Anda di halaman 1dari 39

ANATOMI SALURAN PENCERNAAN BAWAH

MAKROSKOPIS
USUS HALUS

Usus halus (4-6 m), yang terdiri dari duodenum (25-30 cm), jejunum (2/5 panjang total), dan
ileum (3/5 panjang total) (Paulsen, 2011), merupakan tempat utama untuk absorpsi nutrient dari
bahan yang dicerna, memanjang dari pylorus sampai persimpangan ileocecal dimana ileum
bergabung dengan sekum. (Moore, 2014)

Gambar 1. Usus Kecil dan Usus Besar (Moore, 2014)

Duodenum dimulai pada Pylorus gaster dan berakhir pada Flexura duodenojejunalis. Kecuali
bagian pertamanya (Pars superior), duodenum terfiksasi pada posisi retroperitoneal dan
terpisahkan dari bagian usus halus lainnya. Sebaliknya, bagian berbelit intraperitoneal jejunum
dan ileum tidak dapat dipisahkan secara makroskopis. (Paulsen, 2011)

DUODENUM

Duodenum (luasnya 12 jari), bagian pertama dan terpendek usus halus, juga terluas dan bagian
terfiksasi. Duodenum mengikuti aliran bentuk C mengitari bagian kepala pankreas. Duodenum
dimulai pada pylorus pada sisi kanan dan berakhir pada flexura (persimpangan) duodenojejunal
pada sisi kiri. Persimpangan ini terletak pada tingkat vertebra lumbaris 2, 2-3 cm ke kiri linea
mediana anterior. Duodenum terbagi menjadi empat bagian: (Moore, 2014)

1. Pars superior: pendek (sekitar 5 cm) dan terletak anterolateral corpus vertebra lumbaris 1.
2. Pars descendens: lebih panjang (7-10 cm) dan menurun sepanjang sisi kanan vertebra
lumbaris 1-3.

1
3. Pars inferior: panjang 6-8 cm dan menyilang vertebra lumbaris 3.
4. Pars ascendens: pendek (5 cm) dan dimulai pada sisi kiri vertebra lumbaris 3 dan muncul
superior pada tepi superior vertebra lumbaris 2.

Gambar 2. Hubungan Duodenum dengan Sekitarnya (Moore, 2014)

2
Dua sentimeter (2 cm) pertama pars superior duodenum, memiliki mesentri dan bergerak bebas.
Bagian bebas ini, disebut ampulla, memiliki penampilan berbeda dari sisa duodenum saat
diamati secara radiografi menggunakan media kontras. Tiga sentimeter (3 cm) distal pars
superior dan tiga bagian duodenum lainnya tidak memiliki mesentri dan tidak bergerak karena
mereka terletak retroperitoneal. Bagian proximal memiliki ligamentum hepatoduodenale (bagian
dari omentum minor) yang melekat secara superior dan omentum major melekat secara inferior.
(Moore, 2014)

Gambar 3. Duodenum (Paulsen, 2011)

3
Gambar 4. Plica Circulares (Kerckring) (Paulsen, 2011)

JEJUNUM-ILEUM

Bagian kedua dari usus halus, jejunum, dimulai dari flexura duodenojejunal dimana saluran
pencernaan berlanjut pada alur intraperitoneal. Bagian ketiga dari usus halus, ileum, berakhir
pada persimpangan ileocecal, persatuan ileum terminalis dan caecum. (Moore, 2014)

Gambar 5. Jejunum dan Ileum (Moore, 2014)

Kebanyakan jejunum terletak pada kuadran kiri atas (Left Upper Quadrant/LUQ), sementara
kebanyakan ileum terletak pada kuadran kanan bawah (Right Lower Quadrant/RUQ). (Moore,
2014)

4
Gambar 6. Struktur Mesenteri dan Perbedaan Jejunum dan Ileum (Moore, 2014)

Gambar 7. Perbedaan Jejunum dan Ileum (Moore, 2014)

5
USUS BESAR

Gambar 8. Usus Besar (Colon) (Paulsen, 2011)

Usus besar memiliki panjang sekitar 1.5 m dan terdiri dari empat bagian:

1. Caecum dengan Appendix vermiformis.


2. Colon (Colon ascendens, Colon transversum, Colon descendens, dan Colon sigmoideum).
3. Rectum.
4. Canalis analis.

Caecum dengan Appendix vermiformis, Colon transversum, dan Colon sigmoideum terletak
intraperitoneal dan memiliki mesenteri tunggal. Caecum dan Appendix vermiformis mungkin
terletak retroperitoneal, tetapi tidak memiliki mesenteri. (Paulsen, 2011)

6
Gambar 9. Karakteristik Struktur Usus Besar (Paulsen, 2011)

Usus besar memiliki 4 karakteristik perbedaan dari usus halus: (Paulsen, 2011)

1. Diameter lebih besar (lebih tebal dibandingkan tipis)


2. Taenia: lapisan otot longitudinal dikurangi menjadi 3 ikat. Taenia libera terlihat, sementara
Taenia mesocolica menempel pada Mesocolon transversum dan Taenia omentalis
berhubungan dengan Omentum majus.
3. Haustra dan Plica semilunares: haustra coli merupakan perkantongan dinding usus yang
sesuai dengan lipatan mukosa berbentuk bulan sabit pada permukaan dalam (Plicae
semilunares).
4. Appendices epiploicae: proyeksi lemak dari jaringan adiposa Tela subserosa.

7
Gambar 10. Caecum dengan Appendix Vermiformis (Dorsal) dan Bagian Dalam Caecum
(Paulsen, 2011)

Caecum memiliki panjang sekitar 7 cm. Appendix vermiformis dengan panjang 8-9 cm melekat
pada Caecum dan memiliki mesenteri sendiri dengan memasok struktur neurovaskular. Caecum
dipisahkan dari ileum terminal oleh Valva ileocaecalis. Pada bagian dalam, dua bibir valva
membentuk Papilla ilealis dan tepi Ostium ileale. Pada bagian lateral, bibir tersebut berlanjut
dalam Frenulum ostia ilealis. Ileum terminalis mengandung agregrasi folikel limfe (Nodi
lymphoidei aggregate), yang disebut Plaque Peyer. (Paulsen, 2011)

8
PERDARAHAN

Gambar 11. Arteri Duodenum (Paulsen, 2011)

Gambar 12. Arteri Jejunum dan Ileum (Paulsen, 2011)

9
Gambar 13. Arteri Usus Besar (Paulsen, 2011)

10
Gambar 14. Aliran Vena Usus Halus dan Usus Besar (Paulsen, 2011)

DUODENUM

Perdarahan arteri duodenum berasal dari truncus celiacus dan A. mesenterica superior. Truncus
celiacus, melalui A. gastroduodenal dan cabangnya, A. pancreaticoduodenal superior,
menyuplai proksimal duodenum sampai pintu masuk ductus biliaris menuju duodenum pars
descendens. A. mesenterica superior, melalui cabangnya, A. pancreaticoduodenal inferior,
menyuplai distal duodenum sampai pintu masuk ductus biliaris. (Moore, 2014)

11
Perdarahan vena mengikuti arteri dan mengalir menuju V. portae hepatica, beberapa ada yang
langsung dan beberapa tidak langsung, melewati V. mesenterica superior dan V. splenica.
(Moore, 2014)

JEJUNUM-ILEUM

Jejunum dan ileum yang berbelit disuplai oleh A. mesenterica superior yang terdistribusi
percabangannya dalam mesenteri usus halus (biasanya 4-5 Aa. jejunales dan 12 Aa. ileales).
(Paulsen, 2011)

Gambar 15. Suplai Arteri pada Usus (Moore, 2014)

12
USUS BESAR

Caecum dan Appendix vermiformis (A. ileocolica) dengan R. ilealis menuju ileum terminalis
dan dengan R. colicus. Arteri tersebut kemudia dibagi menjadi A. caecalis anterior dan A.
caecalis posterior pada kedua sisi Caecum dan menuju A. appendicularis yang berjalan pada
meso-appendix untuk menyuplai Appendix vermiformis. (Paulsen, 2011)

Colon ascendens dan Colon transversum (A. colica dextra & A. colica media: dari A.
mesenterica superior). Colon descendens dan Colon sigmoideum (A. colica sinistra & Aa.
sigmoideae: dari A. mesenterica inferior. A. rectalis superior juga diturunkan dari A.
mesenterica inferior dan menyuplai rectum atas. (Paulsen, 2011)

Nama dan aliran vena usus serupa dengan nama arterinya. Vena memasuki satu dari tiga anak
sungai V. portae hepatis: V. mesenterica superior bergabung dengan V. splenica di belakang
kepala pankreas untuk membentuk V. portae hepatis. V. mesenterica inferior mengalir menuju V.
splenica (70%) atau menuju V. mesenterica superior (30%). (Paulsen, 2011)

1. Cabang V. mesenterica superior:


a. V. gastroomentalis dextra dengan Vv. pancreaticoduodenales
b. Vv. pancreaticae
c. Vv. jejunales dan ileales
d. V. ileocolica
e. V. colica dextra
f. V. colica media
2. Cabang V. mesenterica inferior:
a. V. colica sinistra
b. Vv. sigmoideae
c. V. rectalis superior. (Paulsen, 2011)

13
PERSARAFAN

Gambar 16. Persarafan Duodenum (Moore, 2014)

Serabut saraf simpatis presinaptik berasal dari segmen T8 atau T9 sampai T10 atau T11 spinal
cordis dan mencapai plexus celiaca menuju truncus simpatikus dan N. splanchnicus majus dan
minus (abdominopelvica). (Moore, 2014)

14
Gambar 17. Persarafan Abdomen Viscera (Moore, 2014)

15
Gambar 18. Persarafan Segmental Abdomen Viscera (Moore, 2014)

MIKROSKOPIS
USUS HALUS

16
Gambar 19. Struktur Dinding Usus Halus (Paulsen, 2011)

Serupa dengan bagian usus lainnya, dinding usus halus terdiri dari lapisan mukosa terdalam
(Tunica mucosa) dengan villi usus (Villi intestinales) untuk pembesaran permukaan. Dipisahkan
oleh lapisan jaringan ikat longgar (Tela submucosa), lapisan muskular (Tunica muscularis)
terdiri dari lapisan sirkular dalam (Stratum circulare) dan lapisan longitudinal luar (Stratum
longitudinale). Bagian intraperitoneal (pars superior duodenum, jejunum, dan ileum) dilapisi
oleh peritoneum (Peritoneum viscerale) yang membentuk Tunica serosa. Bagian retroperitoneal
duodenum dilapisi oleh Tunica adventitia. (Paulsen, 2011)

Gambar 20. Perbedaan Lapisan Usus Halus (Martini, 2012)

17
DUODENUM

Mukosa duodenum terdiri dari epitel selapis silindris, lamina propria, dan muskularis
mukosa. Lapisan sel epitel pada permukaan villi dan kelenjar Lieberkühn termasuk sel
absortif, sel goblet, sel Paneth, sel enteroendokrin, dan sel punca. Lamina propria merupakan
lapisan jaringan ikat longgar, yang membentuk inti villus dan mengandung berbagai jenis sel
jaringan ikat seperti fibroblast, sel plasma, makrofag, dan beberapa leukosit. Muskularis mukosa
merupakan lapisan jaringan ikat padat yang mengandung kelenjar mukosa yang disebut
kelenjar Brunner, yang memproduksi mukus untuk melindungi dinding duodenum dari asam
getah lambung. Muskularis eksterna mengandung dua lapisan otot polos. Lapisan terluar
duodenum kebanyakan dilapisi oleh serosa, sementara daerah yang melekat pada organ lain
dilapisi oleh adventitia. (Cui, 2011)

Gambar 21. Histologi Duodenum (Cui, 2011)

18
Gambar 22. Plika Sirkularis, Villi, dan Mikrovilli (Cui, 2011)

Gambar 23. Sel Paneth (Cui, 2011)

19
Terdapat dua jenis ganglia dari sistem saraf enterik yang ditemukan pada dinding saluran cerna:
(1) Plexus Submukosa (Plexus Meissner) yang terletak pada lapisan submukosa, (2) Plexus
Myenterika (Auerbach) yang terletak di antara dua lapisan muskularis eksterna. (Cui, 2011)

Gambar 24. Lapisan Submukosa/ Plexus Meissner (Cui, 2011)

Gambar 25. Plexus Auerbach pada Lapisan Muskularis Eksterna (Cui, 2011)

JEJUNUM

Jejunum memiliki struktur yang mirip dengan lapisan pada daerah usus halus lainnya, memiliki
lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa. Jejunum tidak memiliki kelenjar
Brunner dan Peyer patches. Sel epitel mukosa serupa dengan epitel daerah usus halus lain. Sel

20
goblet terus bertambah jumlahnya sepanjang usus halus dari duodenum sampai ileum. Sel Paneth
sering ditemukan pada dasar kelenjar Lieberkühn. (Cui, 2011)

Gambar 26. Histologi Jejunum (Cui, 2011)

ILEUM

Ileum merupakan segmen terpanjang dari usus halus yang menyusun 3/5 bagian dari 6-7 m usus
halus. Fitur unik dari ileum adalah ditemukan kumpulan nodul lifatikus yang disebut Peyer
patch. Ini banyak terdapat banyak pada bagian distal ileum. Villi ileum lebih pendek dan lebih
kecil dari bagian usus halus lainnya. Jumlah sel goblet sangat meningkat pada ileum. (Cui, 2011)

Gambar 27. Histologi Ileum dengan Peyer Patch (Cui, 2011)

21
Gambar 28. Mukosa Ileum dengan Sentral Germinativum (Cui, 2011)

USUS BESAR

Gambar 29. Struktur Dinding Usus Besar (Paulsen, 2011)

Serupa dengan bagian usus lainnya, dinding usus besar terdiri dari lapisan mukosa dalam
(Tunica mucosa) yang berlawanan dengan duodenum, tidak memiliki villi mukosa. Tunica
muscularis terdiri dari lapisan sirkularis dalam (Startum circulare) dan lapisan longitudinal luar
(Stratum longitudinale). Bagaimanapun, lapisan longitudinal tidak berkelanjutan tetapi dikurangi
menjadi 3 ikatan (Taenia). Bagian intraperitoneal (Caecum dengan Appendix vermiformis,
Colon transversum, dan Colon sigmoideum) dilapisi oleh peritoneum membentuk Tunica
serosa. Sebaliknya, bagian retroperitoneal (Colon ascendens, Colon descendens dan rectum atas)
dilapisi oleh Tunica adventitia. (Paulsen, 2011)

22
Gambar 30. Histologi Colon (Usus Besar) (Cui, 2011)

Gambar 31. Mukosa Usus Besar (Cui, 2011)

Bagian superior dan permukaan mukosa colon mengandung sel absorbtif silindris dan sel goblet.
Sel absorbtif ini memainkan peran penting dalam penyerapan air dan elektrolit. Air memasuki sel
melalui difusi. Sel goblet memproduksi mukus, yang melindungi dinding usus besar,
menempelkan bahan fecal bersama, dan melumasi saluran. Permukaan usus besar lebih halus

23
daripada usus halus karena tidak ada villi. Bagian inferior mukosa colon mengandung kelenjar
tubular dan kelenjar Lieberkün (Cui, 2011)

Gambar 32. Appendix dan Caecum (Cui, 2011)

Appendix memiliki lumen kecil ireguler dan memiliki banyak nodul limfatik pada mukosa.
Epitel appendix adalah epitel selapis silindris, dan nodul limfatik terletak pada lamina propria
mukosa.

Gambar 33. Ringkasan Histologi Saluran Cerna (Cui, 2011)

24
FISIOLOGI PENCERNAAN BAGIAN BAWAH
SEKRESI HORMON DI USUS

Gambar 34. Tempat Produksi Lima Hormon Gastrointestinal Sepanjang Saluran Cerna (Barrett,
2016)

CHOLECYSTOKININ (CCK)

CCK disekresikan oleh sel endokrin yang dikenal sebagai sel I dalam mukosa usus halus atas.
CCK memainkan peran sebagai stimulasi sekresi enzim pankreas, kontraksi kantung kemih, dan
relaksasi sfingter Oddi, yang memungkinkan cairan empedu dan pankreas mengalir ke lumen
usus. Sekresi CCK ditingkatkan oleh kontak mukosa usus dengan produk pencernaan, terutama
peptide dan asam amino, dan juga dengan keberadaan asam lemak yang mengandung lebih dari
10 atom karbon pada duodenum. (Barrett, 2016)

SECRETIN

Sekretin disekresikan oleh sel S yang terletak dalam pada kelenjar mukosa usus halus bagian
atas. Seketin meningkatkan sekresi bikarbonat oleh sel ductus pankreas dan saluran empedu.
Sekresi sekretin meningkat akibat produk pencernaan protein dan oleh asam yang membasuh

25
mukosa usus halus bagian atas. Pelepasan sekretin oleh asam adalah contoh lain dari
pengendalian umpan balik: Sekretin menyebabkan jus pankreas basa membanjiri duodenum,
menetralkan asam dari lambung dan dengan demikian menghambat sekresi hormon lebih lanjut.
(Barrett, 2016)

GIP (GASTRIC INHIBITORY POLYPEPTIDE)

GIP mengandung 42 residu asam amino dan diproduksi oleh sel K dalam mukosa duodenum dan
jejunum. Sekresi tersebut distimulasikan oleh glukosa dan lemak dalam duodenum, dan karena
dalam dosis besar itu menghambat sekresi lambung dan motilitas, hormon ini disebut gastric
inhibitory peptide. Sementara itu, ditemukan bahwa GIP mengstimulasi sekresi insulin. Gastrin,
CCK, sekretin, dan glukagon juga memiliki efek ini, tetapi GIP satu-satunya yang dapat
mengstimulasi sekresi insulin ketika diberikan pada tingkat darah sebanding dengan yang
dihasilkan glukosa oral. Untuk alasan ini, hormon ini disebut glucose-dependent insulinotropic
peptide. (Barrett, 2016)

Gambar 35. Tindakan Terintegrasi Hormon Gastrointestinal dalam Mengatur Pencernaan dan
Pemanfaatan Nutrisi yang Diserap (Barrett, 2016)

26
MOTILIN

Motilin merupakan polipeptida yang mengandung 22 residu asam amino yang disekresikan oleh
sel enterokromafin dan sel Mo dalam lambung, usus halus, dan colon. Motilin bekerja pada
reseptor G-protein-coupled pada neuron enterik di duodenum dan colon dan menghasilkan
kontraksi otot polos di lambung dan usus pada periode antara waktu makan. (Barrett, 2016)

SEKRESI DI USUS HALUS

Gambar 36. Komposisi Succus Entericus (Sembulingam, 2012)

Sekresi dari usus halus dinamakan Succus entericus. Tubuh tiap harinya memproduksi 1800
mL/hari, bersifat basa, memiliki pH 8.3. (Sembulingam, 2012)

Gambar 37. Enzim Pencernaan dalam Succus Entericus (Sembulingam, 2012)

27
SEKRESI MUKUS OLEH KELENJAR BRUNNER DI DUODENUM

Kelenjar Brunner mengeluarkan sejumlah besar mukus alkali sebagai respon terhadap: (1)
rangsangan taktil atau iritasi pada mukosa duodenum, (2) stimulasi vagal, yang menyebabkan
peningkatan sekresi kelenjar Brunner dengan meningkatkan sekresi lambung, dan (3) hormon
gastrointestinal, terutama sekretin. Kelenjar Brunner dihambat oleh stimulasi simpatis (Hall,
2016)

Fungsi mukus disekresikan oleh kelenjar Brunner adalah untuk melindungi dinding duodenum
dari pencernaan oleh asam lambung yang sangat asam dari lambung. Sebagai tambahan, mukus
mengandung banyak ion bikarbonat, yang menambah ion bikarbonat dari sekresi pankreas dan
empedu hati dalam menetralkan HCl yang memasuki duodenum dari lambung. (Hall, 2016)

PENCERNAAN DAN ABSORBSI NUTRIEN


KARBOHIDRAT

Gambar 38. Pencernaan Karbohidrat (Sherwood, 2016)

28
Gambar 39. Absorbsi Karbohidrat (Sherwood, 2016)

PROTEIN

Gambar 40. Pencernaan Protein (Sherwood, 2016)


29
Gambar 41. Absorbsi Protein (Sherwood, 2016)

LEMAK

30
Gambar 42. Pencernaan dan Absorbsi Lemak (Sherwood, 2016)

SEKRESI DI USUS BESAR


Mukosa usus besar, sama dengan usus kecil, memiliki banyak kriptus Lieberkühn, tetapi tidak
mengandung villi. Sel epitel hampir tidak mengsekresikan enzim pencernaan. Sebagai gantinya,
mereka mengandung sel mukosa yang hanya mengsekresikan mukus. Stimulasi N. pelvica dari
spinal cordis, yang membawa persarafan parasimpatis, menyebabkan tanda peningkatan sekresi
mukus. Selama stimulasi parasimpatis ekstrim, sering disebabkan oleh gangguan emosional,
mukus begitu banyak bisa disekresikan ke dalam usus besar sehingga orang tersebut memiliki
buang air besar berlendir kental setiap 30 menit. Lendir ini seringkali mengandung sedikit atau
tidak ada bahan tinja. (Hall, 2016)

31
ILEUS OBSTRUKTIF
DEFINISI
Ileus adalah obstruksi usus yang disebabkan karena penyebab non mekanis, seperti paralisis dan
gagal peristaltis. Ileus obstruktif (adinamik) merupakan ileus yang disebabkan oleh hambatan
motilitas usus. (Anderson, 2012)

KLASIFIKASI

Gambar 43. Klasifikasi Obstruksi Usus (elearning.sumdu.edu.ua)

ETIOLOGI
Tabel 1. Penyebab Umum Obstruksi Usus Akut Terbanyak (Kasper, 2015)
Penyakit Ekstrinsik
Adesi (perlekatan) (terutama karena bedah abdominal sebelumnya), hernia interna atau eksterna,
neoplasma (termasuk karsinomatosis dan keganasan ekstraintestinal), abses intraperitoneal, dan
sklerosis idiopatik.
Penyakit Intrinsik
 Kongenital (malrotasi, atresia, stenosis, duplikasi usus, pembentukan kista)
 Inflamasi (penyakit radang usus (inflammatory bowel disease), penyakit Crohn,
divertikulisis, radiasi, tuberkulosis, skistosomiasis)
 Neoplasia
 Trauma (pembentukan hematom, striktur anastomotik)
 Lainnya (polip atau tumor, volvulus, obstruksi duodenum karena A. mesenterica superior,
cedera iskemik)

32
Kelainan Intraluminal
Batu Bezoar, feses, benda asing, batu empedu (masuk melalui lumen via fistula
cholecystoenterica), enterolitis

PATOFISIOLOGI

Gambar 44. Patofisiologi Obstruksi Usus Akut (Kasper, 2015)

Secara singkat, ileus terjadi ketika dismotilitas mencegah isi usus didorong ke arah distal dan
tidak ada penyumbatan mekanis. Peningkatan kontraktilitas usus, yang terjadi pada bagian
proksimal dan obstruksi pada distal, merupakan respon karakteristik. Selanjutnya, gerakan
peristaltik usus melambat saat usus atau lambung bagian proksimal sampai titik obstruksi
mengalami dilatasi dan terisi dengan sekresi gastrointestinal dan udara yang tertelan, yang bisa
berasal dari akumulasi fermentasi, produksi CO2 lokal, dan difusi gas. (Kasper, 2015)

Dilatasi intraluminal juga meningkatkan tekanan intraluminal. Jika melebihi tekanan vena, vena
dan limfatik dapat terhambat, kemudian terjadi edema, dan dinding usus proksimal menjadi
hipoksemia. (Kasper, 2015)

33
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari obstruksi ileus tergantung paada proses penyakit dasar, lokasi dan
perubahan aliran darahnya. Udara yang tertelan dapat terjadi dilatasi abdomen. Dilatasi
abdomen mengakibatkan penekanan vena sehingga terjadi ekskresi cairan yang mengakibatkan
hipovolemik, edema, dan kehilangan elektrolit. Kehilangan elektrolit dan cairan
mengakibatkan syok hipotensi dengan kompensasi berupa takikardia. (Kasper, 2015)

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


ANAMNESIS

Pasien harus ditanyakan mengenai riwayat neoplasia abdomen mereka, hernia, dan penyakit
radang usus, karena kondisi ini meningkatkan resiko obstruksi. Tanda khas obstruksi usus di
antaranya sakit perut kolik, mual dan muntah, distensi abdomen, dan penghentian flatus dan
gerakan usus. Penting untuk membedakan obstruksi mekanis sebenarnya dan penyebab lain
gejala ini. (Jackson, 2011)

PEMERIKSAAN FISIK

Adanya hipotensi dan takikardi merupakan indikasi dehidrasi berat. Palpasi abdomen dapat
mengungkap distensi abdomen dan timpanis, bagaimanapun, temuan ini tidak terdapat pada
pasien dengan obstruksi awal atau obstruksi proksimal. Auskultasi pada pasien dengan obstruksi
awal menampakkan suara usus bernada tinggi, sementara mereka dengan obstruksi lama
mungkin terdapat suara usus yang kecil sebagaimana saluran cerna menjadi hipotonik. (Jackson,
2011)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

DIAGNOSIS BANDING

34
Gambar 45. Diagnosis Banding Obstruksi Usus Halus (Jackson, 2011)

TATALAKSANA
Penatalaksanaan obstruksi usus diarahkan untuk memperbaiki gangguan fisiologis yang
disebabkan oleh penyumbatan, bowel rest, dan mengeluarkan sumber obstruksi. Yang pertama
ditangani dengan resusitasi cairan secara intravena dengan cairan isotoik. Penggunaan kateter
kandung kemih untuk memonitor output urin merupakan persyaratan minimal untuk mengukur
kecukupan resusitasi. Tindakan invasif lainnya, seperti kanalisasi arteri atau pemantauan tekanan
vena sentral, dapat digunakan sebagai waran situasi klinis. (Jackson, 2011)

Antibiotik digunakan untuk menangani pertumbuhan berlebih bakteri usus dan translokasi di
dinding usus. Adanya demam dan leukositosis harus segera memasukan antibiotik ke dalam
regimen pengobatan awal. Antibiotik harus memiliki cakupan terhadap organisme Gram negatif
dan anaerob. Penggantian elektrolit agresif direkomendasikan setelah fungsi ginjal dikonfirmasi
memadai. (Jackson, 2011)

35
Gambar 46. Manajemen Pasien Obstruksi Usus Halus (Jackson, 2011)

KOMPLIKASI

PENCEGAHAN

PROGNOSIS
Pada pasien dengan obstruksi usus halus, memiliki mortalitas 25% jika bedah ditunda lebih dari
36 jam, jika dibawah 36 jam mortalitasnya menjadi 8%. Prognosis pada karsinoma colon lanjut
masih buruk. 50% volvulus sigmoid akan kembali terjadi dalam waktu 2 tahun. (Tidy, 2014)

36
PANDANGAN ISLAM MENGENAI TINDAKAN BEDAH DAN
OPERASI
DEFINISI TINDAKAN BEDAH DAN OPERASI
Bedah adalah cabang ilmu kedokteran yang mengobati penyakit, cedera, atau kelainan bentuk
melalui metode manual atau metode operasi yang dikerjakan oleh seorang ahli bedah di rumah
sakit atau ruang kerja dokter. (Anderson, 2012)

HUKUM TINDAKAN BEDAH DAN OPERASI


Bedah medis termasuk bagian dari pengobatan. Secara umum, pengobatan termasuk disyariatkan
dalam Islam namun ulama berbeda tentang hukumnya. Beberapa pendapat yang terkenal,
masing-masing didukung oleh dalil yang menguatkannya, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Mubah, menurut pendapat mayoritas ilmuwan dari kalangan Ulama Hanafiyah, Malikiyyah,
Syafi’iyah, dan Hanabilah, namun mereka berbeda pendapat tentang lebih utamanya, berobat
atau tidak.
2. Wajib, merupakan pendapat sebagian ulama Hanabilah. Menurut sebagian ulama yang lain,
hal tersebut jika diyakini akan kesembuhannya.

Menurut fatwa yang dikeluarkan oleh Majma’ al-Fiqh al-Islami, hokum berobat tergantung pada
keadaan dan kondisi pasien:

1. Berobat menjadi Wajib jika tidak dilakukan akan mengancam jiwa, atau kehilangan anggota
tubuhnya, atau akan menjadi lemah, atau penyakitnya akan dapat menulari orang lain.
2. Berobat hukumnya Sunnah jika tidak dilakukan akan menjadikan tubuhnya lemah namun
tidak separah kondisi yang di atas.
3. Berobata hukumnya Mubah jika tidak sampai pada kedua kondisi di atas.
4. Berobat hukumnya Makruh jika dengan berobat dilakukan akan mengalami keadaan yang
lebih buruk daripada dibiarkan saja. (Zuhroni, 2010)

Dengan demikian, hukum bedah medis, secara umum sangat tergantung dengan keadaan dan
kondisi pasien. Secara khusus Ulama sepakat membolehkan operasi medis rekonstruksi anggota
tubuh yang mengalami masalah tertentu. Menurut pala ulama, memperbaiki dan memulihkan
kembali fungsi organ yang rusak, baik bawaan sejak lahir maupun adanya kecelakaan, dan hal-
hal sejenis itu dibenarkan, karena niat dan motivasi utamanya adalah pengobatan. Diantara ayat
yang dijadikan sebagai pembolehan terhadap operasi medis, dianggap sebagai upaya menjaga
kehidupan dan menghindari kebinasaan atau mafsadah, antara lain tercakup dalam Q.S. al-
Maidah 5:32:

37
ٍ ‫س أَو فَ س‬
‫اد يِف‬
َ ْ ٍ ‫بِغَ رْيِ َن ْف‬ ‫ِيل أَنَّهُ َم ْن َق تَ َل َن ْف ًس ا‬
َ ‫ِس َر ائ‬ ْ ‫لِك َك تَ ْب نَ ا َع لَ ٰى بَ يِن إ‬َ ‫َج ِل َٰذ‬ ْ ‫ِم ْن أ‬
‫ َو لَ َق ْد‬Hۚ ‫يع ا‬
ً ِ‫اس مَج‬
َ َّ‫ا الن‬ ْ ‫اه ا فَ َك أَ مَّنَ ا أ‬
َ‫َح ي‬ َ َ‫َح ي‬
ْ ‫يع ا َو َم ْن أ‬ ً ِ‫اس مَج‬َ َّ‫ض فَ َك أَ َ ا َق تَ َل الن‬
‫مَّن‬ ِ ‫ا أْل َ ْر‬
‫ون‬
َ ُ‫ض لَ ُم ْس رِف‬ َ ‫ِري ا ِم ْن ُه ْم َب ْع َد َٰذ ل‬
ِ ‫ِك يِف ا أْل َ ْر‬ َّ ‫ات مُثَّ إ‬
ً ‫ِن َك ث‬ ِ َ‫َج اءَ ْت ُه ْم ُر ُس لُ نَ ا بِالْ َب ِّي ن‬
Artinya: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israel, bahwa: barang siapa
yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan
karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia
seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah
dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada
mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian
banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat
kerusakan di muka bumi.”

Allah menghargai setiap bentuk upaya mempertahankan kehidupan manusia, menjauhkan diri


dari hal yang membinasakan. Operasi medis dilakukan dalam rangka tujuan tersebut. Banyak
jenis penyakit yang pengobatannya hanya dengan operasi, bahkan kadang-kadang jika itu
tidak dilakukan atau terlambat dilakukan akan mengancam kehidupannya, dengan dioperasi
akhirnya dapat tertolong. (Zuhroni, 2010)

Bolehnya bedah medis menurut hukum Islam juga dapat dianalogikan dengan berbekam (al-
hijamah). Pada masa teknologi kedokteran masih sederhana, di zaman Nabi, berbekam dianggap
sebagai salah satu bentuk operasi masa itu, telah dipraktekkan dan dianjurkan Nabi. Berbekam
merupakan tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh. Juga dapat
dikiyaskan daengan praktik khitan yang merupakan jenis operasi medis tertua, termasuk salah
satu sunnah fitrah sangat dianjurkan dalam syariat Islam. (Zuhroni, 2010)

“Bahwa Rasulullah saw pernah berbekam di kepalanya” (HR al Bukhari, Muslim, al Nasai,
Ibnu Majah, dan Ahmad)

”Sesungguhnya dalam bekam terdapat penyembuhan” (HR al Bukhari dan Muslim)

“Rasulullah pernah mengirim dokter (untuk mengobati) Ubaiy bin Ka’b (maka dokter itu
mengoperasinya) memotong urat kemudian menyulutnya dengan besi panas” (HR Muslim, Abu
Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)

“Al-Fitrah ada lima: (yaitu) khitan, memotong bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, dan
memotong kuku, memotong kumis” (HR al-Bukhari, Muslim dan al-Tirmidzi)

Pembolehan operasi medis juga tercakup dalam perintah umum Nabi saw agar berobat yang
secara teknis pelaksanaannya diserahkan kepada ahlinya untuk menggunakan cara pengobatan
yang tepat dan dibutuhkan, kecuali dengan yang diharamkan. (Zuhroni, 2010)

38
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, D. M. (2012). Dorland’s Illustrated Medical Dictionary 32nd Edition. Philadelpia:
Elsevier Saunders

Barret, K. E., et al. (2016). Ganong’s Review of Medical Physiology 25th Edition. New York:
McGraw-Hill Education

Hall, J. E. (2016). Guyton and Hall: Textbook of Medical Physiology 13rd Editon.
Philadelphia: Elsevier

Jackson, P. G., Raiji, M. (2011). Evaluation and Management of Intestinal Obstruction.


USA: Ameican Academy of Family Physicians. (www.aafp.org) Diakses tanggal 20 Mei 2017

Kasper, D. L., et al. (2015). Harrison’s Principles of Internal Medicine 19th Edition. New
York: McGraw-Hill Education

Martini, F., Timmons, M. J., Tallitsch, R. B. (2012). Human Anatomy 7th Edition. New Jersey,
USA: Pearson Education

Moore, K. L., et al. (2014). Moore Clinically Oriented Anatomy 7th Edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins

Paulsen, F. (2011). Sobotta Atlas of Human Anatomy: Internal Organ 15 th Edition. Munich:
Elsevier Urban & Fischer

Sembulingam, K. (2012). Essentials of Medical Physiology 6th Edition. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers

Sherwood, L. (2016). Human Physiology: From Cells to System 9th Edition. USA: Cengage
Learning

Tidy, C., Dr. (2014). Intestinal Obstruction and Ileus. (patient.info/doctor/intestinal-


obstruction-and-ileus) Diakses tanggal 20 Mei 2017

Zuhroni. (2010). Pandangan Islam terhadap Masalah Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:
Bagian Agama Universitas YARSI

39

Anda mungkin juga menyukai