PERDARAHAN PERSALINAN
Seorang pasien 37 tahun datang ke IGD RSUD dengan hamil keempat dan keluhan
keluar darah dari kemaluan dan disertai nyeri perut. Pasien pernah melakukan Antenatal Care
(ANC) satu kali sebelumnya di Puskesmas pada usia kehamilan 14 minggu. Pasien mengaku
hamil 38 minggu dihitung dari haid pertama hari terakhir (HPHT).
Pasien mengalami kenaikan berat badan sampai 17 kg selama kehamilan ini dan tidak ada
edema tungkai. Pasien tidak pernah mengkonsumsi suplemen besi atau vitamin lainnya.
Dari riwayat penyakit keluarga diketahui tidak ada riwayat penyakit jantung, ginjal, DM
dan hipertensi dalam keluarganya.
Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil : keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan
darah 120/85 mmHg; frekuensi nadi 102x /menit; frekuensi nafas: 26x/menit; suhu afebris. Dari
status obstetrik didapatkan tinggi fundus uteri 39 cm ; denyut jantung janin tidak jelas.
Dilakukan pemeriksaan inspekulo tampak darah berwarna kehitaman mengalir dari OUI
pembukaan tidak ada.
Selanutnya dilakukan pemeriksaan penunjang USG dengan hasil : kehamilan tunggal
letak sungsang dan hasil pemeriksaan laboratorium urin didapatkan protein +3. Dari pemeriksaan
CTG ditemukan tanda-tanda gawat janin.
KATA-KATA SULIT
1. CTG : (Cardiotocography) suatu alat yang digunakan untuk mengukur DJJ pada saat kontraksi
maupun tidak. Pada CTG kontraksi ibu juga terekam dan kemudian dilihat perubahan DJJ pada
saat kontraksi dan diluar kontraksi.
2. Gawat Janin : (Fetal Distress) keadaan atau reaksi janin tidak memperoleh oksigen yang cukup.
3. Afebris : tidak demam
4. ANC : (Antenatal Care) pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu
dan janin secara berkala, yang diikuti dengan untuk koreksi terhadap penyimpangan yang
ditemukan.
PERTANYAAN
1. Frekuensi denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per menit atau lebih dari 180 per menit,
berkurangnya gerakan janin (normal gerakan janin 10 kali per hari) dan air ketuban hijau kental
(telah bercampur dengan mekonium).
2. Karena suplai oksigen untuk janin turun.
3. Disebabkan kerusakan glomerulus, sehingga albumin keluar dari pembuluh darah. Dan
mengakibatkan cairan ekstrasel pindah ke dalam intrasel.
4. Darah berwarna kehitaman disebabkan terjadi pembekuan darah atau darah bercampur dengan
oksigen serta dapat disebabkan juga darah bercampur dengan amnion.
5. Usia lebih dari 35 tahun serta primigravida merupakan faktor resiko.
6.
Kehamilan > 20 minggu Kehamilan < 20 minggu
Plasenta Previa Abortus
Solusio Plasenta KET
Vasa Previa Mola hidatidosa
7. Ya, karena tidak mengetahui letak plasenta untuk jalan lahir.
8. Lakukan airway, breathing, circulation.
9. Kematian ibu dan janin.
10. Tidak ada hubungan dengan perdarahan namun terdapat hubungan dengan hipertensi.
11. Jika tidak ada keluhan, ANC paling sedikit dilakukan 4 kali:
Trimester 1 (usia kehamilan < 14 minggu) : 1 kali per bulan
Trimester 2 (usia kehamilan 14-28 minggu) : 1 kali per bulan
Trimester 3 (usia kehamilan 28-36 minggu) : 1 kali per bulan
(usia kehamilan > 36 minggu) : 1 kali per bulan
Faktor resiko
Usia
Keluhan Pemeriksaan
Jumlah paritas
Obesitas perdarahan CTG
Mikronutrien Nyeri perut Proteinuria
ANC tidak rutin
Preeklamsi dan
Gawat
perdarahan
janin
kehamilan
SASARAN BELAJAR
Preeklamsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria. Preeklamsia dibedakan menjadi preeklamsia ringan dan preeklamsia berat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1) Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik 140/90 mmHg. Pengukuran darah
dilakukan sebanyak 2 kali pada selang waktu 4 jam-6 jam.
2) Proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24 jam atau sama dengan 1+
dipstic.
3) Edema, sebelumnya edema tungkai dipakai sebagai tanda-tanda preeklamsi tetapi sekarang
edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali edema generalisata. Selain itu bila di dapatkan kenaikan
berat badan >0,57kg/minggu. (Prawirohardjo, 2008)
Preekalmsia ringan adalah suatu sindroma spesifik krhamilan dengan menurunnya perfusi
organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 110 mmHg disertai proteinuria > 5 g/24 jam. Preeklamsia berat dibagi menjadi:
a. Preeklamsia berat tanpa impending eclamsia
b. Preeklamsia berat dengan impending eclamsia, disebut impending eclamsia bila preeklamsia
disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.
b. Disfungsi Endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya
seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan
terjadinya :
a) Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) yang
merupakan suatu vasodilator kuat.
b) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit
memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam Keadaan normal kadar
prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar tromboksan
lebih banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah.
c) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis) .
d) Peningkatan permeabilitas kapiler.
e) Peningkatan produksi bahan bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO menurun sedangkan
endotelin meningkat.
f) Peningkatan faktor koagulasi
3) Teori intoleransi imunologik ibu dan janin
Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing.
Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang dapat melindungi
trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasis
el trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu yang mengalami pre eklamsia terjadi
ekspresi penurunan HLA-G yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam
desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada pre eklamsia.
4) Teori Adaptasi kardiovaskular
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor. Refrakter berarti
pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor
yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya
sintesis prostalglandin oleh sel endotel. Pada pre eklamsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter
terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan
vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan
hipertensi dalam kehamilan.
5) Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih menentukan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin.
Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami
pre eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami pre eklamsia.
6) Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi
dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat
mengurangi resiko pre eklamsia. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang
dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah
vasokonstriksi pembuluh darah.
7) Teori Stimulasi Inflamasi
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan
rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses apoptosis pada pre
eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris
trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi
yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang
lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala gejala preeklampsia pada
ibu.
((Manuaba IBG, et al 2007)
LO. 1.5 Menjelaskan Manifestasi Klinis Hipertensi dalam Kehamilan
Manifestasi preeklamsia ringan:
Tekanan darah 140 mmHg/ 90 mmHg
Proteinuria 300 mg/ 24 jam atau 1 + dipstik
Edema
Diagnosis preeklamsia berat ditegakkan bila menemukan satu atau lebih gejala sebagai
berikut:
Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg. Tekanan darah
ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah
baring.
Proteinuria > 5 g/ 24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
Oliguria, produksi urin < 500 cc/ 24 jam
Kenaikan kadar kreatinin plasma
Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan
kabur.
Nyeri epigastrium, atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat teregangnya kapsula
Glisson).
Edema paru-paru dan sianosis.
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia berat: trombosit < 100.000 sel/mm atau penurunan trombosit dengan cepat.
Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin aspartate
aminotransferase
Pertumbuhan janin intrauterine terhambat
Sindrom HELLP
Diagnosis eklamsia:
Didahului oleh gejala preeklamsia.
Disertai kejang menyeluruh dan koma. Kejang tersebut dapat terjadi pada saat sebelum, selama
dan setelah persalinan.
Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan subarakhnoid, dan
meningitis)
Diagnosis banding:
Antiphospholipid Antibody Syndrome and Pregnancy
Antithrombin Deficiency
Aortic Coarctation
Autoimmune Thyroid Disease and Pregnancy
Cardiomyopathy, Peripartum
Common Pregnancy Complaints and Questions
Cushing Syndrome
Diabetes Mellitus and Pregnancy
Disseminated Intravascular Coagulation
Eclampsia
Encephalopathy, Hypertensive
Evaluation of Fetal Death
Evaluation of Gestation
Fetal Growth Restriction
Gastrointestinal Disease and Pregnancy
Glomerulonephritis, Acute
Glomerulonephritis, Chronic
Graves Disease
Hashimoto Thyroiditis
Hematologic Disease and Pregnancy
Hemolytic-Uremic Syndrome
Hydatidiform Mole
Hyperaldosteronism, Primary
Hyperparathyroidism
Hypertension
Hypertension, Malignant
Hyperthyroidism
Hypothyroidism
Nephrotic Syndrome
Normal Labor and Delivery
Preeclampsia
Protein C Deficiency
Protein S Deficiency
Pulmonary Disease and Pregnancy
Systemic Lupus Erythematosus
Systemic Lupus Erythematosus and Pregnancy
Teratology and Drug Use During Pregnancy
Thrombotic Thrombocytopenic Purpura
Pencegahan preeklamsia
A. Nonmedical
- Tirah baring untuk yang berisiko tinggi preeklapsia (tidak terbukti mencegah terjadinya
preeklampsia dan mencegah persalinan preterm)
- Diet ditambah suplemen yang mengandung minyak ikan yang kaya dengan asam lemak
tidak jenuh, misalnya omega-3 PUFA, antioksidan : vitamin C,E,-karoten, CoQ10, N-
asetilsistein, asam lipoik dan elemen logam berat : zinc, magnesium, kalsium
B. Medical
- Kalsium : 1.500-2.000 mg/hari
- Zinc 200 mg/hari
- Magnesium 365/hari
- Obat anti trombotik yang dianggap dapat dapat mencegah preeklampsia adalah aspirin
dosis rendah rata-rata di bawah 100mg/hari atau dipyridamole
- Antioksidan : vit. C, vit E, -karoten, CoQ10, N-asetilsistein, asam lipoik
Abortus
Iminens
Abortus
Insipiens
Abortus
Kompletus
Abortus
Abortus
Inkompletus
Kehamilan
Kehamilan
< 20 Missed Abortion
ektopik
minggu
Mola Abortus
hidatidosa Habitualis
Abortus Infeksious
Plasenta previa
totalis
Perdarahan
Plasenta previa
Plasenta parsialis
previa Plasenta previa
marginalis
Plasenta previa
letak rendah
Kehamilan
> 20
minggu Ringan
Solusio
Sedang
plasenta
1.Faktor ovum
Spermatozoa memasuki ovum yang telah kehilangan nukleusnya atau dua serum memasuki
ovum tersebut sehingga akan terjadi kelainan atau gangguan dalam pembuahan.
2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
Dalam masa kehamilan keperluan zat-zat gizi meningkat. Hal ini diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan janin, dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah
maka untuk memenuhi zat-zat gizi yang diperlukan tubuh kurang sehingga mengakibatkan
gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
3. Parietas tinggi
Ibu multipara cenderung beresiko terjadi kehamilan mola hidatidosa karena trauma kelahiran
atau penyimpangan transmisi secara genetic yang dapat diidentifikasikan dan penggunaan
stimulan drulasi seperti klomifen atau menotropiris (pergonal).
4.Kekurangan protein
Protein adalah zat untuk membangun jaringan-jaringan bagian tubuh sehubungan dengan
pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim, dan buah dada ibu, keperluan akan zat protein pada
waktu hamil sangat meningkat apabila kekurangan protein dalam makanan mengakibatkan bayi
akan lahir lebih kecil dari normal.
5.Infeksi virus
Infeksi mikroba dapat mengenai semua orang termasuk wanita hamil. Masuk atau adanya
mikroba dalam tubuh manusia tidak selalu akan menimbulkan penyakit (desease). Hal ini sangat
tergantung dari jumlah mikroba (kuman atau virus) yang masuk virulensinya serta daya tahan
tubuh.
Patofisiologi KET
Prinsip patofisiologi yakni terdapat gangguan mekanik terhadap ovum yang telah dibuahi dalam
perjalanannya menuju kavum uteri. Pada suatu saat kebutuhan embrio dalam tuba tidak dapat
terpenuhi lagi oleh suplai darah dari vaskularisasi tuba itu. Ada beberapa kemungkinan akibat
dari hal ini:
1. Kemungkinan tubal abortion, lepas dan keluarnya darah dan jaringan ke ujung distal
(fimbria) dan ke rongga abdomen. Abortus tuba biasanya terjadi pada kehamilan ampulla, darah
yang keluar dan kemudian masuk ke rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena
dibatasi oleh tekanan dari dinding tuba.
2. Kemungkinan ruptur dinding tuba ke dalam rongga peritoneum, sebagai akibat dari distensi
berlebihan tuba.
3. Faktor abortus ke dalam lumen tuba.
Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma koitus dan pemeriksaan
vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit
hingga banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian.
Diagnosis KET:
Menurut Mochtar (1998 : 235) bahwa diagnosa KET dapat ditegakkan dengan cara sbb:
Anamnesa tentang trias KET
a. Terdapat amenorea dan tanda gejala hamil muda
b. Terdapat rasa nyeri mendadak disertai rasa nyeri di daerah bahu dan
c. Terdapat perdarahan per vaginam
Pemeriksaan fisik umum
a. Penderita tampak anemis, sakit dan pucat
b. Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma, tidak sadar
c. Daerah ujung dingin
d. Pemeriksaan nadi meningkat, tekanan darah turun sampai syok
e. Pemeriksaan abdomen : perut kembung, terdapat cairan bebas daerah nyeri saat perabaan.
Pemeriksaan khusus melalui vaginal
a. Nyeri goyang pada pemeriksaan serviks;
b. Kavum douglas menonjol dan nyeri
c. Mungkin teraba tumor disamping uterus
d. Pada hematokel, tumor dan uterus sulit dibedakan
Pemeriksaan laboratorium
a. Hb turun setelah 24 jam
b. Entrosit meningkat
c. Hematokrit turun
d. Leukosit
KET
DD Abortus Mola
Kehamilan dengan kelainan pada serviks
Perdarahan implantasi
Infeksi pelvik
Kista folikel
DD KET Abortus biasa
Radang panggul
Torsi kita ovarium
Endometriosis
Abortus.
Kehamilan normal.
DD Mola
hidatidosa Hidramnion.
Kehamilan ganda.
Kehamilan dengan Mioma Uteri
DD Solusio plasenta
Plasenta Vasa previa
previa Laserasi serviks atau vagina
Plasenta praevia
Solusio plasenta
Kelainan serviks
DD Vasa Trauma
previa Varises vagina pecah
Diagnosis banding solusio plasenta
3.Kesadaran Tidak sesuai dengan sesuai dengan perdarahan yang
umum perdarahan tampak
Anemis
TD,nadi dan pernapasan
tidak sesuai dengan
perdarahan
Dapat disertai dengan
preeklampsi/eklampsi tidak ada
Tegang ,nyeri
4.Palpasi abdomen Bagian janin sulit diraba lembek,tampa rasa nyeri
bagian janin mudah diraba
Asfiksia sampai kemtian
janin,tergantung lepasnya
5.Denyut jantung asfiksia meninggal bila Hb <5
plasenta
janin gr%
Teraba ketuban tegang
menonjol teraba jaringan plasenta
6.Pemeriksaan
dalam
Sumber : Manuaba,2004
LO. 2.7 Menjelaskan Penatalaksanaan Perdarahan Kehamilan
Tatalaksana abortus:
1. Memperbaiki keadaan umum. Bila perdarahan banyak, berikan transfuse darah dan cairan
yang cukup.
2. Pemberian antibiotika yang cukup tepat yaitu suntikan penisilin 1 juta satuan tiap 6 jam,
suntikan streptomisin 500 mg setiap 12 jam, atau antibiotika spektrum luas lainnya.
3. 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih cepat bila terjadi perdarahan
yang banyak, lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi.
4. Pemberian infus dan antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan penderita.
Semua pasien abortus disuntik vaksin serap tetanus 0,5 cc IM. Umumnya setelah
tindakan kuretase pasien abortus dapat segera pulang ke rumah. Kecuali bila ada komplikasi
seperti perdarahan banyak yang menyebabkan anemia berat atau infeksi.2 Pasien dianjurkan
istirahat selama 1 sampai 2 hari. Pasien dianjurkan kembali ke dokter bila pasien mengalami
kram demam yang memburuk atau nyeri setelah perdarahan baru yang ringan atau gejala yang
lebih berat.13 Tujuan perawatan untuk mengatasi anemia dan infeksi. Sebelum dilakukan
kuretase keluarga terdekat pasien menandatangani surat persetujuan tindakan (Maureen, 2002).
Terdapat berbagai metode bedah dan medis untuk mengobati abortus spontan serta
terminasi yang dilakukan pada keadaan lain, dan hal ini diringkas sebagai berikut (Kenneth dkk,
2003):
Dilatasi serviks diikuti oleh evakuasi uterus:
Kuretase
Aspirasi vakum (kuretase isap)
Dilatasi dan evakuasi (D&E)
Dilatasi dan Curretase (D&C)
Aspirasi haid
Laparatomi:
Histerotomi
Histerektomi
Teknik Medis
Oksitosin intravena
Cairan hiperosmotik intraamnion:
Salin 20%
Urea 30%
Prostaglandin E2, F2, dan analognya:
Injeksi intraamnion
Injeksi ekstraovular
Insersi vagina
Injeksi parenteral
Ingesti oral
AntiprogesteronRU 486 (mifepriston) dan epostan
Berbagai kombinasi dari di atas.
Tatalaksana KET:
Menurut Arief Manjoer (2000: 269) bahwa penatalaksanaan terhadap wanita dengan KET di RS
yaitu sbb :
Rawat inap segera untuk penanggulangannya.
Bila wanita dalam keadaan syok, perbaiki KU dengan pemberian cairan yang cukup (D 5%,
glukosa 5%, garam fisiologis) dan transfusi darah bila ada indikasi untuk hipovolemia atau
anemia.
Segera setelah diagnosa ditegakkan, segera lakukan persiapan untuk tindakan operatif gawat
darurat.
Tindakan operatif pada tuba dapat berupa :
a. Parsial salpingektomi yaitu melakukan eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi
b. Salpingektomi yaitu mengeluarkan hasil konsepsi pada satu segmen tuba kemudian diikuti
dengan reparasi bagian tersebut
Berikan antibiotik kombinasi atau tunggal dengan spektrum luas seperti :
a. Sulbesilin secara IV dosis 3x1 gram
b. Gentamisin secara IV dosis 2 x 80 gram
c. Metronidazole secara IV dosis 2x1 gram
d. Ceftriaxone secara IV dosis 1 x 1 gram
e. Amoksilin dan klavulaik acid secara IV dosis 3 x 500 mg
f. Klindamisin secara IV dosis 3 x 600 mg
Untuk nyeri pasca tindakan dapat diberikan
a. Ketoprofen 100 mg supositoria
b. Tromodal 200 mg secara IV
c. Pethidin 50 mg secara IV
Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari
Konseling pasca tindakan
a. Kelanjutan fungsi reproduksi
b. Resiko hamil ektopik ulangan
c. Kontrasepsi yang sesuai
d. Asuhan mandiri selama dirumah
e. Jadwal kunjungan ulang
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah orang yang telah sakit menjadi
semakin parah dan mengusahakan agar sembuh dengan melakukan tindakan pengobatan yang
cepat dan tepat.
Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 28 minggu yang lebih banyak dari
perdarahanyang biasa, harus dianggap sebagai perdarahan antepartum. Apapun penyebabnya,
penderita harus dibawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan oprasi.
Jangan melakukan pemeriksaan dalam di rumah atau di tempat yang tidak memungkinkan
tindakan operatif segera, karna pemeriksaan itu dapat menambah banyaknya perdarahan.
Pemasangan tampon dalam vagina tidak berguna sama sekali untuk menghentikan
perdarahan, tetapi akan menambah perdarahan karena sentuhan pada serviks sewaktu
pemasangannya.
Perdarahan yang terjadi pertama kali jarang atau boleh dikatakan tidak pernah
menyebabkan kematian, asalkan sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaan dalam. Biasanya
masih terdapat cukup waktu untuk mengirimkan penderita ke rumah sakit sebelum terjadi
perdarahan berikutnya yang hampir selalu akan lebih banyak dari pada sebelumnya.
Ketika penderita belum jatuh ke dalam syok, infus cairan intravena harus segera di
pasang dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang jarum infus kedalam
pembuluh darah sebelum syok akan jauh lebih mudah transfusi darah bila sewaktu-waktu
diperlukan.
Segera setelah tiba dirumah sakit, usaha pengadaan darah harus segera dilakukan,
walaupun perdarahannya tidak seberapa banyak. Pengambilan contoh darah penderita untuk
pemeriksaan golongan darahnya dan pemeriksaan kecocokan dengan darah donornya harus
segera dilakukan. Dalam keadaan darurat pemeriksaan seperti itu mungkin terpaksa di tunda
karena tidak sempat dilakukan jadi terpaksa langsung mentransfusikan darah yang golongannya
sama dengan golongan darah penderita, atau mentransfusikan darah golongan O rhesus positif,
dengan penuh kesadaran akan segala bahayanya.
Pertolongan selanjutnya di rumah sakit tergantung dari paritas, tuanya kehamilan,
banyaknya perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum mulainya persalinan dan
diagnosis yang ditegakan.
Apabila pemeriksaan baik perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartum,
kehamilan belum cukup 37 minggu, atau berat janin masih dibawah 2500 gram, maka kehamilan
dapat dipertahankan dan persalinan ditunda sampai janin dapat hidup di luar kandungan dengan
lebih baik lagi. Tindakan medis pada pasien dilakukan dengan istirahat dan pemberian obat-
obatan seperti spasmolitika, progestin atau progesteron.
Sebaiknya jika perdarahan yang telah berlangsung atau yang akan berlangsung dapat
membahayakan ibu dan/atau janinnya, kehamilannya juga telah mencapai 37 minggu, taksiran
berat janin telah mencapai 2500 gram, atau persalinan telah mulai, maka tindakan medis secara
aktif yaitu dengan tindakan persalinan segera harus ditempuh. Tindakan persalinan dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu persalinan pervaginam dan persalinan perabdominal dengan
seksio cesarea.
Pada plasenta previa persalinan pervaginam dapat di lakukan pada plasenta letak rendah,
plasenta marginalis, atau plasenta previa lateralis anterior (janin dalam presentasi kepala).
Sedangkan persalinan perabdominal dengan secsio cesarea dilakukan pada plasenta previa
totalis, plasenta previa lateralis posterior, dan plasenta previa letak rendah dengan jain letak
sungsang.
Pada solusio plasenta, dapat dilakukan persalinan perabdominal jika pembukaan belum lengkap.
Jika pembukaan telah lengkap dapat dilakukan persalinan pervaginam dengan amniotomi, namun
bila dalam 6 jam belum lahir dilakukan seksio cesarea.
Persalinan pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian
plasenta yang beradarah selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Seksio
cesarea bertujuan untuk secepatnya mengangkat sumber perdarahan, dengan demikian
memberikan kesempatan kepada uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan dan untuk
menghindari perlukaan serviks dari segmen bawah uterus yang rapuh.
Pencegahan tersier
Pencegahan tersier meliputi rehabilisasi (pemulihan kesehatan) yang ditukan terhadap
penderita yang baru pulih dari perdarahan antepartum meliputi rehabilitasi mental dan sosial,
yaitu dengan memberikan dukungan moral bagi penderita agar tidak berkecilhati, mempunyai
semangat untuk terus bertahan hidup dan tidak putus asa sehingga dapat menjadi anggota
masyarakat yang berdaya guna.
LO. 2.9 Menjelaskan Komplikasi Perdarahan Kehamilan
Komplikasi abortus:
Komplikasi yang mungkin timbul (Budiyanto dkk, 1997) adalah:
a. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal, diatesa hemoragik
dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca tindakan, dapat pula timbul lama setelah
tindakan.
b. Syok akibat refleks vasovagal atau nerogenik. Komplikasi ini dapat mengakibatkan kematian
yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila setelah seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa
membawa hasil. Harus diingat kemungkinan adanya emboli cairan amnion, sehingga
pemeriksaan histologik harus dilakukan dengan teliti.
c. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam uterus. Hal ini terjadi
karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara masuk ke dalam uterus,
sedangkan pada saat yang sama sistem vena di endometrium dalam keadaan terbuka.
Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan kematian, sedangkan dalam jumlah 70-
100 ml dilaporkan sudah dapat memastikan dengan segera.
d. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan tanpa anestesi pada
ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang digunakan
atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin.
e. Keracunan obat/ zat abortivum, termasuk karena anestesia. Antiseptik lokal seperti KmnO4
pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium dan Sublimat dapat mengakibatkan cedera yang hebat atau
kematian. Demikian pula obat-obatan seperti kina atau logam berat.
Pemeriksaan adanya Met-Hb, pemeriksaan histologik dan toksikolgik sangat diperlukan untuk
menegakkan diagnosis.
f. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi memerlukan
waktu.
g. Lain-lain seperti tersengat arus listrik saat melakukan abortus dengan menggunakan
pengaliran arus listrik.
Komplikasi KET:
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu:
Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah lama berlangsung (4-
6 minggu), terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi operasi.
Infeksi
Sterilitas
Pecahnya tuba falopii
Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio