Anda di halaman 1dari 8

REFERAT PATOFISIOLOGI HIPERMETROPIA MENYEBABKAN

GLAUKOMA

1. PENDAHULUAN
Rabun dekat atau dikenal dengan hipermetropi merupakan keadaan
gangguan kekuatan pembiasan mata, yang mana pada keadaan ini sinar sejajar
jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.
Hipermetrop terjadi apabila berkas sinar sejajar difokuskan di belakang retina.
Hipermetropia menyebar merata di berbagai geografis, etnis, usia dan jenis
kelamin. Mata hipermetropi disebabkan oleh keadaan fisik lensa mata yang terlalu
pipih atau tidak dapat mencembung dengan optimal, oleh sebab itu bayangan yang
dibentuk lensa mata jatuh di belakang retina. Rabun dekat dapat kita tolong
menggunakan kaca mata lensa cembung, yang berfungsi untuk mengumpulkan
sinar sebelum masuk mata, sehingga terbentuk bayangan yang tepat jatuh di
retina.
Glaukoma merupakan kelainan pada mata yang salah satunya ditandai
dengan peningkatan tekanan dalam bola mata yang disertai pencekungan diskus
optikus dan pengecilan lapangan pandang. Peningkatan tekanan dalam mata
berkaitan dengan gangguan dalam fisiologi aqueus humor, yaitu proses
pembentukan dan pengeluarannya. Glukoma merupakan kelainan mata yang harus
segera diatasi karena pada proses perkembangan penyakitnya dapat menyebabkan
gangguan pengelihatan sampai terjadi kebutaan. Epidemiologi Glaukoma kronis
merupakan glaukoma yang tersering, mengenai sekitar 1 dari 200 seluruh populasi
yang berusia lebih dari 40 tahun dan jumlahnya semakin meningkat sesuai dengan
usia. Pria dan wanita mempunyai angka kejadian yang sama dan lebih sering
mengenai kulit hitam dibandingkan kulit putih. Faktor keturunan juga berperan
terjadinya keadaan ini karena TIO, cara pengeluaran akueus dan ukuran diskus
optikus dipengaruhi oleh genetik. Secara umum risiko terjadinya glaukoma pada
saudara kandung sekitar 10% sedangkan pada keturunan sebanyak 4%.
2. MEKANISME AKOMODASI
Mekanisme akomodasi yaitu mekanisme yang memfokuskan sistem lensa
dari mata, penting untuk meningkatkan ketajaman mata. Akomodasi terjadi
akibat kontraksi atau relaksasi muskulus siliaris, kontraksi menyebabkan
peningkatan system lensa, dan relaksasi menyebabkan penurunan kekuatan.
Akomodasi lensa diatur oleh mekanisme umpan balik negatif yang secara
otomatis mengatur kekuatan fokal lensa untuk tingkat tajam penglihatan yang
paling tinggi. Bila mata difiksasi pada beberapa objek yang jauh, kemudian
difiksasi pada beberapa objek yang dekat, biasanya lensa akan berakomodasi
untuk tajam penglihatan maksimum dalam waktu kurng dari 1 detik. Area
korteks otak yang mengatur akomodasi terletak paralel dengan area yang
mengatur gerakan fiksasi mata, dengan integrasi akhir berupa sinyal
penglihatan dalam area 18 dan 19 korteks Brodmann dan menjalankan sinyal
motorik ke muskulus siliaris melalui pretektal dalam batang otak dan
kemudian masuk ke dalam inti Edinger Westphal.
Pada orang muda, lensa terdiri atas kapsul elastis yang kuat dan berisi
cairan kental yang mengandung banyak protein dan serabut-serabut
transparan. Bila lensa berada dalam keadaan relaksasi tanpa tarikan terhadap
kapsulnya, maka lensa dianggap berbentuk hampir sferis. Namun selain
terdapat kapsul elastis, juga terdapat ligamen yang sangat tidak elastis, yaitu
zonula yang melekat disekeliling lensa, menarik tepi lensa kearah bola mata.
Ligamen ini secara konstan direnggangkan oleh perlekatannya ke badan siliar
pada tepi anterior koroid dan retina. Hal ini menyebabkan lensa relatif datar
dalam keadaan mata istirahat.
Tempat perlekatan ligamen lensa di badan siliar merupakan suatu otot
yang disebut otot siliaris. Otot siliaris tersusun dari gabungan serat
longitudinal, sirkuler, dan radial. Fungsi serat-serat sirkuler adalah untuk
mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula, yang berorigo di lembah-
lembah di antara processus siliaris. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul
lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek
berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang. Serat-
serat longitudinal muskulus siliarsi menyisip ke dalam anyam-anyam
trabekula untuk mempengaruhi besar porinya.
Jadi, kontraksi seperangkat serabut otot polos dalam otot siliaris akan
mengendurkan kapsula lensa, dan lensa akan lebih cembung seperti balon
karena sifat elastisitas kapsulanya. Oleh karena itu bila otot siliaris
melakukan relaksasi lengkap, kekuatan dioptri lensa akan berkurang menjadi
sekecil mungkin yang dapat dicapai oleh lensa. Sebaliknya bila otot siliaris
berkontraksi sekuat-kuatnya, kekuatan lensa menjadi maksimal.

Pengaturan Akomodasi Melalui Saraf Parasimpatis


Otot siliaris hampir seluruhnya diatur oleh sinyal saraf parasimpatis yang
dijalarkan ke mata dari nukleus saraf kranial ketiga pada batang otak.
Perangsangan saraf parasimpatis menimbulkan kontraksi otot siliaris, yang
selanjutnya mengendurkan ligamen lensa dan meningkatkan daya bias.
Dengan meningkatnya daya bias, mata mampu melihat objek lebih dekat
dibanding sewaktu daya biasnya rendah. Akibatnya dengan memendeknya
objek kearah mata, frekwensi impuls saraf parasimpatis ke otot siliaris secara
progresif ditingkatkan agar objek dapat tetap dilihat dengan jelas.

3. HIPERMETROPIA
Hipermetropia dikenal sebagai pengelihatan jauh, biasanya akibat bola
mata terlalu pendek, atau kadang-kadang karena sistem lensa terlalu lemah.
Pada keadaan ini, cahaya sejajar kurang dibelokkan oleh sistem lensa
sehingga tidak terfokus di retina. Untuk mengatasi kelainan ini, otot siliaris
berkontraksi untuk meningkatkan kekuatan lensa. Dengan menggunakan
mekanisme akomodasi, pasien hipermetropia dapat memfokuskan bayangan
dari objek jauh di retina. Bila pasien menggunakan sebagian dari kekuatan
otot siliarisnya untuk melakukan akomodasi jarak jauh, ia tetap masih
mempunyai sisa data akomodasi untuk melihat dengan tegas objek yang
mendekati mata sampai otot siliarisnya telah berakomodasi maksimum. Pada
pasien tua, sewaktu lensa menjadi presbiopia, pasien hipermetropia sering
tidak bisa berakomodasi cukup kuat untuk memfokuskan objek jauh sekali
pun, apalagi untuk memfokuskan objek dekat.

Gambar: hipermetropia, bayangan di fokuskan dibelakang retina.

4. GLAUKOMA
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapang pandang, biasanya disertai
peningkatan tekanan intraokular.

Fisiologi Produksi Aqueus Humor


Humor akueus atau cairan aquos adalah cairan jernih yang mengisi bilik
mata depan dan belakang. Volumenya sekitar 250 μL dan kecepatan
pembentukannya yang bervariasi diurnal adalah 1,5-2 μL/mnt. Cairan aquous
diproduksi di badan siliar dan berjalan antara lensa dan iris, dan melalui pupil.
Cairan aquous membawa oksigen, glukosa dan beberapa nutrisi penting
lainnya. Cairan ini masuk di bilik anterior dan mengalirkannya melalui sudut
drainase (trabecullar meshwork). Jalinan/jala trabekula terdiri dari berkas-
berkas jaringan kolagen dan elastic yang dibungkus oleh sel-sel trabekular
yang membentuk saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil sewaktu
mendekati kanalis Schelmm.
Terdapat dua jalur utama keluarnya cairan akuous yaitu :
a. Aliran keluar konvensional menyediakan mayoritas drainase akuous
menuju Trabecullar meshwork. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya
ke dalam jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan
tersebut sehingga kecepatan drainase cairan aquos juga meningkat. Aliran
cairan aquos ke dalam kanalis Schelmm tergantung pada permukaan
saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferan dari
kanalis Schelmm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena akueus).
b. Aliran keluar non konvensional atau aliran keluar uveoskleral,
menyediakan sisa drainase aliran keluar akuous dari mata antara berkas
otot siliaris dan lewat sela-sela sklera. Drainase aquos melawan tahanan
jadi tekanan intraokular dijaga agar tetap lebih tinggi dibanding tekanan
udara namun lebih rendah dibanding tekanan darah.

Etiopatogenesis Glaukoma
Penyebab glaukoma tidak diketahui secara pasti, bisa juga karena
trauma/benturan, atau karena penyakit mata lain seperti katarak yang
sudah pecah (katarak hipermatur), uveitis dan pengaruh obat-obatan.
Tiga faktor sehingga terjadinya peningkatan tekanan intraokuler
yang akhirnya menyebabkan terjadinya glaukoma adalah :
a) Produksi berlebih humor akuous pada corpus siliaris.
b) Adanya resistensi dan aliran akuous pada sistem trabekular maupun
kanal Schlemm.
c) Peningkatan tekanan vena episklera.

Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang
disebut humor aqueus. Dalam keadaan normal, cairan ini dihasilkan di
dalam bilik posterior, melewati pupil masuk ke dalam bilik anterior lalu
mengalir dari mata melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini terganggu
(biasanya karena penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari
bilik anterior), maka akan terjadi peningkatan tekanan sehingga merusak
serabut saraf mata. Perlu diketahui, saraf mata berfungsi meneruskan
bayangan yang dilihat ke otak. Di otak, bayangan tersebut akan bergabung
di pusat penglihatan dan membentuk suatu benda (vision). Peningkatan
tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan
retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus
berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami
kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata
atau menimbulkan skotoma (kehilangan lapangan pandang). Bila seluruh
serabut saraf rusak dan tidak diobati, glaukoma pada akhirnya akan
menimbulkan kebutaan total.Yang pertama terkena adalah lapang pandang
tepi, lalu diikuti oleh lapang pandang sentral. Pada penderita glaukoma,
yang terjadi adalah kerusakan serabut saraf mata sehingga menyebabkan
blind spot (daerah tidak melihat/titik buta).

5. MEKANISME HIPERMETROPIA MENYEBABKAN GLAUKOMA


Hipermetropia adalah keadaan mata tak berakomodasi yang memfokuskan
bayangan dibelakang retina. Jika hipermetropia tidak terlalu berat, orang yang
lebih muda dapat memperoleh bayangan objek jauh yang tajam dengan
melakukan akomodasi. Orang hipermetropia yang berusia lebih muda juga
dapat membentuk bayangan tajam dari objek dekat dengan melakukan
akomodasi lebih banyak, atau jauh lebih banyak dari orang yang tanpa
hipermetropia. proses akomodasi terjadi akibat kontraksi atau relaksasi
muskulus siliaris, kontraksi menyebabkan peningkatan system lensa, dan
relaksasi menyebabkan penurunan kekuatan. Bila terjadi kontraksi terus-
menerus dari otot-otot siliaris ini, maka akan terjadi hipertrofi otot-otot siliaris
pada badan siliaris tersebut, yang pada keadaan lanjut dapat menyebabkan
penyempitan sudut bilik mata depan. Penyempitan sudut ini, akan menganggu
proses pengeluaran humor aqueus sehingga terjadi hambatan keluar humor
aqueus ke kanal schlemn melalui trabekular network. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraokuler pada bola mata yang
merupakan salah satu mekanisme terjadinya glaukoma sekunder sudut sempit.

6. PENUTUP
a. Kesimpulan
Glaukoma yang terjadi pada pasien hipermetropia disebabkan oleh
hipertrofi otot siliar sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan sudut
bilik mata depan.

b. Saran
Pasien hipermetropia harus dikoreksi dengan kacamata yang tepat
agar proses akomodasi dapat diturunkan sehingga dapat mengistirahatkan
otot-otot siliaris mata.
REFERENSI

Ilyas,S. 2004. Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Guyton, AC dan Hall, JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11.
Jakarta: EGC.

Riordan,P dan Whitcher, John. 2007. Oftalmologi Umum edisi 17. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai