KEPANITERAAN KLINIK
SMF ANAK
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. D. H.
Ayah : Tn S
Ibu : Ny. S
RIWAYAT PENYAKIT
1
Keluhan Tambahan : Demam mendadak tinggi sejak 3 jam SMRS.
Lalu 1 jam SMRS pasien mengalami kejang yang kedua, dengan durasi 5
menit, dan pasien dibawa keluarganya menuju RS. Kejang yang kedua pada kedua
tangan, gerakan seperti bergetar, dan setelah kejang berhenti pasien sadar. Ketika
sampai di RS, pasien mengalami kejang yang ketiga dengan durasi 5 menit,
kejang pada kedua tangan dan kaki, dan setelah kejang berhenti pasien sadar.
Tidak ada keluhan lain seperti trauma pada kepala pada saat lahir maupun
sekarang, muntah, diare, dan sulit makan.
Pasien tidak ada riwayat kejang sebelumnya, tidak ada riwayat kejang tanpa
demam sebelumnya, tidak ada riwayat penyakit TB paru, tidak ada riwayat
penyakit asma dan tidak ada alergi.
2
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pada riwayat keluarga pasien tidak ada riwayat kejang, kejang demam, TB Paru,
hipertensi, DM, asma, maupun alergi.
Riwayat Perkembangan
Sudah dapat berdiri sendiri, sudah dapat membungkuk, serta berjalan dengan baik.
Berat Badan: 10 kg (Z Score WHO terletak (-2 SD) (+2 SD) = gizi cukup
Panjang Badan : 80 cm (Z Score WHO terletak (-2 SD) (+3 SD) = normal
3
4
Riwayat Imunisasi
Sudah mendapat imunisasi hepatitis B (3x), polio (3x), BCG (1x), DTP (3x),
campak (1x).
Pemeriksaan Fisik
Suhu : 37.30 C
Pemeriksaan Menyeluruh
1. Kepala :
Rambut dan kulit kepala : hitam, distribusi rata, lesi kulit kepala (-).
Mata : isokor 3mm/3mm, reflek +/+, nistagmus -/-, strabismus -/-, konjungtiva
anemis -/-, sklera ikterik -/-, bulat +/+, cekung -/-, lagoftalmus -/-, hordeolum
-/-, ptosis -/-.
Telinga : pina utuh +/+, sekret -/-, daun telinga normal +/+.
Hidung : koana +/+, sekret +/+, epistaksis -/-, pernapasan cuping hidung -/-,
deviasi septum -/-
5
Bibir : lembab, simetris, labiognatopalatoschizis ().
Mulut : mukosa merah muda (+), trismus (-), halitosis (-), perleche (-),
hipersaliva (-).
Lidah : normoglosi (+), glosoptosis (-), tremor (-), coated tongue (-),
2. Leher
Tortikolis (-), benjolan (-), pembesaran KGB (-), pulsasi vena terlihat (-),
3. Thorax
Pulmo : Retraksi -/- pelebaran sela iga -/- benjolan -/- bronkovesikuler +/+
ronki -/- lendir +/+
Cor : BJ I=II (normal), gallop (-), murmur (-), ictus cordis sela iga keempat
midklavikula sinistra teraba kuat (+), reguler (+)
4. Abdomen
Datar, benjolan tidak terlihat, supel (+), tidak teraba benjolan, hepar lien tidak
teraba, timpani (+), peristaltik (normal).
5. Genitalia
6. Anggota Gerak
6
7. Neurologi
Compos mentis (+), GCS 15 (E=4 ; M=6 ; V=5), kaku kuduk (-), kernig sign
(sulit dinilai).
8. Kulit
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
2. Hematokrit 36%
4. Trombosit 409.000/uL
RESUME
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sekret pada kedua lubang hidung, faring
tampak hiperemis, pada pemeriksaan pulmo didapatkan terdapat lendir pada
kedua lobus pulmo. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pemeriksaan kadar
leukosit mencapai 30.900/ul yang kemungkinan besar menunjukkan infeksi.
DIAGNOSIS KERJA
7
DIAGNOSIS BANDING
2. Enchepalitis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
4. Kultur.
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
PENATALAKSANAAN
2. PCT 3 x 100 mg
3. Phenitoin 2 x 35 mg p.o
4. Ceftriaxon 2 x 350 mg
8
FOLLOW UP
A : KDK + ISPA
S : kejang (-), demam (-), mual (-), muntah (-), diare (-), batuk (+) dahak
A : KDK + ISPA
S : kejang (-), demam (-), mual (-), muntah (-), diare (-), batuk (+) dahak
warna putih
9
A : KDK + ISPA
S : kejang (-), demam (-), mual (-), muntah (-), diare (-), batuk (+) dahak
warna putih berkurang
A : KDK + ISPA
10
PEMBAHASAN
Pendahuluan
Definisi berdasarkan konsensus tatalaksana kejang demam dari Ikatan
Dokter Anak Indonesia/IDAI, kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu
proses ekstrakranium.Temperatur tubuh normal adalah antara 36,037,7C di axilla.
Peningkatan temperatur tubuh ini diinduksi oleh pusat termoregulator di hipotalamus
sebagai respons terhadap perubahan tertentu. Demam didefinisikan sebagai peningkatan
suhu tubuh menjadi >38,0C.1,2,3
Kejang demam terbagi menjadi dua, yakni kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana berlangsung singkat (kurang
dari 15 menit), tonik-klonik. dan tidak berulang dalam waktu 24 jam, tanpa
gambaran fokal dan pulih dengan spontan. Kejang demam sederhana merupakan
80% di antara seluruh kejang demam.6 Kejang demam kompleks biasanya
menunjukkan gambaran kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang
didahului kejang parsial. Durasinya lebih dari 15 menit dan berulang atau lebih
dari 1 kali kejang dalam 24 jam. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung
lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali, dan di antara bangkitan
kejang kondisi anak tidak sadarkan diri. Kejang lama terjadi pada sekitar 8%
kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum
11
yang didahului kejang parsial. Kejang berulang terjadi pada 16% kejang
demam.1,2,3,4,5
Epidemiologi
Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling sering, biasanya
merupakan kejadian tunggal dan tidak berbahaya. Berdasarkan studi populasi,
angka kejadian kejang demam di Amerika Serikat dan Eropa 27%, sedangkan di
Jepang 910%. Dua puluh satu persen kejang demam durasinya kurang dari 1
jam, 57% terjadi antara 1-24 jam berlangsungnya demam, dan 22% lebih dari 24
jam. Sekitar 30% pasien akan mengalami kejang demam berulang dan kemudian
meningkat menjadi 50% jika kejang pertama terjadi usia kurang dari 1 tahun.
Sejumlah 935% kejang demam pertama kali adalah kompleks, 25% kejang
demam kompleks tersebut berkembang ke arah epilepsi.1,2,3,4,5
Patogenesis
Demam dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi pada anak tersering
disebabkan oleh infeksi seperti faringitis/ISPA.4 Faringitis akut digunakan untuk
menunjukkan semua infeksi akut pada faring, termasuk tonsilitis yang
berlangsung hingga 14 hari. Faringitis merupakan peradangan akut membran
mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat
dengan hidung dan tonsil, jarang terjadinya hanya infeksi lokal faring atau
tonsilitis. Oleh karena itu, pengertian faringitis secara luas mencakup tonsilitism
nasofaringitis, dan tonsilofaringitis. Infeksi pada daerah faring dan sekitarnya
ditanai dengan keluhan nyeri tenggorok. Virus merupakan etiologi terbanyak
faringitis akut, terutama pada anak <3 tahun. Virus penyebab tersering faringitis
antara lain Adenovirus, Rhinovirus, dan vius Parainfluenza dapat menjadi
penyebab faringitis akut. Sedangkan pada infeksi bakteri paling seing disebabkan
oleh streptokokus beta hemolitikus grup A. Gejala klinis pada faringitis akut
antara lain demam, mual, muntah, batuk, rinorea, nyeri tenggorok. Namun tanda-
tanda tersebut bukan merupakan tanda pasti faringitis, diagnosis pasti untuk
membedakan faringitis bakteri atau virus dengan pemeriksaan emas kultur dari
12
apusan tenggorok. Pemeriksaan kultur dapat membantu mengurangi pemberian
antibiotik yang tidak perlu pada pasien faringitis. Pemberian antibiotik tidak
diperlukan pada faringitis virus, usaha untuk membedakan faringitis virus dan
bakteri streptokokus grup A merupakan satu-satunya faringitis yang memiliki
indikasi kuat dan aturan khusus dalam penggunaan antibiotik. 7 Demam
merupakan faktor utama timbul bangkitan kejang demam. Demam disebabkan
oleh infeksi virus merupakan penyebab terbanyak timbul bangkitan kejang
demam. Perubahan kenaikan temperatur tubuh berpengaruh terhadap nilai ambang
kejang dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh berpengaruh pada
kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap kenaikan suhu tubuh
satu derajat celcius akan meningkatkan peningkatan kebutuhan glukose dan
oksigen. Pada demam tinggi akan dapat mengakibatkan hipoksia jaringan
termasuk jaringan otak. Pada keadaan metabolisme di siklus Kreb normal, satu
molekul glukose akan menghasilkan 38 ATP, sedangkan pada keadaan hipoksia
jaringan metabolisme berjalan anaerob, satu molekul glukose hanya akan
menghasilkan 2 ATP, sehingga pada keadaan hipoksia akan kekurangan energi, hal
ini akan mengganggu fungsi normal pompa Na+ dan reuptake asam glutamat oleh
sel glia. Kedua hal tersebut mengakibatkan masuknya ion Na+ ke dalam sel
meningkat dan timbunan asam glutamat ekstrasel. Timbunan asam glutamat ekstra
sel akan mengakibatkan peningkatan permeabilitas membran sel terhadao ion Na+
sehingga semakin meningkatkan masuknya ion Na+ ke dalam sel. Masuknya ion
Na+ ke dalam sel dipermudah dengan adanya demam, sebab demam akan
meningkatkan mobilitas dan benturan ion terhadap membran sel. Perubahan
konsentrasi ion Na+ intrasel dan ekstrasel tersebut akan mengakibatkan perubahan
potensial embran sel neuoron sehingga membran sel dalam keadaan depolarisasi.
Di samping itu demam dapat merusak neuron GABA sehingga fungsi inhibisi
terganggu. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa demam
mempunyai peranan untuk terjadi perubahan potensial membran dan menurunkan
fungsi inhibisi sehingga menurunkan nilai ambang kejang. Penurunan nilai
ambang kejang memudahkan untuk timbul bangkitan kejang demam. Bangkitan
kejang demam terbanyak terjadi pada kenaikan suhu tubuh berkisar 38.9 0C-
13
39.90C. Tidak diketahui secara pasti saat timbul bangkitan kejang, apakah pada
waktu terjadi kenaikan suhu tubuh ataukah pada waktu demam sedang
berlangsung. Kesimpulan dan berbagai hasil penelitian dan percobaan binatang
menyimpulkan bahwa kejang terjadi tergantung dari kecepatan waktu antara mulai
timbul demam sampai mencapai suhu puncak dan tingginya suhu tubuh. Setiap
kenaikan suhu 0.30 C secara cepat akan menimbulkan dishcarge di daerah
oksipital. Ada discharge di daerah oksipital dapat dilihat dari hasil rekaman EEG.
Kenaikan mendadak suhu tubuh menyebabkan kenaikan kadar asam glutamat dan
menurunkan kadar glutanin tetapi sebaliknya kenaikan suhu tubuh secara perlahan
tidak menyebabkan kenaikan kadar asam glutamat. Perubahan glutamin menjadi
asam glutamat dipengaruhi oleh kenaikan suhu tubuh. Asam glutamat merupakan
eksitator. Sedangkan GABA sebagai inhibitor tidak dipengaruhi oleh kenaikan
suhu tubuh mendadak.4,5
Jadi, mekanisme dasar terjadinya kejang akibat loncatan muatan listrik yang
berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi otak yang mengakibatkan
gerakan berulang. Terjadinya depolarisasi pada syaraf akibat masuknya natrium
dan repolarisasi terjadi karena keluarnya kalium melalui membran sel. Untuk
mempertahankan potensial membran memerlukan energi yang berasal dari ATP
dan tergantung pada mekanisme pompa yaitu keluarnya natrium dan masuknya
kalium. Gangguan depolarisasi yang berlebihan dapat terjadi antara lain karena
gangguan produksi energi dapat mengakibatkan gangguan mekanisme pompa
natrium dan kalium. Hipoksemia dan hipoglikemia dapat mengakibatkan
penurunan tajam produksi energi. Peningkatan eksitasi dibanding inhibisi
neurotransmiter dapat mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan.
Penurunan relatif inhibisi dibanding eksitasi neurotransmiter dapat mengakibatkan
kecepatan depolarisasi yang berlebihan.4
Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya kejang demam antara lain pada pasien dengan
developmental delay, infeksi virus, riwayat pada keluarga dengan kejang demam,
vaksinasi. Pemberian vaksin dapat meningkatkan resiko kejang demam antara lain
14
vaksin influenza, DTP, serta MMR. Dari penelitian yang dilakukan pada 530.000
anak-anak menunjukkan bahwa pada anak-anak yang menerima vaksin MMR
menunjukkan peningkatan resiko kejang demam setelah 1 sampai 2 minggu
setelah pemberian vaksin. Riwayat pada keluarga dengan kejang demam ada pada
keluarga dengan riwayat epilepsi, riwayat kejang secara menyeluruh. Pada infeksi
virus, peningkatan resiko timbulnya kejang demam meningkat pada sebagian
besar pasien yang terserang virus herpes tipe 6.1,2,3,4,5
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak rutin pada kejang demam, dapat untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium antara lain
pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula darah.1,3,5,6,8,9
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko meningitis bakterialis adalah
0,66,7%. Pada bayi, sering sulit menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal
dianjurkan pada:1,3,5,6,8,9
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi >18 bulan tidak rutin
Bila klinis yakin bukan meningitis, tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (electroencephalography/EEG) tidak
direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau
memperkirakan kemungkinan epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan
EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang tidak khas,
misalnya pada kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau
kejang demam fokal.1,3,5,6,8,9
15
d. Pencitraan
MRI diketahui memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi
dibandingkan CT scan, namun belum tersedia secara luas di unit gawat darurat.
CT scan dan MRI dapat mendeteksi perubahan fokal yang terjadi baik yang
bersifat sementara maupun kejang fokal sekunder. Foto X-ray kepala dan
pencitraan seperti Computed Tomography scan (CT-scan) atau Magnetic
Resonance Imaging (MRI) tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:1,3,5,6
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
Penatalaksanaan
Saat Kejang
Pada kebanyakan kasus, biasanya kejang demam berlangsung singkat dan
saat pasien datang kejang sudah berhenti. Bila datang dalam keadaan kejang, obat
yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam intravena 0,3-0,5
mg/kgBB, dengan cara pemberian secara perlahan dengan kecepatan 1-2
16
mg/menit atau dalam 3-5 menit, dan dosis maksimal yang dapat diberikan adalah
20 mg.1,2,3,4,5,8,9
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau jika kejang terjadi
di rumah adalah diazepam rektal 0,5-0,75 mg/kgBB, atau diazepam rektal 5 mg
untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan diazepam rektal 10 mg
untuk berat badan lebih dari 10 kg. Jika anak di bawah usia 3 tahun dapat diberi
diazepam rektal 5 mg dan untuk anak di atas usia 3 tahun diberi diazepam rektal
7,5 mg. Jika kejang belum berhenti, dapat diulang dengan cara dan dosis yang
sama dengan interval 5 menit. Jika setelah 2 kali pemberian diazepam rektal
masih tetap kejang, dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit.1,2,3,4,5,8,9
Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5
mg/kgBB. Jika kejang tetap belum berhenti, maka diberikan phenytoin intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Jika kejang berhenti, maka dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika dengan phenytoin kejang
belum berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Jika kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung apakah kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.1,2,3,4,5,8,9
Saat Demam
1. Antipiretik
Antipiretik tidak terbukti mengurangi risiko kejang demam, namun para ahli
di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis paracetamol
adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak boleh lebih dari 5
kali. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.1,2,3,4,5,8,9
2. Antikonvulsan
Diazepam oral dosis 0,3 mg/kgBB tiap 8 jam saat demam menurunkan
risiko berulangnya kejang pada 30-60% kasus, juga dengan diazepam rektal dosis
0,5 mg/kgBB tiap 8 jam pada suhu >38,50 C. Dosis tersebut dapat menyebabkan
ataksia, iritabel, dan sedasi cukup berat pada 25-39% kasus. Phenobarbital,
17
carbamazepine, dan phenytoin saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang
demam.1,2,3,4,5,8,9
18
Pardede S. O, Djer M. M, Soesanti F, Ambarsari C. G, Soebadi A. Tatalaksana berbagai keadaan gawat
darurat pada anak. Edisi I. Cetakan Pertama. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM;
2013. H 32.
Kejang demam merupakan hal yang sangat menakutkan orang tua dan tak
jarang orang tua menganggap anaknya akan meninggal. Pertama, orang tua perlu
diyakinkan dan diberi penjelasan tentang risiko rekurensi serta petunjuk dalam
keadaan akut. Lembaran tertulis dapat membantu komunikasi antara orang tua dan
keluarga; penjelasan terutama pada:3
Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
Memberitahukan cara penanganan kejang.
Memberi informasi mengenai risiko berulang.
Pemberian obat untuk mencegah rekurensi efektif, tetapi harus diingat risiko
efek samping obat.
19
Bila tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun lidah mungkin tergigit,
jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
Ukur suhu, observasi, catat lama dan bentuk kejang.
Tetap bersama pasien selama kejang.
Berikan diazepam rektal. Jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
Bawa ke dokter atau ke rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.
20
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus yang didapat dari anamnesis orang tua pasien antara lain demam
tidak terlalu tinggi sejak 3 hari yang lalu, tidak ada kejang, mimisan, dan gusi
berdarah. Selain demam orang tua pasien juga mengeluhkan pasien batuk dan
pilek, batuk disertai dahak warna putih, tidak ada darah, tidak sesak napas, dan
ada pilek yang menyumbat hidung. Namun sejak 3 jam SMRS pasien demam
tinggi lalu 2 jam SMRS pasien kejang 15 menit, setelah kejang pasien sadar.
Kejang pada kedua tangan. Lalu 1 jam SMRS pasien mengalami kejang yang
kedua, dengan durasi 5 menit, dan pasien dibawa keluarganya menuju RS.
Kejang yang kedua pada kedua tangan, gerakan seperti bergetar, dan setelah
kejang berhenti pasien sadar. Ketika sampai di RS, pasien mengalami kejang yang
ketiga dengan durasi 5 menit, kejang pada kedua tangan dan kaki, dan setelah
kejang berhenti pasien sadar. Pada pemeriksaan fisik yang didapat hidung terdapat
sekret +/+, faring hiperemis (+), pulmo terdapat lendir (+). Hal ini mendukung
21
pengambilan diagnosis kerja kejang demam kompleks disertai ISPA pada pasien
yang sesuai dengan teori kejang demam.
Pada terapi yang diberikan kepada pasien antara lain pemberian infus KaEn
1B 600cc/hari dan diet ASI untuk mencukupi kebutuhan cairan pasien. Pasien
memiliki berat 9.5 kg. Jika dihitung dengan rumus Holiday Segar maka kebuthan
kalori pasien sehari adalah 950 kkal. Hal ini dipenuhi dengan pemberian infus
KaEn 1B 600 cc dan sisanya dipenuhi dengan pemberian ASI. Pemilihan KaEn 1
22
B karena tidak ada gangguan elektorlit pada pasien, tidak ada resiko
memperburuk hipertonitas, tidak memperburuk asidosis, tidak memperburuk
hiperglikemia. Pada pasien juga diberikan obat paracetamol serta phenitoin. Hal
ini pemberian paracetamol ditujukan untuk mengurangi resikonya terjadi kejang
berulang dan sebagai penurun demam pada pasien, dosis paracetamol adalah
10mg/kgBB/x, sesuai dengan yang diberikan pada pasien. Sedangkan phenitoin
diberikan untuk terapi rumatan karena kejang berulang < 24 minggu. Pemberian
ceftriaxon 2 x 250 mg dilakukan untuk tindakan pencegahan jika terjadi infeksi
oleh bakteri.
23
KESIMPULAN
Kejang demam merupakan jenis kejang yang sering terjadi, terbagi atas
kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam
merupakan suatu kondisi yang patut diperhatikan, dan tatalaksana yang tepat
dapat mengatasi kondisi kejang dan mengatasi kausanya. Sebagian besar kejang
demam tidak menyebabkan penurunan IQ, epilepsi, ataupun kematian. Kejang
demam dapat berulang yang kadang menimbulkan ketakutan dan kecemasan pada
keluarga. Diperlukan pemeriksaan sesuai indikasi dan tatalaksana menyeluruh.
Edukasi orang tua penting karena merupakan pilar pertama penanganan kejang
demam sebelum dirujuk ke rumah sakit.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
9. Tambunan T, Rundjan L, Satari, H. I, Windiastuti E, Somasetia D. H,
Kadim M. Formularium spesialistik ilmu kesehatan anak ikatan dokter
anak indonesia. 2013.
26