Anda di halaman 1dari 17

PRESENTASI KASUS

APPENDICITIS AKUT

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Program Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Bedah RS PKU Muhammadiyah Gamping

Disusun oleh :
Amalia Elvira Anggraini
20184010120

Diajukan Kepada :
dr. Nicko Rachmanio, Sp.B

BAGIAN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GAMPING
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS
APPENDICITIS AKUT

Disusun oleh :
Amalia Elvira Anggraini
20184010120

Disetujui oleh :
Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping

dr. Nicko Rachmanio, Sp.B


I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. S
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Ponpes Annur Bantul
Agama : Islam

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Nyeri perut regio kanan bawah

Riwayat Penyakit Sekarang:


Seorang perempuan berusia 16 tahun datang ke IGD RS PKU Muhammadiyah
Gamping dengan keluhan nyeri pada perut regio kanan bawah sejak 4 hari
SMRS. Nyeri perut awalnya dirasakan pada daerah ulu hati, kemudian nyeri
berpindah ke regio kanan bawah. Nyeri dirasakan menetap dan semakin
memberat. Pasien juga mengeluh mual dan muntah sebanyak 1 kali 1 hari
SMRS. Selain itu pasien juga mengeluh nafsu makannya menurun. Pasien
mengaku tidak ada demam sebelumnya dan tidak sedang menstruasi. Tidak
ada keluhan BAB maupun BAK.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat penyakit serupa (-)
Riwayat DM, HT, asma, alergi disangkal pasien
Riwayat pernah operasi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


Dalam keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit serupa, hipertensi,
DM, asma maupun alergi

Riwayat Personal Sosial:


Pasien adalah seorang pelajar, merokok (-), konsumsi alcohol (-)
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital:
Frekuensi nadi : 83 x/menit, reguler, isi cukup
Tekanan darah : 115/66 mmHg
Frekuensi nafas : 19 x/menit, regular
Suhu : 36,5º C
SpO2 : 99%
VAS :6

Status Generalis:
Pemeriksaan Kepala-leher
 Bentuk : Normocephal, simetris
 Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
 Hidung : Discharge (-), nafas cuping hidung (-)
 Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-)
 Leher : Limfadenopati (-)

Pemeriksaan Thorax
1. Pemeriksaan Paru
 Inspeksi : Dinding dada simetris, ketertinggalan gerak (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-), vokal fremitus kanan = kiri
 Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi : Vesicular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
2. Pemeriksaan Cor
 Inspeksi : Ictus cordis (-)
 Palpasi : Ictus cordis (+) di SIC V mid clavicula
 Perkusi : Batas jantung normal
 Auskultasi : Suara S1-S2 normal, regular
Pemeriksaan Abdomen & Pelvis
 Inspeksi : Datar, jejas (-), distended (-)
 Auskultasi : BU (+) normal
 Perkusi : Timpani
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) pada titik McBurney, rebound
tenderness (+)

Ekstremitas
 Superior : Edema -/-, deformitas -/-, akral hangat +/+, CRT<2 dtk
 Inferior : Edema -/-, deformitas -/-, akral hangat +/+, CRT<2 dtk

Status Lokalis:
Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Distended (-), jejas (-), massa (-)
 Auskultasi : BU (+) normal
 Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) pada titik McBurney, rebound
tenderness (+)

Pemeriksaan Khusus
 Nyeri tekan titik McBurney (+)
 Nyeri ketok sudut costovertebra (-)
 Psoas sign (+)
 Rovsing sign (+)
 Rebound tenderness (+)

Skoring Klinis
 Alvarado Score: 6 (diperlukan pemeriksaan lebih lanjut)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi – Darah Rutin (10 Juli 2018)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 8.200 4000 – 11.000 mm3
Basofil 0 0–1%
Eosinofil 0 1–3%
Neutrofil 72 50 – 70 %
Limfosit% 21 20 – 40 %
Monosit% 7 2–8%
Eritrosit 6,16 3,8 – 5,4 juta/mm3
Hemoglobin 12,8 12 – 18 g/dl
Hematokrit 40 37 – 54 %
MCV 68,0 82 – 98 fL
MCH 20,7 27 – 34 pg
MCHC 30,6 32 – 36 g/dl
Trombosit 224 150 – 400 ribu/mm3
RDW CV 14,4 11 – 16 %
RDW SD 46,5 35 – 56 %
Golongan darah A -
PT 12,8 11,0 – 17,0 detik
APTT 32,8 23,0 – 45,0 detik
Kimia Klinik (10 Juli 2018)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Glukosa Sewaktu 76 70 – 140 mg/dL
Serologi (10 Juli 2018)
HBsAg Rapid Non reactive -
V. DIAGNOSIS KERJA
Appendicitis Akut

VI. PENATALAKSANAAN
Infus RL 500 mL maintenance intravena (20 tpm)
Injeksi ceftriaxone 1gr/50mL per 12 jam intravena
Injeksi ranitidine 25mg/mL per 8 jam intravena
Injeksi ketorolac 30mg/mL per 8 jam intravena
Rujuk ke spesialis bedah untuk dilakukan appendictomy
PEMBAHASAN
APPENDICITIS AKUT

1. Definisi
Appendicitis adalah proses peradangan yang terjadi pada
lumen, dinding, dan jaringan sekitar appendiks akibat penyumbatan
bagian berongga dari appendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab akut abdomen yang paling sering pada anak-anak maupun
dewasa. Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang
paling sering ditemukan pada anak-anak dan remaja.

2. Anatomi
Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya
kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di caecum.
Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Sedangkan pada bayi, appendiks berbentuk kerucut yaitu lebar pada
pangkal dan menyempit pada daerah ujungnya. Letak appendiks pada
setiap individu dapat berbeda-beda karena adanya variasi dari letak
appendiks. Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal yang
memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung
pada panjang mesoappendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya,
appendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di
belakang kolon asendens, atau tepi lateral kolon asendens. Gejala
klinis appendicitis ditentukan oleh letak appendiks.
Persarafan parasimpatis appendiks berasal dari cabang nervus
vagus yang mengikuti arteri mesenterica superior dan arteri
appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus
thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula
di sekitar umbilicus dan ulu hati. Aliran darah pada appendiks berasal
dari arteri appendicularis.
3. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari yang secara
normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated
Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk
appendiks ialah IgA. IgA sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem
imun tubuh karena jumlah jaringan limfe pada appendiks kecil sekali jika
dibandingan dengan jumlahnya di saluran cerna dan seluruh tubuh.

4. Etiologi
Faktor predisposisi utama terjadinya apendisitis akut adalah obstruksi
lumen apendiks vermiformis sehingga terjadi kongesti vascular, iskemik,
nekrosis, dan akibatnya akan terjadi infeksi. Fecolith adalah penyebab
utama terjadinya obstruksi apendiks vermiformis. Di samping hiperplasia
jaringan limfoid, tumor apendiks vermiformis, dan cacing askaris dapat
pula menyebabkan sumbatan. Erosi mukosa apendiks vermiformis akibat
parasit E.histolytica merupakan penyebab lain yang dapat menimbulkan
apendisitis.
Kebiasaan makan makanan rendah serat dan kandungan lemak serta
gula yang tinggi, serta pengaruh konstipasi, berhubungan dengan
timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks vermiformis dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon. Semua ini akan
mempermudah timbulnya apendisitis akut.

5. Patogenesis
Patologi appendicitis dapat dimulai di mukosa dan kemudian
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam
pertama. Jaringan mukosa pada appendiks menghasilkan mucus (lendir)
setiap harinya. Terjadinya obstruksi lumen menyebabkan sekresi mucus
dan cairan, sehingga terjadi peningkatan tekanan intraluminal.
Bakteri dalam lumen appendiks berkembang dan menginvasi dinding
appendiks sejalan dengan terjadinya pembesaran vena dan kemudian
terganggunya arteri akibat tekanan intraluminal yang tinggi. Ketika
tekanan kapiler melampaui batas, terjadi iskemi mukosa, inflamasi, dan
ulserasi. Pada akhirnya, pertumbuhan bakteri yang berlebihan di dalam
lumen dan invasi bakteri ke dalam mukosa dan submukosa menyebabkan
peradangan transmural, edema, stasis pembuluh darah, dan nekrosis
muskularis. Jika proses ini terus berlangsung, menyebabkan edema dan
kongesti pembuluh darah yang semakin parah dan membentuk abses di
dinding appendiks vermiformis serta cairan purulent. Kemudian akan
terjadi gangrene atau kematian jaringan. Jika dinding appendiks
vermiformis yang terjadi gangrene pecah, tandanya apendisitis berada
dalam keadaan perforasi.
Untuk membatasi proses radang ini tubuh juga melakukan upaya
pertahanan dengan menutup appendiks vermiformis dengan omentum,
usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler. Di
dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat
mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, appendicitis akan sembuh
dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat. Pada anak-anak dengan omentum yang lebih
pendek, appendiks vermiformis yang lebih panjang, dan dinding appendiks
vermiformis yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang,
dapat memudahkan terjadinya appendicitis perforasi, sedangkan pada
orang tua, appendicitis perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan
pembuluh darah.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
membentuk jaringan parut yang melengket dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan
bawah. Sehingga suatu saat, organ ini dapat mengalami peradangan akut
lagi dan dinyatakan sebagai eksaserbasi akut.

6. Manifestasi Klinis
Pada awal presentasi, tanda vital mungkin berubah minimal seperti
suhu tubuh dan denyut nadi mungkin normal atau sedikit meningkat.
Perubahan yang lebih besar mungkin menunjukkan bahwa komplikasi
telah terjadi dan juga harus dipertimbangkan diagnosis lain. Gejala klasik
appendicitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri
visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Nyeri perut ini sering
disertai mual dan kadang disertai muntah, dan setelah beberapa jam, nyeri
akan berpindah ke kanan bawah pada titik Mc Burney. Nyeri dirasakan
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic
setempat. Umumnya, nafsu makan menurun. Bila terdapat perangsangan
peritoneum, biasanya pasien mengeluh nyeri perut ketika berjalan dan
batuk.
Bila appendiks terletak retrosekal retroperitoneal, tanda nyeri perut
kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal
karena apendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih kearah perut sisi
kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi otot psoas
mayor yang menegang dari dorsal.
Radang pada appendiks yang terletak di rongga pelvis dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rectum sehingga
peristaltic meningkat dan pengosongan rectum menjadi lebih cepat serta
berulang.

7. Penegakan diagnosis
Diagnosis appendicitis akut diperoleh dari:
1. Anamnesis
o Nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri visceral di
daerah sekitar umbilicus atau epigastrium bawah. Dalam beberapa
jam nyeri akan berpindah ke titik McBurney
o Adanya nyeri tekan, nyeri lepas, dan defans muscular
o Mual muntah
o Nafsu makan menurun
o Pada beberapa pasien terdapat konstipasi
o Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung:
 Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing sign)
 Nyeri kanan bawah bila tekanan kiri dilepaskan (Blumberg
sign)
 Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti
napas dalam, berjalan, mengejan
 Nyeri saat batuk (Dunphy sign)
2. Pemeriksaan Fisik
o Demam ringan dengan suhu 37,5-38,5 derajat celcius. Bila suhu
lebih tinggi mungkin sudah terjadi perforasi.
o Inspeksi:
 Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi
perforasi
o Auskultasi:
 Peristaltic usus sering normal. Dapat juga menghilang
akibat adanya ileus paralitik pada peritonitis generalisata
yang disebabkan oleh appendicitis perforata
o Perkusi:
 Nyeri ketok perut kanan bawah. Jika pekak hepar hilang
artinya telah terjadi perforasi
o Palpasi:
 Nyeri tekan pada perut regio kanan bawah (McBurney sign)
 Nyeri perut kanan bawah pada penekanan perut kiri
(Rovsing sign)
 Nyeri perut kanan bawah bila tekanan perut kiri dilepaskan
(Blumberg sign)
o Uji tambahan:
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada
kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan.
Psoas sign atau Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan
Obraztsova’s ekstensi dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri
sign pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan
rotasi internal pada panggul. Positif jika timbul nyeri
pada hipogastrium atau vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan
batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada
korda spermatic kanan
Kocher Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau
(Kosher)’s sign sekitar pusat, kemudian berpindah ke kuadran kanan
bawah.
Sitkovskiy Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran
(Rosenstein)’s kanan bawah saat pasien dibaringkan pada sisi kiri
sign
Bartomier- Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan
Michelson’s bawah pada pasien dibaringkan pada sisi kiri
sign dibandingkan dengan posisi terlentang
Aure- Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit triangle
Rozanova’s kanan (akan positif Shchetkin-Bloomberg’s sign)
sign
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran
kanan bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba

3. Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan Laboratorium
Leukoitosis ringan sering dijumpai pada pasien dengan
appendicitis akut non komplikata, dan biasanya diikuti dengan
peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear. Sangat jarang
ditemui peningkatan >18.000 sel/mm3 pada appendicitis non
komplikata. Akan tetapi hal ini mungkin terjadi pada appendicitis
perforata dengan atau tanpa abses. Apabila terdapat peningkatan C-
Reactive Protein yang signifikan, hal ini menandakan bahwa
terdapat appendicitis komplikata. Leukosit juga menurun pada
kondisi limfopenia atau sepsis, namun biasanya jumlah neutrophil
sangat tinggi. Oleh karena itu, semua penanda inflamasi harus
diperhatikan secara keseluruhan. Sebaliknya, terdapat
kemungkinan kecil appendicitis apabila ditemukan leukosit,
proporsi neutrophil, dan CRP dalam batas normal. Urinalisis dapat
bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran
kencing sebagai sumber infeksi.
o Sistem Skoring Klinis
Skor Alvarado adalah sistem skoring klinis yang paling banyak
digunakan. Skor ini terutama bermanfaat untuk menyingkirkan
kemungkinan appendicitis dan menyeleksi pasien yang perlu
melakukan pemeriksaan lebih lanjut terkait diagnosis tersebut.

Alvarado Score Skor


Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut 1
kanan bawah
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5 ° C 1
Pemeriksaan Leukositosis 2
Lab
Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut

o Foto Polos Abdomen


Foto polos abdomen dapat menunjukkan adanya fekalith dan feses
yang terdapat pada caecum terkait dengan appendicitis akan tetapi
jarang bermanfat dalam mendiagnosis appendicitis akut dan untuk
menyingkirkan diagnosis lainnya.
o Pemeriksaan USG
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang yang paling
banyak digunakan pada pasien dengan nyeri abdominal, khususnya
untuk evaluasi appendicitis. USG bermanfaat karena ekonomis,
dapat dilakukan segera, tidak memerlukan kontras, dan dapat
digunakan pada pasien hamil. Secara sonografi, appendix terlihat
sebagai organ buntu, non peristaltik, dapat mengukur diameter
appendix dengan tekanan dalam. Adanya penebalan dinding
appendix dan cairan periappendicular menandakan appendicitis.
Diameter <5mm mengeksklusi diagnosis appendicitis.

8. Diagnosis Banding

9. Penatalaksanaan
o Pre-operatif
 Pasang akses intravena, dan berikan kristaloid pada pasien dengan
gejala klinis dehidrasi atau septicemia
 Dapat diberikan analgesic parenteral dan antiemetic
 Dapat diberikan antibiotic intravena apabila ada tanda-tanda
septicemia dan pasien pre-operasi
o Operatif
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan
satu-satunya pilihan yang baik adalah appendiktomi. Appendiktomi
dapat dilakukan secara terbuka atau dengan laparoskopi. Bila
appendiktomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli
bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya
dilakukan observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan laboratorium dan
ultrasonografi dapat dilakukan bila dalam observasi masih terdapat
keraguan.
o Pasca-operatif
Perlu dilakukan observasi tanda vital untuk mengantisipasi adanya
perdarahan dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan.

10. Komplikasi
o Massa periappendikular
Riwayat klasik appendicitis akut yang diikuti dengan adanya massa
yang nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan
diagnosis ke massa atau abses periappendikular
o Appendicitis perforata
o Peritonitis umum
o Obstruksi usus
o Sepsis
11. Prognosis
Tingkat mortalitas dan morbiditas sangat kecil dengan diagnosis yang
akurat dan pembedahan. Tingkat mortalitas keseluruhan berkisar antara
0,2-0,8% dan disebabkan oleh komplikasi penyakit daripada intervensi
bedah.
DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi, F.C., et all. Schwartz’s Principles of Surgery. 10th edition. McGraw-Hill.


New York. 2005. hal 1241-1262.
Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2010,
hal 758-762.
Temple, Claire. L., et all, The Natural History of Appendicitis in Adults. Vol 221.
Department of Surgery, Foothills Hospital, Calgary. Canada: 1995.
Henry MM, Thomson JN. Acute Appendicitis. Dalam: Clinical Surgery. Edisi 3.
Philadelphia: Elsevier saunders: 2012.

Anda mungkin juga menyukai