Anda di halaman 1dari 45

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM KASBES

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2022

UNIVERSITAS HALU OLEO

EFUSI PLEURA

Oleh :

La Ode Muhamad Asrul Rosfendi, S.Ked

Pembimbing :

dr. Dwiana Pertiwi T, M.Sc, Sp.PD

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : La Ode Muhamad Asrul Rosfendi, S.Ked.

NIM : K1A115073

Program Studi : Profesi Dokter

Fakultas : Kedokteran

Kasbes : Efusi Pleura

Telah menyelesaikan tugas kasus besar dalam rangka kepanitraan klinik pada

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Juli 2022

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Dwiana Pertiwi T, M.Sc, Sp.PD

2
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulisan Laporan Kasus yang berjudul “Efusi Pleura” dapat

dirampungkan dengan baik. Shalawat dan salam juga senantiasa tercurahkan

kepada Nabi Muhammad SAW. Penulisan laporan ini disusun untuk melengkapi

tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo. Melalui kesempatan ini secara khusus penulis

persembahkan ucapan terima kasih dr. Dwiana Pertiwi, M. Sc, Sp.PD sebagai

pembimbing referat dan laporan kasus saya. Dengan segala kerendahan hati

penulis sadar bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak kekurangan dan

ketidaksempurnaan.Penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran yang

bersifat membangun kearah perbaikan dan penyempurnaan tugas ini.Semoga

laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Kendari, Juli 2022

La Ode Muhamad Asrul Rosfendi, S.Ked

3
BAB I

IDENTIFIKASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. HS

Umur : 64 tahun

Tempat / Tanggal Lahir : 12 September 1957

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jl. Prof. M. Yamin

Agama : Islam

Pekerjaan : Pensiunan

Status Pernikahan : Menikah

Tanggal Masuk : 12 Juli 2022

RM : 272354

DPJP : dr. Dwiana Pertiwi, M. Sc, Sp.PD

Dokter Muda : La Ode Muhamad Asrul Rosfendi, S.Ked

B. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama : Sesak Napas

2. Riwayat penyakit sekarang :

Pasien masuk di IGD RSUD Kota Kendari dengan keluhan sesak napas

sejak 2 hari yang lalu, keluhan disertai batuk berlendir (+). Pasien merasa

lemas (+), nyeri kepala (+). Keluhan lain : Demam (-) namun beberapa

hari sebelumnya pasien mengalami demam, BAB dan BAK dalam batas

4
normal. Pasien memiliki riwayat dirawat dirumah sakit dengan keluhan

yang sama 5 hari yang lalu.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak ada

4. Riwayat pengobatan:

5 hari yang lalu di rawat di rs. Dengan keluhan yang sama.

5. Riwayat kebiasaan:

Pasien adalah seorang pensiunan yang memiliki kebiasaan merokok

6. Riwayat Penyakit Keluarga:

Tidak ada

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Sakit sedang, compos mentis, GCS : 15
Tanda Vital
TD Nadi Pernafasan Suhu
90/60 mmHg 104 x/Menit 18 x/Menit 370C/Axillar
(Reguler) SpO2 93%

Status Generalis
Kulit Berwarna kuning langsat, pucat (-)
Kepala Normocephal (+), Simetris kanan kiri
Rambut Berwarna hitam, tidak mudah tercabut
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-), Exopthalmus
(-/-), edema palpebra -/-, Gerakan bola mata dalam batas
normal, kornea refleks (+) pupil refleks (+)
Hidung Epitaksis (-) rinorhea (-)
Telinga Otorrhea (-) nyeri tekan mastoid (-)

5
Mulut Bibir pucat (-) bibir kering (+) perdarahan gusi (-) Lidah
Kotor (-), candidiasis (-), Faring (Normal)
Leher Kaku kuduk (-), pembesaran kelenjar getah bening (-) dan
pembesaran tiroid (-)
Thoraks Inspeksi
Pergerakan hemithorax simetris kiri dan kanan. Retraksi sela
iga (-),
Palpasi
Nyeri tekan (-), massa (-), vokal fremitus dalam batas normal
Perkusi
Kiri Sonor, Kanan redup.
Auskultasi
Bunyi nafas vesikuler (+/+) , Rhonki( -/-), Wheezing (-/-),
suara napas paru kanan menurun.
Jantung Inspeksi
Ictus kordis tidak tampak
Palpasi
Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi
Batas jantung kanan pada linea parasternal dextra, batas
jantung kiri ICS V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi
BJ I dan II regular, murmur (-)
Abdomen Inspeksi
Cembung, ikut gerak napas
Auskultasi
peristaltik usus (+) kesan normal
Palpasi
Nyeri tekan region epigastrium(-), pembesaran hepar dan
lien (-)

6
Perkusi
Tympani (+)
Ekstremitas -Kekuatan otot ekstremitas superior 5-5, inferior 5-5, kesan
normal
-Deformitas (-), edema tangan dan kaki (-/-), nyeri tekan (-),
teraba hangat
Kulit Bintik-bintik perdarahan (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium (12-07-2022)

a. Darah Rutin

Darah Rutin
Parameter Hasil Rujukan Satuan
LYM% 6.3 20.0-40.0 %
MON% 7.4 3.0-8.0 %
EOS% 2.0 0.5-5.0 %
BASO% 1.7 0.0-1.0 %
WBC 17.6 4.0-10.0 103/uL
RBC 4.12 4.50-5.50 106/uL
HGB 11.4 11.0-17.9 g/dL
HCT 35.5 37.0-48.0 %
MCV 86.2 80.0-98.0 fL
MCH 27.7 28.0-33.0 Pg
MCHC 32.1 31.9-37.0 g/dL
PLT 505 150-450 103/uL

b. Rapid Test Antigen SARS-Cov-2 (Negative)

7
2. Foto Thorax PA (8/07/2022)

Gambar 1. Foto Thorax PA.

Tampak opasitas homogen pada hemithoraks kanan setinggi ICS

VI anterior yang menutupi sinus, diafragma dan batas cor kanan

disertai gambaran nodul pada lapangan bawah paru kanan. Kesan

adalah suspek Tu paru kanan dan efusi pleura kanan.

E. RESUME

Tn. HSN dengan keluhan sesak napas Sejak 2 hari yang lalu. Keluhan

disertai batuk berdahak (+), nyeri kepala (+), lemas (+). Keluhan lain :

demam (-), mual (-), muntah (-). BAB dan BAK dalam batas normal. Riwayat

demam beberapa hari yang lalu (+) dan 5 hari yang lalu di rawat di rumah

sakit dengan keluhan yang sama. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan tekanan

darah meningkat 90/60mmHg, Nadi 104x/mnit, Suhu 37 oC, Pernapasan

8
18x/menit, dan SpO2 93%. Pada palpasi thoraks ditemukan suara redup pada

paru kanan dan pada auskultasi terdengar suara napas pada paru kanan yang

menurun. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan peningkatan WBC

17.3 x 103/Ul, Rapid Test Antigen SARS-Cov-2 (Negative), dan hasil foto

thoraks menunjukkan adanya efusi pleura pulmo dextra.

F. DIAGNOSIS SEMENTARA

Dyspneu Ec. Efusi Pleura Dextra

G. DIAGNOSIS BANDING

 Efusi Pleura Dextra

 Susp. Tumor Paru Dextra

H. PENATALAKSANAAN

Non Farmakologi

- Tirah baring posisi

Farmakologi

- O2 Nasal Canul 4 Lpm

- IVFD Ringer Laktat 20 tpm

- Inj. Paracetamol 1 gr drips

- Inj. Levofloxacin 750 mg/24 jam/IV

9
I. FOLLOW UP
Hasil follow up pasien dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Hari/ Anamnesis dan Pemfis Pasien Instruksi DPJP
Tanggal
Selasa S : sesak (+) sejak 2 hari yang lalu, batuk P :
12/07/202 berlendir (+), nyeri kepala (+), lemas (+). - O2 4 lpm Nasal canul
2 Riwayat demam (+) mual (-) muntah (-), - IVFD Ringer Laktat 20 tpm
riwayat opname di RS, dengan keluhan - Drips PCT 1 gr/IV/8 jam
yang sama (+) - Inj. Levofloxacin 750 mg/24
O : TD 90/60 mmHg jam/IV
N 104 x/menit - Inj. Pantoprazol 2x1
P 18x/menit - N. Acetylsistein 3x1
S 37oC
SpO2 : 93%, 97 % dengan Nc 4 lpm
Pemfis:
Thoraks :
- Perkusi : redup +/-
- Auskultasi : Vesikuler +/+. Rh -/-,
Whz -/-, Suara paru kanan menurun
A : Obs. Dyspneu ec. Efusi Pleura (D)
Rabu S : sesak (+), batuk (+) , demam (+) P:
13/07/202 O : Ku : Lemah - O2 4 lpm Nasal canul
2 TD 106/68 mmHg - IVFD Ringer Laktat 20 tpm
N 111 x/menit - Drips PCT 1 gr/IV/8 jam
P 26x/menit - Inj. Levofloxacin 750 mg/24
S 37,4oC jam/IV
SpO2 : 98 % dengan Nc 4 lpm - Inj. Pantoprazol 2x1
Pemfis: - N. Acetylsistein 3x1
Thoraks :
Perkusi : redup +/-

10
Auskultasi : Suara paru kanan menurun
A : Obs. Dyspneu ec. Efusi Pleura (D)
Kamis S : sesak (+), batuk (+) P:
14/07/202 O : Ku :Sakit Sedang, Compos Mentis - O2 4 lpm Nasal canul
2 TD 106/68 mmHg - IVFD Ringer Laktat 20 tpm
N 111 x/menit - Drips PCT 1 gr/IV/8 jam
P 26x/menit - Inj. Levofloxacin 750 mg/24
S 37,4oC jam/IV
SpO2 : 98 % dengan Nc 4 lpm - Inj. Pantoprazol 2x1
Pemfis: - N. Acetylsistein 3x1
Thoraks : - Pro Pemasangan WSD
Perkusi : redup +/-
Auskultasi : Suara paru kanan menurun
A : Obs. Dyspneu ec. Efusi Pleura (D)
Jumat S : sesak (+), batuk (+) P:
15/07/202 O : Ku : Sakit Sedang,Compos Mentis - O2 4 lpm Nasal canul
2 TD 87/61 mmHg - IVFD Ringer Laktat 20 tpm
N 133 x/menit - Drips PCT 1 gr/IV/8 jam
P 22x/menit - Inj. Levofloxacin 750 mg/24
S 37,3oC jam/IV
SpO2 : 97 % dengan Nc 4 lpm - Inj. Pantoprazol 2x1
Pemfis: - N. Acetylsistein 3x1
Thoraks : - WSD
Perkusi : redup +/- - Injeksi Ketorolac 1 amp/8
Auskultasi : Suara paru kanan menurun jam/IV
A : Obs. Dyspneu ec. Efusi Pleura (D)
Sabtu S : sesak (+) berkurang, batuk (+) P:
16/07/202 berkurang, Demam (+) - O2 4 lpm Nasal canul
2 O : Ku : Sakit Sedang, Compos Mentis - IVFD Ringer Laktat 20 tpm
TD 90/70 mmHg - Drips PCT 1 gr/IV/8 jam
- Inj. Levofloxacin 750 mg/24

11
N 120 x/menit jam/IV
P 21x/menit - Inj. Pantoprazol 2x1
S 37,5oC - N. Acetylsistein 3x1
SpO2 : 97 % dengan Nc 4 lpm - Injeksi Ketorolac 1 amp/8
Pemfis: jam/IV
Thoraks :
Perkusi : redup +/-
Auskultasi : Ronki (-/-), Wheezing(-/-)
A : Obs. Dyspneu ec. Efusi Pleura (D)

Minggu S : sesak (+) berkurang, batuk (+) P:


17/07/202 berkurang - O2 4 lpm Nasal canul
2 O : Ku : Sakit Sedang, Compos Mentis - IVFD Ringer Laktat 20 tpm
TD 90/80 mmHg - Drips PCT 1 gr/IV/8 jam
N 120 x/menit - Inj. Levofloxacin 750 mg/24
P 21x/menit jam/IV
S 37,3oC - Inj. Pantoprazol 2x1
SpO2 : 97 % dengan Nc 4 lpm - N. Acetylsistein 3x1
Pemfis: - Injeksi Ketorolac 1 amp/8
Thoraks : jam/IV
Perkusi : redup +/-
Auskultasi : Ronki (-/-), Wheezing(-/-)
A : Obs. Dyspneu ec. Efusi Pleura (D)
Senin S : sesak (+) berkurang, batuk (+) P:
18/07/202 berkurang - O2 4 lpm Nasal canul
2 O : Ku : Sakit Sedang, Compos Mentis - IVFD Ringer Laktat 20 tpm
TD 98/78 mmHg - Drips PCT 1 gr/IV/8 jam
N 98x/menit - Inj. Levofloxacin 750 mg/24
P 22 x/menit jam/IV
S 37,6oC - Inj. Pantoprazol 2x1

12
SpO2 : 98 % dengan Nc 4 lpm - N. Acetylsistein 3x1
Pemfis: - Injeksi Ketorolac 1 amp/8
Thoraks : jam/IV
Perkusi : redup +/-
Auskultasi : Ronki (-/-), Wheezing(-/-)
A : Obs. Dyspneu ec. Efusi Pleura (D)
selasa S : sesak (+) berkurang, batuk (+) P:
19/07/202 berkurang - IVFD Ringer Laktat 20 tpm
2 O : Ku : Sakit Sedang, Compos Mentis - Drips PCT 1 gr/IV/8 jam
TD 100/70 mmHg - Inj. Levofloxacin 750 mg/24
N 83x/menit jam/IV ( Stop )
P 20x/menit - Inj. Pantoprazol 2x1
S 36,3oC - N. Acetylsistein 3x1
SpO2 : 98 % - Injeksi Ketorolac 1 amp/8
Pemfis: jam/IV
Thoraks :
Perkusi : redup +/-
Auskultasi : Ronki (-/-), Wheezing(-/-)
A : Obs. Dyspneu ec. Efusi Pleura (D)
Rabu S : sesak (-), batuk (+) berkurang P:
20/07/202 O : Ku : Sakit Sedang, Compos Mentis - IVFD Ringer Laktat 20 tpm
2 TD 110/80 mmHg - Inj. Pantoprazol 2x1
N 80 x/menit - N. Acetylsistein 3x1
P 20 x/menit - Injeksi Ketorolac 1 amp/8
S 36,3oC jam/IV
SpO2 : 99%
Pemfis:
Thoraks :
Perkusi : redup +/-
Auskultasi : Ronki (-/-), Wheezing(-/-)

13
A : Obs. Dyspneu ec. Efusi Pleura (D)
Kamis S : sesak (-), batuk (+) berkurang P:
21/07/202 O : Ku : Sakit Sedang, Compos Mentis - IVFD Ringer Laktat 20 tpm
2 TD 100/90 mmHg - Inj. Pantoprazol 2x1
N 83x/menit - N. Acetylsistein 3x1
P 20 x/menit - Injeksi Ketorolac 1 amp/8
S 36,3oC jam/IV
SpO2 : 99% - kalbion
Pemfis:
Thoraks :
Perkusi : redup +/-
Auskultasi : Ronki (-/-), Wheezing(-/-)
A : Obs. Dyspneu ec. Efusi Pleura (D)
Jumat S : sesak (-), batuk (+) berkurang P:
22/07/202 O : Ku : Sakit Sedang, Compos Mentis - IVFD Ringer Laktat 20 tpm
2 TD 110/90 mmHg - Inj. Pantoprazol 2x1
N 79 x/menit - N. Acetylsistein 3x1
P 20x/menit - Injeksi Ketorolac 1 amp/8
S 36,4oC jam/IV
SpO2 : 99%
Pemfis:
Thoraks :
Perkusi : redup +/-
Auskultasi : Ronki (-/-), Wheezing(-/-)
A : Obs. Dyspneu ec. Efusi Pleura (D)
Sabtu S : sesak (-), batuk (+) berkurang P:
23/07/202 O : Ku : Sakit Sedang, Compos Mentis - IVFD Ringer Laktat 20 tpm
2 TD 118/80 mmHg - Inj. Pantoprazol 2x1
N 80 x/menit - N. Acetylsistein 3x1
P 21 x/menit - Injeksi Ketorolac 1 amp/8
jam/IV

14
S 36,5oC
SpO2 : 99 %
Pemfis:
Thoraks :
Perkusi : redup +/-
Auskultasi : Ronki (-/-), Wheezing(-/-)
A : Obs. Dyspneu ec. Efusi Pleura (D)
Minggu S : sesak (-), batuk (+) berkurang P:
24/07/202 O : Ku : Sakit Sedang, Compos Mentis - IVFD Ringer Laktat 20 tpm
2 TD 120/70 mmHg - Drips PCT 1 gr/IV/8 jam
N 80 x/menit - Inj. Pantoprazol 2x1
P 20x/menit - N. Acetylsistein 3x1
S 37,5oC - Injeksi Ketorolac 1 amp/8
SpO2 : 99% jam/IV
Pemfis: - Kalbion 1x1
Thoraks :
Perkusi : redup +/-
Auskultasi : Ronki (-/-), Wheezing(-/-)
A : Obs. Dyspneu ec. Efusi Pleura (D)
Senin S : sesak (-), batuk (+) berkurang P:
25/07/202 O : Ku : Sakit Sedang, Compos Mentis - IVFD Ringer Laktat 20 tpm
2 TD 119/76mmHg - Inj. Pantoprazol 2x1
N 83x/menit - N. Acetylsistein 3x1
P 20x/menit - Injeksi Ketorolac 1 amp/8
S 36,6oC jam/IV
SpO2 : 98 % - Kalbion 1x1
Thoraks :
Perkusi : redup +/-
Auskultasi : Ronki (-/-), Wheezing(-/-)
A : Obs. Dyspneu ec. Efusi Pleura (D)
Selasa S:- P:

15
O : Ku : Sakit Ringan, Compos Mentis
26/07/202 TD 120/79 mmHg - Lansoprazole
2 N 80 x/menit - Kalbion 1x1
P 20x/menit - N. Acetylsistein 3x1
S 36,3oC
SpO2 : 99 %
Pemfis:
Thoraks :
Perkusi : redup +/-
Auskultasi : Ronki (-/-), Wheezing(-/-)
A : Obs. Dyspneu ec. Efusi Pleura (D)

J. PROGNOSIS

Ad Vitam: dubia ad bonam

Ad Functionam: Dubia ad bonam

Ad Sanactionam: Dubia ad bonam

BAB II

16
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan

melebihi normal di dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan

viseralis dapat berupa transudat atau cairan eksudat. Efusi pleura merupakan

penyakit sekunder terhadap penyakit lain, jarang merupakan penyakit primer,

secara normal ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan (5-15ml)

berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak

tanpa adanya friksi.1

Cairan biasanya bersumber dari pembuluh darah atau pembuluh limfe,

kadang juga disebabkan karena adanya abses atau lesi yang didrainase ke

cavitas pleuralis. Efusi pleura merupakan manifestasi dari banyak penyakit,

mulai dari penyakit paru sampai inflamasi sistemik atau malignansi.2

B. EPIDEMIOLOGI

Efusi pleura merupakan suatu keadaan yang cukup sering dijumpai.

Angka kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang

dalam 1 juta populasi tiap tahun. Di Amerika, dijumpai 1,5 juta kasus efusi

pleura setiap tahunnya. Sedangkan di Indonesia sendiri, tingginya insidensi

berbagai kasus infeksi menjadi faktor resiko yang paling signifikan dalam

menyumbang insidensi kasus efusi pleura.3 Sementara CHF sendiri

bertanggung jawab atas sepertiga dari semua kasus efusi pleura di Amerika

17
Serikat. Efusi akibat pneumonia terjadi pada 15-44% pasien pneumonia yang

dirawat di rumah sakit. Diperkirakan sekitar satu juta pasien kondisinya

berkembang menjadi efusi parapneumonik per tahunnya di Amerika Serikat.

Sedangkan, efusi pleura non-maligna diperkirakan memiliki insiden tahunan

sebesar 200.000 di Inggris. Hasil penelitian di salah satu rumah sakit di India

pada tahun 2017 melaporkan 1.000 pasien efusi pleura dengan tuberkulosis

sebagai penyebab terbanyak dan malignansi sebagai penyebab terbanyak

kedua. Penelitian terhadap 119 pasien efusi pleura di Indonesia, melaporkan

karakteristik efusi pleura paling banyak berupa cairan eksudat sebesar 87%,

dengan penyebab terbanyak tuberkulosis (42%). Sementara cairan transudat

hanya dilaporkan sebesar 13%, paling banyak disebabkan oleh gagal jantung,

diikuti sirosis hepatis, serta gagal ginjal. Efusi pleura pada pasien dengan

CHF merupakan tanda penyakit yang berat dan memiliki hampir dua kali lipat

risiko kematian dibandingkan dengan pasien CHF dengan klasifikasi The

New York Heart Association (NYHA) kelas IV.4

C. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

WHO memperkirakan 20% penduduk kota dunia pernah menghirup

udara kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak penduduk

yang berisiko tinggi penyakit paru dan saluran pernafasan seperti efusi pleura

(Kemenkes, 2015). Sedangkan etiologi tersering adalah tuberkulosis (44,2%)

diikuti tumor paru (29,4%). Ada lebih dari 55 penyebab efusi pleura yang

telah dicatat. Sedangkan insidensi berdasarkan penyebabnya sendiri

18
bervariasi bergantung dari area demografik serta geografisnya. Menilai jenis

efusi pleura, apakah transudat atau eksudat merupakan langkah awal yang

penting dalam menentukan etiologi efusi pleura itu sendiri.5

1. Efusi Pleura Transudatif

Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu

adalah transudate. Transudate terjadi apabila hubungan normal antara

tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotic menjadi terganggu,

sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi

reabsorbsi oleh pleura lainnya.6,7 Biasanya hal ini terdapat pada 1)

meningkatnya tekanan kapiler sistemik, 2) meningkatnya tekanan kapiler

pulmoner, 3) menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura 4)

menurunnya tekanan intrapleural.7

Efusi pleura ini disebabkan oleh gagal jantung kongestif, emboli

pulmonal, sirosis hati (penyakit intraabdominal), dialysis peritoneal,

hypoalbuminemia, sindrom nefrotik, glomerulonephritis akut, retensi

garam atau pasca by-pass coroner.6

a. Gangguan Kardiovaskular

Payah jantung (decompensation cordis) adalah sebab terbanyak

timbulnya efusi pleura. Penyebab lain : pericarditis kontritiva dan

sindrom vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya

peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler pulmonal

akan menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh darah subpleural

19
dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga

filtrasi cairan ke rongga pleura akan meningkat. 7

Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada

dapat menyebabkan efusi pleura yang bilateral, tapi yang agak sulit

menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada

sisi kanan.7

b. Emboli Pulmonal

Emboli menyebabkan menurunnya aliran darah arteri

pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim

paru dan memberikan peradangan dengan efusi yang berdarah (warna

merah ).7

c. Sirosis hati

Kebanyak efusi pleura timbul bersamaan dengan asites. Secara

khas terdapat kesamaan antara cairan pleura dan asites, karena

terdapat hubungan fungsional antara rongga pleura dan rongga

abdomen melalui saluran getah bening atau celah jaringan otot

diafragma.7

d. Hipoalbuminemia

Efusi pleura juga dapat terjadi pada keadaan hypoalbuminemia

seperti sindrom nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites

serta edema anasarca. Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotic

protein cairan pleura dibandingkan dengan tekanan osmotic darah.7

20
2. Efusi Pleura Eksudatif

Efusi pleura yang jenis cairannya merupakan suatu eksudat

dinamakan efusi pleura eksudatif. Eksudat terjadi akibat peradangan atau

infiltrasi pada pleura atau jaringan yang berdekatan dengan pleura.

Kerusakan pada dinding kapiler darah menyebabkan terbentuknya cairan

kaya protein yang keluar dari pembuluh darah dan berkumpul pada

rongga pleura. Bendungan pada pembuluh limfe juga dapat menyebabkan

efusi pleura eksudatif. Penyebab efusi pleura eksudatif adalah neoplasma,

infeksi, penyakit jaringan ikat, penyakit intraabdominal, dan imunologik.


6

(A) (B)

(C)

Gambar 2. A, B, dan C Skema pertukaran cairan pleura dalam keadaan abnormal 7

D. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim paru,

mediastinum, diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura viseral dan pleura

parietal. Rongga pleura terisi sejumlah tertentu cairan yang memisahkan

21
kedua pleura tersebut sehingga memungkinkan pergerakan kedua pleura

tanpa hambatan selama proses respirasi. Cairan pleura berasal dari pembuluh-

pembuluh kapiler pleura, ruang interstitial paru, kelenjar getah bening

intratoraks, pembuluh darah intratoraks dan rongga peritoneum.Jumlah cairan

pleura dipengaruhi oleh perbedaan tekanan antara pembuluh-pembuluh

kapiler pleura dengan rongga pleura sesuai hukum Starling serta kemampuan

eliminasi cairan oleh system penyaliran limfatik pleura parietal.Tekanan

pleura merupakan cermin tekanan di dalam rongga toraks. Perbedaan tekanan

yang ditimbulkan oleh pleura berperan penting dalam proses respirasi.

Karakteristik pleura seperti ketebalan, komponen selular serta faktor-faktor

fisika dan kimiawi penting diketahui sebagai dasar pemahaman patofisiologi

kelainan pleura dan gangguan proses respirasi.8

1. Anatomi Pleura

Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan sel

yang embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrional dan bersifat

memungkinkan organ yang diliputinya mampu berkembang, mengalami

retraksi atau deformasi sesuai dengan proses perkembangan anatomis dan

fisiologis suatu organisme. Pleura viseral membatasi permukaan luar

parenkim paru termasuk fisura interlobaris, sementara pleura parietal

membatasi dinding dada yang tersusun dari otot dada dan tulang iga, serta

diafragma, mediastinum dan struktur servikal.Pleura viseral dan parietal

memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi.Pleura viseral diinervasi

saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner,

22
sementara pleura parietal diinervasi sarafsaraf interkostalis dan nervus

frenikus serta mendapat aliran darah sistemik. Pleura viseral dan pleura

parietal terpisah oleh rongga pleura yang mengandung sejumlah tertentu

cairan pleura.8

Gambar 3. Pleura viseral dan parietal serta struktur sekitar pleura8

2. Perkembangan Embriologi Pleura

Embrio memiliki rongga besar berbentuk huruf U di bagian ventral

yang berasal dari jaringan selom intraembrionik dan diliputi oleh kulit,

jaringan ikat, tulang, otot dan membran serosa.Rongga ini meliputi

organorgan viseral seperti paru, jantung, usus, hati, limpa, lambung, ginjal

23
dan organ reproduksi. Janin mamalia usia 26 – 28 hari memiliki tiga jenis

rongga tubuh yaitu rongga perikardium, rongga peritoneum dan sepasang

kanalis perikardioperitoneum. Kanalis perikardioperitoneum

menghubungkan rongga perikardium dan peritoneum primitif. Lipatan

membran pada bagian kranial dan kaudal ujung kanal masingmasing

kemudian memisahkan rongga pleura dengan rongga perikardium (disebut

membran pleuroperikardium) serta rongga pleura dengan rongga

peritoneum pada usia 32 hari perkembangan janin mamalia.8

Proses ini diiringi perkembangan massa mesenkim medialis menjadi

mediastinum yang akan mengisi rongga pleura dan akan memisahkan

rongga pleura menjadi dua sisi. Rongga pleura kanan dan kiri akan

meliputi jonjot paru primordial masing-masing sisi dan berkembang

menjadi pleura viseral yang meliputi masing-masing paru. Pleura parietal

berkembang dari bagian rongga pleura yang menghadap ke pleura

visceral.8

Gambar 4. Perkembangan rongga pleura dan perikardium pada janin

mamalia. (A) Tahap awal menunjukkan janin masih memiliki tiga rongga

yaitu rongga perikardium, rongga peritoneum dan sepasang kanalis

perikardioperitoneum, (B) kanalis perikardioperitoneum selanjutnya terpisah

24
dan terbentuk rongga pleura dan rongga perikardium dibatasi membran

pleuroperikardium, (C) hingga akhirnya pleura viseral berkembang meliputi

paru berhadapan dengan pleura parietal 8

3. Struktur Mikroskopis Pleura

Pleura terbagi menjadi lima lapisan, yaitu lapisan selapis mesotel,

lamina basalis, lapisan elastik superfi sial, lapisan jaringan ikat longgar dan

lapisan jaringan fibroelastik dalam.Kolagen tipe I dan III yang diproduksi

oleh lapisan jaringan ikat merupakan komponen utama penyusun matriks

ekstraseluler pleura dan merupakan 80% berat kering struktur ini.Lapisan

jaringan fibroelastik dalam menempel erat pada iga, otot-otot dinding dada,

diafragma, mediastinum dan paru.Lapisan jaringan ikat longgar tersusun atas

jaringan lemak, fibroblas, monosit, pembuluh darah, saraf dan limfatik.8

Proses infl amasi mengakibatkan migrasi sel-sel infl amasi harus

melewati lapisan jaringan ikat longgar menuju lamina basalis kemudian

menuju rongga pleura setelah melewati mesotel. 8

4. Cairan Pleura

Cairan pleura mengandung 1.500 – 4.500 sel/ mL, terdiri dari makrofag

(75%), limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel bebas.Cairan pleura

normal mengandung protein 1 – 2 g/100 mL. Elektroforesis protein cairan

pleura menunjukkan bahwa kadar protein cairan pleura setara dengan kadar

protein serum, namun kadar protein berat molekul rendah seperti albumin,

lebih tinggi dalam cairan pleura. Kadar molekul bikarbonat cairan pleura 20 –

25% lebih tinggi dibandingkan kadar bikarbonat plasma, sedangkan kadar ion

25
natrium lebih rendah 3 – 5% dan kadar ion klorida lebih rendah 6 – 9%

sehingga pH cairan pleura lebih tinggi dibandingkan pH plasma.

Keseimbangan ionik ini diatur melalui transpor aktif mesotel.Kadar glukosa

dan ion kalium cairan pleura setara dengan plasma.8

5. Struktur Makroskopis Pleura

Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap dan

semitransparan.Luas permukaan pleura viseral sekitar 4.000 cm2 pada laki-

laki dewasa dengan berat badan 70 kg. Pleura parietal terbagi dalam beberapa

bagian, yaitu pleura kostalis yang berbatasan dengan iga dan otot-otot

interkostal, pleura diafragmatik, pleura servikal atau kupula sepanjang 2-3 cm

menyusur sepertiga medial klavikula di belakang otot-otot

sternokleidomastoid dan pleura mediastinal yang membungkus organ-organ

mediastinum. Bagian inferior pleura parietal dorsal dan ventral mediastinum

tertarik menuju rongga toraks seiring perkembangan organ paru dan bertahan

hingga dewasa sebagai jaringan ligamentum pulmoner, menyusur vertikal

dari hilus menuju diafragma membagi rongga pleura menjadi rongga anterior

dan posterior.Ligamentum pulmoner memiliki pembuluh limfatik besar yang

merupakan potensi penyebab efusi pada kasus traumatic.8

Pleura kostalis mendapat sirkulasi darah dari arteri mammaria

interkostalis dan internalis.Pleura mediastinal mendapat sirkulasi darah dari

arteri bronkialis, diafragmatik superior, mammaria interna dan

mediastinum.Pleura servikalis mendapat sirkulasi darah dari arteri

subklavia.Pleura diafragmatik mendapat sirkulasi darah dari cabang-cabang

26
arteri mammaria interna serta aorta toraksika dan abdominis.Vena pleura

parietal mengikut jalur arteri dan kembali menuju vena kava superior melalui

vena azigos.Pleura viseral mendapat sirkulasi darah dari arteri bronkialis

menuju vena pulmonaris.8

Ujung saraf sensorik berada di pleura parietal kostalis dan

diafragmatika.Pleura kostalis diinervasi oleh saraf interkostalis, bagian tengah

pleura diafragmatika oleh saraf frenikus.Stimulasi oleh infl amasi dan iritasi

pleura parietal menimbulkan sensasi nyeri dinding dada dan nyeri tumpul

pada bahu ipsilateral. Tidak ada jaras nyeri pada pleura viseral walaupun

secara luas diinervasi oleh nervus vagus dan trunkus simpatikus.8

Eliminasi akumulasi cairan pleura terutama diatur oleh sistem limfatik

sistemik di pleura parietal.Cairan masuk ke dalam rongga pleura melalui

arteriol interkostalis pleura parietal melewati mesotel dan kembali ke sirkulasi

melalui stoma pada pleura parietal yang terbuka langsung menuju sistem

limfatik.Pleksus limfatikus superfi sialis terletak pada jaringan ikat di lapisan

subpleura viseral dan bermuara di pembuluh limfe septa lobularis dan

lobaris.Jaringan limfatikus ini dari pleura kostalis menyusur ventral menuju

nodus limfatik sepanjang arteri mammaria interna atau dorsal menuju ujung

sendi kostosternal, dari pleura mediastinal menuju nodus limfatikus

trakeobronkial dan mediastinum, dan dari pleura diafragmatik menuju nodus

parasternal, frenikus medialis dan mediastinum superior.Cairan pleura tidak

masuk ke dalam pleksus limfatikus di pleura viseral karena pleura viseral

lebih tebal dibandingkan pleura parietal sehingga tidak terjadi pergerakan

27
cairan dari rongga pleura ke pleura viseral. Gangguan duktus torasikus karena

limfoma maupun trauma menyebabkan akumulasi cairan limfe di rongga

pleura menyebabkan chylothorax.8

6. Fisiologi Pleura

Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang

ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas

akan menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan

memengaruhi pengembangan paru dalam proses respirasi. Pengembangan

paru terjadi bila kerja otot dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi

recoil elastik (elastic recoil) paru dan dinding dada sehingga terjadi proses

respirasi. Jumlah cairan rongga pleura diatur keseimbangan Starling yang

ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler, kemampuan sistem penyaliran

limfatik pleura serta keseimbangan elektrolit. Ketidakseimbangan komponen-

komponen gaya ini menyebabkan penumpukan cairan sehingga terjadi efusi

pleura.9

Rongga pleura terisi cairan dari pembuluh kapiler pleura, ruang

interstitial paru, saluran limfatik intratoraks, pembuluh kapiler intratoraks dan

rongga peritoneum. Neergard mengemukakan hipotesis bahwa aliran cairan

pleura sepenuhnya bergantung perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik

kapiler sistemik dengan kapiler pulmoner.8

Perpindahan cairan ini mengikuti hukum Starling berikut :

28
Jumlah cairan pleura tergantung mekanisme gaya Starling (laju filtrasi

kapiler di pleura parietal) dan sistem penyaliran limfatik melalui stoma di

pleura parietal. Senyawa senyawa protein, sel-sel dan zat-zat partikulat

dieliminasi dari rongga pleura melalui penyaliran limfatik ini. Nilai rerata

aliran limfatik satu sisi rongga pleura adalah 0,4 mL/kg berat badan/jam pada

orang normal atau 20 mL/ jam pada orang dewasa normal dengan berat badan

60 kg atau 500 mL/hari. Peningkatan volume tidal maupun frekuensi respirasi

meningkatkan eliminasi limfatik pleura.Kapasitas eliminasi limfatik pleura

secara umum 20 – 28 kali lebih besar dibandingkan pembentukan cairan

pleura.8

Akumulasi berlebih cairan pleura hingga 300 mL disebut sebagai efusi pleura,

terjadi akibat pembentukan cairan pleura melebihi kemampuan eliminasi

cairan pleura.8

E. DIAGNOSIS

1. Gejala Klinis

29
Gejala yang sering timbul pada efusi pleura adalah sesak napas.

Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik

atau nyeri tumpul bergantung pada jumlah akumulasi cairan. Efusi pleura

yang luas akan menyababkan sesak napas yang berdampak pada

pemenuhan kebutuhan oksigen, sehingga kebutuhan oksigen dalam tubuh

kurang terpenuhi. Hal tersebut dapat menyebabkan metabolisme sel dalam

tubuh tidak seimbang. Oleh karena itu, diperlukan pemberian terapi

oksigen.9

Gejala yang paling sering timbul adalah sesak. Nyeri bisa timbul

akibat efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul.

Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis serta

pemeriksaan fisik yang teliti, diagnosis yang pasti melalui pungsi

percobaan, biopsi dan analisa cairan pleura. Efusi menunjukkan tanda dan

gejala yaitu sesak nafas, bunyi pekak atau datar pada saat perkusi di atas

area yang berisi cairan, bunyi nafas minimal atau tak terdengar dan

pergeseran trakea menjauhi tempat yang sakit. Efusi ringan sesak bisa

tidak terjadi.1

Pada anamnesis, pasien dengan efusi pleura biasanya memiliki

sesak, batuk, nyeri dada yang bersifat tajam. Riwayat gagal jantung, gagal

ginjal, dan penyakit hati dapat mengarahkan kepada efusi pleura yang

bersifat transudat. Sedangkan riwayat kanker dapat mengarah pada efusi

akibat keganasan. Pembengkakan pada ekstermitas, atau deep vein

thrombosis menunjukkan efusi yang berhubungan dengan embolisme

30
paru.Riwayat infeksi seperti pneumonia menununjukkan efusi

parapneumonik.1

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan fremitus taktil yang

menurun terutama pada daerah basal. Perkusi tumpul, kemudian suara

nafas vesikular yang menurun atau tidak ada sama sekali pada paru yang

terdapat efusi. Suara pleural friction rub mungkin juga

terdengarselamaakhirinspirasi.1

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi

1) X-Ray Thoraks

Pemeriksaan penunjang yang sering digunakan untuk pasien

dengan efusi pleura, salah satunya ialah pemeriksaan foto toraks.

Foto toraks atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu

proyeksi radiografi dari toraks untuk mendiagnosis kondisi-kondisi

yang memengaruhi toraks, isi dan struktur didekatnya.10

Pemeriksaan radiografi posteroanterior dan lateral menjadi

standar pada diagnosis radiologi paru. Pada posisi berdiri atau

duduk tegak, cairan bebas pada rongga pleura akan memenuhi

lateral kubah diafragma yang menyebabkan gambaran sudut

kostofrenikus yang tumpul.1

31
(C)

Gambar 5. Gambar paru-paru (a) Paru-paru normal (b) dan (c) Paru-

paru dengan efusi pleura kanan.11

2) USG

Gambaran USG pada efusi pleura tergantung pada sifat

efusi, penyebab dan kronisitasnya. Berdasarkan tingkat gema yang

dipantulkan, didapatkan 4 macam gambaran pada USG, yaitu:

anechoic; kompleks dan tidak bersekat; kompleks bersekat; dan

homogenously echogenic. Gambaran transudat pada USG adalah

32
anechoic, tidak bersekat dan mengalir bebas, sebaliknya bila

bersekat dan kompleks merupakan eksudat. Efusi pleura ganas

sering memberikan gambaran USG anechoic meskipun efusinya

bersifat eksudat. Penebalan pleura nodular dapat ditemukan pada

sebagian kecil efusi pleura ganas. Gambaran yang paling sering

ditemukan pada efusi pleura ganas adalah swirling patterns.

Gambaran USG pada efusi oleh karena inflamasi dapat berupa

untaian material echogenic dan bersekat atau mobilitas yang relatif

kecil dibandingkan pernapasan dan denyut jantung. Pada USG,

empyema dapat terlihat sebagai echogenic effusion yang mirip

dengan lesi pleura solid.112

Gambar 6. Foto Penebalan Pleura. Keterangan: Anak panah

menunjukkan penebalan pleura yang tampak seperti berlapis-lapis.

Pp (penebalan pleura), PE (efusi pleura).12

3) CT-Scan

33
Pedoman British Thoracic Society 2010 merekomendasikan

pencitraan CT untuk pasien dengan efusi pleura untuk

mendiagnosis empiema, membedakan abses paru dari empiema,

dan membedakan antara penebalan pleura jinak dan ganas. 13

Gambar 7. Gambar CT dada aksial seorang pria 71 tahun dengan

gagal jantung kongesti menunjukkan efusi pleura bilateral.Nilai rata-

rata attenuation value (HU) efusi pleura kanan adalah 4 HU

(lingkaran). Cairan pleura didefinisikan sebagai transudat pada

thorasentesis14

b. Thorakosintesis

Torakosintesis dengan analisis cairan dapat mempersempit

diagnosis diferensial dari efusi. Setelah cairan disedot, cairan tersebut

akan dianalisis untuk biokimia, mikrobiologi dan analisis sitologi.

Dengan menggunakan kriteria Light, maka efusi dapat dibedakan

menjadi transudat dan eksudat. Kriteria Light memiliki sensitivitas

sebesar 90,1 - 100% dengan spesifisitas 83,3 - 97,2 %. 1

34
Tusukan diagnostik efusi pleura untuk mendapatkan sedikit

cairan (kira-kira 50 mL) selalu diindikasikan bila penyebab efusi tidak

jelas.Tusukan untuk mendapatkan volume yang lebih besar

diindikasikan untuk meredakan gejala terkait efusi, seperti dispnea.

Torasentesis tepat waktu atau insersi drain pleura diperlukan jika efusi

pleura besar dan menyebabkan dekompensasi pernapasan atau jantung.

Efusi pada pasien dengan pneumonia harus disadap untuk

menyingkirkan empiema pleura.15

c. Pleuroskopy

Pleuroskopi merupakan tindakan invasif yang biasa dilakukan

sebagai prosedur diagnosis definitif pada kasus efusi pleura yang

belum terdiagnosis penyebabnya, secara luas digunakan dalam

prosedur diagnosis penyakit pleura.16

Pleuroskopi merupakan prosedur invasif minimal untuk mengakses

rongga pleura dengan menggunakan kombinasi instrumen visual dan

tindakan. Prosedur ini dapat dilakukan dengan anestesi lokal dengan

sedasi ringan. Pleuroskopi bertujuan untuk tindakan diagnostik dan

terapeutik pada rongga pleura. Pleuroskopi membantu visualisasi

langsung pada permukaan pleura sehingga biopsi pleura, evakuasi

cairan pleura dan pleurodesis lebih aman dilakukan.16

Pleuroskopi juga dikenal dengan istilah torakoskopi atau medical

thoracoscopy. Thorakoskopi pertama kali diperkenalkan oleh pada

tahun 1910 oleh Hans Christian Jacobaeus. Tahun 1910 sampai 1930,

35
Jacobaeus mengembangkan teknik-teknik pleuroskopi, sehingga beliau

dikenal sebagai bapak thorakoskopi. Sejak tahun 1923, tindakan

thorakoskopi lebih dikenal dengan pleuroskopi, beberapa tahun setelah

itu terminologi medical thoracoscopy digunakan..

Pleuroskopi berbeda dengan video assisted thoracoscopic surgery

(VATS) karena VATS membutuhkan anestesi umum dengan intubasi

endotrakeal dan minimal tiga jalur masuk melalui dinding torakal.

Pemilihan tindakan antara VATS dengan pleuroskopi dalam

menegakkan diagnosis efusi pleura merupakan kontroversi utama dan

menjadi sumber perdebatan bagi interventional pulmonologist dan

cardiothoracic surgeon. VATS merupakan gold standard, sementara

pleuroskopi merupakan tindakan yang invasif minimal, sederhana, dan

lebih murah.16

d. Sitologi

Pemeriksaan sitologi dapat menujukan adanya sel –sel ganas

sehingga dapat memastikan diagnosis efusi pleura maligna. Akurasi

diagnosis sitologi pleura antara 50 % sampai 90 %.17

36
Gambar 8 . Sitologi efusi pleura. A. Sitopatologi Efusi Pleura

Maligna, jenis Adenocarcinoma. Pulasan Papaniculaou B. Sitopatologi

Efusi pleura, Lymphocytic Effusion. Pulasan terdiri dari dominasi sel

radang limfosit (>50%). Perhatikan tanda → merupakan sel mesotel yang

reaktif C. Sitopatologi efusi pleura, Acute serositis.17

F. PENATALAKSANAAN

Untuk mengobati pasien dengan efusi pleura tentunya pengetahuan

mengenai etiologinya sangat diperlukan. Etiologi dari efusi pleura sangat

beragam dan setiap daerah memiliki perbedaan penyebab efusi pleura yang

paling sering ditemui.2

Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan

kausal, thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis.

a. Secara kausal

Berbagai organisme dapat menyebabkan infeksi pada rongga pleura, yang

paling khas adalah Streptococcus pneumonia, Streptococcus milleri,

37
Staphylococcus aureus, dan Enterobacteriaceae Anaerob juga telah

dikultur pada 36% hingga 70% dari Empiema. Akibatnya, antibiotik

empiris untuk mentatalaksana infeksi pleura harus berasal dari spectrum

luas. Penggunaan fibrinolitik intrapleural telah dipelajari dalam efusi

parapneumonik yang rumit dan telah menunjukkan kegunaan yang

terbatas. Ketika dikombinasikan dengan agen mukolitik

(deoxyribonuclease) dapat menghasilkan penurunan yang lebih besar

dalam ukuran efusi atau rujukan ke bagian bedah.18

Pada efusi pleura karena gangguan kardiovaskular terapi di tujukan

pada payah jantungnya, bila kelainan jantung teratasi dengan istirahat,

digitalis, diuretic dll. Efusi pleura juga akan segera menghilang. Kadang-

kadang torakosintesis juga dibutuhkan jika amat sesak.7

Pada keadaan emboli pulmonal pengobatan ditujukan terhadap

embolinya dengan memberikan antikoagulan dan mengontrol keadaan

trombositnya. 7 Keadaan hypoalbuminemia pengobatannya adalah dengan

memberikan diuretic dan retriksi pemberian garam. Pengobatan yang

terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.7

b. Thorakosintesis

Tujuan penatalaksanaan pada efusi pleura ganas (maligna) adalah

paliasi atau mengurani gejala. Pilihan terapi harus tergantung pada

prognosis, kejadian efusi berulang, dan keparahan gejala pada pasien.

Thorasentesis terapeutik ulang sesuai untuk pasien dengan prognosis

buruk (<3 bulan) dan, reakumulasi cairan yang rendah. 18

38
c. Water Sealed Drainage (WSD)

Kateter pleura yang menetap (WSD) dengan drainase intermiten

biasanya merupakan prosedur pilihan pada efusi pleura ganas. Kateter

pleura yang tinggal di dalam tubuh telah dibuktikan memberikan peredaan

gejala yang signifikan, dan 50% hingga 70% pasien mencapai obliterasi

spontan dari rongga pleura (pleurodesis) setelah 2 hingga 6 minggu.

Pleurodesis kimia dengan bedak juga sangat efektif dengan tingkat

keberhasilan 60% hingga 90%, tergantung pada derajat atau ekspansi paru-

paru. Pleurektomi, dan pintasan pleuroperitoneal adalah pilihan

manajemen lain tetapi jarang dilakukan. 18

d. Pleurodesis

Untuk mencegah terjadinya kembali efusi pleura setelah aspirasi (efusi

pleura maligna), dapat dilakukan pleurodesis yaitu melengketnya

pleura visceralis dan parietal .zat yang dipakai adalah tetrasiklin,

bleomicin, corinebacterium parvum, Tio-tepa, 5 fluorouracil.7

G. KOMPLIKASI

Efusi pleura pada pasien dengan kanker dikaitkan dengan prognosis

yang buruk, tetapi ini sangat bervariasi. Pasien dengan keganasan hematologi

atau mesothelioma pleura hidup rata-rata hampir setahun, sedangkan pasien

dengan kanker paru memiliki prognosis terburuk, dengan waktu bertahan

hidup rata-rata hanya 2-3 bulan.15

Tusukan terapeutik biasanya diikuti dengan efusi yang kambuh, dan

dengan demikian pleurodesis diindikasikan untuk pasien yang harapan

39
hidupnya lebih dari 1 bulan. Tusukan pleura yang berulang tidak hanya

membuat stres pasien; mereka juga sangat umum mengarah pada

pembentukan adhesi dan lokulasi efusi, sehingga pengosongan total tidak

mungkin lagi.15

Pasien dengan pneumonia yang mengembangkan efusi pleura

parapneumonik memiliki mortalitas yang lebih tinggi. Hal yang sama berlaku

untuk tingkat yang lebih besar dari empiema pleura, suatu kondisi yang

insidennya meningkat. Kematian dari infeksi pleura nosokomial secara

signifikan lebih tinggi daripada yang didapat dari komunitas (47% versus

17%).15

BAB III

ANALISIS KASUS

Pasien adalah seorang pria berusia 64 tahun yang memiliki kebiasaan

merokok. Pada studi didapatkan bahwa pria lebih banyak mengalami efusi

maligna dari pada perempuan. Kanker paru sendiri lebih banyak ditemukan pada

laki-laki dibanding perempuan. Angka kejadian kanker paru pada pria paling

tinggi terjadi di Amerika Utara, Asia Timur, Eropa Tengah dan Eropa Selatan.

WHO mengestimasi bahwa angka kejadian kanker paru akan meningkat seiring

peningkatan konsumsi rokok terutama di Asia. Rokok merupakan faktor resiko

utama dalam kejadian kanker paru-paru. Sebesar 75-80% kejadian kanker paru

disebabkan oleh merokok. Namun, studi juga menyatakan bahwa terpapar oleh

asap rokok pada lingkungan menyebabkan kanker paru. Telah dibuktikan bahwa

pada studi dengan subjek bukan perokok aktif yang terpapar asap rokok di

40
lingkungan mengalami kenaikan jumlah specific-tobacco carcinogens dalam darah

dan urin.1

Pasien masuk dengan keluhan sesak napas Sejak 2 hari yang lalu. Keluhan

disertai batuk berdahak dan lemas. Pada anamnesis, pasien dengan efusi pleura

biasanya memiliki sesak, batuk, nyeri dada yang bersifat tajam. Nyeri bisa timbul

akibat efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul

bergantung pada jumlah akumulasi cairan.9

Pada palpasi thoraks ditemukan suara redup pada paru kanan dan pada

auskultasi terdengar suara napas pada paru kanan yang menurun. Berdasarkanteori

pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan fremitus taktil yang menurun terutama

pada daerah basal. Perkusi tumpul, kemudian suara nafas vesikular yang menurun

atau tidak ada sama sekali pada paru yang terdapat efusi. Suara pleural friction rub

mungkin juga terdengar selama akhir inspirasi.1,18

Hasil foto thoraks menunjukkan adanya efusi pleura pulmo dextra dan

suspek tumor paru dextra. Penyebab paling banyak pada efusi pleura adalah

keganasan disusul dengan gagal jantung dan tuberkulosis. Penyebab kejadian

efusi pleura pada umumnya apabila bersifat transudat adalah gagal jantung

kemudian apabila bersifat eksudat adalah keganasan dan tuberculosis. Sebanyak 6

juta kasus baru kanker paruparu terdiagnosis di dunia pada tahun 2008 dengan

jumlah kasus kanker paru adalah sebanyak 12,7% dari jumlah kanker di dunia.

Secara global kanker paru adalah penyebab kematian terbanyak di tiap tahunnya

dengan 1.180.000 kematian dan 17,6% dari kematian akibat kanker. Angka

harapan hidup pada kanker paru selama 5 tahun adalah sebesar 15,56%. Terdapat

41
peningkatan insidensi kanker paru sebanyak 49,9% pada negara berkembang.

Kanker paru paru di Indonesia adalah sebanyak 0,9% dari total penderita kanker.

Kanker paru dibagi menjadi dua yaitu small cell carcinoma dengan angka kejadian

sebanyak 15% dan Non small cell carcinoma yaitu sebesar 85%. Non small cell

carcinoma memiliki subtype adenokarsinoma, squamous cell carcinoma dan large

cell carcinoma.1

Pada kasus terapi yang dilakukan adalah dengan memberikan bantuan

oksigen dan melakukan pemasangan WSD. Efusi pleura yang luas akan

menyababkan sesak napas yang berdampak pada pemenuhan kebutuhan oksigen,

sehingga kebutuhan oksigen dalam tubuh kurang terpenuhi. Hal tersebut dapat

menyebabkan metabolisme sel dalam tubuh tidak seimbang. Oleh karena itu,

diperlukan pemberian terapi oksigen.9 WSD adalah suatu sistem drainage yang

menggunakan water sealed untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum

pleura (rongga pleura) tujuannya adalah untuk mengalirkan udara atau cairan dari

rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut, dalam

keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit

cairan pleura.9

Akibat lanjut pada pasien efusi pleura jika tidak ditangani dengan Water

Sealed Drainage (WSD) akan terjadi atalektasis pengembangan paru yang tidak

sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura, fibrosis paru

dimana keadaan patologis terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang

berlebihan, empiema dimana terdapat kumpulan nanah dalam rongga antara paru-

paru (rongga pleura), dan kolaps paru.5

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Puspita I, Soleha TU, dan Berta G. Penyebab Efusi Pleura di Kota Metro pada

tahun 2015. J AgromedUnila : Bandar Lampung; 2017. Hal: 25-7

2. Dwianggita, P. 2016. Etiologi Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, Bali Tahun 2013. Intisari Sains Medis

Jurnal. 7(1): 57-66

3. Damanik AAR, dan Imawati Sukma. Hubungan Kejadian Efusi Pleura Pada

Pasien Gagal Jantung Kongestif Berdasarkan Foto Thoraks Di Rsup Dr

Kariadi Tahun 2015. Jurnal Kedokteran Diponegoro: Semarang; 2016. Hal.

394-395

4. Putra, TRI., Price M., Maryatun H., Agung P., Safira S., Hesti. 2022.

Karakteristik Pasien Efusi Pleura Non-Maligna di RSUD Dr. Zainoel Abidin

Tahun 2019. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia. 9(1) : 15-22

43
5. Wiryansyah OA. Analisis Faktor-Faktor Penyebab Efusi Pleura Di Rumah

Sakit Pusri Palembang Tahun 2017. Jurnal Kesehatan dan Pembangunan :

Palembang;2019. Hal. 79

6. Djojodibroto RD. Respirologi. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC; 2014.

hal : 174-5

7. Halim H, dkk. Buku ajar ilmu Penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing;

2014. Hal : 1631-4

8. Pratomo IP, Yunus F. Anatomi dan fisiologi pleura. Continuing medical

education; 2013. Vol. 40(6). hal : 407-12

9. Anggarsari YD, Setyorini Y, dan Rifai A. Studi Kasus Gangguan Pola Napas

Tidak Efektif Pada Pasien Efusi Pleura. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan :

Surakarta; 2018. Hal. 168-9

10. Lantu, MG., Elvie L., Ramli. 2016. Gambaran foto toraks pad efusi pleura di

Bagian/SMF Radiologi FK Unsrat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

periode November 2014 – Oktober 2015. Jurnal e-Clinic (eCl). 4(1): 272-274

11. Nurhidayati, I., Sinta mS. 2020. Calculation of sharpness in lung images of

pleural effusion patients and normal lung images using the thresholding

segmentation method. Jurnal Ilmiah Penelitian dan Pembelajaran Fisika.

6(2).

12. Winaya E, Koesoemoprodjo W. Peranan ultrasonografi toraks dalam

menegakkan diagnosis beberapa kelainan pada paru. Jurnal respirasi;

2015.Vol 1(1) . hal : 29-3

44
13. Moy, MP., Jeffrey ML., Netanel SB., dkk. 2013. A New, Simple Method for

Estimating Pleural Effusion Size on CT Scans. Journal Original Research

Pulmonary Procedures. 14(3)

14. Cullu N, Kalemci S, Karakas O, Eser I, Yalcin F, Boyaci FN, Karakas E, et

al,. Efficacy of CT in diagnosis of transudates and exudates in patients with

pleural effusion. Diagnostic and interventional radiology, Turkish; 2014. hal

116-20

15. Jani B dan Walty T. Pleural Effusion in Adults—Etiology, Diagnosis, and

Treatment. Deutsches Ärzteblatt International; 2019. Hal : 381-4

16. Sari, EP., Oea K., Russilawati. 2022. Prosedur Diagnosis Pada Efusi Pleura

Unilateral Dengan Pleuroskopi: Laporan Kasus. Syifa’ MEDIKA. 12(2):113-

127

17. Dewi, H., Fairiz. 2020. Karakteristik Pasien Efusi Pleura di Kota Jambi. JMJ.

8(1): 54-59

18. Pranita, NPN. 2020. Diagnosis dan tatalaksana terbaru penyakit pleura.

Wellness and Healthy Magazine. 2(1):

45

Anda mungkin juga menyukai