Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD dr. H. Soewondo Kendal
Disusun oleh :
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
SEMARANG
2018
1
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ny. SR
b. Usia : 22 tahun
c. Jenis Kelamin : Wanita
d. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
e. Alamat : Desa Laban Bangunsari, Kec. Pagerwuyung - Kendal
f. Tanggal Masuk : 23 Januari 2018
II. ANAMNESIS
Anamnesis dengan pasien dilakukan pada tanggal 23 Januari 2018, pukul 11.30
WIB di Poli Kulit RSUD H. Soewondo Kendal dan didukung dengan catatan medis.
a. Keluhan Utama
Timbul bintil-bintil gatal di kemaluan
2
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Suami dari pasien menderita keluhan yang sama.
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
3
Kesan : normal
c. Status dermatologis
Distribusi : diskret
4
- Pemeriksaan Darah Rutin
- Pemeriksaan Urin Rutin
V. DIAGNOSIS BANDING
- Moluskum Kontagiosum
- Kondiloma Akuminata
- Veruka Vulgaris
- Kondiloma Lata
- Karsinoma Sel Skuamosa
VII. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa
- Pro Elektrokauterisasi
b. Medikamentosa
Terapi yang diberikan selama dirawat :
- Infus RL 20 tetes / menit
- Infus Ceftriaxone 2 x 1 ampul
- Injeksi Ranitidine 2 x 1 ampul
- Injeksi Ketorolac 3 x 30mg
VIII. EDUKASI
- Rajin menjaga kebersihan badan dan alat kelamin
- Jika pasangan tertular penyakit yang sama maka pasangan harus diobati
5
IX. PROGNOSIS
Qua ad vitam : ad bonam
Qua ad sanam : dubia ad bonam
Qua ad fungsional : dubia ad bonam
Qua ad cosmeticam : dubia ad bonam
6
BAB II
PEMBAHASAN
Bintik-bintik gatal yang ada pada daerah sekitar kemaluan pasien merupakan suatu
papul berisi masa yang mengandung badan moluskum dan disebut sebagai moluskum
kontagiosum. Sedangkan masa pada labia mayora pasien merupakan vegetasi bertangkai
berwarna abu abu yang disebut sebagai kondiloma akuminata. Kedua penyakit ini merupakan
penyakit menular seksual yang ditularkan melalui kontak membran mukosa dan jarang
ditemukan dalam satu pasien yang sama.
Moluskum kontangiosum ialah penyakit disebabkan oleh virus pox, klinis berupa
papul-papul, pada permukaannya terdapat lekukan (delle), berisi massa yang mengandung
1,2
badan moluskum. Jika dipijat akan tampak ke luar massa yang berwarna putih seperti nasi
Penyakit ini terutama menyerang anak dan kadang-kadang juga orang dewasa. Transmisinya
melalui kontak kulit langsung dan autoinokulasi. Jika pada orang dewasa digolongan dalam
Penyakit akibat Hubungan Seksual (P.H.S.) yang ditularkan melalui kontak membran
mukosa. Kejadian moluskum kontangiosum sebagai penyakit yang ditularkan secara seksual
pada orang muda kini meningkat. Hal ini juga terlihat pada penderita AIDS.1,2,3 Moluskum
kontagiosum bisa terjadi pada setiap usia pada pasien dengan immunocompromised.
Pasien dengan moluskum kontagiosum kebanyakan asimtomatis, beberapa mengeluh
gatal, dan sakit. Beberapa berkembang eksema disekitar lesi. Lokalisasi penyakit ini di
daerah muka, badan dan ekstrimitas, sedangkan pada orang dewasa di daerah pubis dan
genitalia eksterna. Meskipun lesi khasnya berupa suatu papul berbentuk kawah (delle), lesi
pada daerah genital yang lembab dapat meradang akan memborok dan dapat terkacaukan
dengan lesi yang ditimbulkan oleh HSV.3,4
7
Prinsip pengobatan adalah mengeluarkan massa yang mengandung badan moluskum.
Dapat dipakai alat seperti ekstraktor komedo, jarum suntik atau kuret. Cara lain dapat
digunakan elektrokauterisasi atau bedah beku dengan CO2, N2 dan sebagainya. Pada orang
dewasa harus juga dilakukan terapi terhadap pasangan seksualnya. Pada individu yang
memiliki sistem kekebalan tubuh yang normal, moluskum kontagiosum akan sembuh sendiri
tanpa pengobatan dalam waktu beberapa bulan sampai tahun. Setiap satu lesi muncul sampai
2 bulan tetapi untuk mencegah autoinokulasi atau kontak langsung, pengobatan dapat
berguna. Tujuan dari pengobatan adalah menghilangkan lesi. Obat-obatan topikal yang dapat
diberikan adalah anti virus, tretinoin krim 0,1% untuk menghambat pembentukan
mikrokomedo dan menghilangkan lesi, asam trikloroasetat untuk kauterisasi kulit, keratin dan
jaringan lainnya. Terapi sistemik dapat berupa pemberian antagonis histamine H2 untuk
mengatasi rasa gatal jika ada rasa gatal.5 Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan dengan
menggunakan elektrokauter.
Kondiloma akuminata merupakan salah satu manifestasi klinis yang disebabkan oleh
infeksi Human Papillomavirus Virus (HPV), paling sering ditemukan di daerah genital dan
jarang di selaput lendir. Penyakit ini biasanya asimptomatik dan terdiri dari papilomatous
papula atau nodul pada perineum, genitalia dan anus. Ada dua bentuk umum Kondiloma
Akuminata, yaitu kondiloma akuminata dan gigantea, yang dikenal sebagai tumor Buschke-
Löwenstein.8,9 Virus HPV ini masuk melalui mikro lesi pada kulit, biasanya pada daerah
kelamin dan melakukan penetrasi pada kulit sehingga menyebabkan abrasi permukaan
epitel.10
Kondiloma akuminata (kondiloma akuminata, genital warts, kutil kelamin) atau lebih
dikenal dengan istilah penyakit Jengger Ayam, mungkin karena bentuknya yang mirip
jengger ayam pada kondiloma yang luas, adalah kelainan kulit berbentuk kutil dengan
permukaan berlekuk-lekuk mirip jengger ayam yang disebabkan oleh Human Papilloma
Virus (HPV) tipe tertentu. Kebanyakan pasien dengan kondiloma akuminata datang dengan
keluhan ringan. Keluhan yang paling sering adalah ada bejolan atau terdapat lesi di perianal
yang dinyatakan tanpa gejala. Jarang terdapat gejala seperti gatal, perdarahan, atau
dispaurenia.10
8
Karena risiko penularan, serta risiko untuk pengembangan karsinoma sel skuamosa,
lesi umumnya harus diobati. Banyak metode pengobatan kondiloma akuminata tetapi secara
umum dapat dibedakan menjadi topikal, dan bedah.11
1. Topikal
a. Podophyllin
Podophyllin adalah bahan kimia yang paling terkenal dan paling banyak
tersedia dalam bentuk topikal. Pertama direkomendasikan untuk pengobatan
kondiloma oleh Culp dan Kaplan pada tahun 1942, bahan ini adalah agen sitotoksik
yang berasal dari resin podofilum emodi dan peltatum podofilum yang
mengandung senyawa lignin biologis aktif, termasuk podofilox, yang merupakan
komponen paling aktif terhadap kondiloma akuminata. Podophyllin memiliki
keuntungan menjadi mudah digunakan dan sangat murah. Konsentrasi dari 5
sampai 50% telah digunakan tanpa banyak perbedaan dalam keberhasilan.
Podophyllin diterapkan langsung ke kondiloma akuminata dengan hati-hati untuk
menghindari kulit normal yang berdekatan. Beberapa kelemahan, termasuk
keterbatasan penggunaan dan toksisitas sistemik. Podophyllin harus dicuci setelah
6 jam karena sangat mengiritasi kulit normal di sekitarnya dan menyebabkan reaksi
lokal yang parah berupa dermatitis, nekrosis, dan jaringan parut. 11
b. Bichloracetic Acid atau Trichloracetic Acid
Bichloracetic Acid adalah keratolitik kuat dan telah berhasil digunakan untuk
terapi kondiloma akuminata. Seperti podophyllin, Bichloracetic Acid atau
Trichloracetic Acid murah dan mudah diterapkan. Namun, juga dapat
menyebabkan iritasi kulit lokal dan seringkali memerlukan kunjungan beberapa
kali, umumnya pada interval mingguan. Dalam sebuah studi oleh Swerdlow dan
Salvati, bichloracetic acid dan trichloracetic acid lebih nyaman digunakan oleh
9
pasien dan memiliki kemungkinan kekambuhan yang minimal dibandingkan yang
lain.11
c. Kemoterapi
Berbagai agen kemoterapi digunakan untuk pengobatan kondiloma telah
diuraikan, termasuk 5-fluorouracil (5-FU) sebagai krim atau asam salisilat,
thiotepa, bleomycin, dinitrochlorobenzene dalam aseton, krim dan idoxuridine. 11
2. Bedah Terapi
a. Elektrokauter
Elektrokauter adalah cara yang efektif untuk menghancurkan kondiloma
akuminata di anus internal dan eksternal tetapi teknik ini memerlukan anestesi
lokal dan tergantung pada keterampilan operator untuk mengontrol kedalaman dan
lebar kauterisasi tersebut. Mengontrol kedalaman luka penting untuk mencegah
jaringan parut dan luka pada sfingter ani mendasarinya. Luka bakar melingkar
harus dihindari untuk mencegah stenosis ani. Jika penyakit ini sangat luas atau
melingkar, upaya-upaya harus dilakukan untuk mempertahankan kontinuitas
kulit.11
b. Terapi Laser
Terapi laser karbon dioksida untuk menghancurkan kondiloma pertama kali
dilaporkan oleh Baggish pada tahun 1980. Sebuah tingkat keberhasilan
keseluruhan dari 88 sampai 95% telah dilaporkan. Ini mirip dengan elektrokauter,
namun ablasi laser memiliki tingkat kekambuhan tinggi dan menimbulkan nyeri
pasca operasi.11
c. Eksisi bedah
Eksisi bedah telah lama digunakan untuk mengobati kondiloma akuminata
dengan tingkat keberhasilan tinggi. Kombinasi eksisi dan elektrokauter dianggap
sebagai gold standard untuk pengobatan kondiloma akuminata. 11
Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan dengan menggunakan elektrokauter.
10
BAB III
KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko, Ronny P. Penyakit Virus. Dalam : Djuanda, Adhi et al. Ilmu Penyakit Kulit
Dan Kelamin Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 2010. h.113/15.
2. Wolff, Klaus. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine Seventh Edition.
New York : Mc Graw Hill Medical
3. Siregar RS, Wijaya. 1996. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : EGC
4. Jawetz, Ernest. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
5. Damayanti, Shinta, dkk. 2007. Laporan Kasus: Moluskum Kontagiosum Generalisata
pada Anak Imunokompromais. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK-UI. Jakarta
diunduh http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/34407163168.pdf, 17 Oktober 2012.
6. Gawkrodger, David J. 2001. An illustrated Dermatology. China : RDC Gorup Limited
7. Kartowigno, S. 2011. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Edisi Pertama. Palembang :
Unsri Press.
8. Bakardzhiev I, Pehlivanov G, Stransky D, Gonevski M. Treatment of Candylomata
Acuminata and Bowenoid Papulosis With CO2 Laser and Imiquimod. J of IMAB-
Annual Procceding (Scientific Papers). 2012;18:246-9.
9. Dias EP, Gouvea ALF, Eyer CC. Condyoma Acuminatum: its histopathological
Pattern. São Paulo Medical Journal. 1997.
10. Lacey C, Woodhall S, Wikstrom A, Ross J. European guideline for the management
of anogenital warts. IUSTI GW Guidelines. 2011:2-11.
11. Chang GJ, Welton M. Human Papilloma Virus, Condylonata Acuminata, and Anal
Naoplasia. Clinic in Colon and Rectal Surgery. 2004., 17(4), p. 221-230.
12