Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENYAKIT TBC PARU BTA (+)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata kuliah : penyakit berbasis lingkungan

DISUSUN OLEH :

Nama : Maya Pita Sari

Nim : PO71331230074

Prodi : D4 Ajeng Sanitasi Lingkungan

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLTEKKES KEMENKES JAMBI

TAHUN 2023/2024
DAFTAR ISI

COVER

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN.

1.1 Latar Belakang. ............................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah. .......................................................................................................... 2

1.3 Tujuan ............................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Tuberkulosis ...................................................................................................... 3

2.2 Cara Penularan Tuberkulosis .......................................................................................... 3

2.3 Diagnosis Tuberkulosis ................................................................................................... 4

2.4 Upaya Penanggulangan Tuberkulosis ..............................................................................4

2.5 Faktor Lingkungan yang menyebabkan TBC paru BTA (+)............................................... 5

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 7

3.2 Saran .............................................................................................................................. 7

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TBC) merupakan salah satu penyakit menular yang telah menghantui
umat manusia selama berabad-abad. Sebagai salah satu penyebab kematian tertinggi di
dunia, TBC tidak hanya mempengaruhi kesehatan individu, tetapi juga memperberat beban
ekonomi dan sosial suatu negara. Di era globalisasi saat ini, walaupun banyak kemajuan
telah dicapai dalam bidang medis dan kesehatan, TBC tetap menjadi tantangan utama bagi
sistem kesehatan global.
Tuberkulosis (TBC) telah lama menjadi sorotan dalam dunia kesehatan global sejak
ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Sebagai penyakit menular yang
mematikan, TBC telah menghantui manusia selama berabad-abad, dan hingga saat ini,
belum sepenuhnya berhasil dikendalikan di seluruh dunia.
TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang paling sering
menginfeksi paru-paru dan dapat menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya. Dengan
sifatnya yang menular dan resistensinya terhadap beberapa antibiotik, TBC menjadi salah
satu penyakit menular dengan dampak sosial dan ekonomi yang signifikan, terutama di
negara-negara dengan sumber daya kesehatan yang terbatas.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), TBC masih menjadi ancaman kesehatan
global, dengan jutaan kasus baru dan ribuan kematian yang dilaporkan setiap tahun. Di
banyak negara, termasuk di Indonesia, TBC tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat
yang mendesak, mempengaruhi kualitas hidup masyarakat dan memberikan beban
ekonomi pada sistem kesehatan.
Dalam konteks penyebarannya, identifikasi Basil Tahan Asam (BTA) dalam
pemeriksaan dahak menjadi kunci utama dalam diagnosis TBC. Pasien dengan TBC BTA
(+) memiliki risiko penyebaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang tidak
menunjukkan BTA dalam pemeriksaan. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang
karakteristik, gejala, diagnosis, dan pengobatan TBC BTA (+) sangat penting bagi tenaga
medis, peneliti, serta masyarakat luas untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dan
meningkatkan upaya pengendalian.
Penyebab utama kegagalan dalam pengendalian TBC adalah evolusi bakteri
Mycobacterium tuberculosis yang menjadi resisten terhadap antibiotik, ketidakcukupan
program pencegahan, serta kurangnya akses penuh terhadap perawatan medis oleh
masyarakat yang rentan. Salah satu indikator utama dalam diagnosis TBC adalah deteksi
Basil Tahan Asam (BTA) dalam sampel dahak pasien, yang menunjukkan aktifitas bakteri
TBC dalam tubuh.
Tuberkulosis Paru BTA (+) merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan
perhatian khusus di tingkat pelayanan kesehatan primer seperti Puskesmas Putri Ayu.
Puskesmas memiliki peran strategis dalam mendeteksi, mengobati, dan mencegah
penyebaran penyakit ini di masyarakat.
Puskesmas Putri Ayu adalah sebuah pusat pelayanan kesehatan primer yang melayani
masyarakat di wilayah tertentu. Puskesmas ini memiliki tim kesehatan yang terlatih untuk
memberikan pelayanan medis dan pencegahan, termasuk dalam penanganan TBC paru
BTA (+).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Jambi tercatat bahwa di Puskesmas Putri Ayu
Kota Jambi penderita TBC Paru BTA (+) masih sering terjadi Dimana angka kerjadian
pada tahun 2022 sebesar 486 Berdasarkan data tersebut penyakit TBC Paru BTA (+) yang
dialami oleh masyarakat yang tinggal diwilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu seperti
Kelurahan Legok, Murni, Sungai Putri dan Solok Sipin dan selamat. Maka dari itu penulis
tertarik mengangkat judul mengenai Penyakit TBC Paru BTA (+) di Puskesmas Putri Ayu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana yang dimaksud dengan Tuberkulosis
2. Bagaimana cara penularan TBC Paru BTA (+)
3. Bagaimana diagnosis penderita Tuberkulosis
4. Bagaiaman upaya penanggulangan Tuberkulosis
5. Apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit Tuberkulosis

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu Tuberkulosis
2. Untuk mengetahui bagaimana cara penularan penyakit TBC Paru BTA (+)
3. Untuk mengetahui bagaimana diagnosis penderita Tuberkulosis
4. Untuk mengetahui bagaimana upaya penanggulangan Tuberkulosis
5. Untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit
Tuberkulosis
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Tuberkulosis


Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Penyakit ini paling sering menyerang paru-paru
walaupun pada sepertiga kasus menyerang organ tubuh lain dan ditularkan orang ke
orang. Ini juga salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang manusia. TB
merupakan penyebab paling umum dari infeksi kematian terkait penyakit di seluruh
dunia. Meskipun tingkat TB menurun, penyakit ini menjadi lebih umum di banyak
bagian dunia. Selain itu, prevalensi TB yang resistan terhadap obat meningkat di
seluruh dunia. Mycobacterium tuberculosis, suatu basil tuberkel, adalah agen penyebab
TB. Bakteri ini termasuk dalam kelompok organisme yang berkaitan erat dengan M
africanum, M bovis, dan M-microti di kompleks TB M.

2.2 Cara Penularan Tuberkulosis


Sumber penularan TB adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernafasan. Jadi penularan TB tidak terjadi melalui perlengkapan makan, baju, dan
perlengkapan tidur
Setelah kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB
tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung kebagian-bagian
tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
2.3 Diagnosis Tuberkulosis
Pemerintah melalui gerakan terpadu nasional, memiliki upaya untuk meningkatkan
kemampuan Puskesmas untuk melakukan diagnosis TB berdasarkan pemeriksaan BTA
ini. Pemeriksaan dahak dilakukan sedikitnya 3 kali, yaitu pengambilan dahak sewaktu
penderita datang berobat dan dicurigai menderita TB, kemudian pemeriksaan kedua
dilakukan keesokan harinya, yang diambil adalah dahak pagi. Sedangkan pemeriksaan
ketiga adalah dahak ketika penderita memeriksakan dirinya sambil membawa dahak
pagi. Oleh sebab itu, disebut pemeriksaan SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu).
Diagnosis TB paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan sputum atau
dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2
dari 3 spesimen sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) BTA hasilnya positif. Apabila hanya 1
spesimen yang positif maka perlu dilanjutkan dengan rontgen dada atau pemeriksaan
SPS diulang. Kalau dalam pemeriksaan radiologi, dada menunjukkan adanya tanda-
tanda yang mengarah kepada TB maka yang bersangkutan dianggap positif menderita
TB. Kalau hasil radiologi tidak menunjukkan adanya tanda-tanda TB, maka
pemeriksaan dahak SPS harus diulang. Sedangkan pemeriksaan biakan basil atau
kuman TB, hanya dilakukan apabila sarana mendukung untuk itu

2.4 Upaya Penanggulangan Tuberkulosis


Pengendalian atau penanggulangan TB yang terbaik adalah mencegah agar tidak
terjadi penularan maupun infeksi. Pencegahan TB pada dasarnya adalah :
1. Mencegah penularan kuman dari penderita yang terinfeksi
2. Menghilangkan atau mengurangi faktor risiko yang menyebabkan terjadinya
penularan.

Pada awal tahun 1990 WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secar ekonomis
paling efektif (cost-efective).

Strategi ini dikembangkan dari berbagai studi, uji coba klinik (clinical trials),
pengalaman-pengalaman terbaik (best practices) dan hasil implementasi program
penanggulangan TB selama lebih dari dua (2) dekade. Penerapan strategi DOTS secara
baik disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya
MDR-TB.
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan
kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memnutuskan penularan TB dan
dengan demikian menurunkan insiden TB di masyarakat. Menemukan dan

menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya


penularan TB.
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam
penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank dunia telah menyatakan strategi OTS
sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integarasi ke dalam
pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Strategi
DOTS terdiri dari 5 komponen kunci yaitu :
1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kaskus TB dengan tata laksana
kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil
pengobatan pasien dan kinerja program secara

2.5 Faktor Lingkungan yang menyebabkan TBC paru BTA (+)


Lingkungan rumah dapat mempengaruhi tingginya kejadian tuberkulosis paru
adalah lingkungan rumah yang kurang sehat misalnya kurang adanya fasilitas ventilasi
yang baik, pencahayaan yang buruk di dalam ruangan, kepadatan hunian dalam rumah
dan bahan bangunan didalam rumah. Selain lingkungan rumah yang mempengaruhi
kejadian tuberkulosis keadaan lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan
sosial yang kurang baik juga akan dapat merugikan kesehatan dan dapat mempengaruhi
penyakit tuberkulosis dan pada akhirnya mempengaruhi tingginya kejadian
tuberkulosis.
Kualitas lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan
faktor risiko penyakit tuberkulosis paru lingkungan fisik rumah yang tidak sehat
memegang peranan penting dalam penularan dan perkembangbiakan Mycobacterium
tuberculosis.
Rumah yang tidak sehat merupakan salah satu reservoir atau tempat yang baik
dalam menularkan penyakit tuberkolosis. Dengan kondisi fisik yang kurang memenuhi
syarat, maka rumah bisa menjadi media penularan penyakit, khususnya TB Paru.
Ventilasi tetap berperan sebagai salah satu faktor risiko dilihat dari fungsinya
sebagai tempat pertukaran aliran udara secara terus menerus untuk membebaskan udara
ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen seperti tuberkulosis. Upaya yang
dapat dilakukan dengan membuka pintu dan jendela setiap pagi hari, mengupayakan
sinar matahari masuk ke dalam rumah dengan memasang genteng kaca plastik agar
tidak gelap dan mengurangi kelembaban serta dapat membunuh kuman dan bibit
penyakit. Kondisi sanitasi lingkungan yang buruk dapat menjadi media penularan
penyakit. Terjadinya penyakit berbasis lingkungan disebabkan karena adanya interaksi
antara manusia dengan lingkungan. Terutama lingkungan rumah yang mana masyarakat
menghabiskan banyak waktunya di rumah. Apabila sanitasi lingkungan rumah tidak
diperhatikan, maka berpotensi menimbulkan suatu penyakit. Menurut Achmadi (2011)
beberapa penyakit berbasis lingkungan diantaranya, Tuberkulosis (TB).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Puskesmas Putri Ayu memainkan peran kunci dalam pengendalian TBC paru BTA
(+) di komunitasnya. Melalui pendekatan yang komprehensif, termasuk deteksi dini,
pengobatan yang tepat, dan upaya pencegahan, diharapkan prevalensi TBC paru BTA
(+) dapat dikurangi dan kualitas hidup masyarakat dapat ditingkatkan. Faktor yang
mempengaruhi penyebaran penyakit Tuberkulosis dapat dipengaruhi lingkungan yang
dimana kurang kebersihan diri, kurang pengetahuan mengenai penyakit tuberkulosis,
dan dapat disebabkan oleh kontak langsung dengen penderita TBC paru BTA positif
(+).

3.2 Saran

Diharapkan dapat memberikan Sumber Daya Manusia yang lebih agar proses
pemberantasan penyebaran penyakit Tuberkulosis dapat berjalan efesien. Dimana
faktor yang mempengaruhi kurangnya dalam pemberantasan Tuberkulosis ini ialah
kekurangannya SDM yang terlatih.
DAFTAR PUSTAKA

Hiswani, 2009, Tuberkulosis merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi.

Masalah. Kesehatan. Masyarakat. Available from: http://library. usu. ac.

id/download/fkm-hiswani6. pdf 2009). Download on 12. Desember 2017

Litbang Kesehatan, 2000, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:

Dinas. P2M.

Mason, Robert J. et al. 2005. Murray and Nadel’s Textbook of

Respiratory Medicine. Edisi 4 Vol. 1. Philadelphia: Elsevier Saunders

Anda mungkin juga menyukai