PTERYGIUM
Oleh:
Dimitra Liany, S.Ked
K1A1 14 013
Pembimbing
dr. Melvin Manuel Philips, Sp. M
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : K1A114013
Judulkasus : Pterigium
klinik pada Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Halu
Oleo.
Mengetahui,
Pembimbing
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Umur : 47 tahun
Suku : Tolaki
Agama : Islam
Rekam Medik : 20 XX XX
B. ANAMNESIS
Anamnesis terpimpin :
Pasien datang ke poli mata RSUD Kota Kendari dengan keluhan mata
kiri berair dan mata terasa perih, mata merah serta pasien merasakan seperti
ada sesuatu yang mengganjal saat pasien menutup mata kirinya. Hal ini
dirasakan sejak kurang lebih sekitar 4 bulan yang lalu. Pasien juga
kontak dengan kerabat yang mempunyai keluhan serupa (-), Riwayat trauma
2
(-), Riwayat memakai kacamata (-), Riwayat alergi (-), Riwayat penyakit
C. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
1. Inspeksi
No Pemeriksaan OD OS
.
6. Mekanisme
muscular
2. Palpasi
No. Pemeriksaan OD OS
3
2. Nyeri Tekan (-) (-)
fibrovaskular (+) yang sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih 2
mm melewati kornea, kornea jernih, iris coklat kripte (+), pupil bulat
4
11. Fluorescent Test : Tidak dilakukan pemeriksaan
D. RESUME
keluhan mata kiri berair disertai mata terasa perih, mata merah dan pasien
merasakan seperti ada yang mengganjal ketika menutup mata kirinya. Hal ini
dirasakan sejak kurang lebih sekitar 4 bulan yang lalu. Pasien juga
Riwayat penyakit mata sebelumnya (-), Riwayat kontak dengan kerabat yang
kacamata (-), Riwayat alergi (-), Riwayat penyakit dalam keluarga (-),
berbentuk segitiga. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD 6/6 VOS 6/6.
fibrovaskular (+) yang sudah melewati limbus kornea tetapi tidak melebihi 2
mm melewati kornea.
E. DIAGNOSIS
Pterigium grade II OS
F. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Tobroson 4 x 1 gtt OS
5
Non medikamentosa
- Edukasi pasien untuk mengurangi paparan sinar matahari, debu, dan asap.
G. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
H. GAMBAR KLINIS
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
fissura palpebra.1
Bagian ini melekat kuat pada seluruh tarsal kelopak mata atas. Pada
7
epitel kornea. Bagian ini dipisahkan dari sklera anterior oleh jaringan
episcleral dan kapsul Tenon. Terdapat sebuah dataran tinggi 3-mm dari
yang terputus hanya pada sisi medial oleh caruncle dan plica semilunaris.
konjungtiva palpebralis.
1. Kelenjar sekresi musin. Terdiri dari sel goblet (kelenjar uniseluler yang
8
dan kelenjar Manz (ditemukan dalam konjungtiva limbal). Kelenjar-
dan konjungtiva.
sepanjang batas atas tarsus superior dan sepanjang batas bawah tarsus
inferior).
9
arteri ciliaris anterior. Cabang terminal arteri konjungtiva posterior
Sistem ini dari sisi lateral bermuara ke limfonodus preaurikuler dan sisi
memiliki 2 lapis epitel: lapisan superficial terdiri dari sel-sel silinder dan
lapisan dalam terdiri dari sel-sel datar. Konjungtiva forniks dan bulbaris
lapisan tengah terdiri dari sel polyhedral dan lapisan dalam terdiri dari
10
2. Lapisan adenoid. Lapisan ini disebut juga lapisan limfoid dan terdiri
ini tidak di temukan ketika bayi lahir tapi akan berkembang setelah 3-4
3. Lapisan fibrosa. Lapisan ini terdiri dari serat kolagen dan serat elastis.
11
B. Definisi
bagian sentral atau di daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila
terjadi iritasi, akan berwarna merah, dan dapat mengenai kedua mata. 2
C. Epidemiologi
iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering.
Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah
yang terletak kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi
tinggi sampai 22% di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah
Maluku (18,0%) dan Nusa Tenggara Barat (17,0%). Provinsi DKI Jakarta
Banten 3,9 persen. Prevalensi pterygium dan kekeruhan kornea pada laki-laki
12
responden yang tidak sekolah. Petani/nelayan/buruh mempunyai prevalensi
ke-2 dan ke-3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49.
Kejadian berulang (rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua.
D. Faktor Risiko
radiasi UV matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara, dan faktor
herediter.
1. Radiasi Ultraviolet
Letak lintang, waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga
13
2. Faktor Genetik
3. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer
terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis
Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel
tertentu, dry eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium.5
E. Etiologi
lebih sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu
gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap
daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan
salah satu teori. Tingginya insiden pterygium pada daerah dingin, iklim
14
Efek merusak dari sinar UV menyebabkan penurunan sel induk limbal
dan proliferasi sel. Radiasi cahaya UV tipe B menjadi faktor lingkungan yang
melaporkan bahwa gen p53 dan human papilloma virus dapat juga terlibat
F. Patogenesis
menerus terpapar radiasi matahari yang berlebihan. Dalam hal ini sinar UV
ekstraselular. 10
pterigium. Disebutkan bahwa radiasi sinar ultra violet B sebagai salah satu
pada gen suppressor tumor p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus
15
inflamasi. Lapisan epitel dapat saja normal, menebal atau menipis dan
pada ekspresi beberapa jenis sitokin dalam sel, seperti reseptor faktor
dalam migrasi sel epitel melalui reseptor integrin dan IL-8 melakukan
dalam pterigium antara lain ialah epidermal growth factor (EGF) dan EGF
oleh fibroblast korneal saat terjadi inflamasi atau adanya stimulus yang
16
dibandingkan dengan konjungtiva normal melalui studi imunohistokimia.
menunjukkan basofilia bila dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini
juga bisa dicat dengan cat untuk jaringan elastik akan tetapi bukan jaringan
elastik yang sebenarnya, oleh karena jaringan ini tidak bisa dihancurkan oleh
elastase.8
G. Manifestasi Klinis
keluhan mata iritatif, merah, dan mungkin menimbulkan astigmat yang akan
pada pria yang lebih tua yang melakukan pekerjaan di luar ruangan.
pada konjungtiva biasanya pada sisi hidung,tetapi juga dapat terjadi pada sisi
1. Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada
17
( line/Stocker’s line) dapat dilihat pada bagian anterior kepala. Area ini
3. Bagian badan atau ekor, merupakan bagian yang mobile (dapat bergerak),
bergejala ketika bagian kepalanya menginvasi bagian tengah kornea dan aksis
H. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
18
Pasien dengan Pterigium datang dengan berbagai keluhan, mulai
elevasi lesi dari konjungtiva dan dekat kornea pada satu atau kedua mata.9
diplopia.9,2
2. Pemeriksaan Fisik
infiltrat kecil. Biasanya terdiri dari bagian kepala, cap, dan badan.
sebagian mata.9,2
3. Pemeriksaan Penunjang
19
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada Pterigium
mm melewati kornea
c. Derajat III : jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir
20
Gambar 5. Berdasarkan Derajat
I. Diagnosis Banding
1. Pinguekula
rangsangan sinar matahari, debu,angin, dan panas. Letak bercak ini pada
21
2. Pseudopterigium
kornea yang cacat akibat ulkus. Sering terjadi saat proses penyembuhan
Gambar 7. PseudoPterigium
J. Penatalaksanaan
a. Edukasi
22
penglihatan. Lindungi mata dari sinar matahari, debu, dan udara kering
2. Terapi Medikamentosa
a. Topikal
1) Mytomicin C
sekunder.11
2) Bevacizumab
23
Penggunaan topical 2,5 mg/ml 2 tetes per hari terlihat
38,04%.12
3) Loteprednol etabonate
Bila terdapat tanda radang beri air mata buatan bila perlu
perbaikan.2,9
5) Kemoterapi
6) Iradiasi beta
24
Penggunaan iradiasi beta biasanya sebagai dosis tunggal
3. Terapi Operatif
keganansan.6
yang sama atau mata lainnya saat ini adalah teknik yang diminati.
25
a. Setelah anestesi topikal, mata dibersihkan, ditutup dan dibuka
berikut:
sklera
26
Gambar 8. Teknik Bedah eksisi pterigium
graft dilekatkan dengan sclera dengan menggunakan lem fibrin. Hal ini
berulang.8,11,13
27
Konjungtival autograft adalah terapi yang paling efektif karena
konjungtiva autograft.8,11,13
K. Komplikasi
28
L. Prognosis
Kebanyakan pasien dapat beraktivitas lagi setelah 48 jam post operasi. Pasien
dengan Pterigium rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan
29
BAB III
PEMBAHASAN
keluhan mata kiri berair disertai mata terasa perih, mata merah dan pasien
matanya. Hal ini dirasakan sejak kurang lebih sekitar 4 bulan yang lalu.
Pasien juga mengeluhkan pandangan seperti terhalang sesuatu. Hal ini sesuai
asimptomatis atau akan memberikan keluhan berupa mata sering berair dan
kornea dan khawatir akan adanya keganasan atau alasan kosmetik. Keluhan
subjektif dapat berupa rasa panas, gatal, dan ada yang mengganjal.
berbentuk segitiga. Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD 6/6 VOS 6/6.
30
pemeriksaan slit lamp didapatkan pada kornea tampak membran berbentuk
segitiga dan pada konjungtiva terdapat jaringan fibrovaskular (+). Hal ini
sampai kornea, tepi jaringan berbatas tegas sebagai suatu garis yang bewarna
apeks pterigium terdapat infiltrat kecil. Biasanya terdiri dari bagian kepala,
cap, dan badan. Umumnya ditemukan di kedua mata namun tidak jarang
melewati limbus tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea. Hal ini sesuai
melewati kornea
3. Derajat III : jika telah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggir pupil
mata dalam keadaan cahaya (pupil dalam keadaan normal sekitar 3-4 mm)
mengganggu penglihatan
31
Penatalaksanaan penyakit pada pasien ini di berikan terapi
yang masih muda. Bila pterigium meradang dapat diberikan steroid atau suatu
tetes mata dekongestan. Lindungi mata yang terkena pterigium dari sinar
matahari, debu dan udara kering dengan kacamata pelindung. Bila terdapat
tanda radang beri air mata buatan bila perlu dapat diberikan steroid. Indikasi
progresif menuju tengah kornea atau visual axis dan adanya gangguan
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan dan asbury. Oftalmologi umum Edisi 17. Jakarta: EGC. 2014
2. Ilyas S., Yulianti S.R, ilmu penyakit mata edisi 5 jakarta : badan penerbit fakiltas
kedokteran indonesia. 2014
3. Anbesse Dereje Hayilu, Kassa Tsehay, Kefyalew Biruktayit, et al. Prevalence and
associated factors of pterygium among adults living in Gondar city, Northwest
Ethiopia. Department of Optometry, College of Medicine Health Science,
University of Gondar. 2017.
4. Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta : Balitbang.
2013
5. Singh SK., pterigium : epidemiology prevention and treatment .community eye
journal. 2017
6. Bahuva Anuj, Rao K Srinivas. Current Concepts in Management of Pterigium.
Delhi Journal of Ophthalmology. 2015
7. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 6th ed. New Dehli: New age
international; 2015
8. Chui Jeanie, Coroneo T. Minas. Ophthalmic Pterygium: A Stem Cell Disorder
With Premalignant Features. The American Journal of Pathology. 2011.
9. Hall, Anthony Bennett. Understanding and Managing Pterygium. Community
Eye Health Journal. 2016.
10. Todorovic Dusan, Vulovic Tatjana, et al. Updates On The Treatment of
Pterygium. Serbian Journal of Experimental and Clinical Research. 2016.
11. Krizova D, Vokrojova M, Liehneova K, Studney P. Treatment of corneal
neovascularization using anti-VEGF Bevaciumab. Journal of ophthalmology :1-7.
2014
12. Shaw Jean. New Approach Emerges for Pterygium Surgery. American Academy
of Ophthalmology. 2012.
33