Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

PERITONITIS EC PERFORASI GASTER

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

Disusun oleh :
Sarafina Ghasani 1420221137

Pembimbing :
dr. Hery Unggul Wicaksono, SpB

Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah


FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa
Periode 17 Oktober - 24 Desember 2016
LEMBAR PENGESAHAN KEPANITERAAN KLINIK
ILMU BEDAH

Presentasi kasus dengan judul :


Peritonitis ec Perforasi Gaster

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Ilmu Bedah
di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

Disusun oleh :
Sarafina Ghasani 1420221137

Telah disetujui oleh :


Pembimbing

dr. Hery Unggul Wicaksono, SpB


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus yang
berjudul “Peritonitis ec Perforasi Gaster” tepat pada waktunya. Laporan kasus ini
untuk memenuhi salah satu syarat ujian Kepaniteraan Klinik Pendidikan Profesi
Dokter Ilmu Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini banyak terdapat
kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap
kritik dan saran dari pembaca. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Hery Unggul Wicaksono, SpB atas
bimbingannya selama ini.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat baik bagi penulis sendiri,
pembaca, maupun bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan.

Jakarta, Desember 2016

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari


dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam
rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya
kontaminasi bakteri dalam rongga perut ( keadaan ini dikenal dengan istilah
peritonitis). Perforasi lambung berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang
disebabkan karena kebocoran asam lambung kedlam rongga perut. Perforasi dalam
bentuk apapun yang mengenai saluran cerna merupakan suatu kasus kegawatan
bedah.
Pada anak-anak cedera yang mengenai usus halus akibat dari trauma tumpul
perut sangat jarang dengan insidensinya 1-7 %. Sejak 30 tahun yang lalu perforasi
pada ulkus peptikum merupakn penyebab yang tersering. Perforasi ulkus duodenum
insidensinya 2-3 kali lebih banyak daripada perforasi ulkus gaster. Hampir 1/3 dari
perforasi lambung disebabkan oleh keganasan pada lambung. Sekitar 10-15 %
penderita dengan divertikulitis akut dapat berkembang menjadi perforasi bebas. Pada
pasien yang lebih tua appendicitis acuta mempunyai angka kematian sebanyak 35 %
dan angka kesakitan 50 %. Faktor-faktor utama yang berperan terhadap angka
kesakitan dan kematian pada pasien-pasien tersebut adalah kondisi medis yang berat
yang menyertai appedndicitis tersebut.
Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti
ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, divertikulitis, sindroma
arteri mesenterika superior, trauma.
BAB II
STATUS PASIEN

II.1 Identitas Pasien


Nama Pasien :P
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 1 Juli 1950
Usia : 66 tahun
Alamat : Karang Jati
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam

II.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Nyeri perut sejak 2 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut sejak 2 HSMRS, nyeri
dirasakan tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk. Awalnya nyeri dirasakan di ulu hati
lalu menyebar ke seluruh lapang abdomen. Nyeri dirasakan terus-menerus dan
memberat bila pasien bergerak. Nyeri berkurang bila pasien berbaring.
Mual (+) muntah (-) demam (-) nafsu makan menurun. BAK (+) BAB (+).

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Keluhan yang sama disangkal
 DM (-), Hipertensi (-),Jantung (-), Asma (-)
 Riw trauma disangkal
 Riw operasi sebelumnya di bagian abdomen disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Riwayat keluhan yang sama disangkal
 DM (-), Hipertensi (-), Jantung (-), Asma (-)
Riwayat Sosial Ekonomi:
 Pasien biasa mengkonsumsi jamu
 Pasien bekerja sebagai buruh pabrik. Kondisi lingkungan sosial dan
fisik cukup baik.

II.3 Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

2. Vital Sign
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Frekuensi nadi : 92 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi nafas : 20 x/menit, regular
Suhu : 36,70 C per axilla

3. Status Generalis
Kepala : normocephal, distribusi rambut merata, tidak mudah
dicabut
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, reflek cahaya (+)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), deviasi septum nasi (-), perdarahan
(-), lendir (-)
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), faring tidak hiperemis, tonsil
T1-T1, perdarahan (-)
Telinga : Nyeri tekan mastoid (-), serumen (-), sekret (-)
Leher :Tampak simetris, deviasi trakea (-), KGB tidak teraba, JVP 5-
2 cmH2
Thoraks
Paru
Inspeksi : Gerak dada simetris dan tidak tampak ketertinggalan
gerak antara hemithorax kanan dan kiri. Kelainan bentuk dada
(-), spider naevi (-)
Palpasi : Taktil fremitus kedua paru simetris, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor pada kedua paru
Auskultasi : VBS (+/+), Ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicularis
Perkusi
Batas kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur (-) gallop (–)

Ekstremitas: Edema tungkai (-), nyeri tekan (-), CRT <2 detik, sianosis (-),
akral hangat.

Status lokalis Ad Abdomen


Inspeksi : cembung, sikatriks (-), darm steifung (-) darm contour (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Perkusi : hipertimpani pada kuadran kanan abdomen, pekak hepar
menghilang
Palpasi : distensi (+) minimal, defans musculer (+)
Pinggang : Nyeri ketuk CVA (-/-)

II.4 Resume
Pasien laki-laki, 66 tahun datang dengan keluhan nyeri perut. Nyeri
perut dirasakan sejak 2 hari SMRS. Dirasakan tiba-tiba seperti tertusuk
pisau, dirasakan terus menerus dan memberat terutama apabila pasien
bergerak. Nyeri berkurang bila pasien berbaring. Pasien mengatakan kalau
aktivitasnya terganggu dengan nyeri perut yang dirasakannya. Pasien
mengaku rutin mengkonsumsi jamu terutama bila merasa badannya kurang
sehat.
Pada pemeriksaan status lokalis ad regio abdomen didapatkan disetensi
minimal. Pada pemeriksaan perkusi didapatkan pekak hepar menghilang.
II.5 Diagnosis kerja
 Peritonitis ec perforasi gaster

II.6 Penatalaksanaan
o Rencana program laparotomy cito tanggal 6 Desember 2016
o IVFD Futrolit 20 tpm
o Inj Amoxan pre op

II.7 Pemeriksaan Penunjang


Tanggal 5 Desember 2016
Jenis HASIL Nilai Rujukan
Pemeriksaan

HEMATOLOGI
Hematologi
Rutin
Hemoglobin 12.9 13.2-17.3 g/dL

Hematokrit 38.9 40-52%

Eritrosit 5.24 4.5-5.8 juta/L

Leukosit 12000 3.800-10.600/L

Trombosit 288000 150.000-


400.000/L

MCV 82 82-98 fL

MCH 27 27-32 pg

MCHC 33.2 32-37 g/dL

KIMIA KLINIK

Ureum 52.4 10-50 mg/dL

Kreatinin 0.69 0.62-1.1 mg/dL

GDS 105 74-106 mg/dL

SGOT (AST) 15 0-50


SGPT (ALT) 15 0-15

HbsAg Non Reaktif -

II.9 Prognosis
Quo Ad vitam : bonam
Quo Ad fungsionam : bonam
Quo Ad sanamtionam : bonam

Follow Up I – 6 September 2016


S: Nyeri perut (+) demam (+) flatus (+) BAK (+) BAB (+)

O : Kesadaran : Compos Mentis

TD : 114/65 mmHg

HR : 76 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 36,5 0 C per axilla

Status lokalis Ad Regio Abdomen :

Inspeksi : cembung, sikatriks (-), darm steifung (-) darm contour (-)

Auskultasi : Bising usus (+)

Perkusi : hipertimpani pada kuadran kanan abdomen, pekak hepar


menghilang

Palpasi : distensi (+) minima, defans musculer (+)

BNO 3 posisi: gambaran pneumoperitoneum susp perforasi gaster

A: Abdominal pain ec peritonitis


P:  Pro op laparotomi cito

 Inf Futrolit 20 tpm

 Inj Amoxan preop

Follow Up II – 9 Desember 2016


S: Post laparotomi, nyeri pada bekas operasi (+) membaik, darah (-),
nanah (-), demam (-), lemas (+), BAB (+), kentut (+), mual (-), muntah
(-)

O : Kesadaran : Compos Mentis

TD : 120/79 mmHg

HR : 87 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 36,5 0 C per axilla

Status lokalis Ad Regio Abdomen :

Inspeksi : datar,

Auskultasi : Bising usus (+)

Perkusi : timpani

Palpasi : nyeri tekan (-)

A: Post laparotomi H +3

P:  Inf Futrolit II + Valamin II 20 tpm

 Inj Intricef 2x1


 Inj Teranol 3x1

 Inj Ottozoll 1x1

 Inj Cernevit 1x1

 Inj Farnat 2x500

 Diet cair susu peptisol + madu

Hasil pemeriksaan BNO:


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Terminologi abdomen akut telah banyak diketahui namun sulit untuk


didefinisikan secara tepat. Tetapi sebagai acuan abdomen akut adalah kelainan
nontraumatik mendadak dengan gejala utama di daerah abdomen dengan nyeri
sebagai keluhan utama dan memerlukan tindakan bedah segera, misalnya pada
perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna
dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi
saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Banyak kondisi yang dapat menimbulkan abdomen akut. Secara garis besar, keadaan
tersebut dapat dikelompokkan dalam lima hal, yaitu:
1. Proses peradangan bacterial-kimiawi
2. Obstruksi mekanis: seperti pada volvulus, hernia atau perlengketan
3. Neoplasma atau tumor: karsinoma, polypus, atau kehamilan ektopik
4. Kelainan vaskuler: emboli, tromboemboli, perforasi, dan fibrosis
5. Kelainan kongenital
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,
salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post
operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal,
peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri, namun adanya kontaminasi bakteri yang
terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi tubuh yang menurun, dan adanya benda
asing atau enzim pencerna aktif, kesemua hal ini merupakan factor-faktor yang dapat
memudahkan terjadinya peritonitis (radang peritoneum).
Peritonitis selain disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa
inflamasi dan penyulitnya, juga oleh ileus obstruktif, iskemia dan perdarahan.
Sebagian kelainan disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang
mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari
kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
DEFINISI
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang merupakan pembungkus
visera dalam rongga perut. Peritonitis dapat terjadi akibat suatu respon inflamasi atau
supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri.

ANATOMI
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epithelial.
Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom.
Di antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron
didaerah abdomen menjadi usus. Sedangkan kedua rongga mesoderm, bagian dorsal
dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian akan
menjadi peritoneum.
Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika
serosa),
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Area permukaan total peritoneum sekitar dua meter persegi, dan aktivitasnya
konsisten dengan suatu membran semi permeable. Cairan dan elektrolit kecil dapat
bergerak menuju dua arah, Molekul-molekul yang lebih besar kemudian akan
dibersihkan ke dalam mesotelium diafragma dan system limfatik melalui stomata-
stomata kecil.
Organ-organ yang terdapat di cavum peritoneum yaitu:
 Gaster, hepar, vesica fellea, lien, ileum, jejenum, kolon transversum, kolon
sigmoid, sekum, dan appendix (intraperitoneum)
 Pankreas, duodenum, kolon ascenden, dan descenden, ginjal dan
ureter (retroperitoneum).

ETIOLOGI
Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif
(umum) dan abses abdomen (local). Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis
terbagi atas:
1. Penyebab primer : peritonitis spontan (pada pasien dengan penyakit hati
kronik, dimana 10-30% pasien dengan sirosis hepatis yang mengalami asites
akan mengalami peritonitis bakterial spontan)
2. Penyebab sekunder : berkaitan dengan proses patologis dari organ visera
(berupa inflamasi, nekrosis dan penyulitnya misalnya perforasi appendicitis,
perforasi ulkus peptikum atau duodenum, perforasi tifus abdominalis,
perforasi kolon akibat diverticulitis, volvulus, atau kanker dan strangulasi
kolon asenden)
3. Penyebab tersEier : infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang
adekuat, timbul pada pasien dengan kondisi komorbid sebelumnya, dan pada
pasien yang imunokompromais (riwayat sirosis hepatis, TB).

Bila dilihat dari organ yang menyebabkan peritonitis, maka penyebabnya dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Esofagus: keganasan, trauma, iatrogenik dan sindrom Boerhaave.
2. Lambung: perforasi ulkus peptikum, adenokarsinoma, limfoma,
tumor stroma GIT, trauma dan iatrogenic.
3. Duodenum: perforasi ulkus peptikum, trauma (tumpul dan penetrasi), dan
iatrogenic.
4. Traktus bilier: kolesistitis, perforasi kolelithiasis, keganasan, duktus
koledokus, trauma dan iatrogenic
5. Pankreas: pankreatitis (alcohol, obat-obatan batu empedu), trauma dan
iatrogenic.
6. Kolon asendens: iskemia kolon, hernia inkarserata, obstruksi loop, penyakit
crohn, keganasan, divertikulum meckel, dan trauma
7. Kolon desendens dan appendiks: iskemia kolon, diverticulitis, keganasan,
kolitis ulseratif, penyakit crohn, appendicitis, volvulus kolon, trauma dan
iatrogenic
8. Salping, uterus dan ovarium: radang panggul, keganasan dan trauma.

Sedangkan menurut agen-nya, peritonitis dapat dibedakan menjadi dua


kelompok sebagai berikut:
1. Peritonitis steril atau kimiawi
Peritonitis yang disebabkan karena iritasi bahan-bahan kimia, misalnya getah
lambung, dan pancreas, empedu, darah, urin, benda asing (talk, tepung,
barium) dan substansi kimia lain atau proses inflamasi transmural dari organ-
organ dalam (misalnya penyakit crohn) tanpa adanya inokulasi bakteri di
rongga abdomen
2. Peritonitis bakterial:
a. Peritonitis bakterial spontan, 90% disebabkan monomikroba, tersering
adalah bakteri gram negative, yakni 40% Eschericia coli, 7% Klebsiella-
pneumoniae, spesies Pseudomonas, Proteus dan lain-lain. Sementara
bakteri gram positif, yakni Streptococcus pneumoniae 15%,
Streptococcus yang lain 15%, golongan Staphylococcus 3%, dan kurang
dari 5% kasus mengandung bakteri anaerob.
b. Peritonitis sekunder lebih banyak disebabkan bakteri gram positif yang
berasal dari saluran cerna bagian atas, dapat pula gram negative, atau
polimikroba, dimana mengandung gabungan bakteri aerob dan anaerob
yang didominasi bakteri gram negative.

PERFORASI GASTER
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam
rongga perut.
Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran cerna merupakan suatu
kasus kegawatan bedah.

1. Anatomi Gaster
Merupakan bagian dan saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas
fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik,
terletak di daerah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di
sebelah kiri fundus uteri.
Bagian lam#ung terdiri dari:
a. Fundus ventrikuli
Bagian yang menonjol ke atas terletak sebelah kiri osteum
kardium dan biasanya penuh berisi gas
b. Korpus ventrikuli
Setinggi osteum kardiun, suatu lekukan pada bagian bawah
kurvatura minor.
c. Antrum pilorus
Bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal
membentuk spincter pilorus
d. Kurvatura minor
Terdapat setelah kanan lambung terbentang dari osteum kardiak
sampai ke pylorus.
e. Kurvatura mayor
Lebih panjang dari kurvatura minor terbentang dari sisi kiri
osteum kardiakum melalui fundus ventrikuli menuju ke kanan
sampai ke pilorus inferior. Ligamentum gastro-lienalis
terbentang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
f. Osteum kardiakum
Merupakan tempat dimana osofagus bagian abdomen masuk ke
lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
Susunan lapisan dari dalam keluar, terdiri dari:
 Lapisan selaput lender, apabila lambung ini dikosongkan, lapisan ini akan
terlipat-lipat yang disebut rugae.
 Lapisan otot melingkar (muskulus aurikularis)
 Lapisan otot miring (muskulus obliqus)
 Lapisan otot panjang (muskulus longitudinal)
 Lapisan jaringan ikat serosa (peritonium)
 Hubungan antara pylorus terdapat spinter pylorus.
Fungsi lambung, terdiri dari:
a. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh
peristaltik lambung dan getah lambung.
b. Getah cerna lambung yang dihasilkan:
 Pepsin fungsinya, memecah putih telur menjadi asam amino (albumin
dan pepton)
 Asam garam (HCl) fungsinya, mengasamkan makanan, sebagai anti
septik dan desinfektan dan membuat suasana asam pada pepsinogen
sehingga menjadi pepsin.
 Renin fungsinya, sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk
kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu).
 Lapisan lambung, jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam
lemak yang merangsang sekresi getah lambung.
 Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila
melihat makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung
akan terangsang. Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena
kerja saraf sehingga menimbulkan rangsangan kimiawi yang
menyebabkan dinding lambung melepaskan hormone yang disebut
sekresi getah lambung. Getah lambung dihalangi oleh sistem saraf
simpatis yang dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah
dan rasa takut.

2. Penyebab Perforasi Gaster


 Cedera tembus yang mengenai dada bagian bawah atau perut (contoh:
trauma tertusuk pisau)
 Trauma tumpul perut yang mengenai lambung. Lebih sering ditemukan
pada anak-anak dibandingkan orang dewasa.
 Obat aspirin, NSAID, steroid. Sering ditemukan pada orang dewasa
 Kondisi yang mempredisposisi : ulkus peptikum, appendicitis akuta,
divertikulosis akut dan divertikulum Meckel yang terinflamasi.
 Infeksi bakteri: infeksi bakteri (demam typoid) mempunyai komplikasi
menjadi perforasi usus pada sekitar 5% pasien. Komplikasi perforasi pada
pasien ini sering tidak terduga terjadi pada saat kondisi pasien mulai
membaik.
 Benda asing (tusuk gigi) dapat menyebabkan perforasi oesophagus, gaster
atau usus kecil dengan infeksi intra abdomen, peritonitis, dan sepsis.

3. Patofisiologi
Secara fisiologis, gaster relatif bebas dari bakteri dan mikroorganisme
lainnya karena keasaman yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami
trauma abdominal memiliki fungsi gaster yang normal dan tidak berada pada
resiko kontaminasi bakteri yang mengikuti perforasi gaster. Bagaimana pun
juga mereka yang memiliki maslah gaster sebelumnya berada pada resiko
kontaminasi peritoneal pada perforasi gaster. Kebocoran asam lambung
kedalam rongga peritoneum sering menimbulkan peritonitis kimia. Bila
kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mengenai rongga peritoneum,
peritonitis kimia akan diperparah oleh perkembangan yang bertahap dari
peritonitis bakterial. Pasien dapat asimptomatik untuk beberapa jam antara
peritonitis kimia awal dan peritonitis bakterial lanjut.
Mikrobiologi dari usus kecil berubah dari proksimal samapi ke distalnya.
Beberapa bakteri menempati bagian proksimal dari usus kecil dimana, pada
bagian distal dari usus kecil (jejunum dan ileum) ditempati oleh bakteri aerob
(E.Coli) dan anaerob ( Bacteriodes fragilis (lebih banyak)). Kecenderungan
infeksi intra abdominal atau luka meningkat pada perforasi usus bagian distal.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang masuknya sel-sel
inflamasi akut. Omentum dan organ-oragan viceral cenderung melokalisir
proses peradangan, mengahasilkan phlegmon ( biasa terjadi pada perforasi
kolon). Hypoksia yang diakibatkannya didaerah itu memfasilisasi tumbuhnya
bakteri anaerob dan menggangu aktifitas bakterisidal dari granulosit, yang
mana mengarah pada peningkatan aktifitas fagosit daripada granulosit,
degradasi sel-sel, dan pengentalan cairan sehingga membentuk abscess, efek
osmotik, dan pergeseran cairan yang lebih banyak ke lokasi abscess, dan
diikuti pembesaran abscess pada perut. Jika tidak ditangani terjadi
bakteriemia, sepsis, multiple organ failure dan shock.

4. Gejala klinik
 Nyeri seperti ditikam di epigastrium  fase akut
 Nyeri subyektif  dirasakan pada waktu bergerak
 Bila telah terjadi peritonitis  suhu tubuh naik, takikardi, hipotensi dan
pasien tampak letargi

5. Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan pada area perut: periksa apakah ada tanda-tanda eksternal
seperti luka, abrasi, dan atau ekimosis. Amati pasien: lihat pola pernafasan
dan pergerakan perut saat bernafas, periksa adanya distensi dan perubahan
warna kulit abdomen. Pada perforasi ulkus peptikum pasien tidak mau
bergerak, biasanya dengan posisi flexi pada lutut, dan abdomen seperti
papan.
 Palapasi dengan halus, perhatikan ada tidaknya massa atau nyeri tekan.
Bila ditemukan tachycardi, febris, dan nyeri tekan seluruh abdomen
mengindikasikan suatu peritonitis. rasa kembung dan konsistens sperti
adonan roti mengindikasikan perdarahan intra abdominal.
 Nyeri perkusi mengindikasikan adanya peradangan peritoneum
 Pada auskultasi : bila tidak ditemukan bising usus mengindikasikan suatu
peritonitis difusa.
 Pemeriksaan rektal dan bimanual vagina dan pelvis : pemeriksaan ini
dapat membantu menilai kondisi seperti appendicitis acuta, abscess tuba
ovarian yang ruptur dan divertikulitis acuta yang perforasi.

6. Diagnosis banding
 Penyakit ulkus peptikum
 Gastritis
 Pancreatitis acuta
 Cholecystitis, colik bilier
 Endometriosis
 GEA
 Torsi ovarium
 PID
 Salpingitis acuta
 Penyakit divertikel
 Appendicitis acuta
 Divertikulum Meckel’s
 Demam typoid
 Colitis iskemik
 Crohn’s disease
 Inflamatory bowel disease
 Colitis
 Constipation

7. Penatalaksanaan
Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah
hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomy explorasi dan penutupan
perforasi dengan pencucian pada rongga peritoneum (evacuasi medis). Terapi
konservatif di indikasikan pada kasus pasien yang non toxic dan secara klinis
keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik,
aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.
8. Prognosis
Prognosis untuk peritonitis general yang disebabkan oleh perforasi gaster
adalah mematikan akibat organisme virulen. Prognosis ini tergantung kepada
lamanya peritonitis:
a. <24 jam = 90% penderita selamat
b. 24-48 jam = 60 % penderita selamat
c. 48 jam = 20% penderita selamat
d. adanya penyakit penyerta
e. daya tahan tubuh
f. makin tua usia maka makin buruk prognosisnya
BAB IV
KESIMPULAN

Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari


dinding lambung, usus halus, usus besar akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam
rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya
kontaminasi bakteri dalam rongga perut ( keadaan ini dikenal dengan istilah
peritonitis).
Perforasi pada saluran cerna sering disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti
ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, divertikulitis, sindroma
arteri mesenterika superior, trauma.
Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir
selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomy explorasi dan penutupan perforasi dengan
pencucian pada rongga peritoneum (evacuasi medis). Terapi konservatif di
indikasikan pada kasus pasien yang non toxic dan secara klinis keadaan umumnya
stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan
dipuasakan pasiennya

Anda mungkin juga menyukai