 mg/dL.
F. DIAGNOSIS SEMENTARA
Abses hepar lobus sinistra + Splenomegali ringan
G. DIAGNOSIS BANDING
 Splenomegaly e.c malaria

8
 Kista hepar
 Hepatocelluler Carcinoma
 Pankreatitis
 Hepatitis Virus
H. PENATALAKSANAAN AWAL
Farmakologi (IGD)
 IVFD Rl 20 tpm
 Paracetamol 500 mg/8 jam/IV
 Omeprazol 40 mg/12 jam/IV
I. FOLLOW UP
Hasil follow up pasien dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Hari/ Anamnesis dan Pemfis Pasien Instruksi DPJP
Tanggal
Selasa S : Nyeri sendi, sesak (+), Nyeri ulu P:
21/01/202 hati (+), mual (+). - Cek Bakteriologi dan
0 O : TD 110/70 mmHg Parasitologi
N 80 x/menit - USG Abdomen
P 18 x/menit - IVFD RL 20 tpm
S 37,0oC - Inj. Intricef 1 gr/12
Pemfis: jam/IV
I : tampak pembesaran perut kiri atas - Inf. Paracetamol 1
P: nyeri tekan regio hypochondrium gr/100 ml /12 jam/IV
sinistra - Inj. Neurosanbe 1
Lab: amp/24 jam/IV
WBC: 16,27x103/uL - Inf. Metronidazole
RBC: 3,35x106/uL 500 mg/100 ml/8
Hb: 9,9 mg/dL jam/IV
PLT: 540x103/uL - Inj. Tofedex 25 mg 1
amp/12 jam/IV.
A: Febris + Splenomegali +
Trombositosis
Rabu S : nyeri perut berkurang, demam (-), P:
22/01/202 BAB & BAK dbn. - Inf. Asering 20 tpm
0 O : TD 120/80 mmHg - Inj. Intricef 1 gr
N 90 x/menit vial/12 jam/IV
P 18 x/menit - Inf. Metronidazole
S 36,2oC 500 mg/100 ml/8
Pemfis: jam/IV
I : tampak pembesaran perut kiri atas - Inf. Paracetamol 1
P : nyeri tekan regio hypochondrium gr/100 ml /12 jam/IV

9
sinistra mulai berkurang. - Inj. Neurosanbe 1
Lab: amp/24 jam/IV
Tubex TF: 6 (Positif kuat) - Inj. Tofedex 25 mg 1
DDR: negative amp/12 jam/IV.
USG Abdomen: Gambaran Abses
Hepar (lobus sinistra), Splenomegaly
(mild)

A : Abses Hepar + Splenomegaly +


Typhoid fever
Kamis S : tidak ada keluhan, nyeri berkurang P:
23/01/202 O : TD 110/80 mmHg - Cek ulang darah rutin
0 N 86 x/menit - Inf. Asering 20 tpm
P 20 x/menit - Inj. Intricef 1 gr
S 36,8oC vial/12 jam/IV
Pemfis: - Inf. Metronidazole
I : tampak pembesaran perut kiri atas 500 mg/100 ml/8
P: nyeri tekan regio hipochondrium jam/IV
sinistra berkurang. - Inf. Paracetamol 1
gr/100 ml /12 jam/IV
A : Abses Hepar - Inj. Neurosanbe 1
amp/24 jam/IV
- Inj. Tofedex 25 mg 1
amp/12 jam/IV.
Jumat S : Sudah tidak ada keluhan P:
24/01/202 O : TD 110/80 mmHg - Tunggu hasil lab
0 N 80 x/menit - Rawat jalan
P 20 x/menit - Cefixime 2x200 mg
o
S 36,6 C tab
Pemfis: - Metronidazole 3x500
I : tampak pembesaran perut kiri atas mg tab
P: nyeri tekan regio hipochondrium - Tofedex 2x25 mg tab
sinistra berkurang
Lab:
WBC: 14,17x103/µL
RBC: 3,39x106/µL
Hb:10,2 g/dL
PLT: 621x103/µL

A : Abses Hepar

J. PROGNOSIS
 Ad Vitam: Dubia ad Bonam
 Ad Functionam: Dubia ad Malam

10
 Ad Sanactionam: Dubia ad Bonam
BAB II
PEMBAHASAN
USIA & JENIS KELAMIN
KASUS TEORI
Tn. A, Jenis kelamin Laki-laki, Usia Penelitian yang dilakukan Jayakar
44 tahun (2018) kelompok usia terbanyak yang
terkena abses hepar yaitu rentang usia
30-50 tahun, dengan rata-rata usia 45
tahun. Secara keseluruhan rasio pria
wanita yaitu 4:1 (Jayakar dkk., 2018).
Pada abses hati amebik (AHB)
sering diderita orang muda dan sering
pada etnik hispanik dewasa (92%).
Terjadi 10 kali lebih umum pada pria
dibanding wanita dan jarang terjadi
pada anak-anak. Daerah endemisnya
meliputi afrika, asia tenggara,
meksiko, Venezuela, dan kolombia.
Insidensi abses hati amebik di
Amerika serikat mencapai 0,05%
sedangkan di India mencapai 10-30%
pertahun dengan perbandingan laki-
laki:perempuan 3:1 hingga 22:1. Pada
abses hati piogenik (AHP) median
umur adalah 44 tahun, tidak terdapat
perbedaan antara laki-laki dan
perempuan (Setiati dkk., 2015)
GEJALA KLINIS
KASUS TEORI
Pasien datang ke UGD RSUD Presentasi klinis pasien dengan
Konawe dengan keluhan demam sejak abses hati tidak khas, dan pasien

11
± 2 minggu yang lalu sebelum masuk mungkin saja muncul dengan gejala
rumah sakit. Demam bersifat naik konstitusional yang tidak jelas. Gejala
turun terutama menjelang magrib yang paling sering adalah demam dan
kadang disertai dengan menggigil dan menggigil kemudian disusul dengan
berkeringat. Pasien juga mengeluhkan nyeri abdomen yang terbatas pada
nyeri pada perut kiri bagian atas sejak kuadran kanan atas, dan nyeri tekan
± 10 hari sebelum masuk rumah sakit. hepatik. Demam merupakan gejala
Nyeri dirasakan terus-menerus, predominan dan telah dilaporkan pada
sifatnya tumpul dan terlokalisir/tidak 90-95% kasus. Spektrum luas gejala
menjalar. Perut juga dirasakan non-spesifik seperti diare, jaundice,
semakin membesar. Keluhan lain efusi pleura, anoreksia, nausea dan
nafsu makan menurun (+), penurunan muntah juga dapat muncul (Lubbert,
berat badan disangkal, sakit kepala dkk., 2014).
(+) mual (+) kadang-kadang, muntah Pada abses hati piogenik (AHP),
(-), BAB lancar dan BAK lancer. gejala spesifik seperti demam,
menggigil dan nyeri abdomen,
walaupun nyeri tidak selalu muncul,
terlokalisir di kuadran kanan atas.
Abses yang terletak berdekatan
dengan diafragma dapat menyebabkan
nyeri tipe pleuritik, batuk dan dispneu.
Syok sepsis dapat muncul pada
beberapa pasien, khususnya pada
obstruksi “biliary tree” (Dutta dkk.,
2012).
Pada abses hati amebik (AHA)
hampir sekitar 20% memiliki riwayat
disentri dan 10% lainnya memiliki
riwayat diare atau disentri pada saat
didiagnosis. Demam tiba-tiba dengan
suhu 38-40°C naik turun tetapi

12
kadang-kadang bertahan dalam
beberapa hari, disertai keringat yang
banyak. Nyeri abdomen atas biasanya
intens dan konstan, menjalar ke regio
scapular dan bahu kanan meningkat
dengan pernapasan dalam atau batuk,
atau ketika pasien berbaring
menghadap ke kanan. Pada AHA yang
terlokalisir pada lobus kiri, nyeri dapat
menjalar pada sisi kiri dan bahu kiri.
Diare dan atau disentri, pusing muntah
dan lemas, anoreksia, penurunan berat
badan, batuk dan dispnea (Dutta dkk.,
2012).
Pada kasus Tn.A pasien
mengeluhkan nyeri pada perut kiri atas
sehingga kemungkinan abses terjadi
pada lobus kiri hepar. Abses pada
lobus kiri hepar jarang terjadi,
penelitian yang dilakukan oleh
Serraino (2018) menunjukkan bahwa
mayoritas abses hepar piogenik terjadi
pada lobus kanan (65,4%) dan sekitar
19,6% terjadi pada lobus kiri dan
kedua lobus pada 15% pasien.
Sedangkan pada abses hepar amebik
10-15% pada lobus kiri hepar sisanya
pada lobus kanan atau keduanya
(Rasaretnam dkk., 1976).

13
RIWAYAT KEBIASAAN
KASUS TEORI
Kebiasaan konsumsi alkohol dan Mikroorganisme yang masuk ke
merokok dalam sistem portal biasanya
diengulfed oleh sel Kupffer di hepar
(Sayek, 2001). Alkohol menekan
fungsi sel Kupffer (makrofag
terspesialisasi) di hepar yang memiliki
peran penting dalam membersihkan
mikroorganisme (Ghosh dkk., 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh
Mukhopadhyay dkk. (2010)
menemukan bahwa seseorang yang
alkoholik cenderung memiliki abses
yang besar, frekuensi komplikasi
besar, dan perlambatan resolusi abses.
PEMERIKSAAN FISIK
KASUS TEORI
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan Pada saat dilakukan palpasi teraba
perut kiri atas terlihat lebih menonjol hepar halus dan lunak. Nyeri tekan
dari kanan. Nyeri tekan regio terlokalisir pada regio abses berada.
hipochondrium sinistra (+). Teraba Paling sering pada sela intercostal
penonjolan organ regio kanan bawah, Gerakan pernapasan
hipochondrium sinistra berbentuk pada sisi dada yang terkena abses
bulat, berbatas tegas, permukaan rata, hepar dan diafragma dapat terhambat
konsistensi sedikit keras. Pekak regio disertai pekak pada perkusi (Dutta
hipochondrium sinistra dkk., 2012).

14
HASIL LABORATORIUM
KASUS TEORI
Darah Rutin: Leukositosis dan anemia ringan
 WBC: 16,27x103/uL merupakan gambaran konstan AHP
(Leukositosis)
 RBC: 3,35x106/uL dan AHA. Pada pemeriksaan fungsi
 Hb: 9,9 mg/dL (Anemia) hati, terdapat peningkatan Alkalin
 MCV: 87
 MCH: 31 fosfatase (ALP) diatas 80% kasus dan
 MCHC: 33 hyperbilirubinemia disertai
 PLT: 540x103/uL
peningkatan transaminase pada 50%
Tubex TF: positif 6 (kuat)
kasus. Kultur darah positif pada 50-
60% kasus (Rajagopalan dkk., 2012).
Pada kasus tampak gambaran
leukositosis yang menunjukkan
adanya proses peradangan dan anemia
normositik normokromik. Anemia
pada abses hepar dapat disebabkan
oleh infeksi kronik yang berkaitan
dengan metabolisme besi, produksi
eritrosit dan usia eritrosit (Sherman
dkk., 1962).
Pada pemeriksaan tubex TF
hasilnya + 6 yang menunjukkan positif
kuat infeksi S. thypi. Korelasi antara
infeksi thypoid dengan terjadinya
abses hepar pada pasien ini belum
dapat dipastikan. Abses hepar
dikarenakan infeksi mikroorganisme
salmonella sangat jarang. Dalam 80
tahun terakhir sejak tahun 1993 hanya
terdapat 10 kasus abses hepar
salmonella yang telah dilaporkan.

15
Kebanyakan medical textbook tidak
mencantumkan organisme ini sebagai
agen penyebab abses hepar (Soni dkk.,
1994). Namun pada kasus ini mungkin
saja terjadi superinfeksi bakteri
salmonella dengan mikroorgsnisme
lain yang sering menyebabkan abses
hepar seperti E. coli, K .pneumoniae,
Streptococcus, Staphylococcus, E.
hystolitica, dll. oleh karenanya perlu
dilakukan konfirmasi kultur aspirat
abses untuk mengetahui penyebab
pastinya.
HASIL USG
KASUS TEORI
Tampak lesi hypoechoic Ultrasonografi merupakan metode
inhomogen, bentuk lobulated tepi diagnostic awal terpilih. USG
sebagian irregular pada hepar yang mempunyai akurasi 80-90% di dalam
memberikan gambaran abses hepar mendiagnosis abses intrahepatic besar
lobus sinistra. Pada lien tampak dengan ukuran lebih 2 cm. pada AHP
ukuran sedikit membesar. temuan USG menggambarkan lesi
hypoechoic tepi ireguler dan 50%
multifocal dapat terjadi pada lobus
kanan, kiri atau keduanya. Sedangkan
pada AHA lesi berbentuk oval dan
80% tunggal dan menyerang di lobus
kanan hepar dekat diafragma dengan
tepi yang well-defined. Gas dalam
kavitas dideteksi oleh adanya
gelembung udara mikro atau spot
hipoekoik difus dengan reverberasi
(Sayek, 2001).

16
USG abdomen merupakan gold
standar modalitas diagnostik abses.
USG juga merupakan modalitas
teraputik yang dapat menuntun
aspirasi perkutaneus dan drainase
abses. Investigasi radiologi ini juga
dapat menunjukkan etiologi dasarnya,
seperti misalnya infeksi contiguous di
dalam biliary tree bisanya berkaitan
dengan infeksi piogenik atau kavum
peritoneal (Heneghan, 2011).
Pada kasus ini terdapat gambaran
internal echo berupa lesi hypoechoic
dengan tepi ireguler pada lobus kiri
hati yang merupakan gambaran khas
abses hati piogenik.
Pada kasus juga terdapat ukuran
lien yang membesar curiga berasal
dari abses hepar. Penelitian yang
dilakukan oleh Sherman dkk. (1962)
menunjukkan bahwa perubahan
ukuran lien pada abses hepar berkaitan
dengan volume material nekrotik.
Lebih spesifik, hyperplasia dan
anaplasia sel retikuloendotelial,
fagositosis, hemosiderosis, dan
proliferasi sel plasma ditemukan lebih
sering pada abses hepar dengan
ukuran yang lebih besar.

PENGOBATAN

17
KASUS TEORI
Kombinasi 2 atau lebih antibiotik
spektrum luas yang menangani baik
mikroorganisme gram positif dan
negative diberikan secara intravena.
Antibiotik ini harus dapat diberikan
selama 2-3 minggu dan tergantung
respon individunya oleh karena itu
pemberian antibiotik berbeda masing-
masing individu. Metronidazole
ditambahkan dikarenakan selalu
terdapat kemungkinan infeksi
organisme anaerob atau bakteroides
(Rajagopalan dkk., 2012).
Sebelum terdapat hasil kultur,
diberikan antibiotika spektrum luas.
Ampisilin dan aminoglikosida
diberikan bila sumber infkesi terdapat
pada saluran empedu. Sefalosporin
generasi ketiga merupakan pilihan
apabila sumber infeksi berasal dari
usus. Metronidazole diberikan pada
semua AHP dengan berbagai sumber
infeksi untuk mengatasi infeksi
anaerobic (Setiati, 2015).
Pada AHA obat antiamuba
merupakan pengobatan lini pertama
dimana metronidazole adalah obat
terpilih (Sayek, 2001). Pada abses hati
amebik perlu dipertimbangkan aspirasi
jarum perkutan pada abses dengan

18
kavitas lebih dari 5 cm karena
merupakan risiko tinggi untuk
terjadinya rupture abses, terutama
pada lobus kiri yang dihubungkan
dengan mortalitas dan morbiditas
tinggi serta frekuensi tinggi bocor ke
peritoneum atau pericardium (Setiati,
2015).
Drainase adekuat diperlukan untuk
pengobatan abses hepar piogenik.
Driainase dapat dilakukan secara
operatif, terbuka kovensional maupun
laparoskopik, atau perkutaneus
(Sayek, 2001). Hal ini perlu
dipertimbangkan oleh karena risiko
ruptur pleuropulmonal ataupun
pericardium dengan ukuran lebih dari
5 cm (Setiati, 2015).

19
DAFTAR PUSTAKA
Dutta, A., Bandyopadhyay, S. 2012. Management of Liver Abscess. Medicine
Update 22: 469-475.

Ghosh, S., dkk. 2014. Clinical, Laboratory, and Management Profile in Patients of
Liver Abscess from Northern India. Journal of Tropical Medicine 2014:1-8.

Heneghan, H.M., dkk. 2011. Modern Management of Pyogenic Hepatic Abscess:


a Case Series and Review of The Literature. BMC Research Notes 4(80):1-8.

Jayakar, S.R., Nichkaode, P.B. 2018. Liver Abscess, Management Strategies, and
Outcome. International Surgery Journal 5(9): 3091-3101.

Lubbert, C., Wiegand, J., Karlas, T. 2014. Therapy of Liver Abscess.


Gastrointestinal Medicine and Surgery 30: 334-341.

Mukhopadhyay, M., Saha, A.K., Sarkar, A., Mukherjee, S. 2010. Amoebic Liver
Abscess: Presentation and Complications. Indian Journal Surgey 72:37-41.

Rajagopalan, B.S., Langer, G.V. 2012. Hepatic Abscess. Medical Journal Armed
Forces India 6(2012):271-275.

Rasaretnam, R., Wijetilaka, S.E. 1976. Left Lobe Amoebic Liver Abscess.
Postgraduate Medical Journal 52:269-274.

Sayek, I., Onat, D. 2001. Pyogenic and Amebik Liver Abscess. NCBI Bookself.
Munich.

Serraino, dkk. 2018. Characteristics and Management of Pyogenic Liver Abscess.


Medicine 97(19): 1-6.

Setiati, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi 6. Interna
Publishing. Jakarta.

Sherman, J.D., Friedell, G.H.1962. Splenitis and Anemia with Pyogenic Hepatic
Abscess. Archive of Internal Medicine 109: 87-90.

Soni, P.N., Hoosen, A.A., Pillay, D.G. 1994. Hepatic Abscess Caused by
Salmonella thypi. Digestive Disease and Science 39(8): 1694-1696.

20

Anda mungkin juga menyukai