Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Disusun oleh :
Sarafina Ghasani 1420221137
Pembimbing :
dr. Hery Unggul Wicaksono, SpB
Disusun oleh :
Sarafina Ghasani 1420221137
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus yang
berjudul “Peritonitis ec Perforasi Gaster” tepat pada waktunya. Laporan kasus ini
untuk memenuhi salah satu syarat ujian Kepaniteraan Klinik Pendidikan Profesi
Dokter Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini banyak terdapat
kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap
kritik dan saran dari pembaca. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hery Unggul Wicaksono, SpB atas
bimbingannya selama ini.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri,
pembaca, maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
II.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Nyeri perut sejak 2 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 2 HSMRS, nyeri
dirasakan tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati
lalu menyebar ke seluruh lapang abdomen. Nyeri dirasakan terus-menerus dan
memberat bila pasien bergerak. Nyeri berkurang bila pasien berbaring.
Mual (+) muntah (-) demam (-) nafsu makan menurun. BAK (+) BAB (+).
2. Vital Sign
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 92 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi nafas : 20 x/menit, regular
Suhu : 36,70 C per axilla
3. Status Generalis
Kepala : normocephal, distribusi rambut merata, tidak mudah
dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, reflek cahaya (+)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), deviasi septum nasi (-), perdarahan
(-), lendir (-)
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), faring tidak hiperemis, tonsil
T1-T1, perdarahan (-)
Telinga : Nyeri tekan mastoid (-), serumen (-), sekret (-)
Leher :Tampak simetris, deviasi trakea (-), KGB tidak teraba, JVP 5-
2 cmH2
Thoraks
Paru
Inspeksi : Gerak dada simetris dan tidak tampak ketertinggalan
gerak antara hemithorax kanan dan kiri. Kelainan bentuk dada
(-), spider naevi (-)
Palpasi : Taktil fremitus kedua paru simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor pada kedua paru
Auskultasi : VBS (+/+), Ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis
Perkusi
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur (-) gallop (–)
Ekstremitas: Edema tungkai (-), nyeri tekan (-), CRT <2 detik, sianosis (-),
akral hangat.
II.4 Resume
Pasien laki-laki, 66 tahun datang dengan keluhan nyeri perut. Nyeri
perut dirasakan sejak 2 hari SMRS. Dirasakan tiba-tiba seperti tertusuk
pisau, dirasakan terus menerus dan memberat terutama apabila pasien
bergerak. Nyeri berkurang bila pasien berbaring. Pasien mengatakan kalau
aktivitasnya terganggu dengan nyeri perut yang dirasakannya. Pasien
mengaku rutin mengkonsumsi jamu terutama bila merasa badannya kurang
sehat.
Pada pemeriksaan status lokalis ad regio abdomen didapatkan disetensi
minimal. Pada pemeriksaan perkusi didapatkan pekak hepar menghilang.
II.5 Diagnosis kerja
Peritonitis ec perforasi gaster
II.6 Penatalaksanaan
o Rencana program laparotomy cito tanggal 6 Desember 2016
o IVFD Futrolit 20 tpm
o Inj Amoxan pre op
HEMATOLOGI
Hematologi
Rutin
Hemoglobin 12.9 13.2-17.3 g/dL
MCV 82 82-98 fL
MCH 27 27-32 pg
KIMIA KLINIK
II.9 Prognosis
Quo Ad vitam : bonam
Quo Ad fungsionam : bonam
Quo Ad sanamtionam : bonam
TD : 114/65 mmHg
HR : 76 x/menit
RR : 20 x/menit
Inspeksi : cembung, sikatriks (-), darm steifung (-) darm contour (-)
TD : 120/79 mmHg
HR : 87 x/menit
RR : 20 x/menit
Inspeksi : datar,
Perkusi : timpani
A: Post laparotomi H +3
ANATOMI
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epithelial.
Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom.
Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron
didaerah abdomen menjadi usus. Sedangkan kedua rongga mesoderm, bagian dorsal
dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian akan
menjadi peritoneum.
Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika
serosa),
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Area permukaan total peritoneum sekitar dua meter persegi, dan aktivitasnya
konsisten dengan suatu membran semi permeable. Cairan dan elektrolit kecil dapat
bergerak menuju dua arah, Molekul-molekul yang lebih besar kemudian akan
dibersihkan ke dalam mesotelium diafragma dan system limfatik melalui stomata-
stomata kecil.
Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu:
Gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon
sigmoid, sekum, dan appendix (intraperitoneum)
Pankreas, duodenum, kolon ascenden, dan descenden, ginjal dan
ureter (retroperitoneum).
ETIOLOGI
Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif
(umum) dan abses abdomen (local). Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis
terbagi atas:
1. Penyebab primer : peritonitis spontan (pada pasien dengan penyakit hati
kronik, dimana 10-30% pasien dengan sirosis hepatis yang mengalami asites
akan mengalami peritonitis bakterial spontan)
2. Penyebab sekunder : berkaitan dengan proses patologis dari organ visera
(berupa inflamasi, nekrosis dan penyulitnya misalnya perforasi appendicitis,
perforasi ulkus peptikum atau duodenum, perforasi tifus abdominalis,
perforasi kolon akibat diverticulitis, volvulus, atau kanker dan strangulasi
kolon asenden)
3. Penyebab tersEier : infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang
adekuat, timbul pada pasien dengan kondisi komorbid sebelumnya, dan pada
pasien yang imunokompromais (riwayat sirosis hepatis, TB).
Bila dilihat dari organ yang menyebabkan peritonitis, maka penyebabnya dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Esofagus: keganasan, trauma, iatrogenik dan sindrom Boerhaave.
2. Lambung: perforasi ulkus peptikum, adenokarsinoma, limfoma,
tumor stroma GIT, trauma dan iatrogenic.
3. Duodenum: perforasi ulkus peptikum, trauma (tumpul dan penetrasi), dan
iatrogenic.
4. Traktus bilier: kolesistitis, perforasi kolelithiasis, keganasan, duktus
koledokus, trauma dan iatrogenic
5. Pankreas: pankreatitis (alcohol, obat-obatan batu empedu), trauma dan
iatrogenic.
6. Kolon asendens: iskemia kolon, hernia inkarserata, obstruksi loop, penyakit
crohn, keganasan, divertikulum meckel, dan trauma
7. Kolon desendens dan appendiks: iskemia kolon, diverticulitis, keganasan,
kolitis ulseratif, penyakit crohn, appendicitis, volvulus kolon, trauma dan
iatrogenic
8. Salping, uterus dan ovarium: radang panggul, keganasan dan trauma.
PERFORASI GASTER
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam
rongga perut.
Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran cerna merupakan suatu
kasus kegawatan bedah.
1. Anatomi Gaster
Merupakan bagian dan saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas
fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik,
terletak di daerah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di
sebelah kiri fundus uteri.
Bagian lam#ung terdiri dari:
a. Fundus ventrikuli
Bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum
kardium dan biasanya penuh berisi gas
b. Korpus ventrikuli
Setinggi osteum kardiun, suatu lekukan pada bagian bawah
kurvatura minor.
c. Antrum pilorus
Bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal
membentuk spincter pilorus
d. Kurvatura minor
Terdapat setelah kanan lambung terbentang dari osteum kardiak
sampai ke pylorus.
e. Kurvatura mayor
Lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri
osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan
sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro-lienalis
terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
f. Osteum kardiakum
Merupakan tempat dimana osofagus bagian abdomen masuk ke
lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
Susunan lapisan dari dalam keluar, terdiri dari:
Lapisan selaput lender, apabila lambung ini dikosongkan, lapisan ini akan
terlipat-lipat yang disebut rugae.
Lapisan otot melingkar (muskulus aurikularis)
Lapisan otot miring (muskulus obliqus)
Lapisan otot panjang (muskulus longitudinal)
Lapisan jaringan ikat serosa (peritonium)
Hubungan antara pylorus terdapat spinter pylorus.
Fungsi lambung, terdiri dari:
a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh
peristaltik lambung dan getah lambung.
b. Getah cerna lambung yang dihasilkan:
Pepsin fungsinya, memecah putih telur menjadi asam amino (albumin
dan pepton)
Asam garam (HCl) fungsinya, mengasamkan makanan, sebagai anti
septik dan desinfektan dan membuat suasana asam pada pepsinogen
sehingga menjadi pepsin.
Renin fungsinya, sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk
kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
Lapisan lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam
lemak yang merangsang sekresi getah lambung.
Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila
melihat makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung
akan terangsang. Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena
kerja saraf sehingga menimbulkan rangsangan kimiawi yang
menyebabkan dinding lambung melepaskan hormone yang disebut
sekresi getah lambung. Getah lambung dihalangi oleh sistem saraf
simpatis yang dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah
dan rasa takut.
3. Patofisiologi
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme
lainnya karena keasaman yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami
trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak berada pada
resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster. Bagaimana pun
juga mereka yang memiliki maslah gaster sebelumnya berada pada resiko
kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster. Kebocoran asam lambung
kedalam rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia. Bila
kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mengenai rongga peritoneum,
peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan yang bertahap dari
peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa jam antara
peritonitis kimia awal dan peritonitis bakterial lanjut.
Mikrobiologi dari usus kecil berubah dari proksimal samapi ke distalnya.
Beberapa bakteri menempati bagian proksimal dari usus kecil dimana, pada
bagian distal dari usus kecil (jejunum dan ileum) ditempati oleh bakteri aerob
(E.Coli) dan anaerob ( Bacteriodes fragilis (lebih banyak)). Kecenderungan
infeksi intra abdominal atau luka meningkat pada perforasi usus bagian distal.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang masuknya sel-sel
inflamasi akut. Omentum dan organ-oragan viceral cenderung melokalisir
proses peradangan, mengahasilkan phlegmon ( biasa terjadi pada perforasi
kolon). Hypoksia yang diakibatkannya didaerah itu memfasilisasi tumbuhnya
bakteri anaerob dan menggangu aktifitas bakterisidal dari granulosit, yang
mana mengarah pada peningkatan aktifitas fagosit daripada granulosit,
degradasi sel-sel, dan pengentalan cairan sehingga membentuk abscess, efek
osmotik, dan pergeseran cairan yang lebih banyak ke lokasi abscess, dan
diikuti pembesaran abscess pada perut. Jika tidak ditangani terjadi
bakteriemia, sepsis, multiple organ failure dan shock.
4. Gejala klinik
Nyeri seperti ditikam di epigastrium fase akut
Nyeri subyektif dirasakan pada waktu bergerak
Bila telah terjadi peritonitis suhu tubuh naik, takikardi, hipotensi dan
pasien tampak letargi
5. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pada area perut: periksa apakah ada tanda-tanda eksternal
seperti luka, abrasi, dan atau ekimosis. Amati pasien: lihat pola pernafasan
dan pergerakan perut saat bernafas, periksa adanya distensi dan perubahan
warna kulit abdomen. Pada perforasi ulkus peptikum pasien tidak mau
bergerak, biasanya dengan posisi flexi pada lutut, dan abdomen seperti
papan.
Palapasi dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri tekan.
Bila ditemukan tachycardi, febris, dan nyeri tekan seluruh abdomen
mengindikasikan suatu peritonitis. rasa kembung dan konsistens sperti
adonan roti mengindikasikan perdarahan intra abdominal.
Nyeri perkusi mengindikasikan adanya peradangan peritoneum
Pada auskultasi : bila tidak ditemukan bising usus mengindikasikan suatu
peritonitis difusa.
Pemeriksaan rektal dan bimanual vagina dan pelvis : pemeriksaan ini
dapat membantu menilai kondisi seperti appendicitis acuta, abscess tuba
ovarian yang ruptur dan divertikulitis acuta yang perforasi.
6. Diagnosis banding
Penyakit ulkus peptikum
Gastritis
Pancreatitis acuta
Cholecystitis, colik bilier
Endometriosis
GEA
Torsi ovarium
PID
Salpingitis acuta
Penyakit divertikel
Appendicitis acuta
Divertikulum Meckel’s
Demam typoid
Colitis iskemik
Crohn’s disease
Inflamatory bowel disease
Colitis
Constipation
7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah
hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomy explorasi dan penutupan
perforasi dengan pencucian pada rongga peritoneum (evacuasi medis). Terapi
konservatif di indikasikan pada kasus pasien yang non toxic dan secara klinis
keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik,
aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.
8. Prognosis
Prognosis untuk peritonitis general yang disebabkan oleh perforasi gaster
adalah mematikan akibat organisme virulen. Prognosis ini tergantung kepada
lamanya peritonitis:
a. <24 jam = 90% penderita selamat
b. 24-48 jam = 60 % penderita selamat
c. 48 jam = 20% penderita selamat
d. adanya penyakit penyerta
e. daya tahan tubuh
f. makin tua usia maka makin buruk prognosisnya
BAB IV
KESIMPULAN