Anda di halaman 1dari 26

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebun Jeruk Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus :

SMF ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

Nama : Ari Matea Tanda Tangan

NIM : 112015431 .......................

Dokter Pembimbing : dr. Dini L, Sp. A ........................

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. D. H.

Tanggal Lahir : 16 Desember 2015

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Jl. Haji Mali, Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat

Ayah : Tn S

Ibu : Ny. S

RIWAYAT PENYAKIT

Keluhan Utama : Kejang sejak 2 jam SMRS.

1
Keluhan Tambahan : Demam mendadak tinggi sejak 3 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien By. A 1 tahun 3 bulan laki-laki, diantar keluarga ke RS dengan


keluhan demam tidak terlalu tinggi sejak 3 hari yang lalu, tidak ada kejang, gusi
berdarah, mimisan, dan bab darah. Selain demam yang tidak terlalu tinggi disertai
batuk dan pilek, batuk berdahak warna putih, banyak dahak kurang lebih
sendok teh, tidak ada darah, tidak ada riwayat kontak penyakit paru. Demam dan
batuk pilek selama 3 hari belum berkurang. Lalu demam mendadak tinggi 40.5 0 C
sejak 3 jam SMRS. Demam tidak disertai mimisan, gusi berdarah, selain demam
pasien juga mengalami kejang 15 menit sejak 2 jam SMRS. Pasien dibawa ke
puskesmas untuk mendapat pertolongan, setelah mendapat pertolongan, pasien
sadar, kejang pada kedua tangan, gerakan seperti bergetar. Di puskesmas pasien
mendapat obat penurun demam, ketika suhu sudah mencapai 380 C pasien dibawa
keluarganya pulang.

Lalu 1 jam SMRS pasien mengalami kejang yang kedua, dengan durasi 5
menit, dan pasien dibawa keluarganya menuju RS. Kejang yang kedua pada kedua
tangan, gerakan seperti bergetar, dan setelah kejang berhenti pasien sadar. Ketika
sampai di RS, pasien mengalami kejang yang ketiga dengan durasi 5 menit,
kejang pada kedua tangan dan kaki, dan setelah kejang berhenti pasien sadar.

Tidak ada keluhan lain seperti trauma pada kepala pada saat lahir maupun
sekarang, muntah, diare, dan sulit makan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak ada riwayat kejang sebelumnya, tidak ada riwayat kejang tanpa
demam sebelumnya, tidak ada riwayat penyakit TB paru, tidak ada riwayat
penyakit asma dan tidak ada alergi.

2
Riwayat Penyakit Keluarga :

Pada riwayat keluarga pasien tidak ada riwayat kejang, kejang demam, TB Paru,
hipertensi, DM, asma, maupun alergi.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :

Perawatan Antenatal : trimester I (1), trimester 2 (1), trimester (2)

Penyakit kehamilan : tidak ada

Tempat kelahiran/penolong : bidan

Cara persalinan : spontan, tidak ada penyulit

Masa gestasi : cukup bulan

Keadaan bayi : BB lahir 3.3kg ; Panjang badan lahir 51cm ;


Langsung menangis ; Tidak ada kelainan bawaan ; Tidak terlihat biru.

Riwayat Perkembangan

Sudah dapat berdiri sendiri, sudah dapat membungkuk, serta berjalan dengan baik.

Sudah dapat berkata bapak/ibu, mengucapkan 2-3 kata.

Lingkar Kepala : 49 cm (normochepal)

Berat Badan: 10 kg (Z Score WHO terletak (-2 SD) (+2 SD) = gizi cukup

Panjang Badan : 80 cm (Z Score WHO terletak (-2 SD) (+3 SD) = normal

3
4
Riwayat Imunisasi

Sudah mendapat imunisasi hepatitis B (3x), polio (3x), BCG (1x), DTP (3x),
campak (1x).

Pemeriksaan Fisik

Tanggal : 5 April 2017 Jam : 15.30

Keadaan Umum : compos mentis

Frekuensi nadi : 114 x/menit

Frekuensi napas : 33x/menit

Suhu : 37.30 C

Berat badan : 10 kg (normal) Panjang badan : 80 cm (normal)

Pemeriksaan Menyeluruh

1. Kepala :

Bentuk dan ukuran : normochepal (49cm), ubun-ubun datar, benjolan (-),


kraniotabes (-), wajah simetris (+).

Rambut dan kulit kepala : hitam, distribusi rata, lesi kulit kepala (-).

Mata : isokor 3mm/3mm, reflek +/+, nistagmus -/-, strabismus -/-, konjungtiva
anemis -/-, sklera ikterik -/-, bulat +/+, cekung -/-, lagoftalmus -/-, hordeolum
-/-, ptosis -/-.

Telinga : pina utuh +/+, sekret -/-, daun telinga normal +/+.

Hidung : koana +/+, sekret +/+, epistaksis -/-, pernapasan cuping hidung -/-,
deviasi septum -/-

5
Bibir : lembab, simetris, labiognatopalatoschizis ().

Gigi geligi : caries ()

Mulut : mukosa merah muda (+), trismus (-), halitosis (-), perleche (-),
hipersaliva (-).

Lidah : normoglosi (+), glosoptosis (-), tremor (-), coated tongue (-),

Tonsil : T1=T1, abses -/-

Faring : hiperemis (+), edem (-), eksudat (-), abses (-)

2. Leher

Tortikolis (-), benjolan (-), pembesaran KGB (-), pulsasi vena terlihat (-),

3. Thorax

Dinding thorax : normothorax, sawo matang.

Pulmo : Retraksi -/- pelebaran sela iga -/- benjolan -/- bronkovesikuler +/+
ronki -/- lendir +/+

Cor : BJ I=II (normal), gallop (-), murmur (-), ictus cordis sela iga keempat
midklavikula sinistra teraba kuat (+), reguler (+)

4. Abdomen

Datar, benjolan tidak terlihat, supel (+), tidak teraba benjolan, hepar lien tidak
teraba, timpani (+), peristaltik (normal).

5. Genitalia

Fimosis (-), inflamasi (-).

6. Anggota Gerak

Kekuatan motorik (5/5/5/5), fraktur (-/-/-/-)

6
7. Neurologi

Compos mentis (+), GCS 15 (E=4 ; M=6 ; V=5), kaku kuduk (-), kernig sign
(sulit dinilai).

8. Kulit

Sawo matang, lesi (-), rash (-), makulo papular (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Hemoglobin 11.5 g/dL

2. Hematokrit 36%

3. Leukosit 30.9/uL (peningkatan)

4. Trombosit 409.000/uL

RESUME

Pasien By. A 1 tahun 3 bulan laki-laki, diantar keluarga ke RS dengan


keluhan kejang sejak 2 jam SMRS. Pada anamnesis didapatkan sebelum kejang
didahului demam dan batuk pilek 3 hari yang lalu. Batuk berdahak, warna lendir
putih kental, dengan banyak kira-kira sendok teh, tidak ada darah, tidak ada
riwayat kontak dengan orang dengan penyakit TB/paru kronik Demam mendadak
tinggi lalu pasien beberapa saat kemudia kejang. Saat pertama kali kejang dengan
durasi 15 menit, lalu kejang kedua dan ketga dengan durasi kira-kira 5 menit.
Setelah kejang pasien sadar.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan sekret pada kedua lubang hidung, faring
tampak hiperemis, pada pemeriksaan pulmo didapatkan terdapat lendir pada
kedua lobus pulmo. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pemeriksaan kadar
leukosit mencapai 30.900/ul yang kemungkinan besar menunjukkan infeksi.

DIAGNOSIS KERJA

Kejang demam kompleks + ISPA (faringitis)

7
DIAGNOSIS BANDING

1. Kejang demam simplek

2. Enchepalitis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Cek hemoglobin, hematokrit, leukosit, dan trombosit.

2. Cek elektrolit : Na, K, dan Cl

3. Cek kadar gula dalam darah

4. Kultur.

5. Pemeriksaan hematologi lengkap.

PROGNOSIS

Dubia ad bonam

PENATALAKSANAAN

1. KaEn 1B 600cc/hari, diet ASI/biasa

2. PCT 3 x 100 mg

3. Phenitoin 2 x 35 mg p.o

4. Ceftriaxon 2 x 350 mg

8
FOLLOW UP

1. Tanggal 4 April 2017 (IGD)

S : kejang 3x disertai demam sebelumnya, sadar (+), mual (-), muntah


(-), diare (-), batuk (+) dahak putih.

O : HR 120x/menit ; RR 37 x/menit ; T : 380 C ; BB : 9.5 kg

A : KDK + ISPA

P : KaEn 1B 600 cc/hari, popiretik supp, cek hema I, elektrolit, dan


GDS

Na 143mmol/L ; K 3.8 mmol/L ; Cl 107 mmol/L

Hemoglobin 11.5 g/dL ; Hematokrit 36% ; Leukosit 30.900/uL ;


Trombosit 409.000/uL ; GDS 111 mg/dl

2. Tanggal 4 April 2017 (Bangsal Melon)

S : kejang (-), demam (-), mual (-), muntah (-), diare (-), batuk (+) dahak

O : HR 113 x/menit ; RR 32 x/menit ; T 37.60 C BB 9.5 kg

A : KDK + ISPA

P : KaEn 1B 600 CC/hari, ceftriaxon 2x350mg, fenitoin 2x35mg p.o., PCT


3x1 cth, diet makanan biasa

3. Tanggal 5 April 2017 (Bangsal Melon)

S : kejang (-), demam (-), mual (-), muntah (-), diare (-), batuk (+) dahak
warna putih

O : HR 115 x/menit ; RR 34 x/menit ; T 37.30 C BB 9.5 kg

9
A : KDK + ISPA

P : KaEn 1B 600 CC/hari, ceftriaxon 2x350mg, fenitoin 2x35mg p.o, PCT


3x1 cth, diet makanan biasa, cek hema I

4. Tanggal 6 April 2017

S : kejang (-), demam (-), mual (-), muntah (-), diare (-), batuk (+) dahak
warna putih berkurang

O : HR 113 x/menit ; RR 32 x/menit ; T 36.90 C BB 9.5 kg

A : KDK + ISPA

P : KaEn 1B 600 CC/hari, ceftriaxon 2x350mg, fenitoin 2x35mg p.o., PCT


3x1 cth, diet makanan biasa, hema I (hB 10.6 g/dL, ht 34 %, leukosit
9.7/uL, trombosit 309.000/uL, besok jika tidak demam dan stabil
pulang

10
PEMBAHASAN
Pendahuluan
Definisi berdasarkan konsensus tatalaksana kejang demam dari Ikatan
Dokter Anak Indonesia/IDAI, kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium.Temperatur tubuh normal adalah antara 36,037,7C di axilla.
Peningkatan temperatur tubuh ini diinduksi oleh pusat termoregulator di hipotalamus
sebagai respons terhadap perubahan tertentu. Demam didefinisikan sebagai peningkatan
suhu tubuh menjadi >38,0C.1,2,3

Sebagian besar kejang demam merupakan kejang demam sederhana, tidak


menyebabkan menurunnya IQ, epilepsi, dan kematian. Kejang demam dapat
berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada keluarga.
Saat pasien datang dengan kejang disertai demam, dipikirkan tiga kemungkinan,
yaitu kejang demam, pasien epilepsi terkontrol dengan demam sebagai pemicu
kejang epilepsi, kejang disebabkan infeksi sistem saraf pusat atau gangguan
elektrolit akibat dehidrasi.Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang saat demam, tidak memenuhi kriteria kejang demam.1

Klasifikasi Kejang Demam

Kejang demam terbagi menjadi dua, yakni kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana berlangsung singkat (kurang
dari 15 menit), tonik-klonik. dan tidak berulang dalam waktu 24 jam, tanpa
gambaran fokal dan pulih dengan spontan. Kejang demam sederhana merupakan
80% di antara seluruh kejang demam.6 Kejang demam kompleks biasanya
menunjukkan gambaran kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang
didahului kejang parsial. Durasinya lebih dari 15 menit dan berulang atau lebih
dari 1 kali kejang dalam 24 jam. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung
lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali, dan di antara bangkitan
kejang kondisi anak tidak sadarkan diri. Kejang lama terjadi pada sekitar 8%
kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum

11
yang didahului kejang parsial. Kejang berulang terjadi pada 16% kejang
demam.1,2,3,4,5

Epidemiologi
Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling sering, biasanya
merupakan kejadian tunggal dan tidak berbahaya. Berdasarkan studi populasi,
angka kejadian kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa 27%, sedangkan di
Jepang 910%. Dua puluh satu persen kejang demam durasinya kurang dari 1
jam, 57% terjadi antara 1-24 jam berlangsungnya demam, dan 22% lebih dari 24
jam. Sekitar 30% pasien akan mengalami kejang demam berulang dan kemudian
meningkat menjadi 50% jika kejang pertama terjadi usia kurang dari 1 tahun.
Sejumlah 935% kejang demam pertama kali adalah kompleks, 25% kejang
demam kompleks tersebut berkembang ke arah epilepsi.1,2,3,4,5

Patogenesis
Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi pada anak tersering
disebabkan oleh infeksi seperti faringitis/ISPA.4 Faringitis akut digunakan untuk
menunjukkan semua infeksi akut pada faring, termasuk tonsilitis yang
berlangsung hingga 14 hari. Faringitis merupakan peradangan akut membran
mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat
dengan hidung dan tonsil, jarang terjadinya hanya infeksi lokal faring atau
tonsilitis. Oleh karena itu, pengertian faringitis secara luas mencakup tonsilitism
nasofaringitis, dan tonsilofaringitis. Infeksi pada daerah faring dan sekitarnya
ditanai dengan keluhan nyeri tenggorok. Virus merupakan etiologi terbanyak
faringitis akut, terutama pada anak <3 tahun. Virus penyebab tersering faringitis
antara lain Adenovirus, Rhinovirus, dan vius Parainfluenza dapat menjadi
penyebab faringitis akut. Sedangkan pada infeksi bakteri paling seing disebabkan
oleh streptokokus beta hemolitikus grup A. Gejala klinis pada faringitis akut
antara lain demam, mual, muntah, batuk, rinorea, nyeri tenggorok. Namun tanda-
tanda tersebut bukan merupakan tanda pasti faringitis, diagnosis pasti untuk
membedakan faringitis bakteri atau virus dengan pemeriksaan emas kultur dari

12
apusan tenggorok. Pemeriksaan kultur dapat membantu mengurangi pemberian
antibiotik yang tidak perlu pada pasien faringitis. Pemberian antibiotik tidak
diperlukan pada faringitis virus, usaha untuk membedakan faringitis virus dan
bakteri streptokokus grup A merupakan satu-satunya faringitis yang memiliki
indikasi kuat dan aturan khusus dalam penggunaan antibiotik. 7 Demam
merupakan faktor utama timbul bangkitan kejang demam. Demam disebabkan
oleh infeksi virus merupakan penyebab terbanyak timbul bangkitan kejang
demam. Perubahan kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang
kejang dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada
kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh
satu derajat celcius akan meningkatkan peningkatan kebutuhan glukose dan
oksigen. Pada demam tinggi akan dapat mengakibatkan hipoksia jaringan
termasuk jaringan otak. Pada keadaan metabolisme di siklus Kreb normal, satu
molekul glukose akan menghasilkan 38 ATP, sedangkan pada keadaan hipoksia
jaringan metabolisme berjalan anaerob, satu molekul glukose hanya akan
menghasilkan 2 ATP, sehingga pada keadaan hipoksia akan kekurangan energi, hal
ini akan mengganggu fungsi normal pompa Na+ dan reuptake asam glutamat oleh
sel glia. Kedua hal tersebut mengakibatkan masuknya ion Na+ ke dalam sel
meningkat dan timbunan asam glutamat ekstrasel. Timbunan asam glutamat ekstra
sel akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran sel terhadao ion Na+
sehingga semakin meningkatkan masuknya ion Na+ ke dalam sel. Masuknya ion
Na+ ke dalam sel dipermudah dengan adanya demam, sebab demam akan
meningkatkan mobilitas dan benturan ion terhadap membran sel. Perubahan
konsentrasi ion Na+ intrasel dan ekstrasel tersebut akan mengakibatkan perubahan
potensial embran sel neuoron sehingga membran sel dalam keadaan depolarisasi.
Di samping itu demam dapat merusak neuron GABA sehingga fungsi inhibisi
terganggu. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa demam
mempunyai peranan untuk terjadi perubahan potensial membran dan menurunkan
fungsi inhibisi sehingga menurunkan nilai ambang kejang. Penurunan nilai
ambang kejang memudahkan untuk timbul bangkitan kejang demam. Bangkitan
kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh berkisar 38.9 0C-

13
39.90C. Tidak diketahui secara pasti saat timbul bangkitan kejang, apakah pada
waktu terjadi kenaikan suhu tubuh ataukah pada waktu demam sedang
berlangsung. Kesimpulan dan berbagai hasil penelitian dan percobaan binatang
menyimpulkan bahwa kejang terjadi tergantung dari kecepatan waktu antara mulai
timbul demam sampai mencapai suhu puncak dan tingginya suhu tubuh. Setiap
kenaikan suhu 0.30 C secara cepat akan menimbulkan dishcarge di daerah
oksipital. Ada discharge di daerah oksipital dapat dilihat dari hasil rekaman EEG.
Kenaikan mendadak suhu tubuh menyebabkan kenaikan kadar asam glutamat dan
menurunkan kadar glutanin tetapi sebaliknya kenaikan suhu tubuh secara perlahan
tidak menyebabkan kenaikan kadar asam glutamat. Perubahan glutamin menjadi
asam glutamat dipengaruhi oleh kenaikan suhu tubuh. Asam glutamat merupakan
eksitator. Sedangkan GABA sebagai inhibitor tidak dipengaruhi oleh kenaikan
suhu tubuh mendadak.4,5
Jadi, mekanisme dasar terjadinya kejang akibat loncatan muatan listrik yang
berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi otak yang mengakibatkan
gerakan berulang. Terjadinya depolarisasi pada syaraf akibat masuknya natrium
dan repolarisasi terjadi karena keluarnya kalium melalui membran sel. Untuk
mempertahankan potensial membran memerlukan energi yang berasal dari ATP
dan tergantung pada mekanisme pompa yaitu keluarnya natrium dan masuknya
kalium. Gangguan depolarisasi yang berlebihan dapat terjadi antara lain karena
gangguan produksi energi dapat mengakibatkan gangguan mekanisme pompa
natrium dan kalium. Hipoksemia dan hipoglikemia dapat mengakibatkan
penurunan tajam produksi energi. Peningkatan eksitasi dibanding inhibisi
neurotransmiter dapat mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan.
Penurunan relatif inhibisi dibanding eksitasi neurotransmiter dapat mengakibatkan
kecepatan depolarisasi yang berlebihan.4

Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya kejang demam antara lain pada pasien dengan
developmental delay, infeksi virus, riwayat pada keluarga dengan kejang demam,
vaksinasi. Pemberian vaksin dapat meningkatkan resiko kejang demam antara lain

14
vaksin influenza, DTP, serta MMR. Dari penelitian yang dilakukan pada 530.000
anak-anak menunjukkan bahwa pada anak-anak yang menerima vaksin MMR
menunjukkan peningkatan resiko kejang demam setelah 1 sampai 2 minggu
setelah pemberian vaksin. Riwayat pada keluarga dengan kejang demam ada pada
keluarga dengan riwayat epilepsi, riwayat kejang secara menyeluruh. Pada infeksi
virus, peningkatan resiko timbulnya kejang demam meningkat pada sebagian
besar pasien yang terserang virus herpes tipe 6.1,2,3,4,5

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang demam, dapat untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium antara lain
pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula darah.1,3,5,6,8,9
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko meningitis bakterialis adalah
0,66,7%. Pada bayi, sering sulit menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal
dianjurkan pada:1,3,5,6,8,9
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi >18 bulan tidak rutin
Bila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography/EEG) tidak
direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas,
misalnya pada kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau
kejang demam fokal.1,3,5,6,8,9

15
d. Pencitraan
MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi
dibandingkan CT scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat darurat.
CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang
bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder. Foto X-ray kepala dan
pencitraan seperti Computed Tomography scan (CT-scan) atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:1,3,5,6
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

Pemeriksaan dan Observasi


Pada kejang demam sederhana, anak <18 bulan sangat disarankan untuk
dilakukan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut seperti pungsi lumbal,
sedangkan pada anak >18 bulan tidak harus observasi di rumah sakit jika kondisi
stabil, keluarga perlu diberitahu jika terjadi kejang berulang maka harus dibawa
ke rumah sakit. Pada kejang demam sederhana, pemeriksaan darah rutin,
elektroensefalografi, dan neuroimaging tidak selalu dilakukan. Pemeriksaan
pungsi lumbal dilakukan pada pasien umur <18 bulan, dengan meningeal sign
serta pasien dengan kecurigaan infeksi SSP. Pada kejang demam kompleks,
pemeriksaan difokuskan untuk mencari etiologi demam. Semua kejang demam
kompleks membutuhkan observasi lebih lanjut di rumah sakit. Pungsi lumbal serta
beberapa tindakan seperti elektroensefalografi dan CT scan mungkin diperlukan.1,3

Penatalaksanaan
Saat Kejang
Pada kebanyakan kasus, biasanya kejang demam berlangsung singkat dan
saat pasien datang kejang sudah berhenti. Bila datang dalam keadaan kejang, obat
yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam intravena 0,3-0,5
mg/kgBB, dengan cara pemberian secara perlahan dengan kecepatan 1-2

16
mg/menit atau dalam 3-5 menit, dan dosis maksimal yang dapat diberikan adalah
20 mg.1,2,3,4,5,8,9
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau jika kejang terjadi
di rumah adalah diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgBB, atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan diazepam rektal 10 mg
untuk berat badan lebih dari 10 kg. Jika anak di bawah usia 3 tahun dapat diberi
diazepam rektal 5 mg dan untuk anak di atas usia 3 tahun diberi diazepam rektal
7,5 mg. Jika kejang belum berhenti, dapat diulang dengan cara dan dosis yang
sama dengan interval 5 menit. Jika setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
masih tetap kejang, dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit.1,2,3,4,5,8,9
Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB. Jika kejang tetap belum berhenti, maka diberikan phenytoin intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Jika kejang berhenti, maka dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika dengan phenytoin kejang
belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Jika kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung apakah kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.1,2,3,4,5,8,9
Saat Demam
1. Antipiretik
Antipiretik tidak terbukti mengurangi risiko kejang demam, namun para ahli
di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis paracetamol
adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak boleh lebih dari 5
kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.1,2,3,4,5,8,9

2. Antikonvulsan
Diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang pada 30-60% kasus, juga dengan diazepam rektal dosis
0,5 mg/kgBB tiap 8 jam pada suhu >38,50 C. Dosis tersebut dapat menyebabkan
ataksia, iritabel, dan sedasi cukup berat pada 25-39% kasus. Phenobarbital,

17
carbamazepine, dan phenytoin saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang
demam.1,2,3,4,5,8,9

Pemberian Obat Rumatan


Obat rumatan diberikan hanya jika kejang demam menunjukkan salah satu
ciri sebagai berikut:1,2,3,4,5,8,9
Kejang lama dengan durasi >15 menit.
Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, dan hidrosefalus.
Kejang fokal.
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam kurun waktu 24 jam.
Kejang demam terjadi pada bayi usia kurang dari 12 bulan.
Kejang demam dengan frekuensi >4 kali per tahun.
Sebagian besar peneliti setuju bahwa kejang demam >15 menit merupakan
indikasi pengobatan rumat. Kelainan neurologis tidak nyata, misalnya
keterlambatan perkembangan ringan, bukan merupakan indikasi pengobatan
rumat. Kejang fokal atau fokal menjadi umum menunjukkan bahwa anak
mempunyai fokus organik.1,2,3,4,5,8,9
Phenobarbital atau valproic acid efektif menurunkan risiko berulangnya
kejang. Obat pilihan saat ini adalah valproic acid. Berdasarkan bukti ilmiah,
kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek
samping, oleh karena itu pengobatan rumat hanya diberikan pada kasus selektif
dan dalam jangka pendek. Phenobarbital dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar pada 4050% kasus. Pada sebagian kecil kasus, terutama
pada usia kurang dari 2 tahun, valproic acid dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati. Dosis valproic acid 15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis, dan phenobarbital
3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Lihat bagan di bawah, Bagan 1. Alur
Tatalaksana Kejang.1-9
Bagan 1. Alur tatalaksana kejang

18
Pardede S. O, Djer M. M, Soesanti F, Ambarsari C. G, Soebadi A. Tatalaksana berbagai keadaan gawat
darurat pada anak. Edisi I. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM;
2013. H 32.

Edukasi Pada Orang Tua

Kejang demam merupakan hal yang sangat menakutkan orang tua dan tak
jarang orang tua menganggap anaknya akan meninggal. Pertama, orang tua perlu
diyakinkan dan diberi penjelasan tentang risiko rekurensi serta petunjuk dalam
keadaan akut. Lembaran tertulis dapat membantu komunikasi antara orang tua dan
keluarga; penjelasan terutama pada:3
Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
Memberitahukan cara penanganan kejang.
Memberi informasi mengenai risiko berulang.
Pemberian obat untuk mencegah rekurensi efektif, tetapi harus diingat risiko
efek samping obat.

Beberapa hal yang harus dikerjakan saat kejang:3


Tetap tenang dan tidak panik.
Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.

19
Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun lidah mungkin tergigit,
jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
Ukur suhu, observasi, catat lama dan bentuk kejang.
Tetap bersama pasien selama kejang.
Berikan diazepam rektal. Jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

20
PEMBAHASAN KASUS

Pada teori kejang demam disebutkan bahwa kejang demam adalah


bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 0C)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Demam dapat disebabkan
berbagai hal salah satunya adalah penyakit ISPA baik disebabkan oleh virus
maupun bakteri. Kejang demam terbagi menjadi dua, yakni kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana berlangsung
singkat (kurang dari 15 menit), tonik-klonik. dan tidak berulang dalam waktu 24
jam, tanpa gambaran fokal dan pulih dengan spontan. Kejang demam sederhana
merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Kejang demam kompleks
biasanya menunjukkan gambaran kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang
umum yang didahului kejang parsial. Durasinya lebih dari 15 menit dan berulang
atau lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam. Penyebab kejang terjadi karena
kelainan susunan saraf pusat terjadi primer/intrakranial (meningitis,
cerebrovascular accident, encephalitis, perdarahan intrakranial, tumor) atau
sekunder/masalah sistemik/demam atau metabolik (iskemik-hipoksik-
hipokalsemia, hipoglikemia, hiponatremia).

Pada kasus yang didapat dari anamnesis orang tua pasien antara lain demam
tidak terlalu tinggi sejak 3 hari yang lalu, tidak ada kejang, mimisan, dan gusi
berdarah. Selain demam orang tua pasien juga mengeluhkan pasien batuk dan
pilek, batuk disertai dahak warna putih, tidak ada darah, tidak sesak napas, dan
ada pilek yang menyumbat hidung. Namun sejak 3 jam SMRS pasien demam
tinggi lalu 2 jam SMRS pasien kejang 15 menit, setelah kejang pasien sadar.
Kejang pada kedua tangan. Lalu 1 jam SMRS pasien mengalami kejang yang
kedua, dengan durasi 5 menit, dan pasien dibawa keluarganya menuju RS.
Kejang yang kedua pada kedua tangan, gerakan seperti bergetar, dan setelah
kejang berhenti pasien sadar. Ketika sampai di RS, pasien mengalami kejang yang
ketiga dengan durasi 5 menit, kejang pada kedua tangan dan kaki, dan setelah
kejang berhenti pasien sadar. Pada pemeriksaan fisik yang didapat hidung terdapat
sekret +/+, faring hiperemis (+), pulmo terdapat lendir (+). Hal ini mendukung

21
pengambilan diagnosis kerja kejang demam kompleks disertai ISPA pada pasien
yang sesuai dengan teori kejang demam.

Pada teori disebutkan bahwa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan


antara lain pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah yang
menyebabkan demam serta untuk melihat apakah ada kelainan pada pemeriksaan
kultur, elektrolit maupun kadar gula. Pemeriksaan penunjang kedua yang dapat
dilakukan adalah pungsi lumbal untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan
dari meningitis tentunya hal ini juga didukung adanya pemeriksaan fisik yang
positif untuk mendukung diagnosa dari meningitis tersebut. Hal lain yang dapat
diperiksa lagi yaitu elektroensefalografi yaitu untuk memastikan kejang akibat
epilepsi, hal ini dilakukan pada pasien dengan kejang dengan gejala yang tidak
khas. Pada pemeriksaan CT Scan maupun MRI dilakukan bila terdapat temuan
pemeriksaan fisik hemiparesis yang menetap, paresis VI, serta papiledema. Pada
kasus didapatkan peningkatan kadar leukosit ketika dilakukan pemeriksaan darah,
hal ini membuktikan bahwa kemungkinan besar adanya infeksi dari bakteri yang
menyebabkan demam. Tidak dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal, EEG,
maupun CT Scan karena pada pasien tidak ditemukan pemeriksaan fisik yang
menunjang adanya dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal serta EEG dan Ct Scan.

Pada kasus kejang demam komplek didiagnosis banding dengan ensefalitis,


hal yang membedakan antara ensefalitis dengan kejang demam antara lain pada
ensefalitis pasien mengalami penurunan kesadaran, pada kejang adanya perubahan
kepribadian, jika dilakukan pemeriksaan CT Scan terdapat gambaran edema.
Selain itu pasien juga mengeluhkan sangat nyeri kepala pada pasien dengan
ensefalitis.

Pada terapi yang diberikan kepada pasien antara lain pemberian infus KaEn
1B 600cc/hari dan diet ASI untuk mencukupi kebutuhan cairan pasien. Pasien
memiliki berat 9.5 kg. Jika dihitung dengan rumus Holiday Segar maka kebuthan
kalori pasien sehari adalah 950 kkal. Hal ini dipenuhi dengan pemberian infus
KaEn 1B 600 cc dan sisanya dipenuhi dengan pemberian ASI. Pemilihan KaEn 1

22
B karena tidak ada gangguan elektorlit pada pasien, tidak ada resiko
memperburuk hipertonitas, tidak memperburuk asidosis, tidak memperburuk
hiperglikemia. Pada pasien juga diberikan obat paracetamol serta phenitoin. Hal
ini pemberian paracetamol ditujukan untuk mengurangi resikonya terjadi kejang
berulang dan sebagai penurun demam pada pasien, dosis paracetamol adalah
10mg/kgBB/x, sesuai dengan yang diberikan pada pasien. Sedangkan phenitoin
diberikan untuk terapi rumatan karena kejang berulang < 24 minggu. Pemberian
ceftriaxon 2 x 250 mg dilakukan untuk tindakan pencegahan jika terjadi infeksi
oleh bakteri.

23
KESIMPULAN

Kejang demam merupakan jenis kejang yang sering terjadi, terbagi atas
kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam
merupakan suatu kondisi yang patut diperhatikan, dan tatalaksana yang tepat
dapat mengatasi kondisi kejang dan mengatasi kausanya. Sebagian besar kejang
demam tidak menyebabkan penurunan IQ, epilepsi, ataupun kematian. Kejang
demam dapat berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada
keluarga. Diperlukan pemeriksaan sesuai indikasi dan tatalaksana menyeluruh.
Edukasi orang tua penting karena merupakan pilar pertama penanganan kejang
demam sebelum dirujuk ke rumah sakit.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro H. D, Widodo D. P, Ismael S. Konsensus penatalaksanaan


kejang demam. Edisi II. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Neurologi
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2006.

2. Arief R. F. 2015. Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: CDK-232.


Vol 2. No 9:658-61.

3. Kosim M. S, Yunanto A, Dewi R, Sarosa G. I, Usman A. Buku ajar


neonatologi. Edisi I. Cetakan Kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2012. H 226-48.

4. Kliegman, Stanton, Geme ST, Schor, Behrman. Nelson textbook of


pediatrics. 19th Ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. Page 2013-
19.

5. Fuadi, Bahtera T, Wijayahadi N. 2010. Faktor resiko bangkitan kejang


demam pada anak. Semarang: Sari Pediatri. Vol 12. No 3: 142-9.

6. Graves R. C, Oehler K, Tingle L. E. January 15, 2012. Febrile


seizures: risk, evaluation, and prognosis. Texas: American Academy of
Family Physician. Volume 85. Number 2: 149-53.

7. Rahajoe N. N, Supriyatno B, Setyanto D. B. Buku ajar respirologi


anak. Edisi Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012. H
288-92.

8. February, 2011. clinical practice guidelinefebrile seizures: guideline


for the neurodiagnostic evaluation of the child with a simple febrile
seizure. America: American Academy Of Pediatrics. Volume 127.
Number 2: 389-94.

25
9. Tambunan T, Rundjan L, Satari, H. I, Windiastuti E, Somasetia D. H,
Kadim M. Formularium spesialistik ilmu kesehatan anak ikatan dokter
anak indonesia. 2013.

26

Anda mungkin juga menyukai