Anda di halaman 1dari 35

PRESENTASI KASUS DAN PORTOFOLIO

APPENDISITIS AKUT

Pembimbing :
dr. H. Muh. Risal, Sp.B

Pendamping:
dr. Rasfiani, S.Ked

Oleh :
dr. Rini Virliana

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD LAMADDUKKELLENG SENGKANG
WAJO SULAWESI SELATAN
AGUSTUS-NOVEMBER 2020
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal 10 November 2020 di Wahana RSUD Lamadukelleng Wajo
telah di presentasikan portofolio oleh:
Nama : dr. Rini Virliana
Kasus : Appendisitis Akut
Topik : Bedah
Nama Pendamping : dr. Rasfiani, S.Ked
Nama Wahana : RSUD Lamadukelleng Wajo

No. Nama Tanda tangan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.
13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Mengetahui,

Dokter pembimbing Dokter pendamping

(dr. H. Muh Risal, Sp.B) (dr. Rasfiani, S.Ked)


No. ID dan Nama Peserta: dr.Rini Virliana
No. ID Nama Wahana : RSUD Lamaddukkelleng
Topik : Appendisitis Akut
Tanggal ( Kasus) :21 September 2020
NamaPasien : Tn. M No. RM :16026059
Tanggal Presentasi :10 November 2020 Pendamping :dr. Rasfiani, S.Ked
Tempat presentasi :RSUD Lamaddukkelleng
Obyek Presentasi :Dokter Umum dan Dokter Internship RSUD Lamaddukkelleng
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan
Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Nyeri perut kanan bawah dialami sejak 1 bulan, memberat 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk, terus menerus dan tidak menjalar, riwayat
mengkonsumsi anti nyeri namun tidak mengalami perubahan. Nyeri dirasakan semakin bertambah
pada saat pasien menggerakkan badan. Awalnya pasien mengeluh nyeri dirasakan pada daerah
sekitar ulu hati dan pusar lalu berpindah ke perut kanan bawah. Pasien juga tidak nafsu makan serta
mual dan muntah sebanyak 2x berisi makanan 2 hari yang lalu. Demam (+), dialami hilang timbul.
BAB normal. BAK normal. Pola makan pasien tidak teratur dan jarang konsumsi serat.Riwayat
trauma tidak ada. Riwayat menderita hepatitis B kronik bulan Maret 2019. Riwayat pengobatan
sebelumnya terkait keluhan ini belum pernah. Riwayat penyakit hipertensi tidak ada. Riwayat
penyakit DM disangkal. Riwayat penyakit keluarga dengan keluhan yang sama tidak diketahui

Tujuan : menegakkan diagnosis dan tatalaksana pada pasien


BahanBahasan: TinjauanPustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi E-mail Pos

Data Pasien Nama :Tn. M No.Registrasi : 16026059

NamaKlinik RSUD Lamaddukkelleng


Data Utama Bahan Diskusi
Gambaran Klinis : Seorang pria berusia 52 tahun dengan keluhan nyeri perut kanan bawah
dialami sejak 1 bulan, memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti
tertusuk-tusuk, terus menerus dan tidak menjalar, riwayat mengkonsumsi anti nyeri namun tidak
mengalami perubahan. Nyeri dirasakan semakin bertambah pada saat pasien menggerakkan
badan. Awalnya pasien mengeluh nyeri dirasakan pada daerah sekitar ulu hati dan pusar lalu
berpindah ke perut kanan bawah. Pasien juga tidak nafsu makan serta mual dan muntah sebanyak
2x berisi makanan 2 hari yang lalu. Demam (+), dialami hilang timbul. BAB normal. BAK
normal. Pola makan pasien tidak teratur dan jarang konsumsi serat.
Riwayat pengobatan sebelumnya : Konsumsi analgetik
Riwayat kesehatan/penyakit : Riwayat menderita hepatitis B kronik bulan Maret 2019

Riwayat keluarga: -
Riwayat atopi: -
Lain-lain: -
Daftar Pustaka :
1. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendix. In: Sabiston Texbook of Surgery. 17th edition.
Ed:Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Philadelphia: Elsevier Saunders.
2004: 1381-93
2. Jaffe BM, Berger DH. The Appendix. In: Schwartz’s Principles of Surgery Volume 2.

8th edition. Ed: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,

Pollock RE. New York: McGraw Hill Companies Inc. 2005:1119-34

3. Way LW. Appendix. In: Current Surgical Diagnosis & Treatment. 11 edition.

Ed:Way LW. Doherty GM. Boston: McGraw Hill. 2003:668-72

4. Human Anatomy 205. Retrieved at October 20t h 2011 From: http://www

.talkorigins.org/faqs/vestiges/vermiform_Appendix.jpg

5. http://www.med.unifi.it/didonline/annoV/clinchirI/Casiclinici/Caso10/Appendic itis1x. jpg


6. Ellis H, Nathanson LK. Appendix and Appendectomy. In : Maingot’s Abdominal

Operations Vol II. 10th edition. Ed: Zinner Mj, Schwartz SI, Ellis H, Ashley SW,

McFadden DW. Singapore: McGraw Hill Co. 2001: 1191-222

7. Soybel DI. Appedix In: Surgery Basic Science and Clinical Evidence Vol 1. Ed: Norton JA,
Bollinger RR, Chang AE, Lowry SF, Mulvihill SJ, Pass HI, Thompson RW. New York:
Springer Verlag Inc. 2000: 647-62
8. Warsinggih, dr. Sistem Trauma Abdomen Masalah dan Penanganannya. Makassar. Masagena
Press.2018.
Hasil Pembelajaran :
1. Menegakkan diagnosis Appendisitis.
2. Mengetahui penanganan awal pasien appendisitis.
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio
1. Subjektif:
Seorang pria , berusia 52 tahun dengan keluhan nyeri perut kanan bawah dialami sejak 1 bulan
memberat 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk, terus
menerus dan tidak menjalar, riwayat mengkonsumsi anti nyeri namun tidak mengalami
perubahan. Nyeri dirasakan semakin bertambah pada saat pasien menggerakkan badan
Awalnya pasien mengeluh nyeri dirasakan pada daerah sekitar ulu hati dan pusar lalu berpindah
ke perut kanan bawah. Pasien juga tidak nafsu makan serta mual dan muntah sebanyak 2x berisi
makanan 2 hari yang lalu. Demam (+), dialami hilang timbul. BAB normal. BAK normal. Pola
makan pasien tidak teraktur dan jarang konsumsi serat.

Riwayat trauma tidak ada

Riwayat menderita hepatitis B kronik bulan Maret 2019

Riwayat pengobatan sebelumnya terkait keluhan ini belum pernah

Riwayat penyakit hipertensi tidak ada

Riwayat penyakit DM disangkal

Riwayat penyakit keluarga dengan keluhan yang sama tidak diketahui

2. Objektif:

PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Vital
Sakit sedang/gizi baik/compos mentis

Tekanan Darah: 115/64 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 37,7 oC
B. Status Generalis:
Kepala : Normocephal.

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga : tidak ada kelainan

Hidung : tidak ada kelainan

Mulut : sianosis (-)

Leher : kaku kuduk (-), pembesaran KGB (-), pembesaran

kelenjar thyroid (-).

Thorax

Paru: I: Simetris tidak ada retraksi

P: Vocal fremitus sama di kedua hemithorax

P: Sonor di kedua hemithorax

A: Suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung: I: Ictus cordis tidak nampak

P: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)

P: Batas Jantung dalam batas normal

A: Bunyi jantung I dan II murni, regular, murmur

(-)

Abdomen: I: Datar, ikut gerak napas, warna kulit sama dengan sekitar

A: Peristaltik (+), kesan normal

P: timpani

P: Nyeri tekan pada titik Mc Burney (+), rovsing sign (+), blumberg
sign (+)
Hepar/lien tidak teraba
Massa tumor (-)
Rectal Toucher : Spinchter ani mencekik, mukosa licin, ampula kosong, massa
tumor (-), nyeri (-)
Handschoen: Feces (-) darah (-) lendir (-)

Ekstremitas : Akral hangat, petechie (-), CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-),
turgor baik.
C. Pemeriksaan Penunjang

DARAH RUTIN

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


WBC 7.59 5,00-10,0
RBC 4.90 4,00-5,50
HGB 15.1 12,0-17,4
HCT 43.6 36,0-52,0
PLT 181 150-400
NEU% 79.9 40.0-75.0
LYMPH% 13.7 21.0-40.0
MONOSIT% 8.7 3.0-7.0
EO% 0.8 0.0-5.0
BAS% 3.9 0.0-1.5
GDS 101 65-140
SGOT 16 <38
SGPT 12 <41
UREUM 26 10-50
CREATININ 1.49 0.7-1.30
Natrium 140 135-148
Kalium 4.1 3.5-5.0
Chlorida 110 95-105
HBsAg NON REAKTIF NON REAKTIF
Anti HCV NEGATIF NEGATIF
SKOR ALVARADO

Gejala Klinik Value

Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1

Mual/muntah 1

Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Febris 1

Leukositosis 0

Shift to the left 1

JUMLAH 8
3. Diagnosa
Appendisitis Akut

4. Terapi
 IVFD RL 28 tetes per menit
 Ranitidine 50mg/12jam/intravena
 Ceftriaxone 1gram/12jam/intravena
 Puasakan
 Berdasarkan skor Alvarado, diindikasikan pasien ini untuk konsul bedah untuk
dilakukan tindakan operasi.

Tindakan Operasi :
Procedure operasi : Appendektomi
Follow up

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER

22-09-2020 S: Nyeri pada bekas operasi (+), - IVFD Asering 28 tts/menit


09.00 Demam (-), mual muntah (-),
  flatus (+), BAB (+) -inj. Picyn 750mg /12jam/iv

O: KU: baik -inj. Dexketoprofen 50 mg/8jam/iv

Kesadaran: Compos mentis -inj Ranitidin 50 mg/12jam/iv

Nadi: 80 kali/menit - Minum dan makan sedikit-sedikit

Pernapasan: 20 kali/menit -Aff kateter


Suhu: 36,5 C

Thorax: BP vesikuler, Rh -/-, Wh


-/-

Abdomen : Tampak bekas operasi


terbalut dengan kasa steril,
Peristaltik (+) kesan normal.

Urin bag : 600cc

A : POH 1 Appendektomi e.c


Appendisitis Akut

23-09-2020 S: Nyeri pada bekas operasi - Aff infus


09.00 minimal, Demam (-), mual
  muntah (-), flatus (+), BAB (+) . - Ganti obat oral
BAK lancar
- Ganti perban
O: KU: baik
- Rawat jalan, kontrol poli 3 hari
Kesadaran: Compos mentis setelah operasi

Nadi: 78 kali/menit

Pernapasan: 20 kali/menit

Suhu: 36,7 C

Thorax: BP vesiculer, Rh -/-, Wh


-/-

Abdomen : Tampak bekas operasi


terbalut kasa steril, Peristaltik (+)
kesan normal.

A : POH 2 Appendektomi ec
Appendisitis akut
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi, Fisiologi dan Embriologi Appendix

Appendix merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan Colon

ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan Appendix terlihat pada

minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada Caecum. Awalnya Appendix berada

pada apeks Caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica

ileocaecalis. Dalam proses perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir

pada kuadran kanan bawah perut. Appendix selalu berhubungan dengan Taenia caecalis.

Oleh karena itu, lokasi akhir Appendix ditentukan oleh lokasi Caecum.1,2,3

Gambar 1. Appendix vermicularis4

Vaskularisasi Appendix berasal dari percabangan A. ileocolica. Gambaran histologis


Appendix menunjukkan adanya sejumlah folikel limfoid pada submukosanya. Pada usia
15 tahun didapatkan sekitar 200 atau lebih nodul limfoid. Lumen Appendix biasanya
mengalami obliterasi pada orang dewasa. 1,3

Apendiks dipersarafi oleh persarafan parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis


berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri
apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh
karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.8

Gambar 2. Potongan transversa Appendix 5

Panjang Appendix pada orang dewasa bervariasi antara 2-22 cm, dengan rata-rata
panjang 6-9 cm. Meskipun dasar Appendix berhubungan dengan Taenia caealis pada
dasar Caecum, ujung Appendix memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut
yang terjadi apabila Appendix mengalami peradangan. 1,2

Gambar 3. Variasi lokasi Appendix vermicularis1

Awalnya, Appendix dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini, Appendix
dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan Imunoglobulin
terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun Appendix merupakan komponen integral
dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), fungsinya tidak penting dan
Appendectomy tidak akan menjadi suatu predisposisi sepsis atau penyakit
imunodefisiensi lainnya.2

Jaringan limfoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar dua minggu setelah lahir.
Jumlahnya meningkat selama pubertas, menetap saat dewasa, dan kemudian berkurang
mengikuti pertambahan usia. Setelah usia 60 tahun, tidak akan ada jaringan limfoid lagi
di apendiks, dan terjadi obliterasi lumen apendiks komplit.8

2. Insidensi

Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, namun sering pada umur 20-30 tahun.

Namun jarang pada anak kurang dari satu tahun. Appendicitis pada anak-anak, terutama pada

anak usia prasekolah masih tetap memiliki angka morbiditas yang signifikan. Diagnosis

Appendicitis acuta pada anak kadang-kadang sulit. Hanya 50-70% kasus yang bisa didiagnosis

dengan tepat pada saat penilaian awal. 2,8

3. Etiologi dan Patofisiologi

Obstruksi lumen adalah penyebab utama pada Appendicitis acuta. Fecalith


merupakan penyebab umum obstruksi Appendix, yaitu sekitar 20% pada anak dengan
Appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi Appendix. Penyebab yang
lebih jarang adalah hiperplasia jaringan limfoid di sub mukosa Appendix, barium yang
mengering pada pemeriksaan sinar X, biji-bijian, gallstone, cacing usus terutama
Oxyuris vermicularis. Reaksi jaringan limfatik, baik lokal maupun generalisata, dapat
disebabkan oleh infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit
seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris.
Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik, seperti
measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Insidensi Appendicitis juga meningkat pada
pasien dengan cystic fibrosis. Hal tersebut terjadi karena perubahan pada kelenjar yang
mensekresi mukus. Obstruksi Appendix juga dapat terjadi akibat tumor carcinoid,
khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, corpus
alienum seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya
Appendicitis. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya Appendicitis adalah trauma,
stress psikologis, dan herediter.6

Frekuensi obstruksi meningkat sejalan dengan keparahan proses inflamasi. Fecalith


ditemukan pada 40% kasus Appendicitis acuta sederhana, sekitar 65% pada kasus
Appendicitis gangrenosa tanpa perforasi, dan 90% pada kasus Appendicitis acuta
gangrenosa dengan perforasi. 1,2,6,7

Gambar 3.1. Appendicitis (dengan fecalith) 8

Obstruksi lumen akibat adanya sumbatan pada bagian proksimal dan sekresi normal
mukosa Appendix segera menyebabkan distensi. Kapasitas lumen pada Appendix
normal 0,1 mL. Sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan
intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang akhiran serabut saraf aferen nyeri
visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar, nyeri difus pada perut tengah atau di
bawah epigastrium. 2

Distensi berlanjut tidak hanya dari sekresi mukosa, tetapi juga dari pertumbuhan
bakteri yang cepat di Appendix. Sejalan dengan peningkatan tekanan organ melebihi
tekanan vena, aliran kapiler dan vena terhambat menyebabkan kongesti vaskular. Akan
tetapi aliran arteriol tidak terhambat. Distensi biasanya menimbulkan refleks mual,
muntah, dan nyeri yang lebih nyata. Proses inflamasi segera melibatkan serosa
Appendix dan peritoneum parietal pada regio ini, mengakibatkan perpindahan nyeri
yang khas ke RLQ. 2,6,7

Mukosa gastrointestinal termasuk Appendix, sangat rentan terhadap kekurangan


suplai darah. Dengan bertambahnya distensi yang melampaui tekanan arteriol, daerah
dengan suplai darah yang paling sedikit akan mengalami kerusakan paling parah.
Dengan adanya distensi, invasi bakteri, gangguan vaskuler, infark jaringan, terjadi
perforasi biasanya pada salah satu daerah infark di batas antemesenterik. 1,2,6,7

Di awal proses peradangan Appendix, pasien akan mengalami gejala gangguan


gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB,
dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis Appendicitis,
khususnya pada anak-anak.6

Distensi Appendix menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral yang


dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri tumpul
di dermatom Th 10. Distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah
dalam beberapa jam setelah timbul nyeri perut. Jika mual muntah timbul mendahului
nyeri perut, dapat dipikirkan diagnosis lain.6

Appendix yang mengalami obstruksi merupakan tempat yang baik bagi


perkembangbiakan bakteri. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfatik sehingga terjadi oedem yang lebih hebat. Hal-hal tersebut
semakin meningkatan tekanan intraluminal Appendix. Akhirnya, peningkatan tekanan
ini menyebabkan gangguan aliran sistem vaskularisasi Appendix yang menyebabkan
iskhemia jaringan intraluminal Appendix, infark, dan gangren. Setelah itu, bakteri
melakukan invasi ke dinding Appendix; diikuti demam, takikardia, dan leukositosis
akibat pelepasan mediator inflamasi karena iskhemia jaringan. Ketika eksudat inflamasi
yang berasal dari dinding Appendix berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut
saraf somatik akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi Appendix,
khususnya di titik Mc Burney’s. Jarang terjadi nyeri somatik pada kuadran kanan bawah
tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal
atau di pelvis, nyeri somatik biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai
peritoneum parietale sebelum terjadi perforasi Appendix dan penyebaran infeksi. Nyeri
pada Appendix yang berlokasi di retrocaecal dapat timbul di punggung atau pinggang.
Appendix yang berlokasi di pelvis, yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis
dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya.
Inflamasi ureter atau Vesica urinaria akibat penyebaran infeksi Appendicitis dapat
menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine. 6

Perforasi Appendix akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis


difus. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan
kemampuan tubuh pasien berespon terhadap perforasi tersebut. Tanda perforasi
Appendix mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan
gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi
perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus
lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak memiliki jaringan lemak omentum,
sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi.
Perforasi yang terjadi pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk
terjadi abscess. Abscess tersebut dapat diketahui dari adanya massa pada palpasi
abdomen pada saat pemeriksaan fisik.6

Konstipasi jarang dijumpai. Tenesmus ad ani sering dijumpai. Diare sering dijumpai
pada anak-anak, yang terjadi dalam jangka waktu yang pendek, akibat iritasi Ileum
terminalis atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.6

Seperti yang dikatakan di atas tersebut, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid
merupakan penyebab tersering obstruksi lumen appendiks, hal ini menimbulkan ulserasi
mukosa sampai kerusakan lapisan dinding appendiks, terjadi perpindahan kuman dari
lumen masuk ke dalam submucosa maka terjadilah keadaan yang disebut appendiks fokal
(appendisits kataralis). Dengan adanya kuman di submucosa makan tubuh akan bereaksi
berupa peradangan supurativa yang menghasilkan pus maka terjadilah keadaan yang
disebut appendicitis supuratif/plegmonosa. Keluarnya pus dari dinding yang masuk ke
dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan intraluminer meningkat, sehingga
desakan pada dinding apendiks bertambah besar menyebabkan gangguan pada sistem vasa
dinding apendiks. Mula-mula akan terjadi penekanan pada vasa limfatika, kemudian vena
dan terakhir arteri, akibatnya terjadi edema dan iskemia, infark, lalu menjadi gangren
didaerah antemesenterial yang relatif miskin vaskularisasi. Gangren biasanya di tengah-
tengah apendiks dan berbentuk ellipsoid. Keadaan ini disebut apendisitis gangrenosa.
Proses awal ini terjadi dalam waktu 12 – 24 jam pertama. Bila keadaan ini akan terus
berlanjut dimana dinding apendiks akan mengalami perforasi, sehingga material
intraluminer yang infeksius akan tercurah kedalam rongga peritoneum. Hasil akhir dari
proses peradangan tersebut tergantung dari kemampuan organ dan omentum untuk
mengatasi infeksi tersebut, apabila fungsi omentum baik, tempat yang mengalami perforasi
akan ditutup oleh omentum (“Walling off “), maka terjadilah infiltrat periapendikular.
Apabila terjadi pernanahan maka akan terbentuk suatu rongga yang berisi nanah di sekitar
apendiks, terjadilah abses periapendikular. Apabila omentum belum berfungsi baik,
material infeksius akan menyebar di sekitar apendiks dan terjadi peritonitis lokal. Namun
jika infeksi tidak bisa diatasi akan terjadi peritonitis umum. Pada anak-anak omentum
belum berkembang dengan sempurna, sering mengakibatkan apendiks cepat mengalami
komplikasi. Apendisitis rekurens adalah apendisitis secara klinis memberikan serangan
berulang, durante operasi maupun pemeriksaan histopatologis didapatkan tanda peradangan
akut. Apendisitis kronis adalah apendisitis secara klinis serangan sudah lebih dari 2
minggu, penemuan durante operasi maupun pemeriksaan histopatologis ditemukan
inflamasi khronis berupa perlekatan, tertekuk, terputar, kinking, stenosis partial, berisi
mucus, atau fragmentasi oleh jaringan parut.6

4. Manifestasi Klinis
4.1 Gejala Klinis

Gejala Appendicitis acuta umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan
nyeri perut yang didahului anoreksia.12,13 Gejala utama Appendicitis acuta adalah nyeri
perut. Awalnya, nyeri dirasakan difus terpusat di epigastrium, lalu menetap, kadang
disertai kram yang hilang timbul. Durasi nyeri berkisar antara 1-12 jam, dengan rata-
rata 4-6 jam. Nyeri yang menetap ini umumnya terlokalisasi di RLQ. Variasi dari
lokasi anatomi Appendix berpengaruh terhadap lokasi nyeri, sebagai contoh; Appendix
yang panjang dengan ujungnya yang inflamasi di LLQ menyebabkan nyeri di daerah
tersebut, Appendix di daerah pelvis menyebabkan nyeri suprapubis, retroileal
Appendix dapat menyebabkan nyeri testicular. 1,2,3,7,8

Umumnya, pasien mengalami demam saat terjadi inflamasi Appendix, biasanya


suhu naik hingga 38oC. Tetapi pada keadaan perforasi, suhu tubuh meningkat hingga >
39oC. Anoreksia hampir selalu menyertai Appendicitis. Pada 75% pasien dijumpai
muntah yang umumnya hanya terjadi satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh
stimulasi saraf dan ileus. Umumnya, urutan munculnya gejala Appendicitis adalah
anoreksia, diikuti nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka
diagnosis Appendicitis diragukan. Muntah yang timbul sebelum nyeri abdomen
mengarah pada diagnosis gastroenteritis. 2

Sebagian besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak
pasien yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada
beberapa pasien terutama anak-anak. Diare dapat timbul setelah terjadinya perforasi
Appendix. 2,3

Skor Alvarado

Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu; skor <6 dan skor >6. Selanjutnya
ditentukan apakah akan dilakukan Appendectomy. Setelah Appendectomy, dilakukan
pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasil PA diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu radang akut dan bukan radang akut.5

Tabel 2 Alvarado scale untuk membantu menegakkan diagnosis.2

Gejala Klinik Value

Gejala Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia 1
Mual/muntah 1

Tanda Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Febris 1

Lab Leukositosis 2

Shift to the left 1

Total poin 10

 Skor 1-4
Bukan appendicitis akut, pada pasien ini diberikan terapi simptomatik,
diperbolehkan pulang dengan catatan kembali jika gejala menetap atau semakin
memburuk
 Skor 5-6
Curiga appendicitis akut, pada pasien ini dilakukan observasi selama 24jam di
rumah sakit dengan re-evaluasi data klinis dan skor Alvarado. Pasien dibolehkan
pulang jika skor lebih rendah dari penilaian awal dengan catatan kembali jika
gejala menetap atau semakin memburuk
 Skor 7-10
Appendicitis akut, pada pasien ini harus segera dilakukan operasi appendektomi
cito

Pada pemeriksaan fisik, perubahan suara bising usus berhubungan dengan tingkat
inflamasi pada Appendix. Hampir semua pasien merasa nyeri pada nyeri lokal di titik Mc
Burney’s. Tetapi pasien dengan Appendix retrocaecal menunjukkan gejala lokal yang
minimal. Adanya psoas sign, obturator sign, dan Rovsing’s sign bersifat konfirmasi
dibanding diagnostik. Pemeriksaan rectal toucher juga bersifat konfirmasi dibanding
diagnostik, khususnya pada pasien dengan pelvis abscess karena ruptur Appendix.6

Diagnosis Appendicitis sulit dilakukan pada pasien yang terlalu muda atau terlalu tua.
Pada kedua kelompok tersebut, diagnosis biasanya sering terlambat sehingga
Appendicitisnya telah mengalami perforasi. Pada awal perjalanan penyakit pada bayi,
hanya dijumpai gejala letargi, irritabilitas, dan anoreksia. Selanjutnya, muncul gejala
muntah, demam, dan nyeri.7

4.2 Tanda Klinis

Anak-anak dengan Appendicitis biasanya lebih tenang jika berbaring dengan gerakan
yang minimal. Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak, pada akhirnya jarang didiagnosis
sebagai Appendicitis, kecuali pada anak dengan Appendicitis letak retrocaecal. Pada
Appendicitis letak retrocaecal, terjadi perangsangan ureter sehingga nyeri yang timbul
menyerupai nyeri pada kolik renal.6

Penderita appendicitis umumnya lebih menyukai sikap jongkok pada paha kanan,
karena pada sikap itu Caecum tertekan sehingga isi caecum berkurang. Hal tersebut
akan mengurangi tekanan ke arah Appendix sehingga nyeri perut berkurang. 6

Gambar 4. Posisi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri perut7

Appendix umumnya terletak di sekitar McBurney. Namun perlu diingat bahwa letak
anatomis Appendix sebenarnya dapat pada semua titik, 360o mengelilingi pangkal Caecum.
Appendicitis letak retrocaecal dapat diketahui dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina
iliaca posterior superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rectal.6
Secara teori, peradangan akut Appendix dapat dicurigai dengan adanya nyeri pada
pemeriksaan rektum (Rectal toucher). Namun, pemeriksaan ini tidak spesifik untuk
Appendicitis. Jika tanda-tanda Appendicitis lain telah positif, maka pemeriksaan rectal
toucher tidak diperlukan lagi.6

Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik:

 Rovsing sign
Jika LLQ ditekan, maka terasa nyeri di RLQ. Hal ini menggambarkan iritasi peritoneum.
 Psoas sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut pasien dan
tangan kiri menstabilkan panggulnya. Kemudian tungkai kanan pasien digerakkan dalam
arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini menggambarkan kekakuan musculus psoas
kanan akibat refleks atau iritasi langsung yang berasal dari peradangan Appendix.
Manuver ini tidak bermanfaat bila telah terjadi rigiditas abdomen.
 Obturator sign
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki kanan pasien
sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian pemeriksa memposisikan sendi lutut
pasien dalam posisi fleksi dan articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian
eksorotasi. Tes ini positif jika pasien merasa nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri
pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi Appendix, abscess lokal, iritasi M.
Obturatorius oleh Appendicitis letak retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.
 Blumberg sign
Pemeriksa menekan di LLQ kemudian melepaskannya. Manuver ini dikatakan positif
bila pada saat dilepaskan, pasien merasakan nyeri di RLQ
 Dunphy sign
Pertambahan nyeri pada RLQ dengan batuk
 Kocher sign
Nyeri yang awalnya pada daerah epigastrium atau paraumbilical kemudian berpindah ke
RLQ

5. Pemeriksaan Penunjang

5.1 Laboratorium
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/ mm3, biasanya didapatkan pada
keadaan akut, Appendicitis tanpa komplikasi dan sering disertai predominan
polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih normal tidak ditemukan shift to
the left pergeseran ke kiri, diagnosis Appendicitis acuta harus dipertimbangkan. Jarang
hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/ mm 3 pada Appendicitis tanpa komplikasi.
Hitung jenis sel darah putih di atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya
perforasi Appendix dengan atau tanpa absces. CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu
reaktan fase akut yang disintesis oleh hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah
dalam serum mulai meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.

Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP ≥ 8 mcg/mL, hitung leukosit ≥ 11000,
dan persentase neutrofil ≥ 75% memiliki sensitivitas 86%, dan spesifisitas 90.7%.

Pemeriksaan urine bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi dari saluran


kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit dari iritasi Urethra atau
Vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi Appendix, pada Appendicitis acuta
dalam sample urine catheter tidak akan ditemukan bakteriuria.

5.2 Ultrasonografi ,2,6,7

Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis Appendicitis. Appendix


diidentifikasi/ dikenal sebagai suatu akhiran yang kabur, bagian usus yang nonperistaltik
yang berasal dari Caecum. Dengan penekanan yang maksimal, Appendix diukur dalam
diameter anterior-posterior. Penilaian dikatakan positif bila tanpa kompresi ukuran anterior-
posterior Appendix 6 mm atau lebih. Ditemukannya appendicolith akan mendukung
diagnosis. Gambaran USG dari Appendix normal, yang dengan tekanan ringan merupakan
struktur akhiran tubuler yang kabur berukuran 5 mm atau kurang, akan menyingkirkan
diagnosis Appendicitis acuta. Penilaian dikatakan negatif bila Appendix tidak terlihat dan
tidak tampak adanya cairan atau massa pericaecal. Sewaktu diagnosis Appendicitis acuta
tersingkir dengan USG, pengamatan singkat dari organ lain dalam rongga abdomen harus
dilakukan untuk mencari diagnosis lain. Pada wanita-wanita usia reproduktif, organ-organ
panggul harus dilihat baik dengan pemeriksaan transabdominal maupun endovagina agar
dapat menyingkirkan penyakit ginekologi yang mungkin menyebabkan nyeri akut abdomen.
Diagnosis Appendicitis acuta dengan USG telah dilaporkan sensitifitasnya sebesar 78%-
96% dan spesifitasnya sebesar 85%-98%. USG sama efektifnya pada anak-anak dan wanita
hamil, walaupun penerapannya terbatas pada kehamilan lanjut.

USG memiliki batasan-batasan tertentu dan hasilnya tergantung pada pemakai.


Penilaian positif palsu dapat terjadi dengan ditemukannya periappendicitis dari peradangan
sekitarnya, dilatasi Tuba fallopi, benda asing (inspissated stool) yang dapat menyerupai
appendicolith, dan pasien obesitas Appendix mungkin tidak tertekan karena proses
inflamasi Appendix yang akut melainkan karena terlalu banyak lemak. USG negatif palsu
dapat terjadi bila Appendicitis terbatas hanya pada ujung Appendix, letak retrocaecal,
Appendix dinilai membesar dan dikelirukan oleh usus kecil, atau bila Appendix mengalami
perforasi oleh karena tekanan.

5.3. Pemeriksaan radiologi1,2,6,7

Foto polos abdomen jarang membantu diagnosis Appendicitis acuta, tetapi dapat sangat
bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada pasien Appendicitis acuta,
kadang dapat terlihat gambaran abnormal udara dalam usus, hal ini merupakan temuan yang
tidak spesifik. Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tapi bila ditemukan sangat
mendukung diagnosis. Foto thorax kadang disarankan untuk menyingkirkan adanya nyeri
alih dari proses pneumoni lobus kanan bawah.

Teknik radiografi tambahan meliputi CT Scan, barium enema, dan radioisotop leukosit.
Meskipun CT Scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada USG, tapi jauh lebih
mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT Scan diperiksa terutama saat dicurigai
adanya Abscess appendix untuk melakukan percutaneous drainage secara tepat.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan barium enema tergantung pada penemuan yang
tidak spesifik akibat dari masa ekstrinsik pada Caecum dan Appendix yang kosong dan
dihubungkan dengan ketepatan yang berkisar antara 50-48 %. Pemeriksaan radiografi dari
pasien suspek Appendicitis harus dipersiapkan untuk pasien yang diagnosisnya diragukan
dan tidak boleh ditunda atau diganti, memerlukan operasi segera saat ada indikasi klinis.

6. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari Appendicitis acuta pada dasarnya adalah diagnosis dari akut
abdomen. Hal ini karena manifestasi klinik yang tidak spesifik untuk suatu penyakit tetapi
spesifik untuk suatu gangguan fisiologi atau gangguan fungsi. Jadi pada dasarnya gambaran
klinis yang identik dapat diperoleh dari berbagai proses akut di dalam atau di sekitar cavum
peritoneum yang mengakibatkan perubahan yang sama seperti Appendicitis acuta. 2,6

Ada beberapa keadaan yang merupakan kontraindikasi operasi, namun pada umumnya
proses-proses penyakit yang diagnosisnya sering dikacaukan oleh Appendicitis sebagian
besar juga merupakan masalah pembedahan atau tidak akan menjadi lebih buruk dengan
pembedahan. Diagnosis banding Appendicitis tergantung dari 3 faktor utama: lokasi
anatomi dari inflamasi Appendix, tingkatan dari proses dari yang simple sampai yang
perforasi, serta umur dan jenis kelamin pasien. 2,6

1.Gastroenteritis akut

Penyakit ini sangat umum pada anak-anak tapi biasanya mudah dibedakan dengan
Appendicitis. Gastroentritis karena virus merupakan salah satu infeksi akut self limited
dari berbagai macam sebab, yang ditandai dengan adanya diare, mual, dan muntah. Pada
gastroenteritis, mual muntah dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri perut lebih ringan
dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis
kurang menonjol jika dibandingkan dengan apendisitis. Hasil pemeriksaan laboratorium
biasanya normal.8

2.Peradangan pelvis
Tuba falopi kanan dan ovarium terletak dekat apendiks. Radang kedua organ ini
sering bersamaan, sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adneksitis. Untuk
menegakkan diagnosis penyakit ini, harus ada riwayat kontak seksual. Suhu pasien
biasanya lebih tinggi daripada apendisitis, dan nyeri perut bagian bawah lebih
difus.biasanya disertai keputihan. Pada colok vagina, jika uterus digoyangkan, maka
akan terasa nyeri. 8
3.Ileitis
Berkaitan dengan diare dan seringkali beriwayat kronis, tetapi tidak jarang terjadi
anoreksia, mual dan muntah. Jika ditemukan pada laparotomi, apendektomi insidental
diindikasikan untuk menghilangkan gejala yang membingungkan.8
4.Diverticulitis Meckel

Penyakit ini menimbulkan gambaran klinis yang sangat mirip Appendicitis acuta.
Perbedaan preoperatif hanyalah secara teoritis dan tidak penting karena Diverticulitis
Meckel dihubungkan dengan komplikasi yang sama seperti Appendicitis dan
memerlukan terapi yang sama yaitu operasi segera. Meskipun divertikulitis biasanya
terjadi di perut bagian kiri, terkadang terjadi pula di sebelah kanan. Jika terjadi
peradangan dan ruptur divertikulum, gejala klinisnya akan sukar dibedakan dengan
apendisitis.8

5. Intususseption

Sangat berlawanan dengan Diverticulitis Meckel, sangat penting untuk membedakan


Intususseption dari Appendicitis acuta karena terapinya sangat berbeda. Umur pasien
sangat penting, Appendicitis sangat jarang dibawah umur 2 tahun, sedangkan
Intususseption idiopatik hampir semuanya terjadi di bawah umur 2 tahun. Pasien
biasanya mengeluarkan tinja yang berdarah dan berlendir. Massa berbentuk sosis dapat
teraba di RLQ. Terapi yang dipilih pada intususseption bila tidak ada tanda-tanda
peritonitis adalah barium enema, sedangkan terapi pemberian barium enema pada pasien
Appendicitis acuta sangat berbahaya.8

6. Batu ureter atau batu ginjal


Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan
gambaran khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi
intravena dapat memastikan penyakit tersebut.8

7. Infeksi Saluran Kemih

Pyelonephritis acuta, terutama yang terletak di sisi kanan dapat menyerupai


Appendicitis acuta letak retroileal. Rasa dingin, nyeri costo vertebra kanan, dan terutama
pemeriksaan urine biasanya cukup untuk membedakan keduanya.

8. Kehamilan ektopik terganggu


Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi
ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri mendadak
difus di daerah pelvis, dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pemeriksaan colok
vagina menghasilkan bukti berupa nyeri dan penonjolan pada kavum Douglas.
Kuldosentesis menghasilkan bukti berupa darah.8

7. Komplikasi

 Periappendikular infiltrate
 Apendisitis perforasi
 Apendisitis rekuren
 Apendisitis kronik

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien Appendicitis acuta yaitu 1,2,3,6,7

1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan

didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.


Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika profilaksis
harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan single dose dipilih
antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob.

Teknik operasi Appendectomy 1,2,6,:

a. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit:

Horizontal Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:


a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan/ incisi dibuat pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot
disisihkan ke medial. Terdapat 2 fasia, sehingga fascia harus diklem sampai saat
penutupan vagina M. rectus abdominis agar tidak tertinggal saat penjahitan. Bila
yang terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi hernia sikatrikalis.

sayatan M.rectus abd

M.rectus abd. tarik ke medial

2 lapis
b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting Sayatan berubah-ubah sesuai
serabut otot.
1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari lateral atas ke
medial bawah.

Keterangan gambar:

Insisi kulit yang rapi mula-mula dibuat dengan perut bilah pisau. Insisi kedua
mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis
externus.

2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas ke lateral bawah.

Keterangan gambar:

Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus diinsisi searah
dengan seratnya ke arah lateral.

3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal


Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak
terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus dan
pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara M.
obliquus externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan merobek
pembuluh dan membahayakan saraf.

4. Peritoneum dibuka.

Keterangan gambar:

Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan yang terpapar. Peritoneum
sering nampak meradang, menggambarkan proses yang ada di bawahnya. Secuil
peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah pinset jaringan De
Bakey. Asisten juga mengangkat dengan cara yang sama pada sisi di sebelah dokter
bedah. Dokter bedah melepaskan pinset, memasang lagi sampai dia yakin bahwa
hanya peritoneum yang diangkat.

5. Caecum dicari kemudian dikeluarkan kemudian taenia libera ditelusuri untuk


mencari Appendix. Setelah Appendix ditemukan, Appendix diklem dengan klem
Babcock dengan arah selalu ke atas (untuk mencegah kontaminasi ke jaringan
sekitarnya).
Appendix dibebaskan dari mesoappendix dengan cara:
Mesoappenddix ditembus dengan sonde kocher dan pada kedua sisinya, diklem,
kemudian dipotong di antara 2 ikatan.

Keterangan gambar:

Appendix dengan hati-hati diangkat agar mesenteriumnya teregang. Klem Babcock


melingkari appenddix dan satu klem dimasukkan lewat mesenterium seperti pada
gambar. Cara lainnya ialah dengan mengklem ujung bebas mesenterium di bawah
ujung appenddix. Appendix tak boleh terlalu banyak diraba dan dipegang agar tidak
menyebarkan kontaminasi.

6. Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur sehingga ikatan jadi lebih kuat
karena mukosa terputus sambil membuang fecalith ke arah Caecum). Klem
dipindahkan sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan benang
yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak terbentuk rongga dan bila
terbentuk pus akan masuk ke dalam Caecum).
7. Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi betadine.

8. Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan cara:

a. Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung Appendix diinversikan ke


dalam Caecum. Tabak sak dapat ditambah dengan jahitan Z.
b. Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak diabsorbsi. Resiko kontaminasi
dan adhesi.
c. Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya bila puntung rapuh, dapat
dilakukan penjahitan 2 lapis seperti pada perforasi usus.
9. Bila no.7 tidak dapat dilakukan, maka Appendix dipotong dulu, baru dilepaskan dan
mesenteriolumnya (retrograde).
10. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis.

b. Laparoscopic Appendectomy

Laparoscopy merupakan teknik bedah invasif minimal yang menggunakan alat-alat


berdiameter kecil untuk menggantikan tangan dokter bedah melakukan prosedur bedah di
dalam rongga perut. Dengan kamera mini, sehingga dokter bedah melakukan pembedahan
dengan melihat layar monitor dan mengoperasikan alat-alat tersebut dengan kedua
tangannya. Laparoscopy dapat dipakai sebagai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien
dengan nyeri akut abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopy sangat berguna
untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Dengan menggunakan
laparoscope akan mudah membedakan penyakit akut ginekologi dari Appendicitis acuta.1

Gambar 3.10. Posisi operasi Laparoscopic Appendectomy 1

9. Komplikasi Post Operasi

1. Fistel berfaeces; Appendicitis gangrenosa, maupun fistel tak berfaeces; karena benda
asing, tuberculosis
2. Adhesi/perlengketan organ dalam
3. Ileus obstruksi
4. Perdarahan dari traktus digestivus kebanyakan terjadi 24–27 jam setelah
Appendectomy, kadang–kadang setelah 10–14 hari. Sumbernya adalah echymosis
dan erosi kecil pada gaster dan jejunum, mungkin karena emboli retrograd dari
sistem porta ke dalam vena di gaster/ duodenum.

10. Prognosis

Mortalitas dari Appendicitis di USA menurun terus dari 9,9% per 100.000 pada tahun

1939 sampai 0,2% per 100.000 pada tahun 1986. Faktor- faktor yang menyebabkan

penurunan secara signifikan insidensi Appendicitis adalah sarana diagnosis dan terapi

antibiotika, cairan i.v., yang semakin baik, ketersediaan darah dan plasma, serta

meningkatnya persentase pasien yang mendapat terapi tepat sebelum terjadi perforasi.

Peserta Pendamping

(dr. Rini Virliana, S.Ked) (dr. Rasfiani, S.Ked)

Pembimbing

(dr. H. Muh Risal, Sp.B)

Anda mungkin juga menyukai