Anda di halaman 1dari 32

BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Ny. I
Usia : 27 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Sumberejo, Mojogedang
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Status : Sudah Menikah
No. RM : 3891XX
Tanggal Masuk RS : 2 Desember 2016
Dokter Anestesi : dr. Damai Suri, Sp.An
Dokter Bedah : dr. Bunarwan, Sp.OT

B. Anamnesis
Tanggal : 2 Desember 2016
Tempat : Bangsal Kanthil 1 RSUD Karanganyar
Jenis : Autoanamnesis

1. Keluhan Utama
Pasien dengan rencana melepas pen

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang untuk kontrol dan melepas hasil operasi ORIF radius dextra
yang telah tepasang kurang lebih 2 tahun yang lalu akibat kecelakaan saat
mengendarai sepeda motor.

1
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama :disangkal
b. Riwayat Alergi :disangkal
c. Riwayat Asma :disangkal
d. Riwayat Mondok :diakui
e. Riwayat Hipertensi :disangkal
f. Riwayat Diabetes :disangkal
g. Riwayat penyakit jantung :disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat penyakit serupa : disangkal
b. Riwayat Asma : disangkal
c. Riwayat Alergi : disangkal
d. Riwayat Hipertensi : disangkal
e. Riwayat Diabetes : disangkal
f. Riwayat penyakit jantung : disangkal

5. Riwayat Operasi dan Anestesi


Diakui

6. Anamnesis Sistemik
1. Serebrospinal : penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-)
2. Cardiovaskular : riwayat hipertensi (-)
3. Respirasi : batuk (-), pilek (-), sesak napas (-)
4. Gastrointestinal : mual (-), muntah (-)
5. Muskuloskeletal : kelemahan anggota gerak kiri (-)
6. Integumentum : ruam (-), gatal (-)
7. Urogenital : disuria (-), inkontinensia (-)

2
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Berat Badan : 50 kg
b. Tinggi Badan : 160 cm
c. Kesadaran : Compos Mentis
d. Tanda Vital
1) Tekanan darah : 120/80 mmHg
2) Nadi : 88 x/menit
3) Pernapasan : 20 x/menit
4) Suhu : 36,8°C

2. Status generalis
a. Kepala : Normochepal, simetris, rambut warna hitam, distribusi merata,
tidak mudah dicabut, tidak mudah rontok
b. Mata : Palpebra Edema (-/-), Konjungtiva :Anemis (-/-), Sklera : Ikterik
(-/-), Pupil : Reflek cahaya (+/+) normal, isokor, diameter 3 mm
c. Telinga : Letak simetris, bentuk normal, ukuran normal, tidak ada tanda
radang, tidak ada discharge, pendengaran baik, tidak ada
benjolan, tidak nyeri tekan.
d. Hidung : Tidak ada tanda-tanda radang, discharge, sekret, epistaksis, tidak
ada deformitas, tidak ada napas cuping hidung.
e. Mulut : Bibir tidak kering, tidak sianosis,
f. Leher : Inspeksi :Tidak terlihat benjolan atau massa Palpasi : Kelenjar
getah bening teraba tidak membesar, tidak nyeri.
g. Pemeriksaan dada
1) Paru-Paru
a) Inspeksi : Bentuk dada normal atau simetris, pergerakan nafas
tidak ada yang tertinggal
b) Palpasi : vokal fremitus kanan dan kiri ataupun depan dan
belakang sama dan krepitasi (–)
c) Perkusi : Suara sonor pada seluruh lapang paru,
d) Auskultasi : Suara dasar: vesikuler +/+, Suara tambahan : -/-

3
2) Jantung
a) Inspeksi : Tidak terlihat pulsasi iktus cordis
b) Palpasi : Teraba iktus kordis di SIC V, linea mid clavikula
sinistra, tidak kuat angkat
c) Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
d) Auskultasi : Bunyi jantung murni, reguler, bising (-), gallop (-)
h. Pemeriksaan abdomen
1) Inspeksi : Perut membesar, jejas (-), sikatrik (-)
2) Auskultasi : Bunyi usus (+) normal
3) Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), massa/benjolan sebesar ±20 cm
(+), mobile, hepar & lien tidak
4) Perkusi : Timpani
i. Kulit
Turgor kulit cukup, kulit tidak mengelupas, tidak pucat dan tidak gatal.
j. Ekstremitas
1) Superior : Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-), tremor (-/-),
edema (-/-), akral dingin (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan
motorik baik
2) Inferior : Deformitas (-/-), edema (-/-), akral dingin (-/-), sianosis (-/-),
kesemutan, (-/-), sensorik dan motorik baik

D. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Pemeriksaan Laboratorium : 2 Desember 2016
Darah Rutin Nilai Ket. Nilai Normal Satuan
Hemoglobin 14,2 12.00 – 16.00 g/dL
Hematokrit 43,2 37 – 47 Vol%
Leukosit 9,98 5,0 – 10,0 10^3/uL
Trombosit 203 150 – 300 mm3
Eritrosit 4,72 4,50 – 5,50 10^6/uL
MCV 91,6 82 – 92 fL
MCH 30,1 27 – 31 Pg
MCHC 32,8 32-37 g/dL
Gran 64,5 50-70,0 %
Limfosit 29,5 25,0– 40,0 %
Monosit 3,8 3,0 – 9,0 %
Eosinofil 1,8 0 ,5–5,0 %

4
Basofil 0,4 0,0-1,0 %
Clotting Time 03,00 2-8 menit
Bleeding Time 01,30 1-3 menit
GDS 88 70 – 150 mg/dL
Creatinin 0,81 0,5-0,9 mg/dL
Ureum 29 10-50 mg/dL
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif
Kesan hasil laboratorium : pemeriksaan dalam batas normal

E. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)


Lead I, II, III, aVr

Lead aVL, aVF, V1, V2

Lead V3, V4, V5,V6

Kesan hasil EKG : Sinus Takikardi

F. Pemeriksaan Radiologi

5
Kesan hasil Rontgen: terpasang fiksasi internal di regio radii dekstra

G. Diagnosis
Pre op ROI union fracture radius dextra

H. Terapi
Jenis Pembedahan : Remove of Inplate (ROI)
Jenis Anestesi : General Anesthesia – Face Mask

I. Konsultasi Anestesi
Seorang Perempuan usia 27 tahun dengan diagnosis Pre Op ROI union
fracture radius dextra yang akan dilakukan tindakan operasi ROI pada tanggal
3/12/2016. Hasil Vital sign dan Hasil laboratorium terlampir.
Kegawatan Bedah : (-)
Derajat ASA : II
Rencana tindakan anastesi : General Anesthesia – Face Mask

J. Laporan Anastesi
Nama : Ny. I
Jenis kelamin : Perempuan

6
Umur : 27 tahun
No RM : 3891XX
Ijin Operasi : (+)
Tanggal Operasi : 3 Desember 2016
Diagnosa pra bedah : Union Fraktur Radius Dextra
Diagnosa pasca bedah : Post Operasi ROI Radius Dextra
Jenis Operasi : ROI
Jenis Anestesi : General Anesthesia – Face Mask
Premedikasi : Sedacum, Granisetron, Fentanyl
Induksi : Recofol
Pemeliharaan : O2, N20, Isoflurane
Jumlah infuse : Infus Tutofusin 500 cc
Hemoglobin : 14,2 gr/dL
Temperatur : 36,80C,
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Keadaan pernapasan : Frekuensi 20x/menit, Kesan baik
Gizi : Kesan baik

1. Rencana Anestesi
a. Persiapan Operasi
1) Informed Consent / Persetujuan operasi tertulis ( + )
2) Pemeriksaan keadaan umum dan tanda vital
3) Pasien puasa 6-8 jam pre-operasi
4) Pasien di pasang infuse RL
5) Cek obat dan alat anestesi
b. Persiapan anestesi
1) Peralatan monitor dan alat anestesi
Untuk menilai tekanan darah, nadi, saturasi oksigen (pulse oximeter),
EKG, alat anestesi untuk pemeliharaan (O2, N2O, Isoflurane)
2) Persiapan obat anestesi (Premedikasi dan Induksi)
Sedacum, Granisetron, Fentanyl, Recofol
3) Monitoring : tanda vital tiap 5 menit, cairan dan perdarahan
4) Pengawasan pasca anestesi di recovery room

7
2. Tindakan Anestesi dan Operasi
a. Lama anestesi : 09.00-09.45
b. Lama operasi : 09.05-09.40
c. Di ruang persiapan :
Dilakukan pemeriksaan kembali identitas penderita, persetujuan operasi,
lembar konsul anestes, obat-obatan dan perlengkapan yang diperlukan.
d. Di ruang operasi :
1) Pukul 08.50 pasien masuk kamar operasi, ditidurkan di bed operasi
dengan posisi terlentang (supine), monitor dinyalakan dan manset
dipasang, Tekanan Darah 124/82 mmHg, Heart Rate : 84 x/m,
Saturasi Oksigen : 99%. Mesin anestesi, O2, N2O, dan agent
(isoflurane) disiapkan, kemudian siapkan face mask, selain itu siapkan
juga stetoskop, laringoskop, endotracheal tube, airway/guedel/mayo,
plester, introducer/stilet, connector, dan suction.
2) Pukul 09.00 obat premedikasi dimasukan melalui IV line.
a) Fentanyl Inj. 50 µg/ml (2ml)
b) Granisetron Inj. 1 mg/ml (4ml)
c) Sedacum (Midazolam) Inj 5mg/ml (5ml)
3) Jam 09.05 dilakukan induksi dengan Propofol 100 mg, segera
ekstensikan kepala, siapkan face mask didekat wajah pasien, setel O2
6 liter/menit. Setelah hilangnya napas spontan (dilihat dari penurunan
saturasi oksigen), hilangnya reflek bulu mata, reflek bola mata, dan
tampak ada tanda – tanda relaksasi otot leher dan rongga mulut, face
mask yang telah dihubungkan dengan mesin anestesi yang
mengalirkan N2O dan O2. N2O mulai diberikan 3L dengan O2
3L/menit untuk memperdalam anestesi, bersamaan dengan ini
isoflurane dibuka sampai 2% dan sedikit demi sedikit ( sesudah setiap
5-10 kali tarik nafas) diturunkan dengan 1% sampai 1,5% tergantung
reaksi dan besar tubuh penderita. Kedalaman anestesi dinilai dari
tanda-tanda mata (reflek bulu mata), nadi tidak cepat dan posisi tubuh
terhadap rangsang operasi tidak banyak berubah. Tidak lupa untuk
memasang airway untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar supaya
tidak menyumbat jalan napas.

8
4) Jam 09.10 operasi dimulai dan tanda vital serta saturasi oksigen
dimonitor tiap 5 menit.
5) Jam 09.25 infus RL diganti tutofusin
6) Jam 09.45 operasi selesai penderita dipindah ke ruang recovery.
7) Setelah operasi selesai agent (isoflurane), N2O, dan O2 ditutup
(dimatikan). Apabila sudah selesai, airway dan face mask dilepaskan.
8) Pasien dipindahkan dari meja operasi ke tempat tidur pasien dan
dibawa ke ruang pemulihan (recovery room). Kemudian diberikan
pemberian oksigen recovery. Monitor dinyalakan, manset dan
oxymetri dipasang untuk mengukur tanda vital sebelum pasien dapat
di pindahkan ke bangsal.
e. Monitoring :
Jam Tensi Nadi SaO2 Keterangan
09.00 124/82 86 99% Masuk ruang operasi, obat
premedikasi dimasukan melalui secara
intravena
09.05 124/89 85 98% Induksi Recofol 100 mg
09.10 126/84 81 98% Operasi dimulai
09.15 130/92 72 99% Kondisi pasien stabil
09.20 130/90 76 99% Kondisi pasien stabil
09.25 142/96 80 99% infus RL diganti tutofusin
09.30 145/80 77 98% Kondisi Pasien stabil
09.35 140/85 75 98% Kondisi Pasien stabil
09.40 137/69 70 99% Kondisi Pasien stabil
09.45 135/70 80 99% Operasi selesai, pasien dipindahkan
09.50 132/74 72 99% ke ruang recovery
3. Post-Operasi
a. Monitoring Recovery Room
Lockharte/Aldrete Score
Tanda Kriteria Score
Gerakan  Dapat menggerakan keempat ekstremitas 2
 Dapat menggerakan kedua ekstremitas 1
 Tidak dapat menggerakan ekstremitas 0
Pernafasan  Bernapas dalam dan kuat serta batuk 2
 Bernapas berat atau dispneu 1
 Perlu bantuan nafas atau apneu 0
Tekanan  Sama dengan nilai awal +20% 2
darah  Berbeda lebih dari 20-50% dari nilai awal 1

9
 Berbeda lebih dari 50% dari nilai awal 0
Kesadaran  Sadar penuh 2
 Tidak sadar, aada reaksi terhadap 1
rangsang 0
 Tidak sadar, tidak ada reaksi terhadap
rangsangan
Warna  Merah 2
kulit  Pucat, ikterus, dan lain-lain 1
 Sianosis 0
Pasien dapat keluar dari Recovery Room apabila sudah mencapai skor
Aldrete >8 (delapan). Pada pasien ini, didapatkan skor 10. Skor 10
didapatkan dari :
1. Dapat menggerakkan keempat ekstremitas (2)
1. Bernapas dalam dan kuat (2)
2. Tekanan darah sama dengan awal +20% (2)
3. Kesadaran sadar penuh (2)
4. warna kulit merah (2)
Dengan skor 10 ini, pasien dapat dipindahkan dari ruang recovery ke
ruangan (bangsal Kanthil 1) RSUD Karanganyar

b. Instruksi Pasca Anestesi dan Operasi


Pasien dirawat di ruang pindah dalam posisi supine, awasi respirasi,
nadi. Setelah pemulihan pasca anestesi pasien di rawat di bangsal sesuai
dengan bagian operator.
1) Awasi keadaan umum dan perdarahan setiap 15 menit selama 2 jam
post operasi.
2) Awasi vital sign setiap 15 menit :
Jam Tekanan Darah Nadi Respirasi Suhu

09.45 130/70 mmHg 80 x/menit 24 x/menit 36,6oC

10.00 130/70 mmHg 82 x/menit 20 x/menit 36,5 oC

10.15 125/80 mmHg 84 x/menit 20 x/menit 36,4 oC

10.30 120/80 mmHg 88 x/menit 20 x/menit 36,6 oC

10
3) Infuse : Ringer Laktat 20 tpm/menit
4) Antibiotik dan Analgesik :
a) Inj. Cefotaxime 1gram / 12 jam
b) Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
c) Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
5) Bila tidak ada mual, tidak ada muntah, bising usus (+), boleh diberi
makan dan minum secara bertahap
6) Anjuran untuk bed rest 24 jam
7) Bila nyeri bertambah, konsultasi ke bagian anestesi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Fraktur
1. Definisi
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang
rawan yang disebabkan oleh kekerasan. Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa, akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis
trauma, kekuatan, dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma
tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka
sampai ke tulang yang disebut fraktur terbuka. Patah tulang dekat sendi atau
yang mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi
yang disebut fraktur dislokasi.( Sjamsuhidayat, 2005)
2. Etiologi

11
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai
kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Menurut Smeltzer & Bare
(2001), penyebab fraktur adalah dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Fraktur Traumatik
1) Trauma langsung yaitu pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.
2) Trauma tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur. Dapat terjadi pada
tumor tulang jinak maupun ganas, infeksi seperti osteomielitis, dan
rakhitis yaitu suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skeletal lain
c. Fraktur Spontan
Fraktur spontan biasanya disebakan oleh stress tulang yang terus menerus, misalnya
pada penyakit polio.
3. Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001) antara
lain:2
a. Deformitas yang disebabkan oleh otot-otot ekstremitas yang menarik
patahan tulang.
b. Krepitasi yaitu rasa gemeretak ketika ujung tulang bergeser
c. Bengkak
d. Ekimosis
e. Spasme otot dan spasme involunters dekat fraktur
f. Nyeri yang mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan
g. Kehilangan sensasi yang dapat terjadi akibat rusaknya saraf

12
h. Syok hipovolemik akibat dari kehilangan darah
i. Pergerakan abnormal dimana tempat fraktur menjadi sendi palsu
j. Gangguan fungsi dimana ekstremitas tidak dapat digerakkan

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis
fraktur dan komplikasinya antara lain:
a. Foto polos, dimana menampakkan perubahan struktural atau fungsional
tulang dan sendi.
b. Artroskopi bila terjadi trauma pada lutut. Dengan pemeriksaan ini
diagnosis yang akurat dapat ditegakkan.
c. Myelografi untuk mengevaluasi kerusakan jaringan kordaspinalis dan
ujung saraf.
d. CT scan tulang untuk membantu mendeteksi adanya keganasan, trauma,
masalah degeneratif, dan osteomyelitis.
e. Laboratorium darah lengkap untuk melihat peningkatan hematokrit dan
leukosit. (Kune, 2011).

5. Komplikasi
Komplikasi yang ditimbulkan oleh adanya fraktur antara lain:
a. Komplikasi dini
Fraktur dapat menyebabkan gangguan neurologis yaitu lesi pada saraf
perifer maupun medula spinalis, serta adanya efek sistemik yaitu emboli
lemak. Selain itu dapat juga menyebabkan gangguan vaskuler
diantaranya adalah compartment syndrome dan trauma vaskuler yang
menyebabkan perdarahan banyak yang berujung pada anemia.
b. Komplikasi lanjut
Komplikasi yang dapat ditimbulkan setelah fraktur dalam waktu lama
antara lain kontraktur, disuse athropy, malunion, serta gangguan
pertumbuhan (Rasjad, 2007).
2. Penatalaksanaan
Adapun prinsip penatalaksanaan fraktur adalah sebagai berikut:

13
a. Rekognisi
Prinsip utama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinis, dan radiologi. Pada awal pengobatan
perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang
sesuai untuk penatalaksanaan, serta komplikasi yang mungkin terjadi
selama dan sesudah pengobatan.
b. Reduksi
Reduksi fraktur adalah mengembalikan fungsi normal dan mencegah
komplikasi seperti kekakuan, deformitas, dan perubahan osteoartritis di
kemudian hari.
c. Retensi
Retensi adalah metode yang dilaksanakan untuk mempertahankan
fragmen- fragmen tulang selama masa penyembuhan dengan cara
imobilisasi.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi dilaksanakan untuk mengembalikan aktifitas fungsional
semaksimal mungkin. Untuk mempertahankan imobilisasi dalam fraktur,
setelah dilakukan reduksi, fragmen tulang harus dipertahankan dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan (Eiff, 2004).
B. Manajemen Perioperatif pada Pasien Fraktur
1. Evaluasi Pra Anestesi
Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan
anestesi yang bertujuan untuk mengetahui status fisik pasien prabedah dan
menganalisa jenis operasi sehingga dapat memilih jenis atau teknik anestesi
yang sesuai, juga dapat meramalkan penyulit yang akan terjadi selama
operasi dan atau pasca bedah dan kemudian mempersiapkan obat atau alat
untuk menanggulangi penyulit tersebut. Tatalaksana evaluasi pra anestesi
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, konsultasi
dan koreksi terhadap kelainan fungsi organ vital dan penentuan status fisik
pasien praanestesi. Hal ini dilakukan untuk menegakkan diagnosis sehingga
persiapan pasien dapat dilakukan sesegera mungkin. Berdasarkan hasil
pemeriksaan pra anestesia tersebut maka dapat disimpulkan status fisik

14
pasien pra anestesia berdasarkan American Society of Anesthesiologist
(ASA) membuat klasifikasi status fisik pra anestesia menjadi 5 kelas, yaitu :
a. ASA 1 : pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik
b. ASA 2 : pasien penyakit bedah dengan penyakit sistemik ringan sampai
sedang dan tidak ada gangguan aktivitas rutin.
c. ASA 3 : pasien penyakit bedah disertai penyakit sistemik berat sehingga
aktivitas rutin terbatas tetapi tidak mengancam nyawa
d. ASA 4 : pasien penyakit bedah disertai penyakit sistemik berat dan
pasien tidak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya
merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
e. ASA 5 : pasien penyakit bedah yang disertai penyakit sistemik berat
yang sudah tidak mungkin ditolong lagi, dioperasi atau tidak dalam 24
jam pasien akan meninggal.
f. Apabila tindakan pembedahannya dilakukan secara darurat maka
dicantumkan tanda E (emergency) di belakang angka (Patel, 2005)

2. Persiapan Pra Anestesi


Persiapan praanestesi adalah mempersiapkan pasien baik psikis
maupun fisik agar pasien siap dan optimal untuk menjalani prosedur anestesi
dan diagnostik atau pembedahan yang direncanakan sesuai hasil evaluasi
praanestesi, persiapan juga mencakup surat persetujuan tindakan medis.
Sebagai seorang ahli anestesi yang menjadi perhatian utama pada pasien
dengan peritonitis adalah memperbaiki keadaan umum pasien sebelum
diambilnya tindakan operasi. Tindakan mencakup airway, breathing dan
circulation. Oksigenisasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik dan transfusi
bila diperlukan. Pemasangan infus bertujuan (Eiff, 2004).

C. Anestesi
1. Pengertian Anestesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan

15
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anestesia adalah suatu keadaan narcosis, analgesia, relaksasi dan hilangnya
reflex (keat sally, 2013)
2. Jenis Anestesi
a. Anestesi Regional
Anestesi regional adalah anestesi lokal dengan menyuntikan agen
anestetik di sekitar saraf sehingga area yang di sarafi teranestesi. Anestesi
lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan. Obat
anestesi menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam
sirkulasi. Klien akan kehilangan rasa nyeri dan sentuhan, aktivitas
motorik dan otonom (Keat Sally, 2013).
Infiltrasi obat anestesi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Keat
Sally, 2013) :
1) Anestesi spinal dimasukkan ke dalam cairan serebrospinal pada
ruang sub arakhnoid spinal dilakukan dengan pungsi lumbal.
Anestesi akan menyebar dari ujung prosesus sipoideus ke bagian
kaki. Posisi klien mempengaruhi pergerakan obat anestesi ke
bawah atau ke atas medula spinalis.
2) Anestesi epidural lebih aman daripada anestesi spinal karena obat
disuntikkan ke dalam epidural di luar durameter dan kandungan
anestesinya tidak sebesar anestesi spinal. Karena menghilangkan
sensasi di daerah vagina dan perineum, maka anestesi epidural
merupakan pilihan terbaik untuk prosedur kebidanan.
3) Anestesi kaudal merupakan jenis anestesi epidural yang diberikan
secara lokal pada dasar tulang belakang. Efek anestesinya hanya
mempengaruhi daerah pelvis dan kaki

b. Anestesi General
Klien yang mendapatkan anestesi umum akan kehilangan seluruh
sensasi dan kesadarannya. Relaksasi otot akan mempermudah manipulasi
anggota tubuh. Klien juga mengalami amnesia tentang seluruh proses
yang terjadi selama pembedahan. Pembedahan yang menggunakan
anestesi umum melibatkan prosedur mayor dan membutuhkan manipulasi
jaringan yang luas (Keat Sally,2013).
Metode pemberian anestesi umum dapat dilihat dari cara pemberian
obat, terdapat 3 cara pemberian obat pada anestesi umum (Latief, 2009):

16
1) Parenteral

Anestesi umum yang diberikan secara parentral baik intravena


maupun intramuskuler biasanya digunakan untuk tindakan operasi
yang singkat atau untuk induksi anestesi. Obat anestesi yang sering
digunakan adalah:

 Pentothal
Dipergunakan dalam larutan 2,5% atau 5% dengan dosis permulaan 4-
6 mg/kg BB danselanjutnya dapat ditambah sampai 1 gram.
Penggunaan:

- Untuk induksi, selanjutnya diteruskan dengan inhalasi.

- Operasi-operasi yang singkat seperti: curettage, reposisi, insisi


abses.

 Ketalar (Ketamine)
Diberikan IV atau IM berbentuk larutan 10 mg/cc dan 50 mg/cc.Dosis:
IV 1-3 mg/kgBB,IM 8-13 mg/kgBB1-3 menit setelah penyuntikan
operasi dapat dimulai.
Penggunaan:

- Operasi-operasi yang singkat

- Untuk indikasi penderita tekanan darah rendah

2) Perectal

Obat anestesi diserap lewat mukosa rectum kedalam darah dan


selanjutnya sampai ke otak. Dipergunakan untuk tindakan diagnostic
(katerisasi jantung, roentgen foto, pemeriksaanmata, telinga,
oesophagoscopi, penyinaran dsb) terutama pada bayi-bayi dan anak
kecil. Juga dipakai sebagai induksi narkose dengan inhalasi pada bayi
dan anak-anak. Syaratnya adalah:

- Rectum betul-betul kosong


- Tak ada infeksi di dalam rectum. Lama narkose 20-30 menit.

Obat-obat yang digunakan:

17
- Pentothal 10% dosis 40 mg/kgBB

- Tribromentothal (avertin) 80 mg/kgBB

3) Perinhalasi

Obat anesthesia dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-


paru, masuk ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan
narkose.

Obat-obat yang dipakai:

a) Induksi halotan

Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O


dan O2. Induksidimulai dengan aliran O2 > 4 ltr/mnt atau campuran
N2O:O2 = 3:1. Aliran > 4 ltr/mnt.Kalau pasien batuk konsentrasi
halotan diturunkan, untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikan
lagi sampai konsentrasi yang diperlukan (Mangku Gde, 2010).

b) Induksi sevofluran
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang
batuk walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi
sampai 8 vol %. Seperti dengan halotankonsentrasi dipertahankan
sesuai kebutuhan (Mangku Gde, 2010).
c) Induksi dengan enfluran (ethran), isofluran (foran, aeran ) atau
desfluran jarang dilakukan karena pasien sering batuk dan waktu
induksi menjadi lama (Mangku Gde, 2010).

Apabila obat anestesi inhalasi, dihirup bersama-sama udara


inspirasimasuk ke dalam saluran pernafasan, di dalam alveoli paru
akan berdifusi masuk ke dalam sirkulasi darah. Demikian pula yang
disuntikkan secara intramuskuler, obat tersebut akan diabsorbsi
masuk ke dalam sirkulasi darah. Setelah masuk ke dalam sirkulasi
darah obat tersebut akan menyebar kedalam jaringan. Dengan
sendirinya jaringan yang kaya pembuluh darah seperti otak atau

18
organ vital akan menerima obat lebih banyak dibandingkan
jaringan yang pembuluh darahnya sedikit seperti tulang atau
jaringan lemak. Tergantung obatnya, di dalam jaringan sebagian
akan mengalami metabolisme, ada yang terjadi di hepar, ginjal atau
jaringan lain (Mangku Gde, 2010).

Ekskresi bisa melalui ginjal, hepar, kulit atau paru–paru.


Ekskresi bisa dalam bentuk asli atau hasil metabolismenya. N2O
diekskresi dalam bentuk asli lewat paru. Faktor yang
mempengaruhi anestesi antara lain (Mangku Gde, 2010):

- Faktor respirasi (untuk obat inhalasi).


- Faktor sirkulasi
- Faktor jaringan.
- Faktor obat anestesi.

Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah selanjutnya adalah


dilakukan premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesi diberi
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesi.
a. Obat Premedikasi
1) Midazolam
Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk
premedikasi, induksi dan pemeliharaan anestesi. Midazolam
merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepin dengan sifat yang
sangat mirip dengan golongan benzodiazepine. Dibandingkan dengan
diazepam, midazolam bekerja cepat karena transformasi metabolitnya
cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tua dengan
perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan pernafasan,
dosis harus ditentukan secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2
menit setelah penyuntikan.
Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikan
dengan umur dan keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. Pada
orang tua dan pasien lemah dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB. Efek

19
sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan
pernafasan, umumnya hanya sedikit.
2) Fentanyl
Fentanyl merupakan salah satu preparat golongan analgesik
opioid dan termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100-
150 mcg/kgBB, termasuk sufentanil (0,25-0,5 mcg/kgBB). Bahkan
sekarang ini telah ditemukan remifentanil, suatu opioid yang poten
dan sangat cepat onsetnya, telah digunakan untuk meminimalkan
depresi pernapasan residual. Opioid dosis tinggi yang deberikan
selama operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan
larynx, dengan demikian dapat mengganggu ventilasi secara akut,
sebagaimana meningkatnya kebutuhan opioid potoperasi berhubungan
dengan perkembangan toleransi akut. Maka dari itu, dosis fentanyl
dan sufentanil yang lebih rendah telah digunakan sebagai premedikasi
dan sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi inhalasi maupun
intravena untuk memberikan efek analgesi perioperatif. Sebagai
analgesik, potensinya diperkirakan 80 kali morfin.
3) Ranitidin
Merupakan obat golongan AH2 blocker yang bekerja dengan
menghambat histamine untuk dapat terikat pada reseptor H2 sehingga
terjadi penurunan produksi asam lambung dan peningkatan pH di
gaster. Ranitinin terikat pada protein plasma hanya sebesar 15%.
Waktu paruhnya berkisar antara 2-3 jam. Eliminasi lewat ginjal
sebesar 70% tanpa mengalami perubahan.Onset ranitidin 10-15 menit
(i.v) ,durasi 8-12 , dosis dewasa 50 mg ampul iv.
4) Granisetrone
Merupakan suatu antiemetik selektif serotonin 5-HT3 reseptor
yang sangat efektif yang dapat menekan mual dan muntah karena
sitostatika misalnya cisplatin dan radiasi. Granisetron mempercepat
pengosongan lambung, bila kecepatan pengosongan basal rendah.
Tetapi waktu transit saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi
konstipasi. Granisetron dieliminasi dengan cepat dari tubuh.

20
Metabolisme obat ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi
dengan glukonida atau sulfat dalam hati. Dosis yang biasanya
diberikan untuk premedikasi dosis tunggal 3mg dan maksimal
pemberian 9 mg/hari. Dalam suatu penelitian kombinasi antara
Granisetron dosis kecil yang diberikan sesaat sebelum ekstubasi
trakhea ditambah Dexamethasone yang diberikan saat induksi anestesi
merupakan suatu alternatif dalam mencegah muntah selama 0-2 jam
setelah ekstubasi trakhea daripada ondansetron dan dexamethasone.
b. Obat Induksi
1) Profofol
Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat
dengan karakter recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan
mual-mual. Profofol merupakan cairan emulsi minyak-air yang
berwarna putih yang bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1ml=10
mg) dan mudah larut dalam lemak. Profopol menghambat transmisi
neuron yang dihantarkan oleh GABA. Propofol adalah obatanestesi
umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu 30
detik.
Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan
500ug/kgBB/menit infuse. Dosis sedasi 25-100ug/kgBB/menit infuse.
Pada pasien yang berumur diatas 55 tahun dosis untuk induksi
maupun maintanance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang diberikan
untuk pasien dewasa menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi
asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.
Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasinya
selama 20-45 menit dan dapat meningkat menjadi 2 kali lipat pada
suhu 250 C, kecepatan efek kerjanya 1-2 menit.

c. Maintanance
1) N2O
N2O (gas gelak, laughling gas, nitrous oxide, dinitrogen
monoksida) diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai

21
240°C (NH4 NO3 2H2O + N2O) N2O dalam ruangan berbentuk
gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar, dan beratnya 1,5
kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2
minimal 25%. Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi analgesinya
kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang
persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi
dikombinasi dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan
sebaagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O
akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2
dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia
difusi, berikan O2 100% selama 5-10 menit. Penggunaan dalamane
stesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 yaitu 60% : 40%,
70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan
dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan
pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada
pasien pneumothorak, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara
dan timpanoplasti.
2) Isoflurane
Isoflurane suatu obat anestesi volatile yang induksinya cepat
dan pemulihannya cepat, tidak iritasi dan tidak menimbulkan sekresi.
Seperti halnya halotan dan enfluran, Isoflurane berefek
bronkhodilator, tidak menimbulkan mual-muntah, dan bersifat
kompatibel dengan epineprin. Efek penurunan tekanan darah sama
besarnya dengan halotan, hanya berbeda dalam mekanisme kerjanya.
Halotan menurunkan tekanan darah, terutama dengan mendepresi
miokardium dan sedikit vasodilatasi. Ethrane menurunkan tekanan
darah dengan mendepresi miokardium dan vasodilatasi perifer.
Isoflurane menurunkan tekanan darah terutama dengan vasodilatasi
perifer dan hampir tidak mendepresi miokardium.
3) Sevoflurane
Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan
pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya

22
tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari
untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan. Efek terhadap
kardiovaskuler cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia.
Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada
laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan
sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan. Walaupun dirusak oleh
kapur soda (soda lime, baralime), tetapi belum ada laporan
membahayakan terhadap tubuh manusia.

d. Face Mask
Hilangnya tonus otot jalan nafas bagian atas (misalnya kelemahan dari
otot genioglosus) pada pasien yang dianestesi menyebabkan lidah dan
epiglotis jatuh kebelakang kearah dinding posterior faring. Mengubah
posisi kepala atau jaw thrustmerupakan teknik yang disukai untuk
membebaskan jalan nafas. Untuk mempertahankan jalan nafas bebas,
jalan nafas buatan (artificial airway) dapat dimasukkan melalui mulut
atau hidung untuk menimbulkan adanya aliran udara antara lidah dengan
dinding faring bagian posterior (Gambar 5-4). Pasien yang sadar atau
dalam anestesi ringan dapat terjadi batuk atau spasme laring pada saat
memasang jalan nafas artifisial bila refleks laring masih intact.
Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan penekanan
refleks jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan
spatel lidah. Oral airway dewasa umumnya berukuran kecil (80
mm/Guedel No 3), medium (90 mm/Guedel no 4), dan besar (100
mm/Guedel no 5).

23
Gambar 3. Gambaran saluran udara oropharyngeal
Sumber : Latief, 2001

Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak antara


lubang hidung ke lubang telinga, dan kira-kira 2-4 cm lebih panjang
dari oral airway. Disebabkan adanya resiko epistaksis, nasal airway tidak
boleh digunakan pada pasien yang diberi antikoagulan atau anak dengan
adenoid. Juga, nasal airway jangan digunakan pada pasien dengan fraktur
basis cranii. Setiap pipa yang dimasukkan melalui hidung (nasal airway,
pipa nasogastrik, pipa nasotrakheal) harus dilubrikasi. Nasal airway lebih
ditoleransi daripada oral airway pada pasien dengan anestesi ringan.
Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran oksigen atau
gas anestesi dari sistem breathing ke pasien dengan pemasangan face
mask dengan rapat (gambar 5-5). Lingkaran dari face mask disesuaikan
dengan bentuk muka pasien. Orifisium face mask dapat disambungkan ke
sirkuit mesin anestesi melalui konektor. Tersedia berbagai disain face
mask. Face mask yang transparan dapat mengobservasi uap gas ekspirasi
dan muntahan. Facemask yang dibuat dari karet berwarna hitam cukup
lunak untuk menyesuaikan dengan bentuk muka yang tidak umum.
Retaining hook dipakai untuk mengkaitkan head scrap sehingga face

24
mask tidak perlu terus dipegang. Beberapa macam mask untuk pediatrik
di disain untuk mengurangi dead space.
Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas yang bebas dan face
mask yang rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face mask yang tidak
tepat dapat menyebabkan reservoir bag kempis walaupun klepnya ditutup,
hal ini menunjukkan adanya kebocoran sekeliling face mask. Sebaliknya,
tekanan sirkuit breathing yang tinggi dengan pergerakan dada dan suara
pernafasan yang minimal menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.

Gambar 4. Face Mask untuk dewasa


Sumber : Latief, 2001
Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan
digunakan untuk melakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan
memeras breathing bag. Face mask dipasang dimuka pasien dan sedikit
ditekan pada badan face mask dengan ibu jari dan telunjuk. Jari tengah
dan jari manis menarik mandibula untuk ekstensi joint atlantooccipital.
Tekanan jari-jari harus pada mandibula, jangan pada jaringan lunak yang
menopang dasar lidah karena dapat terjadi obstruksi jalan nafas. Jari
kelingking ditempatkan dibawah sudut jaw dan digunakan untuk jaw
thrust manuver yang paling penting untuk dapat melakukan ventilasi
pasien.

25
Gambar 5. Teknik memegang face mask
Sumber : Latief, 2001
Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk mendapatkan
jaw thrust yang adekuat dan face mask yang rapat. Karena itu diperlukan
seorang asisten untuk memompa bag (gambar 5-8). Obstruksi selama
ekspirasi dapat disebabkan karena tekanan kuat dari face mask atau efek
ball-valve dari jaw thrust. Kadang-kadang sulit memasang face maks
rapat kemuka. Membiarkan gigi palsu pada tempatnya (tapi tidak
dianjurkan) atau memasukkan gulungan kasa ke rongga mulut mungkin
dapat menolong mengatasi kesulitan ini. Ventilasi tekanan normalnya
jangan melebihi 20 cm H2O untuk mencegah masuknya udara ke
lambung.
Kebanyakan jalan nafas pasien dapat dipertahankan dengan face
mask dan oral atau nasal airway. Ventilasi dengan face mask dalam jangka
lama dapat menimbulkan cedera akibat tekanan pada cabang saraf
trigeminal atau fasial. Disebabkan tidak adanya tekanan positif pada jalan
nafas selama nafas spontan, hanya diperlukan tekanan minimal pada face
mask supaya tidak bocor. Bila face mask dan ikatan mask digunakan
dalam jangka lama maka posisi harus sering dirubah untuk menghindari
cedera. Hindari tekanan pada mata, dan mata harus diplester untuk
menghindari resiko aberasi kornea.

26
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis Post op ORIF fraktur union radius dextra didapatkan dari


anamnesis, catatan rekam medic pasien dan hasil pemeriksaan penunjang untuk
mengetahui keadaan umum pasien dan memastikan apakah operasi penyambungan
tulang radius dan ulna telah layak untuk dilepas atau tidak. Berdasarkan diagnosis
bedah pasien yaitu union fraktur radius dekstra, rencana operasinya adalah removal
of inplate sehingga jenis anestesi yang akan dilakukan adalah general anestesi
karena membuat pasien lebih tenang.

Status fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA II (pasien dengan
kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang). Teknik general anestesi inhalasi
pada pasien ini dilakukan atas pertimbangan lama waktu operasi 30 menit.
Penggunaan Face Mask dikarenakan operasi yang dilakukan membutuhkan waktu
yang tidak terlalu lama.
Sebelum anestesi dan operasi dimulai, dilakukan persiapan-persiapan terlebih
dahulu, pada pasien ini dipasang infuse, hal ini dilakukan untuk menjaga
keseimbangan cairan yang ada pada tubuh pasien saat tindakan bedah dilakukan.
Cairan infuse yang diberikan pada pasien ini antara lain Ringer Laktat, Tutofusin.

27
Obat-obatan premedikasi yang diberikan adalah Granisetron Inj. 1 mg/ml
(4ml), Fentanyl Inj. 50 µg/ml (2ml), Sedacum (Midazolam) Inj 5mg/5cc (5ml).
Granisetron termasuk dalam kelas obat penghambat 5-HT3 (antagonis reseptor
serotonin 5-HT3 selektif). Serotonin 5-HT3 merangsang saraf vagus, menyaurkan
rangsangan ke CTZ dan pusat muntah sehingga terjadi mual dan muntah. Granisetron
diberikan pada pasien ini untuk mencegah mual dan muntah yang bisa menyebabkan
aspirasi pada pasien saat operasi Fentanyl termasuk obat golongan analgesik
narkotika (opioid), opioid tidak mengganggu cardiovaskuler sehingga banyak di
gunakan untuk induksi pasien pada pasien dengan kelainan jantung. Obat ini
digunakan untuk mengurangi/menghilangkan nyeri, mengurangi nyeri saat
pembedahan, biasanya diberikan jika anastesi dilakukan dengan anastetik dengan
sifat analgesik rendah misalnya halotan, tiopental, propofol.mempunyai potensi
analgesik 100 kali morfin. Efek depresi nafasnya lebih lama jika dibangdingkan
dengan efek analgesiknya. Dimana dosis 1- 3 µg/ Kg BB analgesinya kira- kir hanya
berlangsung 30 menit, oleh karena itu obat ini digunakan untuk anastesi saat
pembedahan, bukan untuk pasca bedah. Dosis besar dari obat ini dapat mencegah
peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, ADH, renin, Aldosteron, dan kortisol.
Midazolame (Sedacum) adalah obat hipnotik-sedatif. Obat ini merupakan turunan
benzodiazepine. Midazolam (Sedacum) menjadi obat hipnotik sedatif pilihan karena
kerjanya cepat,waktu paruhnya pendek,memiliki amnesia aterograde yang
menguntungkan,tidak mengiritasi Obat golongan Sedatif adalah obat-obatan yang
menghilangkan kecemasan, mengurangi ketegangan dan menimbulkan ketenangan
Sedangkan efek obat golongan Hipnotika adalah obat-obat sedatif yang ditingkatkan
dosisnya yang mendepresi susunan saraf pusat sehingga menyebabkan tidur.
Induksi anestesi pada kasus ini menggunakan anestesi general propofol
(recofol). Propofol (recofol) dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih
susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1%. Suntikan intravena sering menyebabkan
nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya sebaiknya dapat diberikan lidokain 1-2
mg/kg secara intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kgBB, dosis rumatan
untuk anastesi intravena total adalah 4-12 mg/kgBB/jam dan dosis sedasi untuk
perawatan intensif 0,2 mg/kgBB. Pengenceran propofol hanya boleh dengan

28
dekstrosa 5%.Sediaan 1 ampul 200 mg/20 ml. pada pasien ini menggunakan
100mg/10 ml.
Sedangkan untuk anestesi inhalasi menggunakan O2, N2O dan Isofluran. O2
pertama kali diberikan pada pasien ini dengan dosis 5L/menit. Setelah nafas pasien
teratur, kemudian dosis O2 diturunkan dan kemudian N2O dimasukkan. Dosis
keduanya seimbang yaitu 50:50 (3L/menit : 3 L/menit). N2o merupakan satu satunya
gas organik yang dipakai dalam bidang anastesi, N2O merupakan gas yang idak
berwarna, berbau manis, tidak iritatif, dan memiliki sifat 15 kali lebih mudah larut
dalam plasma dibangdingkan oksigen. N2O merupakan anastetika yang lemah tetapi
analgesiknya kuat, sehingga sering digunakan untuk menghilang nyeri saat
menjelang persalinan. Pada anastesi inhalasi jarang digunakan sendrian tetapi
digunakan kombinasi dengan anastetik yang lain. Pada akhir anastesi setelah N2O
dihentikan maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi
pengenceran O2, dan terjadilah hipoksia difusi, untuk menghindari hipoksia difus
diberikan oksigen atau O2 100% selama 5- 10 menit. Anestesi inhalasi lain yang juga
digunakan adalah Isoflurane. Isoflurane suatu obat anestesi volatile yang induksinya
cepat dan pemulihannya cepat, tidak iritasi dan tidak menimbulkan sekresi. Seperti
anastesi inhalasi yang lain, isofluran juga bsa mendepresi pernafasan. Seperti halnya
halotan dan enfluran, Isoflurane berefek bronkhodilator, tidak menimbulkan mual-
muntah, dan bersifat kompatibel dengan epineprin. Depresi terhadap jantung minimal
dibangdikan enfluran dan halotan. Efek penurunan tekanan darah sama besarnya
dengan halotan, hanya berbeda dalam mekanisme kerjanya, dan juga dapat
menurunkan tekanan darah arteri dengan cara menurunkan resistensi perifer total
sehingga dapat digunakan kombinasi dengan tekhnik mengendalikan hipotensi.
Isoflruran memiliki efek relaksasi otot yang baik dan berpotensiasi dengan obat
relaksan. Isoflurane menurunkan tekanan darah terutama dengan vasodilatasi perifer
dan hampir tidak mendepresi miokardium.. Baru setelah operasi selesai O2 dinaikan
5L/menit dan N2O di matikan.
Selama operasi berlangsung, dilakukan monitoring fungsi organ vital
(tekanan darah, nadi, saturasi oksigen). Monitoring secara elektronik membantu ahli
anestesi mengadakan observasi pasien lebih efisien secara terus menerus. Selama
operasi berlangsung juga tetap diberikan cairan intravena untuk menjaga

29
keseimbangan cairan. Setelah operasi selesai, kanul nasal oksigen dilepaskan, manset
dan oxymeter juga dilepaskan serta monitor dimtikan, pasien dibawa ke recovery
room
Pasien dipindah ke recovery room dan dilakukan observasi sesuai skor
Aldrete. Bila pasien tenang dan Aldrete Score ≥ 8 dan tanpa nilai 0, pasien dapat
dipindahkan ke bangsal. Pada kasus ini Aldrete Score pasien yaitu aktivitas motorik 2
(empat ekstremitas dapat digerakkan), pernapasan 2 (bernapas tanpa hambatan),
kesadaran 2 (sadar penuh), sirkulasi 2 (tekanan darah dalam kisaran <20% sebelum
operasi), dan warna kulit 2 (merah muda). Jadi Aldrete Score pada pasien ini adalah
10 sehingga pasien dapat dipindahkan ke bangsal.

BAB IV
KESIMPULAN

Seorang perempuan 27 tahun dengan Post ORIF fraktur union radius dextra
yang akan dilakukan operasi pelepasan plate (ROI). Diagnosis ditegakkan dari
anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik. Pada pasien ini dilakukan penanganan dengan
tindakan bedah ekstirpasi (tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta
kapsulnya.)
Berdasarkan klasifikasi status fisik pasien pra-anestesi menurut American
Society of Anesthesiologist, pasien digolongkan dalam ASA II (pasien dengan
kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang). Teknik anestesi yang dilakukan
pada pasien ini adalah general anestesi dengan menggunakan face mask
Obat premedikasi dimasukan melalui intravena Fentanyl Inj. 50 µg/ml (2ml),
Granisetron Inj. 1 mg/ml (4ml), Sedacum (Midazolam) Inj 5mg/ml (5ml). Sedangkan
untuk induksi diberikan Recofol (Propofol) 100 mg. Pada pasien ini juga diberikan
infuse RL dan tutofusin, hal ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan cairan pada
tubuh pasien saat tindakan bedah dilakukan.

30
Di ruang pemulihan (Recovery Room) keadaan umum dan vital sign pasien
dalam batas normal dan Lockharte/Aldrete Score pasien ini adalah 10 sehingga
pasien bisa dipindahkan ke bangsal.

DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat R., dan de Jong Wim. 2005. Patah Tuland dan Dislokasi dalam:
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2001, Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh
Agung Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta.

Rasjad, C. 2007. Trauma Pada Tulang dalam : Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.
Edisi Ketiga. Penerbit Yarsif Watampone. Jakarta.

Kune Wong Siew, Peh Wilfred C. G. 2011. Trauma Ekstremitas dalam : Corr
Peter. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta..

Patel Pradip R. 2005. Trauma Skeletal dalam: Patel Pradip R. Lecture Notes
Radiologi. Edisi kedua. Penerbit Buku Erlangga. Jakarta.. Hal 221-230.

31
Eiff et. al. 2004. Radius and Ulna Fractures in : Fracture Management For
Primary Care. Second Edition. Publisher Saunders. UK. Page 116-119.

dr. Gde Mangku, Sp.An. KIC, dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, Sp.An.,
Editors; . 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks
Jakarta

Latief SA., Suryadi KA., Dachlan MR., 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Jakarta: FK UI. 2009; 2: 29-96

Keat, Sally., Bate, Simon Towned., Bown, Alexander., & Lanham, Sarah. (2013).
Anaesthesia On The Move (Tjokorda Gede Agung Senaphati, Penerjemah).
Jakarta: Indeks.

32

Anda mungkin juga menyukai