Anda di halaman 1dari 19

REFLEKSI KASUS

STRUMA NODOSA NON TOKSIK

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit
Bethesda Program Pendidikan Dokter Tahap Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Duta Wacana

Disusun oleh:

Yosephine Aemelia Sherry Simbolon (42220604)

Dosen Pembimbing Klinik:

dr. Hariatmoko, Sp. B, FINACS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT BETHESDA LEMPUYANGWANGI

PERIODE 24 APRIL 2023 – 13 MEI 2023

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

YOGYAKARTA

2023
BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
No. RM : 0059XXXX
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 3 Januari 1967
Usia : 56 tahun
Alamat : Dipowinatan, Keparakan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal MRS : 26 April 2023
Tanggal periksa : 27 April 2023
II. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Benjolan di leher.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan benjolan di leher bagian tengah sejak 2 tahun yang
lalu (sejak 2021). Dari 2 tahun lalu hingga sekarang ukuran benjolan kurang
lebih sama, tidak membesar atau mengecil. Benjolan tidak menimbulkan
keluhan seperti sesak ataupun adanya kesulitan menelan. Benjolan tidak terasa
nyeri, tidak terasa nyeri saat menelan dan tidak nyeri tekan. Pasien tidak
mengeluhkan adanya suara serak. Keluhan keringat berlebih, tremor, berdebar,
peningkatan nafsu makan dan penurunan berat badan disangkal.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
• Keluhan serupa : Disangkal
• Hipertensi : Disangkal
• Asma : Disangkal
• Jantung : Disangkal
• Maag : Ya
• Diabetes Mellitus : Disangkal
• Dislipidemia : Disangkal
• Alergi : Disangkal
• Trauma : Disangkal
• Riwayat Operasi : Hemorroid
d. Riwayat Penyakit Keluarga
• Jantung : Disangkal
• Diabetes Mellitus : Disangkal
• Keganasan : Disangkal
• Asma : Disangkal
• Hipertensi : Disangkal
• Alergi : Disangkal
e. Riwayat Pengobatan : Disangkal
f. Lifestyle
• Rokok : Disangkal
• Alkohol : Disangkal
• NAPZA : Disangkal
• Aktivitas : Ibu rumah tangga, bekerja mencuci, memasak,
menyapu.
• Physical exercise : Tidak rutin olahraga selain aktivitas sebagai ibu
rumah tangga.
• Pola makan : teratur, bervariasi (karbohidrat, lauk-pauk dan
sayuran), tidak ada pantangan makan, tidak diet rendah garam.
III. PEMERIKSAAN FISIK
• Keadaan Umum : Baik
• Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
• Tanda vital
o Tekanan darah : 108/69 mmHg
o Nadi : 88x/menit
o Respirasi : 20x/menit
o Suhu : 36,2ºC
o SpO2 : 99%
Status Generalis
• Kepala : normocephalic.
• Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata
cekung (-), pupil isokor (2m), refleks pupil (+/+).
• Hidung : simetris, nafas cuping hidung (-), discharge (-).
• Mulut : sianosis (-), bibir kering (-).
• Thorax
o Paru
▪ Inspeksi : simetris, ketertinggalan gerak (-) , jejas (-),
penggunaan otot bantu nafas (-).
▪ Palpasi : nyeri tekan (-/-), ketertinggalan gerak (-),
fremitus (+/+).
▪ Perkusi : sonor (+/+).
▪ Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
o Jantung
▪ Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
▪ Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V linea midclavicula
sinistra.
▪ Perkusi : batas jantung dalam batas normal.
▪ Auskultasi : S1S2 reguler, suara tambahan (-).
• Abdomen
o Inspeksi : sejajar dinding dada, jejas (-).
o Auskultasi : bising usus (+).
o Perkusi : timpani di semua regio.
o Palpasi : nyeri tekan (-), supel, hepatomegali (-).
• Ekstremitas
o Atas : akral hangat, CRT <2 detik.
o Bawah : akral hangat, CRT <2 detik.
Status Lokalis
• Leher
o Inspeksi : Benjolan berbentuk bulat diameter 2,5 cm di
leher sisi kiri, bergerak saat menelan.
o Palpasi : Kenyal, nyeri tekan (-), mobile.
o Auskultasi : bruit (-).
IV. DIAGNOSIS BANDING
• Struma nodosa non toksik
• Struma difusa non toksik
• Karsinoma tiroid
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Lengkap (27 April 2023)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 12.2 12 – 16 g/dL
Eritrosit 4.20 4.2-5.4 jt/mm3
Leukosit 4.73 4.5-11 rb/mm3
Neutrofil 62.9 50.0-70.0%
Limfosit 24.9 22.0-44.0%
Monosit 9.3 2.0-8.0%
Eosinofil 2.5 2.0-4.0%
Basofil 0.4 0.00-1.00
NLR 2.5 <3.13
Hematokrit 35.3 36-48%
MCV 84.0 80.0-99.0 fL
MCH 29.0 27.0-32.0 pg
MCHC 34.6 32.0-36.0 g/dL
Trombosit 244 150-450 rb/mm3
GDS 110 70-140 mg/dL
Bleeding Time 3 1-6 menit
Clotting Time 8 7-12 menit

2. Pemeriksaan Fungsi Tiroid (5 April 2023)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
TSH 3.569 0.350-4.940 µIU/mL
Free T4 15.44 9.00-19.05 pmol/L
3. Xray Thorax (27 April 2023)

Kesan:
Tak tampak abnormalitas pada pulmo
Tak tampak cardiomegali
4. USG Colli (4 Maret 2023)

Kesan:
Gambaran struma sinistra dengan bentukan massa kistik dengan komponen
solid papiler di dalamnya, ukuran 1,8x1,4x2,7 cm. TIRADS 3
Tak tampak kelainan pada thyroid dextra
VI. DIAGNOSIS
• Struma Nodosa Non Toxic
VII. TATALAKSANA
• Infus RL 20 tpm
• Injeksi Cefuroxime 1 gram
• Plan: Isthmolobektomi
VIII. EDUKASI
• Menyampaikan pada pasien dan keluarganya terkait kondisi yang dialami,
yaitu terjadi pembesaran kelenjar tiroid yang curiga bukan keganasan dan
tidak mengganggu fungsi hormon tiroid.
• Menginformasikan pada pasien dan keluarganya mengenai tindakan operasi
yang akan dilakukan yaitu isthmolobektomi (pengangkatan salah satu lobus
kelenjar tiroid dan isthmusnya, dimana letak pembesaran kelenjar berada).
• Menginformasikan komplikasi yang dapat terjadi saat operasi seperti
perdarahan dan suara serak.
IX. PROGNOSIS
• Ad Vitam : Bonam
• Ad Fungsionam : Bonam
• Ad Sanationam : Bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Struma atau goiter adalah pembesaran dari kelenjar tiroid. Struma non toksik
adalah pembesaran kelenjar tiroid tanpa adanya gangguan dari fungsi tiroid. Kondisi
ini bukan disebabkan karena adanya inflamasi ataupun neoplasia. Pembesaran kelenjar
tiroid dapat terjadi secara difus ataupun lokal. Biasanya struma non toxic disebabkan
karena kurangnya asupan iodin (iodin) atau karena kelainan pada metabolismenya.
Kekurangan iodin akan menurunkan produksi hormon tiroid dan produksi TSH akan
meningkat, sehingga dalam jangka panjang akan menyebabkan hiperplasia folikel tiroid
yang akan bermanifestasi sebagai pembesaran kelenjar tiroid.
B. ANATOMI
Kelenjar tiroid normalnya memiliki berat kurang lebih 25 gram, berbentuk
kupu-kupu dan terletak di depan laring dan trakea. Kelenjar tiroid terdiri dari lobus kiri
dan kanan dan dihubungkan dengan isthmus. Isthmus berada setinggi cincin trakea
kedua dan ketiga dengan lobus-lobus berada di sampingnya. Batas atas lobus tiroid
adalah kartilago tiroid dan batas bawahnya adalah cincin keempat trakea.
Kelenjar tiroid kaya akan vaskularisasi. Suplai darah menuju ke kelenjar tiroid
berasal dari 2 pasang arteri bilateral. Arteri tiroid superior berasal dari arteri karotis
eksterna, dan bercabang saat memasuki bagian superior lobus tiroid. Arteri tiroid
inferior adalah cabang dari batang thyrocervical dari arteri subklavia
C. FISIOLOGI
Kelenjar tiroid mensekresi hormon tiroid yaitu T3 (triiodotironin) dan T4
(tiroksin) sebagai respon dari TSH (Thyroid Stimulatin Hormone) yang disekresikan
oleh kelenjar pituitari. Hormon-hormon ini penting dalam proses metabolisme sel tubuh.
Selain itu, kelenjar tiroid juga mensekresi hormon kalsitonin yang berperan dalam
metabolisme kalsium.
Dengan menurunnya produksi hormon tiroid karena defisiensi iodin, TSH akan
disekresikan lebih banyak dan jika hal ini berlangsung dalam jangka panjang, maka
akan menyebabkan folikel tiroid mengalami hiperplasia dan akan bermanifestasi
sebagai pertambahan ukuran kelenjar tiroid.
D. EPIDEMIOLOGI
Hormon tiroid disintesis dari iodin. Iodin terdapat pada tanah dan dikonsumsi
pada makanan yang menyerap iodin dari tanah. Di daerah pegunungan dan
lingkungan yang sering hujan, iodin tersapu dari tanah, dan tanah bisa kekurangan iodin.
Hal ini menjelaskan mengapa penduduk di daerah pegunungan berisiko lebih besar
terkena struma karena diet rendah iodin yang mereka konsumsi. Ada bukti bahwa
pemberian iodin sebagai suplemen menurunkan kejadian struma. Terdapat studi
mengatakan bahwa pemberian iodin pada garam meja, menurunkan risiko struma
endemik dari 20% menjadi 5% pada perempuan muda di Ohio. Di AS, struma sporadic
adalah penyebab paling sering dari struma non toksik dengan insiden sebesar 5%.
Derajat defisiensi iodin ringan memiliki insidensi 5% hingga 20%. Derajat
defisiensi sedang prevalensinya meningkat 20% hingga 30%, sedangkan pada derajat
defisiensi berat insidensi meningkat hingga lebih dari 30%. Prevalensi goiter pada
wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria.
Status sosial ekonomi yang rendah merupakan faktor risiko penyakit struma. Ini
mungkin terkait dengan penurunan asupan iodin. Goiter sporadis karena
dismorfogenesis dan goiter endemik sebagian besar terjadi selama masa kanak-kanak,
dan kelenjar tiroid bertambah besar seiring bertambahnya usia.
E. KLASIFIKASI

• Dyshormonogenetic goiter merupakan hiperplasia dari kelenjar tiroid akibat


defek genetik yang mengebabkan gangguan pada sintesis hormon tiroid.
Mutasi genetik terjadi pada 20% kasus dishormonogenesis tiroid disebabkan
oleh hipotiroid kongenital primer, 80% kasus yang lain merupakan akibat
dari disgenesis hormon tiroid
• Graves disease atau diffuse toxic goiter biasanya muncul pada wanita
disertai dengan kelemahan otot, penurunan berat badan, intoleransi suhu,
kelelahan, takikardi, kelelahan, dan peningkatan nafsu makan. Graves
disease merupakan penyakit autoimun yang menyebabkan produksi
berlebih dari hormon tiroid. Banyak faktor yang diduga menjadi faktor
resiko terjadinya graves disease seperti genetik, lingkungan, emosi, dan
infeksi.
• Nodular hiperplasia merupakan hiperplasia tiroid tersering. Nodular
hiperplasia dibagi menjadi 2 yaitu, endemik dan sporadik. Goiter endemic
disebabkan oleh rendahnya asupan iodin, sedangkan sporadik masih belum
diketahui.
Berdasarkan American Society for Study of Goiter terbagi menjadi:
• Struma nodusa non toksik
• Struma difusa non toksik
• Struma nodusa toksik
• Struma difusa toksik
Istilah toksik dan non toksik digunakan bila terdapat perubahan dari segi fungsi
fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah nodusa
dan diffusa digunakan untuk perubahan bentuk anatomi. Struma difus adalah
pembesaran yang merata dengan konsistensi lunak pada seluruh kelenjar tiroid.
Pada goiter endemik dibedakan menurut derajatnya menjadi:
• 0a. tidak terlihat dan teraba ukuran normal
• 0b. teraba bila berbaring, bila berdiri benjolan hilang
• 1. Teraba saat pemeriksaan, tampak saat kepala ditegakkan
• 2. Mudah terlihat pada posisi kepala normal
• 3. Terlihat pada jarak jauh
F. ETIOPATOGENESIS
Kekurangan iodin atau meningkatnya kebutuhan hormon tiroid menstimulasi
kelenjar pituitari untuk meningkatkan sekresi TSH. TSH menstimulasi sel folikel tiroid
dan jika terjadi secara terus menerus maka akan menyebabkan hiperplasia sel folikel
dan pembesaran tiroid. Jika kekurangan iodin teratasi, ukuran kelenjar tiroid dapat
menurun karena stimulasi kelenjar tiroid berkurang karena berkurangnya kadar TSH.
Defisiensi iodin dapat menyebabkan penurunan produksi T3 dan T4. Peran
iodin dalam pembentukan hormon tiroid diawali dengan masuknya iodin kedalam sel
folikuler, kemudian dioksidasi sehingga membentuk I2. I2 dapat menembus lapisan
sel hingga masuk dalam koloid. Proses selanjutnya adalah iodinasi residu tirosin
untuk membentuk monoidotirosin dan diiodotirosin (DIT). Monoidotirosin dan
diiodotirosin akan berikatan dan membentuk hormon T3 dan T4. Ketika jumlah
iodin berkurang maka proses ini tidak akan berlangsung dengan baik. Oleh sebab
itu terjadi stimulasi hipofisis berlebih untuk menghasilkan TSH.
Radiasi pengion eksternal atau yodium radioaktif, menyebabkan kelainan tiroid.
Individu yang terpapar radiasi di bawah usia 20 tahun memiliki peningkatan insiden
nodul tiroid pada tahun-tahun awal dan kanker tiroid papiler seiring bertambahnya usia.
Goitrogens atau endokrin disruptor: hiperplasia kelenjar tiroid akibat konsumsi
makanan atau obat – obatan yang menyebabkan peradangan, menghambat
pengangkutan iodida, misalnya lithium, amiodaron, nivolumab, tiosianat, ftalat,
isoflavon, singkong, jagung, kangkung, kobis, lobak, kembang kol dan lain lain.
Tiosianat dan perklorat menginhibisi transport I2 ke kelenjar tiroid dan menurunkan
sintesis hormon tiroid.
G. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar pasien struma nodusa nontoksik tidak menunjukkan gejala.
Pembengkakan dapat ditemukan secara tidak sengaja oleh pasien atau orang lain.
Beberapa individu mungkin memiliki gejala kompresif seperti disfagia, dispnea, dan
suara serak karena kompresi mekanis saraf laring oleh gondok besar di dekatnya. Tiroid
yang besar dapat menekan pembuluh darah leher yang menyebabkan pembengkakan
dan ketidaknyamanan pada wajah. Nyeri jarang terjadi dan mungkin parah ketika ada
perdarahan di nodul dan mungkin terkait dengan perubahan mendadak pada struma
H. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pembesaran kelenjar tiroid biasanya ke arah depan karena lokasi kelenjar berada di
anterior dari trakea. Jarang ditemukan pembesaran kelenjar tiroid yang mengelilingi
dan menekan trakea dan/atau esofagus atau meluas ke arah inferior (ke mediastinum
anterior).

Pola pertumbuhan dari struma perlu ditanyakan:


• Sudah berapa lama benjolan membesar dan apakah ukurannya berubah
(bertambah atau berkurang)?
• Bila bertambah, seberapa cepat pertumbuhannya? (pertumbuhan nodul yang
cepat dapat mengarahkan kecurigaan keganasan).
• Apakah benjolan terasa nyeri atau tumbuh dengan cepat? (dapat dicurigai
adanya pendarahan pada nodul).
Tanyakan terkait intake iodin:
• Kekurangan asupan iodin.
• Kelebihan iodin dari penggunaan obat-obatan (misalnya amiodaron),
konsumsi rumput laut.
Tanyakan mengenai riwayat paparan radiasi terutama pada bagian kepala dan leher.
Tanyakan apakah ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang mirip. Misalnya
adakah kemungkinan dishormonogenesis pada pasien anak, riwayat karsinoma papiler
tiroid atau neoplasia lain pada tiroid.
Gejala obstruksi:
• Kompresi yang terjadi di trakea biasanya asimptomatik hingga penyempitan
yang parah terjadi.
• Dapat terjadi disfagia (terutama bila menelan makanan padat) jika struma
membesar ke arah posterior.
• Penekanan pada nervus laringeal rekuren dapat menyebabkan disfungsi pita
suara dan menimbulkan suara yang serak.
• Penekanan vena oleh struma mediastinal dapat menyebabkan dilatasi vena.

Struma terlihat, wajah mengalami eritema, distensi vena juguler, dan dilatasi vena (varises) di
leher karena aliran darah dari area kepala ke dada mengalami obstruksi oleh struma.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang komprehensif harus dilakukan untuk mendeteksi tanda
dan gejala hipo atau hipertiroid.
Pemeriksaan tiroid:
• Inspeksi : Lihat pembesaran pada kelenjar tiroid, kesimetrisan, apakah
benjolan bergerak ke atas saat menelan dan perubahan warna.
• Palpasi : dari depan dengan kedua ibu jari, dari belakang dengan telunjuk,
2, dan/atau 3 jari dan pasien diminta untuk menelan. Pertama identifikasi
kartilago tiroid, otot sternokleidomastoid bilateral, dan takik sternum
(jugular notch). Struktur anatomi ini berbatasan dengan kelenjar tiroid
Periksa:
o Lokalisasi (pada lobus kanna/kiri atau keduanya)
o Jumlah
o Ukuran. Bila batas bawah tidak teraba, dapat disebabkan karena
struma berada di retrosternal (biasanya struma ini tidak ikut naik saat
pasien diminta menelan).
o Konsistensi
o Permukaan
o Nyeri
o Pergerakan saat menelan
Pada struma yang berada di retrosternal, dapat dilakukan pemeriksaan Pemberton Sign,
dimana pasien diminta mengangkat kedua lengan. Ditemukan hasil pasien menjadi
sesak dan terjadi kongesti di wajah.
Pemeriksaan untuk tanda-tanda disfungsi hormon tiroid:
• Hipotiroid: kulit pucat, penambahan berat badan tanpa perubahan nafsu
makan, intoleransi dingin, sembelit, hipersomnia.
• Hipertiroid: takikardia, aritmia (misalnya atrial fibrilasi), diaforesis
(keringat berlebih), penurunan berat badan tanpa perubahan nafsu makan,
intoleransi panas, hiperdefekasi, eritema pada palmar, lid lag (keterlambatan
gerak kelopak mata), tremor.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan fungsi tiroid
Dilakukan dengan pengecekan kadar TSH, Free T4 dan T3. Bertujuan untuk
mengetahui apakah pasien mengalami tirotoksik, toksik subklinis,
hipotiroid atau eutiroid.
• USG
Untuk menilai nodul tiroid. Nodul yang dicurigai keganasan bila ditemukan
hypoechogenicity, mikrokalsifikasi, hipervaskular dan bila ditemukan
komponen solid. Bila ditemukan hal-hal ini pemeriksaan dengan aspirasi
jarum halus direkomendasikan.
• Xray Thorax
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk kasus struma yang berada di
retrosternal.

• CT Scan dan MRI


Digunakan untuk mengetahui apakah terdapat deviasi trakea, penekanan
pada saluran nafas dan perluasan struma ke retrotrakea atau retrosternal.

J. TATALAKSANA
Umumnya struma non toxic berkembang dengan lambat dan asimptomatik sehingga
tidak membutuhkan tindakan dan hanya dilakukan follow up.
Terdapat beberapa pilihan tatalaksana untuk struma nodusa non toksik, yaitu:
• Terapi supresi dengan hormon Levotiroksin: obat ini digunakan untuk
meningkatkan sekresi hormon tiroid dan menekan TSH yang dihasilkan
oleh hipofisis sehingga tidak terjadi hiperplasiasel folikuler pada kelenjar
tiroid. Biasanya pemberian terapi ini selama 4-5 bulan, kemudian struma
dievaluasi kembali apakah mengecil atau membesar, jika mengecil terapi
dapat dilanjutkan sedangkan jika membesar harus dilakukan biopsy aspirasi
atau operasi. Penggunaan levotiroksin perlu dengan pengawasan terhadap
munculnya aritmia dan hipertiroid.
• Pembedahan dengan metode isthmolobektomi: dengan melakukan
pengangkatan pada isthmus dan kelenjar tiroid yang membesar. Indikasi
terapi pembedahan pada kasus ini adalah adanya kompresi pada jalan napas,
gangguan kosmetik, beresiko keganasan, dan gagal dengan pemberian
medikamentosa.
• Tiroidektomi: tindakan ini dapat dilakukan jika struma non toksik
menimbulkan gejala atau komplikasi. Tindakan ini harus mencakup eksisi
kelenjar total atau hampir total. Keuntungannya yaitu tingkat kekambuhan
rendah, namun komplikasi yang bisa terjadi dapat beruba cedera saraf laring
dan hipoparatiroidisme. Serta post tiroidektomi pasien membutuhkan
suplemen tiroid seumur hidup.
• Ablasi yodium radioaktif.: tindakan ini biasanya diindaksikan pada pasien
yang memiliki kontraindikasi untuk pembedahan atau untuk pasien yang
kondisinya tidak baik. Tindakan ini dapat menyebabkan pengurangan
ukuran gondok sebesar 40% sampai 60% dalam waktu 2 tahun. Tiroiditis
radiasi, hipotiroidisme, dan peningkatan sementara ukuran kelenjar tiroid
adalah komplikasi paling umum yang penggunaan ablasi yodium radioaktif
terbatas.
Indikasi tindakan bedah pada struma nontoksik:
• Kosmetik.
• Eksisi nodulus tunggal yang mungkin ganas.
• Struma multinoduler yang berat.
• Struma yang menyebabkan kompresi laring atau struktur leher lain.
• Struma retrosternum yang menyebabkan kompresi trakea atau struktur lain.
K. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS
Bila ukuran struma besar, dapat meluas hingga retrosternal yang dapat
menyebabkan penekanan pada trakea bagian atas, nervus laringeus dan esofagus.
SNNT adalah entitas jinak dan hanya menyebabkan masalah estetika. Namun,
jikaukurannya besar, dapat menekan trakea, saraf laring, dan kerongkongan.
Kebanyakan SNNT memiliki prognosis yang sangat baik. Sebagian kecil dapat
menyebabkan hipertiroidisme dan beberapa dapat menjadi ganas, oleh karena itu
diperlukanpengawasan seumur hidup. Pada orang dengan kompresi, setelah operasi
pengangkatan, penyempitan trakea berbalik dan menghasilkan peningkatanfungsi paru-
paru. Sedangkan untuk komplikasi yang bisa terjadi yaitu hipertiroidisme, kompresi
trakea, dapat berubah menjadi ganas, adanya perdarahan di leher, bisa terjadi infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Alkabban FM, Patel BC. Nontoxic Goiter. 2022. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing;

Can AS, Rehman A. Goiter. 2023. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing

Luigi Solbiati, J. William Charboneau, Vito Cantisani, C. R. and G. M. 2022. The thyroid
gland. In Diagnostic Ultrasound (Fifth Edit, pp. 691–731)

Suh, I., & Sosa, J. A. (2022). Thyroid. In Sabiston Textbook of Surgery (21st ed., pp. 873–920).
https://doi.org/10.31826/9781463212209-037

Sjamsuhidajat, R. W. D. J., & De Jong, W. 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed.4. Vol. 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai