APPENDISITIS AKUT
Pembimbing :
dr. H. Muh. Risal, Sp.B
Pendamping:
dr. Rasfiani, S.Ked
Oleh :
dr. Rini Virliana
Pada hari ini tanggal 10 November 2020 di Wahana RSUD Lamadukelleng Wajo
telah di presentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Rini Virliana
Kasus : Appendisitis Akut
Topik : Bedah
Nama Pendamping : dr. Rasfiani, S.Ked
Nama Wahana : RSUD Lamadukelleng Wajo
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Mengetahui,
Riwayat keluarga: -
Riwayat atopi: -
Lain-lain: -
Daftar Pustaka :
1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th edition.
Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia: Elsevier Saunders.
2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery Volume 2.
8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,
3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.
.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg
Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,
7. Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed: Norton JA,
Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson RW. New York:
Springer Verlag Inc. 2000: 647-62
8. Warsinggih, dr. Sistem Trauma Abdomen Masalah dan Penanganannya. Makassar. Masagena
Press.2018.
Hasil Pembelajaran :
1. Menegakkan diagnosis Appendisitis.
2. Mengetahui penanganan awal pasien appendisitis.
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio
1. Subjektif:
Seorang pria , berusia 52 tahun dengan keluhan nyeri perut kanan bawah dialami sejak 1 bulan
memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk, terus
menerus dan tidak menjalar, riwayat mengkonsumsi anti nyeri namun tidak mengalami
perubahan. Nyeri dirasakan semakin bertambah pada saat pasien menggerakkan badan
Awalnya pasien mengeluh nyeri dirasakan pada daerah sekitar ulu hati dan pusar lalu berpindah
ke perut kanan bawah. Pasien juga tidak nafsu makan serta mual dan muntah sebanyak 2x berisi
makanan 2 hari yang lalu. Demam (+), dialami hilang timbul. BAB normal. BAK normal. Pola
makan pasien tidak teraktur dan jarang konsumsi serat.
2. Objektif:
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Vital
Sakit sedang/gizi baik/compos mentis
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37,7 oC
B. Status Generalis:
Kepala : Normocephal.
Thorax
(-)
Abdomen: I: Datar, ikut gerak napas, warna kulit sama dengan sekitar
P: timpani
P: Nyeri tekan pada titik Mc Burney (+), rovsing sign (+), blumberg
sign (+)
Hepar/lien tidak teraba
Massa tumor (-)
Rectal Toucher : Spinchter ani mencekik, mukosa licin, ampula kosong, massa
tumor (-), nyeri (-)
Handschoen: Feces (-) darah (-) lendir (-)
Ekstremitas : Akral hangat, petechie (-), CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-),
turgor baik.
C. Pemeriksaan Penunjang
DARAH RUTIN
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Leukositosis 0
JUMLAH 8
3. Diagnosa
Appendisitis Akut
4. Terapi
IVFD RL 28 tetes per menit
Ranitidine 50mg/12jam/intravena
Ceftriaxone 1gram/12jam/intravena
Puasakan
Berdasarkan skor Alvarado, diindikasikan pasien ini untuk konsul bedah untuk
dilakukan tindakan operasi.
Tindakan Operasi :
Procedure operasi : Appendektomi
Follow up
Nadi: 78 kali/menit
Pernapasan: 20 kali/menit
Suhu: 36,7 C
A : POH 2 Appendektomi ec
Appendisitis akut
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi, Fisiologi dan Embriologi Appendix
Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan Colon
ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat pada
minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendix berada
pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica
pada kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis.
Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3
Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada
dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut
yang terjadi apabila Appendix mengalami peradangan. 1,2
Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini, Appendix
dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan Imunoglobulin
terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan komponen integral
dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak penting dan
Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit
imunodefisiensi lainnya.2
Jaringan limfoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar dua minggu setelah lahir.
Jumlahnya meningkat selama pubertas, menetap saat dewasa, dan kemudian berkurang
mengikuti pertambahan usia. Setelah usia 60 tahun, tidak akan ada jaringan limfoid lagi
di apendiks, dan terjadi obliterasi lumen apendiks komplit.8
2. Insidensi
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, namun sering pada umur 20-30 tahun.
Namun jarang pada anak kurang dari satu tahun. Appendicitis pada anak-anak, terutama pada
anak usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis
Appendicitis acuta pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa didiagnosis
Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix
normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan
intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri
visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di
bawah epigastrium. 2
Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan
bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi
tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan
tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual,
muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa
Appendix dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri
yang khas ke RLQ. 2,6,7
Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering dijumpai
pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi Ileum
terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.6
Seperti yang dikatakan di atas tersebut, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid
merupakan penyebab tersering obstruksi lumen appendiks, hal ini menimbulkan ulserasi
mukosa sampai kerusakan lapisan dinding appendiks, terjadi perpindahan kuman dari
lumen masuk ke dalam submucosa maka terjadilah keadaan yang disebut appendiks fokal
(appendisits kataralis). Dengan adanya kuman di submucosa makan tubuh akan bereaksi
berupa peradangan supurativa yang menghasilkan pus maka terjadilah keadaan yang
disebut appendicitis supuratif/plegmonosa. Keluarnya pus dari dinding yang masuk ke
dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan intraluminer meningkat, sehingga
desakan pada dinding apendiks bertambah besar menyebabkan gangguan pada sistem vasa
dinding apendiks. Mula-mula akan terjadi penekanan pada vasa limfatika, kemudian vena
dan terakhir arteri, akibatnya terjadi edema dan iskemia, infark, lalu menjadi gangren
didaerah antemesenterial yang relatif miskin vaskularisasi. Gangren biasanya di tengah-
tengah apendiks dan berbentuk ellipsoid. Keadaan ini disebut apendisitis gangrenosa.
Proses awal ini terjadi dalam waktu 12 – 24 jam pertama. Bila keadaan ini akan terus
berlanjut dimana dinding apendiks akan mengalami perforasi, sehingga material
intraluminer yang infeksius akan tercurah kedalam rongga peritoneum. Hasil akhir dari
proses peradangan tersebut tergantung dari kemampuan organ dan omentum untuk
mengatasi infeksi tersebut, apabila fungsi omentum baik, tempat yang mengalami perforasi
akan ditutup oleh omentum (“Walling off “), maka terjadilah infiltrat periapendikular.
Apabila terjadi pernanahan maka akan terbentuk suatu rongga yang berisi nanah di sekitar
apendiks, terjadilah abses periapendikular. Apabila omentum belum berfungsi baik,
material infeksius akan menyebar di sekitar apendiks dan terjadi peritonitis lokal. Namun
jika infeksi tidak bisa diatasi akan terjadi peritonitis umum. Pada anak-anak omentum
belum berkembang dengan sempurna, sering mengakibatkan apendiks cepat mengalami
komplikasi. Apendisitis rekurens adalah apendisitis secara klinis memberikan serangan
berulang, durante operasi maupun pemeriksaan histopatologis didapatkan tanda peradangan
akut. Apendisitis kronis adalah apendisitis secara klinis serangan sudah lebih dari 2
minggu, penemuan durante operasi maupun pemeriksaan histopatologis ditemukan
inflamasi khronis berupa perlekatan, tertekuk, terputar, kinking, stenosis partial, berisi
mucus, atau fragmentasi oleh jaringan parut.6
4. Manifestasi Klinis
4.1 Gejala Klinis
Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan
nyeri perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri
perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang
disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-
rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari
lokasi anatomi Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix
yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah
tersebut, Appendix di daerah pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal
Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular. 1,2,3,7,8
Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada
beberapa pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi
Appendix. 2,3
Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan
pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.5
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Nyeri lepas 1
Febris 1
Lab Leukositosis 2
Total poin 10
Skor 1-4
Bukan appendicitis akut, pada pasien ini diberikan terapi simptomatik,
diperbolehkan pulang dengan catatan kembali jika gejala menetap atau semakin
memburuk
Skor 5-6
Curiga appendicitis akut, pada pasien ini dilakukan observasi selama 24jam di
rumah sakit dengan re-evaluasi data klinis dan skor Alvarado. Pasien dibolehkan
pulang jika skor lebih rendah dari penilaian awal dengan catatan kembali jika
gejala menetap atau semakin memburuk
Skor 7-10
Appendicitis akut, pada pasien ini harus segera dilakukan operasi appendektomi
cito
Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat
inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik Mc
Burney’s. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang
minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsing’s sign bersifat konfirmasi
dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding
diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix.6
Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua.
Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga
Appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi,
hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala
muntah, demam, dan nyeri.7
Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan
yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang didiagnosis
sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis letak retrocaecal. Pada
Appendicitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul
menyerupai nyeri pada kolik renal.6
Penderita appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan,
karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi caecum berkurang. Hal tersebut
akan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6
Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak
anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360o mengelilingi pangkal Caecum.
Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina
iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal.6
Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk
Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal
toucher tidak diperlukan lagi.6
Rovsing sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum.
Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam
arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas
kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan Appendix.
Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.
Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien
sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut
pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian
eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri
pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M.
Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.
Blumberg sign
Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif
bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ
Dunphy sign
Pertambahan nyeri pada RLQ dengan batuk
Kocher sign
Nyeri yang awalnya pada daerah epigastrium atau paraumbilical kemudian berpindah ke
RLQ
5. Pemeriksaan Penunjang
5.1 Laboratorium
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada
keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan
polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to
the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang
hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm 3 pada Appendicitis tanpa komplikasi.
Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya
perforasi Appendix dengan atau tanpa absces. CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu
reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah
dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit ≥ 11000,
dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.
Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi dapat sangat
bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien Appendicitis acuta,
kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan temuan yang
tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat
mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri
alih dari proses pneumoni lobus kanan bawah.
Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop leukosit.
Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi jauh lebih
mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa terutama saat dicurigai
adanya Abscess appendix untuk melakukan percutaneous drainage secara tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang
tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan
dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari
pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan
dan tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.
6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari Appendicitis acuta pada dasarnya adalah diagnosis dari akut
abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu penyakit tetapi
spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi pada dasarnya gambaran
klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses akut di dalam atau di sekitar cavum
peritoneum yang mengakibatkan perubahan yang sama seperti Appendicitis acuta. 2,6
Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun pada umumnya
proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh Appendicitis sebagian
besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan menjadi lebih buruk dengan
pembedahan. Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi
anatomi dari inflamasi Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai yang
perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien. 2,6
1.Gastroenteritis akut
Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan dengan
Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut self limited
dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual, dan muntah. Pada
gastroenteritis, mual muntah dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri perut lebih ringan
dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis
kurang menonjol jika dibandingkan dengan apendisitis. Hasil pemeriksaan laboratorium
biasanya normal.8
2.Peradangan pelvis
Tuba falopi kanan dan ovarium terletak dekat apendiks. Radang kedua organ ini
sering bersamaan, sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adneksitis. Untuk
menegakkan diagnosis penyakit ini, harus ada riwayat kontak seksual. Suhu pasien
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis, dan nyeri perut bagian bawah lebih
difus.biasanya disertai keputihan. Pada colok vagina, jika uterus digoyangkan, maka
akan terasa nyeri. 8
3.Ileitis
Berkaitan dengan diare dan seringkali beriwayat kronis, tetapi tidak jarang terjadi
anoreksia, mual dan muntah. Jika ditemukan pada laparotomi, apendektomi insidental
diindikasikan untuk menghilangkan gejala yang membingungkan.8
4.Diverticulitis Meckel
Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis acuta.
Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena Diverticulitis
Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti Appendicitis dan
memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera. Meskipun divertikulitis biasanya
terjadi di perut bagian kiri, terkadang terjadi pula di sebelah kanan. Jika terjadi
peradangan dan ruptur divertikulum, gejala klinisnya akan sukar dibedakan dengan
apendisitis.8
5. Intususseption
7. Komplikasi
Periappendikular infiltrate
Apendisitis perforasi
Apendisitis rekuren
Apendisitis kronik
8. Penatalaksanaan
1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan
a. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit:
Horizontal Oblique
2 lapis
b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting Sayatan berubah-ubah sesuai
serabut otot.
1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke
medial bawah.
Keterangan gambar:
Insisi kulit yang rapi mula-mula dibuat dengan perut bilah pisau. Insisi kedua
mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis
externus.
Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diinsisi searah
dengan seratnya ke arah lateral.
4. Peritoneum dibuka.
Keterangan gambar:
Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar. Peritoneum
sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di bawahnya. Secuil
peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah pinset jaringan De
Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada sisi di sebelah dokter
bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi sampai dia yakin bahwa
hanya peritoneum yang diangkat.
Keterangan gambar:
6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih kuat
karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem
dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang
yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila
terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).
7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.
b. Laparoscopic Appendectomy
1. Fistel berfaeces; Appendicitis gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces; karena benda
asing, tuberculosis
2. Adhesi/perlengketan organ dalam
3. Ileus obstruksi
4. Perdarahan dari traktus digestivus kebanyakan terjadi 24–27 jam setelah
Appendectomy, kadang–kadang setelah 10–14 hari. Sumbernya adalah echymosis
dan erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena emboli retrograd dari
sistem porta ke dalam vena di gaster/ duodenum.
10. Prognosis
Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada tahun
1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang menyebabkan
penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana diagnosis dan terapi
antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, serta
meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat sebelum terjadi perforasi.
Peserta Pendamping
Pembimbing